Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.

2 Oktober 2015, 148-159

PENERAPAN PENGELOMPOKAN SISWA BERDASARKAN PRESTASI


DI JENJANG SEKOLAH DASAR

Doddy Hendro Wibowo

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana


Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga

doddy.hendro@gmail.com

Abstract
Students who have high academic grades in school need to be grouped into one class. This paradigm is still
inherent in the community and teachers usually use this paradigm to group students who have high academic
achievement in the classroom (ability grouping). This research is to provide an overview of the attitudes of
teachers, students, and parents with regard to the implementation of ability grouping based on academic
achievement. This research is quantitative descriptive study. The study was conducted in one of the public school
at Semarang, Central Java, Indonesia, grade IV and V, involving 6 classroom teachers grade IV and Grade V,
166 students and 166 parents. Data was collected using questionnaires and interviews. Result shows, teacher
class A (high achievement) agrees, teacher class B (average achievement) and C (low achievement) do not agree
with ability grouping. Most students in grade A, B and C agree with ability grouping. Parents of the class A
agree, while the parents of the class B and C do not agree with ability grouping.

Keywords: ability grouping, attitudes of teachers, students and parents, academy achievement, elementary
school.
Abstrak
Siswa yang memiliki nilai akademik yang tinggi di sekolah perlu dikelompokkan ke dalam satu kelas. Paradigma
ini masih melekat di masyarakat dan guru biasanya menggunakan paradigma ini untuk mengelompokkan siswa
yang memiliki prestasi akademik tinggi di kelas. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
sikap guru, siswa, dan orang tua berkaitan dengan pelaksanaan pengelompokan siswa berdasarkan prestasi
akademik. Penelitian dilakukan pada siswa, guru dan orang tua di salah satu SD Negeri di Kota Semarang.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV dan V sejumlah 166 siswa, 166 orang tua siswa, dan 6 orang
guru kelas IV dan V. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Hasilnya
menunjukkan, Guru kelas A (Kelas tinggi) setuju dengan pengelompokkan siswa, Guru kelas B (Kelas sedang)
dan Guru Kelas C (Kelas rendah) tidak setuju dengan pengelompokan siswa berdasarkan prestasi. Siswa kelas
A, B dan C setuju dengan pengelompokan siswa berdasarkan prestasi. Orang tua dari kelas A menyatakan setuju,
sedangkan orang tua dari kelas B dan C menyatakan tidak setuju dengan adanya pengelompokan siswa
berdasarkan prestasi akademik.

Kata kunci: ability grouping, sikap guru, siswa dan orang tua siswa, prestasi akademik, sekolah dasar

PENDAHULUAN membuat pengelompokkan bagi siswa


berdasarkan prestasi akademik (nilai) yang
Siswa yang pandai adalah siswa yang
diraih. Pengelompokan atau grouping
memiliki nilai akademis yang tinggi di
didasarkan atas pandangan bahwa peserta
sekolah. Berlawanan dengan hal tersebut,
didik mempunyai kesamaan kemampuan.
siswa yang bodoh adalah siswa yang tidak
Salah satu bentuk pengelompokkan yang
menunjukkan prestasi di kelas, tidak bisa
sering dilakukan adalah pengelompokkan
mengikuti pelajaran dan sering membuat
siswa berdasarkan kemampuan akademis
kekacauan di kelas. Hal ini masih sering
atau prestasi yang diperoleh di kelas. Hal
terjadi di masyarakat luas dan cara
ini biasa disebut dengan ability grouping/
pandang ini digunakan oleh guru untuk
achievement grouping (Mitchun dalam

148
149 Ability Grouping pada siswa Sekolah Dasar

Imron, 1994). Ability grouping merujuk memiliki manfaat yaitu memenuhi


pada suatu bentuk pengelompokkan yang kebutuhan pendidikan siswa,
dilakukan oleh guru, pejabat sekolah, atau meningkatkan pencapaian siswa,
pengambil kebijakan yang bertujuan untuk memenuhi keinginan orangtua bahwa
mengelompokkan siswa ke dalam kelas anaknya ingin dikelompokkan dengan
atau sekolah berdasarkan pada kemampuan siswa yang memiliki kemampuan sama,
mereka (Cheung & Rudowicz, 2003). dan dengan pengelompokkan siswa guru
Pelaksanaan ability grouping menem- dapat menggunakan sarana pembelajaran
patkan siswa pada suatu anggapan bahwa secara maksimal. Sedangkan kekurangan
anak pandai harus bergabung dengan anak dari pengelompokkan siswa berdasarkan
pandai dan anak kurang pandai harus kemampuan adalah menurunkan harapan
bergabung dengan anak kurang pandai. guru terhadap pencapaian prestasi siswa,
Seleksi pandai dan kurang pandai siswa di kelas rendah kurang bisa untuk
dilakukan melalui nilai raport. Biasanya menjadi model untuk pembelajaran,
guru mengambil beberapa siswa peringat adanya stigma negatif bagi kelas rendah,
atas di satu kelas, kemudian menjadikan kesulitan mengatur jam pelajaran di
satu dengan siswa lain yang berperingkat sekolah, dan seringnya muncul
atas dari kelas lain. permasalahan perilaku di kelompok siswa
kelas rendah, menurunkan kemampuan
Adodo dan Agbaweya (2011), menyatakan siswa dalam menyampaikan ide pada siswa
bahwa pengelompokkan siswa berdasarkan di kelas tinggi, dan bahkan orang tua
kemampuan kognitif dapat memberikan merasa cemas bahwa anak mereka akan
keuntungan yakni: meningkatan prestasi salah dikelompokkan oleh guru.
siswa, memudahkan guru dalam mengajar
di kelas, memudahkan guru untuk Asumsi penerapan ability grouping adalah
mengendalikan proses pemberian instruksi, bahwa siswa yang berprestasi akademik
dan memudahkan guru memberikan memerlukan layanan pembelajaran yang
penguatan kepada siswa yang berprestasi berbeda dengan siswa yang kurang
tinggi dan berprestasi rendah, siswa yang memiliki prestasi akademik. Anggapan ini
berprestasi rendah merasa lebih nyaman didasarkan bahwa siswa yang berprestasi
ketika berada bersama teman-teman yang akademik memiliki kemampuan lebih
memiliki kemampuan setara, siswa yang cepat menerima pelajaran dibandingkan
berprestasi tinggi juga dapat saling dengan siswa yang kurang berprestasi
menjaga dan mendukung minat mereka, akademik. Jika kedua kelompok yang
siswa bisa saling menghargai dan berbeda tingkat prestasi akademik ini
berpartisipasi dalam kerja kelompok antar dijadikan satu, maka akan terjadi
siswa, membantu guru dalam ketimpangan dalam penerimaan pelajaran.
menyesuaikan bahan dan metode Bentuk ketimpangan itu adalah siswa yang
pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan cepat menguasai pelajaran harus
dan tingkat siswa, pemanfaatan waktu, menunggu pada siswa yang kurang cepat
ruang dan bahan bagi siswa dapat menjadi menguasai pelajaran sampai siswa tersebut
lebih optimal, dan siswa dapat bekerja menguasai pelajaran.
secara cepat atau lambat sesuai dengan
tingkat kemampuan kelas mereka. Gamoran (dalam Wong dan Watkins,
2001), menyatakan kekurangan dari ability
Hornby dan Witte (2014), menjelaskan grouping yaitu bahwa apabila dilakukan
bahwa adanya pengelompokkan kelas pengelompokkan kelas maka jarak antara
berdasarkan kemampuan akademik siswa yang memiliki kemampuan tinggi

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.2 Oktober 2015, 148-159


Wibowo 150

dan siswa yang memiliki kemampuan pada suasana belajar yang ideal dan
rendah akan semakin luas. Hasil penelitian kondusif untuk mencapai tujuan pragmatis
Hornby, Witte dan Mitchel (2011), dalam belajar. Hal ini tampak dari hasil
menunjukkan bahwa pengelompokkan evaluasi belajar siswa yang memiliki
kelas berdasarkan kemampuan (kelas kemampuan sama akan dengan mudah
homogen) bukan merupakan salah satu menerima materi pelajaran.
cara yang efektif dalam meningkatkan
prestasi akademik siswa. Sebuah penelitian Potensi akademik yang homogen akan
mengenai pengelompokkan kelas yang memberikan respon hasil belajar yang
dilakukan di tingkat perguruan tinggi oleh homogen pula. Guru dengan mudah
Bahar (2015), menyatakan bahwa tidak ada menyampaikan materi, selanjutnya siswa
pengaruh dalam proses belajar mereka dan akan menanggapi dalam proses belajar
tidak ada perubahan dalam perilaku belajar dengan lebih mudah. Pada akhirnya
serta kegiatan sosial dan persahabatan prestasi akademik siswa akan mudah
antar siswa juga tidak ada perubahan. termonitor dan mudah pula melakukan
perlakukan-perlakuan khusus dalam
Chisaka dan Vakalisa (2003), memberikan rangka perbaikan atau pengayaan.
hasil penelitian berkaitan dengan evaluasi Sementara di satu sisi, guru dengan mudah
dilakukannya pengelompokkan kelas memberikan pelajaran, karena kemampuan
berdasarkan kemampuan akademik. Hasil siswa yang sama. Namun di sisi lain, guru
penelitian tersebut menunjukkan bahwa juga harus bekerja keras menghadapi kelas
siswa yang berada di kelas tinggi yang kurang karena potensi dasar siswa
mengalami pengabaian oleh guru. yang dimiliki bukan pada kemampuan
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa akademik ditambah dengan adanya asumsi
adanya pengelompokkan kelas bisa bahwa biasanya kelas yang kurang diikuti
disalahgunakan oleh guru. Penyalahgunaan pula dengan perilaku yang cenderung
tersebut antara lain guru tidak mau kurang.
mengajar di kelas tinggi karena siswa
sudah dianggap cukup cerdas untuk lulus Siswa yang berkemampuan rendah tidak
ujian tanpa adanya bimbingan dari guru. akan mampu berpartisipasi secara
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa maksimal jika mereka berada dalam
dengan adanya pengelompokkan kelas kelompok yang juga berkemampuan
tidak meningkatkan pengajaran atau rendah. Siswa yang berkemampuan tinggi
instruksi dan pembelajaran. Sebaliknya tidak akan menurun performanya jika
mendorong stratifikasi sosial yang tidak harus bekerja sama dengan siswa
sehat dan kurangnya relasi sosial di antara berkemampuan rendah, dan siswa yang
kelas tinggi dan rendah. Wong dan Watkins berkemampuan sedang juga dapat bekerja
(2001), menunjukkan kelemahan sama secara maksimal asalkan mereka
pengelompokkan kelas berdasarkan hasil berada dalam satu kelompok atau dalam
penelitiannya di Hong Kong bahwa kelas kelompok yang berkemampuan berbeda
yang dikelompokkan berdasarkan kemam- (Huda, 2012). Demikian juga dengan
puan kognitif tidak mampu penilaian yang dilakukan (hasil raport)
memaksimalkan siswa dalam pengem- diperoleh dari test yang notabene
bangan harga diri, dan siswa yang menggunakan kemampuan verbal/ bahasa.
dikelompokkan di kelas dengan Hasilnya, apabila dilihat adanya ability
kemampuan rata-rata, sering mengalami grouping berdasarkan prestasi siswa
pengabaian oleh guru. merupakan bentuk penggolongan siswa
Ability grouping akan memberikan kondisi yang memiliki kemampuan/ kecerdasan

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No. 2 Oktober 2015, 148-159


151 Ability Grouping pada siswa Sekolah Dasar

yakni kecerdasan linguistik dan logika untuk mengelola kelas berdasarkan


matematik. Sedangkan siswa yang tidak kemampuan akademik siswa. Terutama
memiliki kecerdasan tersebut, ditempatkan dilakukan di kelas IV dan kelas V,
di kelas yang kurang dan dianggap sebagai pengelompokan dibagi menjadi 3 kelas,
anak yang “bodoh”. Dari pandangan ini, dimana kelas A merupakan kelas yang
ability grouping sudah jauh meninggalkan memiliki kemampuan akademik paling
pandangan bahwa siswa mempunyai baik, kelas B berkemampuan sedang dan
kecerdasan yang berbeda-beda sehingga kelas C berkemampuan kurang.
tidak bisa disamakan antara siswa yang
satu dengan siswa yang lain. Tiap siswa Pengelompokkan ini pada awalnya
mempunyai kemampuan kognitif yang bertujuan untuk menggabungkan guru dan
istimewa, sehingga rasanya kurang adil siswa dari 2 SD yang berbeda. Untuk
ketika terjadi pengelompokkan siswa yang mengurangi kecenderungan berkelompok
berdasarkan pada kemampuan verbal dan guru dan siswa antara SD pertama dan SD
matematika saja. kedua, maka kepala sekolah
menggabungkan siswa, supaya tidak ada
Fungsi pendidikan adalah membimbing kelompok diantara guru dan siswa.
siswa ke arah suatu tujuan yang kita nilai Pertimbangan lain diberlakukan
tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha pengelompokkan, Guru menganggap
yang berhasil membawa semua siswa adanya ketimpangan ketika proses
kepada tujuannya itu, apa yang diajarkan pembelajaran di kelas. Siswa yang pandai
hendaknya dipahami sepenuhnya oleh cepat menyelesaikan tugas, sementara
siswa (Nasution, 2003). Tujuan guru siswa yang kurang tertinggal oleh teman
mengajar adalah agar bahan yang yang pandai. Hal ini menyebabkan kepala
disampaikkannya dikuasai sepenuhnya sekolah mengambil keputusan,
oleh semua siswa, bukan hanya oleh mengelompokkan siswa berdasarkan
beberapa siswa saja yang memiliki nilai kemampuan siswa, penggunaan nilai raport
yang tinggi. Mendasarkan hasil pelajaran sebagai acuan dalam pembagian kelompok
pada kurva normal, yakni kemampuan kelas. Dari 3 tahun berjalan, kepala
siswa yang memiliki peringat tinggi (nilai sekolah memberikan evaluasi bahwa
tinggi), berarti bahwa hanya sebagian kecil dengan adanya pengelompokkan siswa,
saja dari siswa yang diharapkan dapat jumlah siswa yang masuk ke SMP
memahami materi yang disampaikan guru unggulan tanpa mengikuti seleksi semakin
sepenuhnya. Dengan melihat hasil meningkat. Dan hal ini dianggap
mengajar secara kurva normal merupakan prestasi bagi sekolah. Namun,
sesungguhnya merupakan suatu kegagalan, adanya pengelompokkan juga seringkali
karena sebagian besar siswa tidak mengerti menuai protes dari orang tua yang anaknya
betul apa yang diajarkan. Guru yang baik masuk ke kelas rendah.
harus meninggalkan bentuk kurva normal
sebagai bentuk keberhasilan proses belajar Berdasarkan uraian di atas, maka
mengajar (Nasution, 2003). dirumuskan tujuan dari penelitian ini, yaitu
ingin melihat bagaimana sikap dan
Setiap sekolah memiliki kebijakan sendiri permasalahan yang dihadapi oleh Guru,
dalam pengelolaan kelas, seperti misalnya Murid dan Orang tua siswa di dalam
yang terjadi di salah satu SD Negeri di pelaksanaan pengelompokkan siswa
Semarang yang menjadi Populasi (ability grouping) berdasarkan prestasi
Penelitian. Kepala sekolah, sebagai akademik.
pengambil keputusan, memiliki kebijakan

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.2 Oktober 2015, 148-159


Wibowo 152

METODE pengelompokkan siswa berdasarkan


prestasi akademik, permasalahan yang
Jenis penelitian yang digunakan dihadapi di dalam kelas, dan saran
merupakan penelitian deskriptif. Penelitian berkaitan dengan pengelompokkan kelas.
deskriptif melaporkan keadaan objek atau Bentuk pertanyaan berupa pertanyaan
subjek yang diteliti sesuai dengan apa tertutup dan terbuka. Angket dengan
adanya. Penelitian deskriptif pada pertanyaan tertutup dengan menggunakan
umumnya dilakukan dengan tujuan utama, pilihan jawaban: Sangat Setuju (SS),
yaitu menggambarkan secara sistematis Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat
fakta dan karakteristik objek atau subjek Tidak Setuju (STS). Contoh pertanyaan
secara tepat (Sukardi, 2003). dalam bentuk pernyataan misalnya:
“Adanya Pengelompokkan kelas, membuat
Populasi penelitian dipilih di salah satu SD Guru menyusun Rencana Program
Negeri di Semarang. SD ini telah Pembelajaran berdasarkan kemampuan
melaksanakan pengelolaan kelas dengan akademik siswa”; Adanya
menggunakan teknik ability grouping. pengelompokkan kelas, membuat Guru
Dasar pengelompokkan kelas yang menyampaikan materi di kelas sesuai
dilakukan oleh Kepala Sekolah dan Guru sesuai dengan kemampuan akademik
adalah nilai raport semester. Berdasarkan siswa. Sedangkan bentuk pertanyaan
nilai tersebut, Kepala Sekolah membagi terbuka dengan menggunakan pertanyaan
siswa menjadi tiga kelas, yaitu: siswa berbentuk essay, misalnya: “Bagaimana
dengan prestasi akademik tinggi (nilai pendapat anda berkaitan pelaksanaan
raport tinggi), siswa dengan prestasi Ability Grouping ini?” atau “Apa saran
akademik sedang (nilai raport sedang) dan terhadap pelaksanaan Ability Grouping?”
siswa dengan prestasi akademik rendah
(nilai raport rendah). Sebagai data sekunder dilakukan proses
wawancara yang dilakukan kepada guru
Teknik pengambilan sampel menggunakan kelas. Wawancara dilakukan secara
teknik purposive sampling atau sampling kelompok hanya dilakukan kepada guru
bertujuan. Teknik pengambilan sampel kelas dengan mempertimbangkan bahwa
berdasarkan pada tujuan tertentu (Sukardi, Guru kelas merupakan orang yang
2003). Total seluruh partisipan dalam melaksanakan praktik pembelajaran di
penelitian ini yaitu guru kelas IV dan Kelas kelas, dan secara khusus memahami
V (6 orang), siswa kelas IV dan Kelas V dinamika kemampuan dan perilaku siswa
(166 orang) dan orang tua siswa kelas IV yang berkemampuan tinggi, sedang dan
dan Kelas V (166 orang). rendah. Wawancara dilakukan kepada
Seluruh Guru Kelas IV dan V yang
Prosedur Pengambilan data dari Guru berjumlah 6 orang. Wawancara dilakukan
Kelas setelah jam pembelajaran di sekolah
Sampel Guru Kelas IV dan V terdiri dari 3 selesai atau ketika Guru tidak mengajar.
guru perempuan untuk kelas IV (Kelas Bentuk pertanyaan yaitu pertanyaan
tinggi, kelas Sedang dan kelas rendah) dan terbuka, misalnya “Bagaimana pandangan
2 guru perempuan serta 1 guru laki-laki anda sebagai Guru kelas tentang ability
(Kelas tinggi, kelas sedang dan kelas grouping yang sudah dilaksanakan ini?”.
rendah). Latar belakang pendidikan guru Konsep diskusi kelompok (Focus Group
kelas adalah Sarjana Pendidikan. Angket Disscussion) dilakukan oleh Peneliti untuk
yang diberikan bertujuan untuk memperoleh keluasan dan kedalaman
mengetahui sikap guru terhadap jawaban yang diberikan oleh Guru Kelas.

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No. 2 Oktober 2015, 148-159


153 Ability Grouping pada siswa Sekolah Dasar

Prosedur Pengambilan data dari Siswa beragam yakni pada sektor formal dan
Sampel Siswa kelas IV dan V sejumlah informal misalnya Guru, Karyawan Pabrik,
166 siswa yang terdiri dari siswa kelas IV Pegawai Negeri atau Wiraswasta. Angket
Tinggi (28 siswa); Siswa kelas IV sedang yang diberikan merupakan angket dengan
(30 siswa); Siswa kelas IV rendah (24 pertanyaan campuran yakni pertanyaan
siswa); Siswa kelas V tinggi (32 siswa); tertutup dan terbuka.
Siswa kelas V sedang (26 siswa) dan Siswa
kelas V rendah (26 siswa). Angket berisi Angket dengan pertanyaan tertutup dengan
pertanyaan tentang sikap siswa terhadap menggunakan pilihan jawaban: Sangat
pengelompokkan kelas, permasalahan yang Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),
terjadi antar siswa di kelas Tinggi, kelas Sangat Tidak Setuju (STS). Bentuk
sedang dan kelas rendah, saran untuk pertanyaan berupa pernyataan misalnya
pelaksanaan pengelompokkan kelas. “Adanya pengelompokkan kelas, muncul
pandangan bahwa ada perbandingan
Angket yang diberikan merupakan angket kemampuan anak berdasarkan prestasi
dengan pertanyaan tertutup dan terbuka. diantara kelas A, B dan C”; Adanya
Angket dengan pertanyaan tertutup dengan pengelompokkan kelas menimbulkan
menggunakan pilihan jawaban: Sangat kesenjangan antara siswa kelas tinggi,
Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), siswa kelas sedang dan siswa kelas
Sangat Tidak Setuju (STS). Contoh rendah”. Angket dengan pertanyaan
pernyataan tertutup misalnya: “Saya terbuka menggunakan pertanyaan
merasa dengan adanya pengelompokkan berbentuk essay, misalnya: “Bagaimana
kelas, ada persaingan untuk mendapat nilai pendapat anda berkaitan pelaksanaan
baik antara teman di kelas”; dengan adanya Ability Grouping ini?” atau “Apa saran
pengelompokkan kelas, Guru terhadap pelaksanaan Ability Grouping?”.
mendampingi bila siswa mengalami Angket kepada orangtua dititipkan kepada
kesulitan dalam memahami pelajaran”. siswa untuk dibawa pulang, dan diisi oleh
Angket dengan pertanyaan terbuka dengan perwakilan orang tua (Ayah atau Ibu) di
menggunakan pertanyaan berbentuk essay, rumah dan keesokan hari, siswa diminta
misalnya: “Bagaimana pendapat anda mengumpulkan kembali angket di sekolah.
berkaitan pelaksanaan Ability Grouping
ini?” atau “Apa saran terhadap Tabel 1.
pelaksanaan Ability Grouping?”. Pengisian Distribusi jumlah guru, siswa dan orang tua.
angket dilakukan ketika ijin sudah Jumlah Kelas Tinggi Sedang Rendah
diberikan oleh Guru Kelas kemudian Guru IV 1 1 1
peneliti masuk ke kelas dan atau ketika V 1 1 1
jam pelajaran kosong. Siswa mengisi Siswa IV 28 30 24
angket di sekolah. Peneliti mendampingi V 32 26 26
Orang IV 28 30 24
dan memberikan penjelasan kepada siswa
tua V 32 26 26
ketika mengisi angket.

Prosedur Pengambilan data dari Orang Data yang diperoleh dari lapangan diolah
Tua berdasarkan kategori Guru, Siswa dan
Sampel orangtua yang terdiri dari 166 Orang tua. Setiap jawaban dari pernyataan,
orang tua siswa, dimana salah satu dikelompokkan berdasarkan jawaban,
perwakilan orang tua (ayah atau ibu) bisa dihitung jumlahnya dan dilakukan
memberikan jawaban untuk pertanyaan persensentase. Untuk data kualitatif yang
angket. Latar belakang orang tua siswa diperoleh berdasarkan hasil wawancara
dengan Guru, digunakan sebagai data

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.2 Oktober 2015, 148-159


Wibowo 154

sekunder dan data pelengkap untuk


pembahasan. Sikap Siswa
Tidak
menjawab
6%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tidak
Setuju
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh 22%
data mengenai sikap guru kelas terhadap Setuju
72%
pelaksanaan ability grouping seperti yang
disampaikan dalam gambar 1. Gambar 2.
Sikap Siswa mengenai Pelaksanaan Ability
Grouping

Dari gambar 2 dapat diketahui berdasarkan


angket yang diberikan kepada 166 siswa,
Kelas A, B dan C, diketahui sikap siswa
terhadap pelaksanaan pengelompokan
Gambar 1. siswa bila dilihat dari sudut pandang siswa,
Sikap guru kelas mengenai pelaksanaan Ability sejumlah 72% siswa menyatakan setuju
Grouping dengan pengelom-pokkan siswa. Alasan
menyetujui ability grouping yaitu:
Berdasarkan hasil angket yang disebar menambah pengetahuan/ kepandaian dan
kepada 6 Guru Kelas A, B, dan C, percaya diri, dapat memisahkan anak
diketahui bahwa pelaksanaan pengelom- pandai, kurang pandai dan tidak pandai,
pokkan siswa apabila dilihat dari guru memberikan semangat untuk belajar
kelas yang merupakan penyelenggara dengan giat dan menambah teman-teman
proses pembelajaran, menyatakan bahwa baru. Sedangkan 22% siswa yang tidak
50% guru kelas menyatakan tidak setuju setuju menyatakan alasan membuat
dengan adanya pengelompokan siswa. terpisah dengan teman-teman yang disukai,
Ketidaksetujuan ini terutama berasal dari dan siswa menganggap bahwa seharusnya
guru kelas yang mengampu kelas B dan C semua kelas sama saja, tidak ada
(kelas rata-rata dan kelas rendah), pembedaan.
sedangkan guru yang mengampu kelas A
(kelas tinggi) menyatakan setuju dengan
adanya pengelompokan ini. Dari pendapat
guru yang menyatakan tidak setuju,
memberikan alasan bahwa seharusnya
siswa di dalam kelas memiliki karakteristik
kemampuan secara beragam, ada siswa
yang pandai, sedang dan kurang. Guru
kelas menyatakan bahwa siswa tidak
mampu bersaing secara sehat untuk Gambar 3.
memperoleh nilai yang lebih baik dan guru Sikap Orangtua Siswa terhadap Pelaksanaan
kelas merasa terbebani ketika mengajar di Ability Grouping
kelas yang kurang. Sedangkan dari guru
kelas yang menyetujui pengelompokan Gambar 3 memberikan gambaran bahwa
siswa menyatakan bahwa nilai siswa dapat berdasarkan angket yang diberikan kepada
meningkat dan lebih mudah dalam 166 orang tua siswa kelas A, B dan C,
menyampaikan materi. sikap orang tua siswa (Kelas A, B dan C)

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No. 2 Oktober 2015, 148-159


155 Ability Grouping pada siswa Sekolah Dasar

sejumlah 37% menyatakan setuju dengan beranggapan bahwa untuk memudahkan


pengelompokan siswa. Alasan orang tua kedua siswa dari sekolah dapat cepat
menyetujui pengelompokan siswa adalah membaur, maka Kepala Sekolah
dapat menambah motivasi siswa, tanggung menggabungkan semua siswa dan
jawab untuk belajar dan menjadi yang membagi siswa ke dalam tiga kelas sesuai
terbaik dan mempermudah dalam proses dengan kemamuan yang dimiliki (nilai
belajar dan mengajar. Hal ini didukung raport). Berdasarkan nilai raport tersebut
dengan orang tua yang memberikan selalu diperoleh 3 kelas yakni kelas A merupakan
dorongan kepada anaknya untuk tetap kelas yang memiliki kemampuan akademik
berada di kelas A. Sejumlah 38% orang tua tinggi, kelas B berkemampuan akademik
siswa (kelas A, B dan C) menyatakan tidak sedang dan kelas C berkemampuan
setuju. akademik kurang. Pengelompokan ini
pada awalnya bertujuan untuk
Menurut pandangan orang tua siswa yang menggabungkan guru dan siswa dari 2 SD
tidak setuju, memberikan masukan yaitu yang berbeda. Untuk mengurangi
adanya pengelompokan kelas dimulai dari kecenderungan berkelompok guru dan
kelas I, sehingga anak tetap berada di kelas siswa antara SD pertama dan SD kedua,
yang sama hingga kelas 6 atau lulus; Lebih maka kepala sekolah menggabungkan
diperhatikan pada kelas yang siswa, supaya tidak ada kelompok diantara
kemampuannya kurang, yakni kelas C; guru dan siswa. Pertimbangan lain
Pengelompokan kelas diiukuti dengan diberlakukan pengelompokan, Guru
kemampuan guru yang mumpuni, kreatif menganggap adanya ketimpangan ketika
sehingga mampu membawa anak didik proses pembelajaran di kelas. Siswa yang
menjadi lebih baik; Guru kelas dapat pandai cepat menyelesaikan tugas,
memberitahu kelebihan dan kekurangan sementara siswa yang kurang tertinggal
siswa kepada orang tua; Menambah oleh teman yang pandai. Kepala Sekolah
kegiatan ekstrakurikuler yang lebih melakukan evaluasi setelah
bermanfaat terutama untuk meningkatkan pengelompokan kelas berjalan selama 3
soft skill pada anak; Dasar dari adanya tahun, kepala sekolah mengambil
pengelompokan kelas harus dilakukan kesimpulan bahwa dengan adanya
dengan cermat dan tepat berdasarka hasil pengelompokan siswa, jumlah siswa yang
penelitian; Apabila ada pengelompokan masuk ke SMP unggulan tanpa mengikuti
berdasarkan prestasi, sebaiknya peserta seleksi semakin meningkat dan hal ini
didik tidak mengetahui bahwa merupakan prestasi bagi sekolah.
pengelompokan berdasarkan prestasi;
Memberikan fasilitas yang sama antara Menurut Abdurrahman (1999), ada empat
kelas A, B dan C; Memberikan les jenis interaksi kompetitif yang efektif
tambahan bagi kelas yang kurang. untuk mencapai tujuan belajar, yaitu: 1.
Kompetisi antar individu yang
SD Tinjomoyo 01 merupakan gabungan berkemampuan seimbang, 2. Kompetisi
dari 2 Sekolah Dasar di daerah Tinjomoyo antar kelompok yang berkekuatan relatif
Semarang. Kepala sekolah, sebagai sama, 3. Kompetisi dengan standar nilai
pengambil keputusan, memiliki kebijakan minimum, 4. Kompetisi dengan diri
untuk mengelola kelas. Ketika 2 Sekolah sendiri. Kompetisi antarindividu atau antar
tersebut digabungkan, Kepala Sekolah kelompok yang berkemampuan seimbang
membuat kelas berdasarkan klasifikasi sangat sulit dilakukan dan tidak mungkin
kemampuan akademik dengan mengacu benar-benar terwujud.
pada nilai raport siswa. Kepala Sekolah

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.2 Oktober 2015, 148-159


Wibowo 156

Pembagian kelas berdasarkan kemampuan dahkan di dalam proses pembelajaran,


akademik siswa merupakan bentuk karena berkaitan dengan kemampuan siswa
pembagian kelas yang dapat meningkatkan yang tinggi pula. Siswa di kelas juga aktif
kompetisi antar siswa. Alasan utama dan mampu berdiskusi. Namun
seorang guru memilih interaksi berkebalikan dengan Guru di kelas sedang
pembelajaran kompetitif umumnya untuk dan rendah, mereka merasa keberatan
membangkitkan motivasi belajar. Hal ini karena merasa berat dan terutama
tidak salah karena siswa memiliki kemampuan siswa yang terbatas,
dorongan untuk berprestasi (needs of cenderung pasif dan mendampingi bagi
achievement). Namun guru sering lupa siswa yang kurang. Hal ini seharunya bisa
bahwa kompetisi antar individu yang tidak menjadi masukan kepada kepala sekolah
seimbang dapat menimbulkan keputus- apabila di kemudian hari ada program
asaan bagi yang lemah dan kebosanan bagi pengelompokan siswa, guru kelas perlu di
yang kuat. Oleh karena itu guru perlu hati- rotasi sehingga guru kelas rendah juga bisa
hati dalam penerapan interaksi kompetititf merasakan mengajar di kelas tinggi.
dalam kegiatan pembelajaran
(Abdurrahman, 1999). Untuk itu jika guru Guru hendaknya juga memahami bahwa
ingin menciptakan kompetisi antar tiap siswa memiliki laju perkembangan
individu, maka individu yang saling fungsi motorik, kognitif, maupun afektif
berkompetisi harus memiliki peluang yang yang berbeda - beda. Siswa yang
sama untuk kalah dan menang dan mengalami kelambatan atau kurang dalam
kompetisi hanya dilakukan untuk selingan prestasinya dipandang sebagai/ hanya
yang menyenangkan (Abdurrahman, bersifat sementara. Hal ini biasanya terjadi
1999). karena anak didorong dan dipaksa oleh
lingkungan sosial untuk mencapai kinerja
Guru kelas tinggi menyatakan setuju akademik (academic performance) sebe-
terhadap pengelompokan kelas ber- lum mereka siap untuk itu (Abdurrahman,
dasarkan prestasi siswa dengan alasan 1999). Merupakan suatu hal yang tidak
dapat meningkatkan prestasi belajar, adil apabila siswa belum siap, atau belum
terbukti dari siswa yang hasil sebelumnya matang kemudian dikategorikan dan
kurang, kemudian dapat menyesuaikan diri dimasukkan ke dalam kelas kurang.
sehingga hasilnya lebih baik serta lebih Apabila hal ini bisa diterapkan, maka
mudah untuk menyampaikan materi dan pandangan yang muncul dimana kelas C
hasilnya pun lebih baik. Sedangkan Guru sebagai kelas kurang tidak akan muncul.
dari kelas rata-rata dan kelas rendah (kelas
B dan C) menyatakan tidak menyetujui Orang tua dari kelas Tinggi (kelas A)
pengelompokan kelas dengan alasan menyetujui pengelompokan kelas dengan
karena seharusnya siswa di dalam kelas alasan: dapat menambah motivasi siswa,
ada siswa yang pandai, sedang dan kurang, tanggung jawab untuk belajar dan menjadi
karena adanya pengelompokan kelas, yang terbaik, dan mempermudah dalam
siswa tidak mampu bersaing secara sehat proses belajar dan mengajar. Sedangkan
untuk memperoleh nilai yang lebih baik orang tua dari kelas rata-rata (kelas B) dan
dan guru kelas merasa terbebani untuk kelas rendah (Kelas C) berpendaat bahwa
mengajar di kelas yang rata-ratanya dengan adanya pengelompokan siswa akan
kurang. Berdasarkan dari hasil wawancara mengakibatkan menimbulkan kesenjangan/
dengan guru kelas, disimpulkan bahwa perbandingan antar siswa, menimbulkan
Guru di kelas Tinggi menyetujui adanya rasa minder, kurang percaya diri, karena
pengelompokan kelas karena memu- dianggap sebagai siswa bodoh,

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No. 2 Oktober 2015, 148-159


157 Ability Grouping pada siswa Sekolah Dasar

menyebabkan pengabaian oleh Guru di guru dari kelas A menyetujui adanya


kelas rendah dan motivasi siswa tidak pengelompokan kelas, sementara guru dari
terpacu karena berkumpul dengan siswa kelas B dan C tidak menyetujui adanya
yang kemampuannya sama. Ketika sekolah pengelompokan kelas. Guru kelas tinggi
melakukan pengelompokan siswa, orang menyatakan setuju terhadap
tua mengharapkan guru dapat lebih pengelompokan kelas karena dapat
memperhatikan pada kelas yang meningkatkan prestasi belajar siswa,
kemampuannya kurang, Pengelompokan terbukti dari anak yang hasil sebelumnya
kelas diiukuti dengan kemampuan guru kurang, kemudian dapat menyesuaikan diri
yang mumpuni, kreatif sehingga mampu sehingga hasilnya lebih baik, lebih mudah
membawa siswa menjadi lebih baik, untuk menyampaikan materi dan nilai yang
menambah kegiatan ekstrakurikuler yang diperoleh lebih tinggi. Guru dari kelas rata-
lebih bermanfaat terutama untuk rata dan kelas rendah (kelas B dan C)
meningkatkan soft skill, dasar dari adanya menyatakan tidak setuju karena seharusnya
pengelompokan kelas harus dilakukan siswa di dalam kelas ada siswa yang
dengan cermat dan tepat berdasarkan hasil pandai, sedang dan kurang, penge-
penelitian, apabila ada pengelompokan lompokkan kelas menyebabkan anak tidak
berdasarkan prestasi, sebaiknya siswa tidak mampu bersaing secara sehat untuk
mengetahui bahwa mereka dikelompokkan memperoleh nilai yang lebih baik dan guru
berdasarkan prestasi dan Guru dapat kelas merasa terbebani untuk mengajar di
memberikan les tambahan bagi siswa di kelas yang rata-ratanya kurang.
kelas rendah.
Pelaksanaan pengelompokan siswa
Secara umum, pelaksanaan pengelom- berdasarkan prestasi apabila dilihat dari
pokkan kelas yang sudah berjalan selalu sudut pandang siswa menyatakan bahwa
menimbulkan keadaan pro dan kontra. siswa setuju dengan pengelompokan.
Namun pihak sekolah memiliki kebijakan Dengan pengelompokan siswa juga
tertentu yang menjadi dasar dan tentunya membuat siswa menjadi terpacu dalam
kebijakan ini bertujuan untuk memberikan belajar dalam arti menambah motivasi
pelayanan yang terbaik bagi siswa. untuk masuk ke kelas A.
Pelaksanaan ability grouping juga memang
tidak dapat dipisahkan dari adanya Pengelompokan siswa berdasarkan prestasi
pandangan bahwa kelas A sebagai kelas apabila dilihat dari sudut pandang orang
pandai, sementara kelas C sebagai kelas tua murid menyatakan bahwa orang tua
kurang. Pandangan ini disetujui oleh guru, dari kelas A setuju sedangkan orang tua
siswa dan orang tua. Penerapan program siswa kelas B dan C tidak setuju. Orang
ability grouping harus bisa mengubah tua siswa kelas A menyatakan bahwa
paradigma semua penyelenggara kegiatan dengan pengelompokan siswa, dapat
belajar mengajar, bahwa setiap siswa menambah motivasi siswa dalam belajar,
mempunyai kecerdasan majemuk, tidak tanggung jawab untuk belajar dan menjadi
hanya terbatas pada kecerdasan bidang yang terbaik, dan mempermudah dalam
akademik saja. proses belajar dan mengajar. Orang tua
dari kelas B dan C menyatakan
KESIMPULAN pengelompokan siswa akan meng-
akibatkan kesenjangan/ perbandingan antar
Pelaksanaan pengelompokan siswa siswa, menimbulkan rasa minder, kurang
berdasarkan prestasi akademik apabila percaya diri, karena dianggap sebagai anak
dilihat dari sudut pandang guru bahwa bodoh, menyebabkan pengabaian oleh

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.2 Oktober 2015, 148-159


Wibowo 158

Guru di kelas rendah dan motivasi anak DAFTAR PUSTAKA


tidak terpacu karena berkumpul dengan
anak yang kemampuannya sama. Orang Abdurrahman, M. (1999). Pendidikan bagi
tua berharap ketika sekolah melakukan anak berkesulitan belajar. Jakarta:
pengelompokan siswa, orang tua meng- PT Rineka Cipta.
harapkan guru dapat lebih memperhatikan
pada kelas yang kemampuannya kurang, Adodo. S.O & Agbaweya, J.O. (2011).
dan Guru dapat memberikan les tambahan Effect of homogenous and
bagi kelas yang kurang. heterogeneous ability grouping class
teaching on student’s interest,
Berdasarkan kesimpulan tersebut, dapat attitude and achievement in
diberikan saran kepada pihak-pihak terkait, integrated science. International
diantaranya bagi sekolah: Kepala Sekolah Journal of Psychology and
secara khusus melalui guru kelas Counselling, 3(3), 48-54.
memperhatikan siswa di kelas B dan C,
dalam hal ini mengorganisasikan apa yang Bahar, M. (2015). Student attitudes
menjadi kelebihan/ potensi yang dimiliki towards change from ability grouping
siswa kelas B dan C untuk dapat to heterogeneous grouping at a
dikembangkan; Mendengar keluhan guru university class. Mevlana
kelas B dan C berkaitan dengan International Journal of Education
ketidaksetujuan terhadap penge- (MIJE), 5(1),103-114.
lompokkan siswa dan; Pengelompokan
kelas diiukuti dengan peningkatan Cheung, C & Rudowicz, E. (2003).
kemampuan guru yang mumpuni terutama Academic outcomes of ability
ketika menghadapi siswa berkebutuhan grouping among junior high school
khusus. students in hongkong. The Journal of
Educational Research, March/ April
Bagi Guru kelas, diharapkan mem-berikan 2003,96(4),241-256.
pendampingan belajar bagi anak yang
masih kurang melalui tambahan pelajaran Chisaka, B.C & Vakalisa, N.C.G. (2003).
terutama bagi siswa di kelas rendah; Some effects of ability grouping in
melihat siswa memiliki kelebihan masing- Harare secondary schools: Aa case
masing yang bisa dikembangkan study. South African Journal of
berdasarkan kecerdasan majemuk dan; Education, 23(3), 176 – 180.
Memberikan metode pembelajaran yang
lebih bervariasi sehingga anak tidak bosan Hornby G., Witte C., & Mitchell D.
dan bisa mengakomodasi kebutuhan gaya (2011). Policies and practices of
belajar anak yang berbeda-beda. ability grouping in New Zealand
intermediate schools. Support for
Orang tua diharapkan menyadari bahwa Learning. 26(3),92-96.
setiap anak memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing tidak hanya Huda, M. (2012). Cooperative learning
sebatas pada kemampuan akademik dan metode, teknik, struktur dan model
terus mendukung anak dalam belajar, terapan. Yogyakarta: Pustaka
sehingga anak dapat mengembangkan diri Pelajar.
untuk memaksimalkan potensi yang
dimiliki.

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No. 2 Oktober 2015, 148-159


159 Ability Grouping pada siswa Sekolah Dasar

Imron, A. (1994). Manajemen peserta Sugiyono. (2005). Statistika untuk


didik di sekolah. Malang: IKIP penelitian. Bandung: Alfabeta
Malang.
Sukardi. (2003). Metodologi penelitian
Lie, A. (2004). Cooperative learning: pendidikan kompetensi dan
mempraktekkan cooperative learning praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.
di ruang-ruang kelas. Jakarta:
Gramedia. Wong, M. & Watkins, D. (2001). Self-
esteem and ability grouping: a hong
Nasution, S. (2003). Berbagai pendekatan kong investigation of the big fish
dalam proses belajar dan mengajar. little pond effect. Educational
Jakarta: Bumi Aksara. Psychology, 21(1),79-87

Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.2 Oktober 2015, 148-159

Anda mungkin juga menyukai