.....
Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan daripadanya Dia
menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah
dicampurinya, (istrinya) mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia
merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya
(suami isteri) bermohon kepada Allah, Tuhan mereka seraya berkata:” Jika
Engkau memberi kami anak yang shaleh, tentulah kami akan selalu bersyukur”
(QS. Al A’raaf [7]:189)
.....
Dalam kedua ayat tersebut Allah SWT menyatakan bahwa suami tempat
sakinah bagi istri dan istri tempat sakinah bagi suami. Lantas, apa sakinah itu?
Secara bahasa, sakinah berasal dari akar kata as sakn yang maknanya adalah al
ithmi’naan, yaitu ketentraman dan kedamaian. Artinya, pernikahan sejatinya akan
menjadikan seorang suami merasa tenteram dan damai disisi istrinya. Begitu pula
sebaliknya, seorang istri akan merasa tenteram dan damai di sisi suaminya.
Mereka satu sama lain akan saling tertarik, tidak saling menjauhi, bahkan saling
membantu. Dengan kata lain, watak dari berpasangan adalah ketentraman dan
dasar dari kehidupan suami istri adalah kehidupan yang penuh kedamaian.
Kehidupan seperti ini merupakan kehidupan persahabatan tempat menyemai dan
melahirkan nuansa kedamaian dan ketentraman. Itulah sakinah. Begitu eratnya
persahabatan dan kedamaian yang terwujud dalam suatu kehidupan rumah tangga
yang baik, yang sakinah, Allah SWT mengibaratkan suami sebagai pakaian bagi
isteri dan isteri laksana pakaian bagi suaminya. Allah SWT berfirman:
.....
“...Mereka (istri) adalah pakaian bagimu (suami), dan kamu pun adalah pakaian
bagi mereka (QS. Al Baqarah[2]: 187)
.....
Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim(bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir
tidak akan mampu berlaku adil maka nikahilah seorang saja, atau hamba
sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar
kamu tidak berbuat dzalim (QS. An Nisaa [4] : 3).
Sabda Rasulullah SAW:
Demi Allah sesungguhnya aku orang yang paling takut diantara kamu kepada
Allah, dan aku orang yang paling takwa diantara kamu kepada Allah, tetapi
aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dengan bangun di malam hari dan
aku menikahi perempuan. Maka barangsiapa membenci sunnahku bukanlah
ia termasuk umatku (HR Bukhari dan Muslim).
3. Diberi karunia. Laki-laki dan perempuan berpasangan akan diberi karunia oleh
Allah SWT. Kalaupun mereka miskin, Allah akan memberi mereka rizki.
Siapapun yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT tidak akan
membiarkan dirinya atau anaknya terjerumus dalam kemaksiatan, termasuk
melarangnya menikah dengan alasan ekonomi belum mapan. Justru, Allah
SWT akan memberikan rizki dari karuniaNya pada mereka yang menjauhi apa
yang diharamkan olehNya. Firman Allah SWT:
.....
4. Berhak ditolong Allah SWT. Ini merupakan janji dari Allah SWT lewat
Rasulullah SAW dalam sabdanya:
Tiga orang yang berhak ditolong Allah: pejuang di jalan Allah, mukatib
(budak yang membebaskan diri dari tuannya) yang mau melunasi
pembayarannya, dan orang yang menikah karena hendak menjauhkan diri
dari perkara haram (HR.Turmudzi).
Tujuan Berkeluarga
Tujuan berkeluarga mutlak untuk ditetapkan sejak awal. Tanpa tujuan yang jelas,
apapun tujuan yang dilakukan seseorang menjadi tidak terarah. Jangankan
berumah tangga, kita hendak jalan-jalan (berwisata) saja harus menentukan tempat
mana yang akan dituju. Apabila tidak ditentukan tujuan wisata tersebut pastilah
kita hanya berputar-putar atau berkeliling tanpa arah yang jelas. Karenanya setiap
suami istri tidak boleh lengah menetapkan tujuan tersebut dan senantiasa
menelaah apakah tujuan tersebut tercapai selama perjalanannya. Bila tercapai,
segeralah bersyukur. Sebaliknya, bila belum berupayalah terus secara bersama-
sama tanpa lupa memohon do’a kepada Allah Pencipta kita, Dzat yang
memerintahkan kita menikah.
.....
5. Menggapai mardhatillah (ridha Allah). Last but not least, tujuan dari segala
tujuan dalam setiap perbuatan, termasuk pernikahan, adalah menggapai ridlo
Allah SWT. Yang menjadi komitmen pasangan suami istri bukan sekedar
sehidup semati melainkan sedunia-seakhirat. Mereka berupaya bersama
melakukan ketaatan agar dapat masuk surga bersama-sama seperti diisyaratkan
oleh Allah Pencipta Alam, dalam al Qur’an:
(Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan mereka orang-
orang yang berserah diri. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan
pasangan kamu digembirakan (QS. Az Zukhruf [43]:69-70).
Prinsip Berkeluarga
.....
3. Islam mengajarkan prinsip adil dalam membina keluarga. Adil dalam arti
meletakkan fungsi-fungsi keluarga secara memadai dengan fungsi keagamaan
sebagai dasarnya, terhadap siapapun.
Fungsi Keluarga
F. Keagamaan
Bila fungsi-fungsi tersebut berjalan secara adil sesuai dengan dasar agama tadi,
maka suatu keluarga akan mendapatkan 6 kebahagiaan. Yaitu, kebahagiaan
finansial, kebahagaiaan seksual, kebahagiaan moral, kebahagaiaan spiritual,
kebahagiaan intelektual, dan kebahagiaan ideologis. Sebaliknya bila tidak
demikian, yang muncul adalah krisis keluarga dalam berbagai wujudnya.
Diantara nash-nash yang menjelaskan hal tersebut adalah: QS. An Nisaa [4]: 19
.....
Hendaklah kalian bertakwa kepada Allah dalam urusan kaum perempuan, karena
kalian telah mengambilnya sebagai amanat dari Allah (HR.Muslim)
Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik perlakuannya
terhadap istri-istrinya (HR.Ibnu Majah)
1. Menjaga iman dan taqwa. Artinya taat pada Allah SWT (giat ibadah,
bermuamalah secara islami, giat dakwah, makanan minuman halal,
menutup aurat, mendidik anak, berakhlak mulia seperti syukur, memenuhi
janji, taubat, baik sangka, dsb)
2. Menghindari maksiat
3. Saling mengingatkan.