Anda di halaman 1dari 11

TUGAS AKHIR MANAJEMEN PERPAJAKAN

ANALISIS KEBIJAKAN RELAKSASI PAJAK DI MASA


PANDEMI VIRUS CORONA

Disusun Oleh:
MAHARANI AYU LARASATI (B12.2017.03574)
NUR AURELIA E (B12.2017.03586)
HAIDAR KOSWARA SASMITA (B12.2017.03587)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
SEMARANG
2021
ABSTRAK

Pandemi virus corona telah menyerang hampir seluruh negara di dunia. Salah satunya
adalah Indonesia, akibat pandemi virus corona yang menyerang Indonesia menyebabkan
terjadinya perubahan yang sangat signifikan dirasakan dimasa pandemi ini. Beberapa
perubahan dilatar belakangi dari kebijakan yang tiba-tiba dan kondisi darurat kesehatan yang
membayangi masyarakat Indonesia. Akibat dari perubahan tersebut menyebabkan beberapa
sektor di Indonesia menjadi terganggu seperti sektor perekonomian. Akibat dari pandemi virus
corona ini menyebabkan pereonomian di Indonesia terganggu. Beberapa hal yang mengganggu
sektor ekonomi yaitu dari pendapatan negara yang mengalami dinamika yang cukup serius
pada masa pandemi ini. Akibatnya pemerintah mengambil tindakan dengan mengeluarkan
berbagai kebijakan seperti salah satunya yaitu relaksasi pajak yang dilakukan untuk mengatasi
permasalahan ekonomi di masa pandemi virus corona.

Kata kunci: Virus corona, Pajak, APBN, Keuangan Negara

i
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber penerimaan negara yang sangat penting adalah pajak. Bahkan kontribusi
penerimaan dari sektor migas sebagai sumber dana pembangunan dilampaui oleh penerimaan
dari sektor perpajakan. Oleh karena itu, sektor perpajakan menjadi prioritas utama di Indonesia
sebagai sumber pendanaan pembangunan di berbagai bidang. Pajak merupakan sumbangan
wajib bagi milik negara oleh orang atau badan hukum yang dipaksakan berdasarkan perbuatan,
tanpa kompensasi langsung, dan digunakan untuk kebutuhan negara sebesar kemakmuran
rakyat (UU No. 6 1983). Kepatuhan terhadap wajib pajak diartikan sebagai perilaku wajib
pajak dalam menjalankan segala kewajiban perpajakan dan menggunakan hak perpajakannya
dengan tetap berpegang pada peraturan perundang-undangan (Marjan, 2014). Rendahnya
kepatuhan wajib pajak menjadi perhatian pemerintah karena ketidakpatuhan wajib pajak dapat
menimbulkan niat penghindaran pajak atau sengaja tidak bersedia membayar kewajiban
perpajakan. Perilaku ini secara tidak langsung menyebabkan penurunan penerimaan pajak yang
diterima negara.
Pajak adalah pendapatan negara yang diperoleh dari masyarakat serta mempunyai
dampak yang besar bagi keberlangsungan pembangunan di suatu negara. Hal tersebut
dikarenakan pendapatan yang berasal dari pajak adalah pendapatan yang sangat potensial bagi
sebuah negara. Pengolahan perpajakan yang sesuai mengarah pada kaitan antara pemerintah
dan rakyat suatu negara dan juga memastikan bahwa biaya serta manfaat pembangunan dibagi
secara merata (Akinboade, 2015). Pendapatan yang didapatkan dari pajak yang dikelola
membantu sebuah negara untuk memberikan fasilitas dan layanan yang tepat bagi masyarakat
sehingga kesejahteraan dapat dijamin dalam negara tersebut. Maka dari itu, kesejahteraan dari
masyarakat di sebuah negara serta pembangunan dari negara tersebut bergantung pada
pendapatan yang didapatkan dari sektor pajak. Pendapatan yang didistribusikan dari pajak
adalah pendanaan utama untuk pengeluaran pemerintah (Kuug, 2016). Disamping itu, tingkat
dari kesadaran wajib pajak dalam memenuhi seluruh kewajibannya dalam membayar pajak
merupakan hal yang terpenting dalam penerimaan pajak. Hal tersebut akan berdampak pada
besarnya pajak yang dimiliki atau diperoleh dari negara melalui rakyatnya. Oleh karena itu,
kesadaran dari wajib pajak untuk membayar pajak sangat berpengaruh terhadap pemasukan
negara.

Tabel. 1 Perkembangan Penerimaan Pajak (Dalam Miliar Rupiah)


No Tahun Target Realisasi Capaian

1 2016 1.355,20 1.105,73 81,96 %

2 2017 1.283,57 1.151,03 89, 67 %

1
3 2018 1.424,00 1.315,51 92, 23 %

4 2019 1.577,56 1.332,06 84,44 %

Sumber : Laporan Kinerja Direktorat Jendral Pajak, 2019

Berdasarkan pada tabel yang telah dicantumkan diatas, maka dapat dijelaskan bahwa
pengembangan pajak di Indonesia mengalami kenaikan kenaikan yang cukup signifikan tetapi
tidak dapat memenuhi target capaian yang telah ditetapkan dalam rancangan anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN). Disamping itu, pada tahun 2019 tampat bahwa
terdapat penurunan presentase dari tahun-tahun sebelumnya. Penurunan tersebut
menggambarkan bahwa penerimaan pajak yang dimaksudkan belum maksimal.
Pandemi Covid-19 adalah salah satu tantangan paling serius yang dihadapi seluruh
dunia belakangan ini. Virus pertama kali ditemukan di pasar hewan laut di Kota Wuhan, Cina
ini resmi diumumkan sebagai wabah global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak
tanggal 11 Maret 2019 (Kompas.com). Penyebaran virus ini sangatlah cepat dan peningkatan
jumlah infeksi dan kematiannya juga semakin meningkat, maka dari itu Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) menjadikan Corona virus ini menjadi Darurat Kesehatan Masyarakat
Internasional (PHEIC). Setelah selang waktu satu bulan pengumuman virus ini oleh WHO,
(Dilansir dari Worldometers) tercatat jumlah kasus positif Covid-19 telah mencapai 1.018.107
orang dan jumlah pasien positif yang meninggal sebanyak 53.251 orang.
Penyebaran virus Covid-19 yang awalnya hanya bermula di kota Wuhan, Cina, namun
seiring berjalannya waktu terus pengalami transmisinya ke sejumlah negara seperti Jepang,
Korea Selatan dan Hongkong, serta negara-negara Eropa dan Afrika, hingga ke ujung dunia
Barat, di Amerika Serikat. Negara bagian, Kanada, dan beberapa negara Amerika Selatan, tak
terkecuali negara Indonesia. Menurut perhitungan Reuters per tanggal (30/8/2020), India
menjadi negara dengan kasus virus Covid-19 tertinggi di dunia sebanyak 25 juta kasus. Hal itu
juga diyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa Benua Asia sebagai
penyumbang kasus Covid-19 terbanyak di dunia. Berikut ini adalah tabel 10 negara di Asia
dengan kasus corona tertinggi per bulan September 2020.

Tabel 1. Daftar 10 Negara kasus corona tertinggi di Benua Asia

No Negara Jumlah Kasus


1 India 4,8 juta
2 Iran 404.648 ribu
3 Bangladesh 1.812 ribu
4 Arab Saudi 326.651 ribu
5 Pakistan 302.020 ribu
6 Turki 291.162 ribu
7 Irak 290.309 ribu
8 Filipina 265.888 ribu

2
9 Indonesia 221.523 ribu
10 Israel 156.823 ribu

Berdasarkan tabel diatas, Indonesia berada pada peringkat ke-9 di Benua Asia dengan
kasus Covid-19 tertinggi. Tentu dengan adanya virus covid ini menyebabkan perubahan yang
drastis pada berbagai bidang kehidupan manusia. Dampak yang ditimbulkan dari adanya
pandemi covid-19 ini meliputi berbagai bidang kehidupan seperti halnya bidang ekonomi,
sosial-budaya, politik, kesehatan, dll. Berikut ini adalah beberapa dampak yang ditimbulkan
oleh adanya pandemi covid di Indonesia. Dalam bidang kesehatan, virus covid ini
menyebabkan berkurangnya populasi penduduk Indonesia, minimnya APD, tenaga medis dan
rumah sakit untuk melayani dan sebagai tempat penampungan pasien covid tersebut. Pada
bidang politik dampak covid ini yang paling dirasakan ialah penundaan pilkada serentak yang
seharusnya tanggal 23 September 2020 menjadi tanggal 9 Desember 2020, selain itu adanya
pandemi ini juga berdampak pada penundaan pembahasan sejumlah undang-undang.
Sementara itu bidang ekonomi menjadi bidang yang paling berdampak akibat adanya virus
covid-19 ini. Hal itu disebabkan ekonomi menjadi hal utama untuk menunjang sektor-sektor
lainnya agar bisa berjalan dengan lancar. Ada beberapa dampak ekonomi yang ditimbulkan
akibat adanya virus covid ini diantaranya pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah, nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS menjadi melemah, peningkatan jumlah penduduk miskin dan
pengangguran serta penutupan berbagai pusat kegiatan ekonomi.
Menurut Badan Pusat Statistik, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal
I-2020 hanya mencapai 2,97%, sedangkan pada kuartal II-2020 mengalami penurunan yang
cukup signifikan yaitu (- 5,32%). Sementara itu pada kuartal III-2020, Menteri Keuangan Sri
Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi indonesia masih mengalami penurunan yaitu (-
3,27% sampai 3,09 %). Kepala BPS Suhariyanto juga menjelaskan bahwa “kontraksi sebesar
5,32% itu merupakan yang terendah sejak triwulan I tahun 1999. Ketika itu, ekonomi Indonesia
mengalami kontraksi sebesar 6,13%”. Dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang lambat
dan terjadinya jumlah pengeluaran yang lebih besar dari pada pemasukan maka akan
berdampak terhadap jumlah anggaran pemerintah.
Virus corona merupakan virus yang menjangkiti hewan dan manusia. Virus ini pertama
kali terdeteksi di Wuhan, China yang akhirnya menyebar hingga hampir keseluruh Negara yang
ada didunia. Penyebaran virus ini sangatlah pesat dan tidak terduga. Mudahnya penyebaran
dari virus ini melalui transmisi cairan maupun udara menyebabkan virus ini menyebar dengan
cepat. Salah satu Negara yang terdampak virus corona adalah Indonesia. Negara Indonesia
mengumumkan kasus pertama yang terjadi di Indonesia yaitu pada bulan maret 2020 yang
terdeteksi pada warga depok. Hingga saat ini Minggu, 25 Oktober 2020 kasus yang
terkonfirmasi pada Satuan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 yaitu kasus yang
dikonfirmasi sebanyak 42.512.186 kasus, 317.672 orang dinyatakan sembuh, dan 1.147.301
orang meninggal dunia akibat virus ini (Kemenkes RI, 2020). Akibat dari pandemi ini juga
menyebabkan pemerintah Indonesia melakukan langkah-langkah preventif untuk mencegah
penyebarluasan virus ini, beberapa kebijakan yang dilakukannya yaitu menerapkan social
distancing diseluruh wilayah di Indonesia, menerapkan PSBB (pembatasan berskala besar)
pada wilayah yang memiliki penyebaran virus yang paling tinggi. Disamping itu pandemi virus
corona ini memberikan dampak buruk bagi sebagian sektor di Indonesia, salah satunya yaitu
3
sektor ekonomi. Sektor ekonomi di Indonesia mengalami penurunan akibat beberapa faktor
yang mendukung sektor ini mengalami kendala salah satunya yaitu dalam hal perpajakan.
Presentase pajak yang telah direncanakan untuh tahun 2020 berbeda jauh dengan kenyataan.
Hal tersebut dikarenakan berbagai faktor yang salah satunya adalah faktor non alam.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis sangat tertarik untuk menganalisa
permasalahan mengenai dinamika yang dialami sektor perekonomian khususnya pajak pada
masa pandemi virus corona ini. Maka dari itu, penulis mengangkat judul mengenai “Analisa
Dinamika Perpajakan di Indonesia Pada Masa Pandemi Virus Corona”.

TUJUAN
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dampak kebijakan relaksasi pajak bagi masyarakat Indonesia di masa pandemi
virus corona.

METODE PENELITIAN
Dalam penelitian kali ini, metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan
yang sedang terjadi yaitu dengan metode deskriptir kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti
ingin menjelaskan mengenai fenomena-fenomena yang didapatkan dari permasalahan yang ada
di publik. Dengan begitu peneliti dapat menganalisisnya melalui observasi dan menggunakan
literatur yang ada sebagai bahan pembanding. Melalui analisis tersebut maka ditariklah sebuah
kesimpulan yang nantinya akan menjadi hasil dari analisis peneliti.

PEMBAHASAN

Perkembangan Pajak di Indonesia Tahun 2020

Pada tahun 2020, dunia sedang waspada dengan terdapatnya suatu virus yang dikenal
dengan Corona Virus serta diketahui dengan COVID-19. Penularan Covid-19 dikira sangatlah
pesat, sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menetapkan virus
corona ataupun Covid-19 ini bagaikan pandemic pada bertepatan pada 11 Maret 2020. Status
epidemi global ataupun pandemi menunjukkan penyebaran Covid-19 menyebar ke segala
dunia, sehingga hampir tidak terdapat negeri yang bisa bebas dari virus tersebut. Bersumber
pada statment world health organization (Kompas, 2020) melaporkan secara formal kalau
penyebaran virus corona sudah jadi pandemic, sehingga world health organization menegaskan
buat segala Negeri di dunia buat mengambil langkah siap serta sigap dalam menghindari serta
melawan virus corona ini.
Setelah ditetapkan sebagai pandemi, pemerintah di bermacam negeri sudah
mempraktikkan lockdown ataupun karantina mandiri. Penafsiran karantina bagi UU Republik
Indonesia No 6 tahun 2018 tentang Kekarantina Kesehatan dalah pembatasan aktivitas serta/
ataupun pembelahan seseorang yang terpapar penyakit meluas sebagaimana diresmikan dalam
peraturan perundang-undangan walaupun belum menampilkan indikasi apapun buat
menghindari mungkin penyebaran kepada orang di sekitarnya (UU Nomor 6 Tahun 2018).
Adanya pandemi Covid-19 di Indonesia, membuat pemerintah menerapkan berbagai aturan

4
baru serta menghimbau masyarakat untuk tetap berada di dalam rumah untuk mengisolasi diri.
Pemerintah Indonesia menerapkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang bisa dikenal
dengan istilah PSBB, yang dibuat dalam rangka penanganan Covid-19 guna mengurangi
tingkat penyebaran virus serta agar upaya penyembuhan dapat berjalan maksimal. Dalam usaha
Pembatasan Sosial Berskala Besar, pemerintah membatasi berbagai kegiatan diluar rumah,
seperti kegiatan Pendidikan.
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tentunya berdampak pada beberapa sektor di
Indonesia. Salah satunya yaitu berdampak pada penerimaan pajak di Indonesia. Penerimaan
pajak di Indonesia tahun 2020 jauh dari target yang telah ditentukan oleh pemerintah Indonesia.
Perubahan yang terjadi pada instrument fiskal yaitu pada RAPBN perpajakan yang
diasumsikan meningkat yang mana pada tahun 2019 sebesar 1.643,1 dan pada tahun 2020
diasumsikan meningkat menjadi 1.861,8. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
menyatakan bahwa pos penerimaan pajak dalam APBN Perubahan 2020 yang telah ditargetkan
menurun sebesar 23,65% dari yang direncanakan. Aspek yang membuat penerimaan pajak
menurun sebab penyusutan perkembangan ekonomi dan perang harga minyak antara Arab
Saudi serta Rusia yang masih berlangsung sampai dikala ini. Kemudian, pemberian bermacam
insentif pajak buat memitigasi akibat virus corona. Disamping itu pula, relaksasi pajak bonus
sebab rencana ekspansi stimulus kepada pelakun usaha serta pula pengurangan tarif PPh tubuh
dari 25% jadi 22%.
Dalam profil anggaran Negara 2020, yang mana asumsi dasar ekonomi makro tersebut
diantaranya:
A. Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 %
B. Nilai tukar rupiah menjadi 14.400
C. Harga minyak mentah US$63/barrel
D. Lifting gas 1.191 ribu barrel/hari
E. Suku bunga SPn sebesar 5,4 %
F. Lifting minyak 755 ribu barrel/hari.
G. Target pembangunan APBN 2020 yaitu
H. Tingkat pengangguran dari berkisar antara 4,8% hingga 5,0%
I. Tingkat kemiskinan berkisar antara 8,5% hingga 9,0 %
J. Gini rasio indeks berkisar antara 0,375 – 0,380
K. Indeks pembangunan manusia sebesar 72,51.
Postur anggaran APBN 2020 yang mana mengasumsikan pendapatan Negara 2.233,2 T lebih
besar dari belanja Negara 2.540,4T lalu penerimaan pajak diasumsikan 1.865,7 T yang mana
11,6 % dari PDB. Penerimaan bukan pajak pada APBN 2020 yaitu sebesar 367,0 T yang
berasal dari PNBP sebesar 100,9 T, Pendapatan SDA 160,4T, pendapatan BLU 56,7T, dan
pendapatan dari KN Dipisahkan 49,0T
Anggaran infrastruktur APBN 2020 ditargetkan 423,3T dialokasikan melalui belanja pusat
11,2 T, melalui transfer ke daerah 200,3 T, dan melalui pembiayaan 31,8 T, sasaran targetnya
A. Pembangunan konektivitas 486 km
B. Pembangunan bandara baru 3 unit
C. Bendungan 4 unit
D. Pembangunan dan rehabilitasi jembatan 19.014 m
E. Pembangunan atau penyelesaian rel KA 28,8(km’sp)

5
F. Perumahan untuk MBR 5348 unit
G. Rumah khusus 2000 unit.

Defisit APBN 2020 yaitu


A. APBN tahun 2020 diproyeksikan mengalami defisit sebesar Rp. 307, 2 T ataupun
sebesar 1, 76 persen terhadap PDB.
B. Upaya melindungi keberlanjutan fiskal pula nampak dari defisit penyeimbang primer
yang mendekati nl sebesar minus 12 T. tren penyusutan mengarah positif ini
membagikan fakta kokoh, sekalian sinyal positif kalau pengellaan APBN sepanjang ini
sudah terletak pada jalan positif.
C. Rasio defisit APBN serta defisit penyeimbang primer ini ialah yang terendah dalam 6
tahun terakhir.
Pembiayaan anggaran, yang mana buat menutup defist APBN tahun 2020, pembiayaan anggara
sebesar Rp 307, 2 T ataupun turun 1, 15% dari outlook APBN tahun 2019. Pembiayaan
anggaran bersumber dari pembiayaan hutang dimana berupa surat berharga (SBN)
konvensional serta surat berarga syariah Negeri (SBSN), pembiayaan hutang itu berkembang
negative sebanyak minus 5,88% dari prediksi pengeluaran APBN 2019. Tidak hanya itu,
pembiayaan tahun 2020 diarahkan buat meingkatkan mutu pembelajaran, percepatan
pembangunan infrastruktur, pula mendesak ekspor nasional serta tingkatkan energi saing
bangsa.
Perkiraan target pajak pada tahun 2020 kurang dapat diwujudkan secara maksimal. Hal
tersebut dikarenakan kondisi yang tidak terduga yaitu pandemi virus corona yang tiba-tiba
menyerang pemerintahan di Indonesia sehingga berbagai kebijakan dilakukan salah satunya
yaitu pembatasan. Akibat dari pembatasan yang dilaksanakan di Indonesia serta di negara lain
tentunya menyebabkan berbagai dampak bagi penerimaan pajak seperti terbatasnya devisa
yang dihasilkan dari kegiatan perdagangan internasional yaitu ekspor dan impor. Hal tersebut
dikarenakan permintaan dari negara lain yang menjadi negara tujuan ekspor Indonesia
melakukan pembatasan sehingga permintaan pasar mereka berkurang. Selain itu, di Indonesia
juga melakukan pembatasan di beberapa daerah dan pembatasan perjalanan dari atau ke luar
negeri sehingga devisa untuk beberapa permasalahan tersebut menyebabkan penerimaan pajak
di Indonesia tahun 2020 menjadi jauh dari target yang telah di tentukan.
Akibat dari menurunnya pendapatan pajak tersebut tentunya juga akan berdampak bagi
pembangunan di Indonesia. Pada umumnya pendapatan pajak akan didistribusikan ke beberapa
daerah di Indonesia yang memerlukan perbaikan infrastruktur atau sarana dan prasaran untuk
masyarakat mereka. Namun, akibat pandemi virus corona ini, pemerintah lebih menyalurkan
pendapatan dari pajak ke bagian sektor kesehatan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dari penyebaran virus corona. Selain itu, hal tersebut juga dilakukan untuk menekan tingkat
kematian akibat pandemi virus corona. Maka dari itu, pembangunan di Indonesia menjadi
terhambat serta target pencapaian pajak tahun 2020 kurang maksimal pencapaiannya akibat
bencana non alam yang muncul tiba-tiba di Indonesia dan hampir seluruh dunia.

6
Solusi Pemerintah Terhadap Kondisi Perpajakan Di Indonesia Pada Tahun 2020

Dampak penyebaran Covid-19 yang juga masuk ke Indonesia hampir mempengaruhi


semua aktivitas baik dari segi banyak aspek, ekonomi, sosial, politik, dan hukum. Banyak
elemen masyarakat yang terkena dampak adanya Covid-19, karena dalam mengatasai
penyebaran virus corona pemerintah sudah mengeluarkan beberapa kebijakan pshycal
distancing dan juga PSBB (Batasan Sosial Skala Besar). Karena itu bertujuan untuk
mengurangi kontak sosial sehingga dapat mengurangi penyebaran virus corona. Masyarakat
sangat terpengaruh oleh perekonomian, mulai dari berkurangnya pendapatan (pedagang, dll)
dan juga pemotongan gaji dan PHK, bagi pegawai / pegawai baik negeri maupun swasta. Oleh
karena itu, pemerintah mengeluarkan salah satu kebijakan Pengendalian Pajak Penghasilan
akibat Pandemi Virus Corona. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) nomor 23 / PMK.03 / 2020, tentang Pemberian Insentif Perpajakan bagi Wajib Pajak
yang terkena Virus Corona. Sebagian insentif yang diberikan antara lain, Pajak Pemasukan
Pasal 21 (PPh) ditanggung pemerintah, pembebasan impor Pasal 22 PPh, pengurangan Pasal
25 PPh, serta restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPh) dipercepat. Besarnya pelonggaran
diartikan merupakan tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No KEP- 156/ PJ/
2020. Peraturan ini diresmikan serta ditandatangani langsung oleh Direktur Jenderal Pajak
Suryo Utomo pada bertepatan pada 20 Maret 2020 serta mulai berlaku pada bertepatan pada
yang sama. Pelonggaran PPh Pasal 21 dengan membagikan 100% pajak pemerintah atas
pemasukan pekerja yang berpenghasilan hingga dengan Rp 200 juta per tahun di zona
manufaktur, baik yang berlokasi di KITE (Kawasan Industri Tujuan Ekspor) ataupun non-
KITE. Relaksasi diberikan sepanjang 6 bulan mulai dari pendapatan April hingga September.
Perekonomian ialah aliran melingkar terpadu yang terdiri dari masyarakat penjual dan
pembeli. Sederhananya, pengeluaran sesuatu entitas adalah pemasukan buat entitas yang lain.
Penciptaan dari sesuatu entitas bukan hanya barang dan/atau jasa yang siap dimakan, tetapi
pula pendapatan rumah tangga yang bekerja di pabrik dan rumah tangga penciptaan. Dari sisi
pelakon zona penciptaan, UMKM mendominasi perekonomian di Indonesia. Data
Kementerian Koperasi dan UKM berkata, pada 2019 entitas penciptaan Indonesia didominasi
oleh UMKM yakni 99,99% dari total jumlah unit usaha yang ada. Kebalikannya dari sisi nilai
tambah, UMKM memberikan kontribusi dekat 40% terhadap Produk Dalam negara Bruto
(PDB).
Dilihat dari besaran jumlah tenaga kerja dan omzet, yang terkecil ialah usaha mikro
dengan kontribusi nilai tambah dekat 34% PDB. Sebaliknya entitasnya berjumlah dekat 98%
dari 63 juta total jumlah unit bisnis yang terdapat, tercantum industri besar. Berbeda dengan
pegawai kantoran di perkantoran, buat usaha mikro serta pekerja, hidup dari hari ke hari dengan
mengandalkan omzet serta pemasukan setiap hari. Omzet usaha mikro per tahun rata- rata
berkisar Rp. 76 juta, maksudnya Rp. 6 juta sebulan ataupun Rp. 200.000 per hari. Buat
kelompok ini, akses serta kesempatan buat menjual produk bisa jadi lebih berarti dari pada
dorongan tunai serta kredit.
Pelonggaran pajak diharapkan bisa tingkatkan arus kas Indonesia sebab bisa menolong
tingkatkan pemasukan kotor sesuatu negeri. Perihal ini berakibat positif bila pelonggaran pajak
dicoba pada pasal 21, 22, serta 25. Oleh sebab itu Menteri Keuangan beserta jajarannya yang
mengurusi pelonggaran pajak bertujuan supaya arus kas keuangan Indonesia normal. Diatur

7
dalam PMK 28/ 2020 tidak cuma mengendalikan pelonggaran pajak namun pemerintah pula
mengendalikan stimulus ekonomi dengan memakai instrumen perpajakan buat menunjang
ketersediaan obat, perlengkapan kesehatan, serta perlengkapan pendukung lain yang
diperlukan dalam penindakan pandemi covid-19.
Sokongan tersebut direalisasikan dalam wujud pemberian insentif ataupun sarana
kepada lembaga/lembaga pemerintah, rumah sakit, ataupun pihak lain yang ditunjuk buat
menolong penindakan pandemi Covid- 19. Sarana disediakan terpaut dengan benda serta jasa.
Syarat sarana ini tertuang dalam PMK Nomor. 28/ PMK. 03/ 2020 tentang Pemberian Sarana
Perpajakan atas Benda serta Jasa yang Diperlukan Dalam Rangka Penindakan Penyakit
Pandemi Corona 2019. Yang diberikan awal, PPN tidak dipungut ataupun ditanggung oleh
pemerintah. Kedua, pembebasan PPh Pasal 22 serta PPh Pasal 22 Impor. Ketiga, pembebasan
PPh Pasal 21. Ketiga, pembebasan PPh Pasal 23.
Pelonggaran Pajak merupakan metode sangat efisien buat menanggulangi
perekonomian Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan penyusutan tarif pajak
(Relaksasi) memanglah berakibat pada penyusutan penerimaan negeri. Tetapi, tarif pajak
pemasukan tubuh dikala ini sebesar 25 persen bila diturunkan dapat berakibat pada kenaikan
perkembangan ekonomi. Kebijakan ekonomi pemerintah berbentuk pemberian insentif pajak
serta stimulus bagaikan upaya kurangi akibat pandemi covid-19, jadi angin segar untuk dunia
usaha. Lewat kebijakan tersebut yang dibuat oleh pemerintah dapat memberikan motivasi bagi
dunia usaha sehingga tidak putus asa paska pandemi serta perekonomian Indonesia senantiasa
normal.

PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan
pajak di Indonesia dibandingkan dengan perkiraan pajak beberapa tahun lalu, pada tahun
2020 perkiraan pajak tidak sesuai dengan prediksi yang telah di rancang dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN). Hal tersebut dikarenakan pandemi virus corona yang
menyebar luar di daerah Indonesia sehingga pemerintah Indonesia membuat berbagai
kebijakan untuk menekan penyebaran virus corona. Namun, kebijakan tersebut ternyata
berdampak bagi perekonomian di Indonesia salah satunya pada sektor perekonomian di
Indonesia. Penerimaan pajak di Indonesia akibat pandemi virus corona ini berkurang. Maka
dari itu, diperlukan sebuah solusi yang tepat dari pemeritah Indonesia dalam menangani
permasalahan pandemi virus corona ini. Hal yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam
mengatasi permasalahan mengenai pajak di Indonesia yang menurun yaitu dengan
memberikan pelonggaran atau relaksasi pajak terkait pada beberapa bidang yang telah diatur
dalam pasal 21 no. 25 UU Pajak.

8
DAFTAR PUSTAKA

Darussalam, 2020. Realistiskah Target Pajak 2020. [Internet].


https://news.ddtc.co.id/realistiskah-target-pajak-2020-18856?page_y=4816.
Diakses 1 Oktober 2020
Munandar, M.H. 2020. Due To Covid-19 Pandemic on Indonesian Economic Defense. Lex
Scientia Law Review. 4 (1): 133 – 142
World Health Organization. 2020. WHO’s COVID-19 Response. [Article]. Diakses 1 Oktober
dar https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-
2019/interactive-
timeline?gclid=Cj0KCQjwlvT8BRDeARIsAACRFiVU0IYpgf5nveK77W1fR3cr
bK9hoNORtyVjNKNweGBCPO_kezn2Bd8aAu8tEALw_wcB#event-115.
MUC. 2020. Affect by Covid-19 Pandemic, Tax Revenues in May Experince 10,9%
Contractions. [Article]. Diakses 1 Oktober 2020 dari
https://mucglobal.com/en/news/2153/affected-by-covid-19-pandemic-tax-
revenue-in-may-experienced-108-contraction.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2019. Reformai Perpajakan Harus Cermati
Perkembangan Ekonomi Digital. [Internet]. Diakses 1 Oktober 2020 dari
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/reformasi-perpajakan-harus-
cermati-perkembangan-ekonomi-digital/.
Hasibuan.,dkk.2020. Allocation of COVID-19 Epidemic Funding Budgets in
IndonesiaInternational Journal of Research and Review Vol.7; Issue: 5
Koncoro.2012. DEFISIT APBN DAN PEMULIHAN EKONOMI PASCA KRISIS. Media
Ekonomi Vol. 20, No. 1, April 2012
Estrada.2020. Stagpression: The economic and financial impact of Covid-19 Pandemic [jurnal]
Putri,Andriani,dkk.2020. THE EFFECT OF COVID-19 ON ECONOMIC GROWTH IN
INDONESIA COURSE PAPER: MACRO ECONOMICS [jurnal]
Eriyati,dkk.2020. PENGARUH DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI DI
INDONESIA TAHUN 1981-2010 [jurnal]

Anda mungkin juga menyukai