PALLIATIVE CARE
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat – Nya,
karena atas berkah dan ridha-Nya sehingga Makalah “PALLIATIVE CARE” ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Adapun penyelesaian makalah ini tak luput dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1 Bapak Arif Wicaksono, S.Kep, Ns., selaku Dosen Komunitas 2
2 Teman-teman yang ikut serta dalam membantu menyelesaikan
makalah ini.
Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Sehingga
saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.
Mojokerto, 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Sampul...............................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................iii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................1
1.3 TUJUAN....................................................................................................2
1.4 MANFAAT................................................................................................2
BAB 3 : PENUTUP
3.1 KESIMPULAN.........................................................................................16
3.2 SARAN......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Apa yang dimaksud dengan palliative care?
Apa saja tujuan palliative care?
Apa saja perkembangan palliative care?
Bagaimana karakteristik palliative care?
Apa saja klasifikasi palliative care?
Apa saja tim interdisipliner palliative care?
Apa saja kebijakan Palliative Care di Indonesia?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Umum
Memahami tentang tentang palliative care.
1.3.2 Khusus
Mengetahui definisi palliative care
Mengetahui tujuan palliative care
Mengetahui perkembangan palliative care
Mengetahui karakteristik palliative care
Mengetahui klasifikasi palliative care
Mengetahui tim interdisipliner palliative care
Mengetahui kebijakan Palliative Care di Indonesia
1.4 MA NFAAT
1.4.1 Teoritis
Memberikan pengetahuan tentang konsep Palliative Care
1.4.2 Praktis
Menumbuhkan motivasi bagi tenaga pelaksana untuk menambah
pengetahuan dalam lingkup kelu
BAB 2
KONSEP DASAR
PALLIATIVE CARE
Palliative care ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala tidak
nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan pengaruh
positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat
meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk
dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan membantu keluarga agar
tabah selama pasien sakit serta disaat sedih. Palliative care tidak bertujuan
untuk mempercepat ataypun menunda kematian.
2.3 SEJARAH PERKEMBANGAN PALLIATIVE CARE
Munculnya palliative care di dunia dimulai dari sebuah gerakan rumah
sakit pada awal abad ke-19, kaum beragama menciptakan hospice yang
memberikan perawatan untuk orang sakit dan sekarat di London dan
Irlandia. Dalam beberapa tahun terakhir, perawatan paliatif telah menjadi
suatu pergerakan yang besar, yang mempengaruhi banyak penduduk.
Pergerakan ini dimulai sebagai sebuah gerakan yang dipimpin relawan di
Negara-negara Amerika dan telah berkembang menjadi bagian penting dari
system perawatan di kesehatan.
Palliative care dan hospice telah berkembang pesat sejak tahun 1960-an.
Cicely Saunders seorang pekerja yang merintis perawatan ini dimana sangat
memiliki peran penting dalam menerik perhatian pasien pada akhir
kehidupannya saat mengidap penyakit ganas stadium lanjut. Palliative care
mulai didefinisikan sebagai subyek kegiatan ditahun 1970 dan dating untuk
menjadi sinonim dengan dukungan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual
pasien dengan penyakit yang membatasi hidup, disampaikan oleh tim
multidisipliner.
Standar perawatan pertama kali diperkenalkan pada 1997 di Jepang.
Pendidikan palliative care masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah
kedokteran dan semua sekolah keperawatan. Dua puluh layanan yang terkait
dengan palliative care tersedia di seluruh negeri. Tiga belas organisasi yang
dibangun di Singapura untuk menyediakan palliative care. Modul palliative
care ditambahkan ke kurikulum sekolah kedokteran. Pemerintah mulai
menerapkan di setiap kabupaten dan rumah sakit umum untuk
memperkenalkan suatu palliative care pada tahun 1998 di Malaysia.
Palliative care dimasukkan ke dalam rencana kesehatan nasional Mongolia.
Modul palliative care termasuk dalam kurikulum sekolah kedokteran di
Mongolia. Sebuah program pendidikan palliative care telah diterapkan
untuk asisten keperawatan di Selandia Baru. Empat puluh satu pelayanan
palliative care ini sudah tersebar di seluruh negeri dan mulai tahun 2005
palliative care diakui sebagai spesialisasi medis di Australia.
Sejarah dan perkembangan palliative care di Indonesia bermula dari
adanya perubahan yang terus-menerus setiap rapat kerja untuk membahas
system penanggulangan penyakit kanker pada tahun 1989. Penanggulangan
penyakit kanker ini harus dilaksanakan secara paripurna dengan
mengerjakan berbagai intervensi mulai dari pencegahan, deteksi dini, terapi,
dan perawatan paliatif.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VIII/2007 pada tanggal 19
Juli 2007 yang berisi keputusan Menkes tentang kebijakan palliative care.
Dengan terbitnya surat keputusan tersebut diharapkan bisa menjadi
pedoman-pedoman pelaksanaan palliative care di seluruh Indonesia serta
mendorong lajunya pengembangan palliative care secara kualitas maupun
kuantitas.
7. Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan,
dan perilaku. Hipnoterapi bisa bermanfaat dalam menerapi banyak
gangguan psikologis-organis seperti hysteria, stress, fobia (ketakutan
terhadap benda-benda tertentu atau keadaan tertentu), gangguan
kecemasan, depresi, perilaku merokok, dan lain-lain.
2.6 TIM
INTERDISIPLINER PALLIATIVE CARE
Dalam melakukan palliative care membutuhkan tim kerja yang terdiri
dari berbagai multidisiplin ilmu karena ilmu kedokteran pada zaman
sekarang ini telah berkembang menjadi adanya interaksi dari fisik,
fungsional, emosional, psikologis, sosial, dan aspek spiritual yang akan
menjadi multidisiplin ilmu.
Tim palliative care dapat terdiri dari perawat, dokter, psikiater, petugas
sosial medis, rohaniawan, terapis, dan anggota lain sesuai kebutuhan. Setiap
anggota tim sebaiknya memahami dan menguasai prinsip-prinsip dan
praktek palliative care. Tim harus berani menjamin bahwa pasien akan
mendapat pelayanan seutuhnya, baik fisik maupun mental, sosial, serta
spiritual dengan cara yang benar dan dalam porsi yang seimbang.
Tim paliatif ini akan dipimpin oleh seorang dokter yang memiliki
pengalaman yang luas tentang menangani penyakit tingkat lanjut dan gejala
yang kompleks. Dokter dapat memberikan konsultasi untuk membantu
dokter lain. Perawat yang diberi pelatihan khusus dalam merawat pasien
dengan penyakit stadium lanjut dan terminal akan merawat pasien di dalam
pallitaitive care. Perawat bertanggung jawab untuk memberikan kasih
saying dan pendidikan kepada pasien dan keluarganya.
Konseling spiritual juga merupakan salah satu dari tim interdisiplin.
Konseling spiritual dapat diberikan kepada penderita yang tidak memiliki
agama sekalipun. Konseling spiritual dapat membantu meningkatakan iman
yan berfungsi sebagai mekanisme koping bahkan terapi pada penderita yang
sedang sekarat. Pendeta, ustadz, atau pemuka agama lainnya dapat
membantu membentuk ikatan di dalam tim palliative care.
Tim paliatif memiliki ciri khas yakni profesi setiap anggota tim telah
dikenal cakupan dan lingkup kerjanya. Para professional ini bergabung
dalam satu kelompok kerja secara bersama mereka menyusun dan
merancang tujuan akhir perawatan melalui beberapa langkah tujuan jangka
pendek. Tim adalah motor penggerak dari semua kegiatan pasien. Proses
interaksi komunikasi merupakan kunci keberhasilan pengobatan palliative
care.
2.7 KE
BIJAKAN PALLIATIVE CARE DI INDONESIA
Kebijakan ini berdasararkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
812/Menkes/SK/VII/2007.
1. Tujuan Dan Sasaran Kebijakan
Tujuan kebijakan:
a. Tujuan umum:
Sebagai payung hukum dan arahan bagi perawatan paliatif di
Indonesia.
b. Tujuan khusus:
Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang
berlaku di seluruh Indonesia
Tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan
paliatif.
Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.
2. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif
a. Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan
yang memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di
seluruh Indonesia.
b. Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan
lainnya dan tenaga terkait lainnya.
c. Institusi-institusi terkait, misalnya:
Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
Rumah Sakit pemerintah dan swasta
Puskesmas
Rumah perawatan/hospis
Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.
3. Lingkup Kegiatan Palliative Care
a. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
Penatalaksanaan nyeri.
Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
Asuhan keperawatan
Dukungan psikologis
Dukungan sosial
Dukungan kultural dan spiritual
Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).
b. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan
kunjungan/rawat rumah.
4. Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif
a. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif.
Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan
perawatan paliatif melalui komunikasi yang intensif dan
berkesinambungan antara tim perawatan paliatif dengan pasien dan
keluarganya.
Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan
kedokteran pada dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang
membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif
sebaiknya setiap tindakan yang berisiko dilakukan informed
consent.
Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan
pasien sendiri apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota
keluarga terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada
pasien untuk berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam
hal pasien telah tidak kompeten, maka keluarga terdekatnya
melakukannya atas nama pasien.
Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk
memperoleh pesan atau pernyataan pasien pada saat ia sedang
kompeten tentang apa yang harus atau boleh atau tidak boleh
dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya kemudian menurun
(advanced directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit tindakan
apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya
menunjuk seseorang yang nantinya akan mewakilinya dalam
membuat keputusan pada saat ia tidak kompeten. Pernyataan
tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan utama bagi tim
perawatan paliatif. 6) Pada keadaan darurat, untuk kepentingan
terbaik pasien, tim perawatan paliatif dapat melakukan tindakan
kedokteran yang diperlukan, dan informasi dapat diberikan pada
kesempatan pertama.
b. Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif
Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi
dapat dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim Perawatan
paliatif.
Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat
pasien memasuki atau memulai perawatan paliatif.
Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki
resusitasi, sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk
membuat keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat
diberikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau dalam
informed consent menjelang ia kehilangan kompetensinya.
Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat
keputusan tidak resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam
advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam keadaan
tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan patut,
permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga terdekat dapat
dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak
melakukan resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini,
yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal dan indakan
resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki
kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut.
c. Perawatan pasien paliatif di ICU
Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti
ketentuan-ketentuan umum yang berlaku sebagaimana diuraikan di
atas.
Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus
mengikuti pedoman penentuan kematian batang otak dan
penghentian peralatan life-supporting.
d. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif
Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang
diberikan oleh Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat
melakukan perawatan di rumah pasien.
Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan
oleh tenaga medis, tetapi dengan pertimbangan yang
memperhatikan keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu
dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang
terlatih. Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan
harus dipelihara.
5. Sumber Daya Manusia
a. Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial,
rohaniawan, keluarga, relawan.
b. Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti
pendidikan/pelatihan perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat.
c. Pelatihan
Modul pelatihan : Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan
kerjasama antara para pakar perawatan paliatif dengan Departemen
Kesehatan (Badan Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik). Modul-
modul tersebut terdiri dari modul untuk dokter, modul untuk
perawat, modul untuk tenaga kesehatan lainnya, modul untuk
tenaga non medis.
Pelatih : Pakar perawatan paliatif dari RS Pendidikan dan Fakultas
Kedokteran.
Sertifikasi : dari Departemen Kesehatan c.q Pusat Pelatihan dan
Pendidikan Badan PPSDM. Pada tahap pertama dilakukan
sertifikasi pemutihan untuk pelaksana perawatan paliatif di 5 (lima)
propinsi yaitu : Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar.
Pada tahap selanjutnya sertifikasi diberikan setelah mengikuti
pelatihan.
d. Pendidikan Pendidikan formal spesialis paliatif (ilmu kedokteran
paliatif, ilmu keperawatan paliatif).
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan
penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat
diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga
yang kehilangan/berduka. Palliative care ini bertujuan mengurangi rasa sakit
dan gejala tidak nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan
memberikan pengaruh positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif
mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan
membantu keluarga agar tabah selama pasien sakit serta disaat sedih.
Klasifikasi palliative ada beberapa macam yaitu religious, music,
kemoterapi, hipnoterapi, dan lain-lain.
3.2 SAR
AN
Dengan adanya tugas ini penulis lebih memahami tentang palliative care
serta dapat memperaktekan dengan baik. Dengan adanya hasil makalah ini
di harapkan dapat di jadikan sebagai bacaan untuk menambah wawasan dari
ilmu yang telah didapatkan dan lebih baik dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ferrell, B.R. & Coyle, N. (2010). Oxford Textbook of palliative nursing 3nd ed.
New York : Oxford University Press Nugroho, Agung.(2011). Perawatan
Paliatif Pasien Hiv / Aids