Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DIAGNOSA EPILEPSI

NAMA : ISTI TRIANINGSIH

NIM : 181100382

PROGRAM STUDI SI- ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2021/2022
1. Pengertian

Epilepsy adalah sindrom klinis yang ditandai dengan dua atau

lebih bangkitan. Sebagai besar timbul tanpa provokasi akibat kelainan

abnormal primer diotak dan bukan sekunder oleh sebab sistemik. Penyakit

epilepsi telah dikenal lama di masyarakat (terbukti dengan adanya istilah-

istilah bahasa daerah untuk penyakit tersebut seperti sawam, ayan, sekalor,

dan celengan), tapi pengertian akan penyakit tersebut masih kurang bahkan

salah sehingga penderita digolongkan dalam penyakit gila, kutukan dan

turunan akibatnya penderita tidak diobati atau bahkan disembunyikan.

Harsono (2012) menambahkan bahwa hal tersebut mengakibatnya banyak

penderita epilepsi tidak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tidak

tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang

merugikan baik bagi penderita maupun keluarganya.

Epilepsi adalah gangguan kejang kronik dengan kejang berulang

yang terjadi dengan sendirinya. Yang memerlukan pengobatan jangka

panjang. (Hockenberry, 2008)

Epilepsi merupakan gangguan proksimal di mana cetusan neuron

korteks serebri mengakibatkan penurunan kesadaran, perubahan fungsi

motorik atau sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten dan

stereotipik (Ginsberg, 2008)

Harsono (2011) memaparkan bahwa masyarakat awam

menganggap epilepsi atau ayan merupakan penyakit akibat adanya

gangguan di otak atau disebabkan oleh kekuatan supranatural, dan tiap

jenis serangan dikaitkan dengan nama roh atau setan sehingga terapinya

juga didasarkan atas kekuatan spriritual. Masyarakat juga menganggap

epilepsi sebagai penyakit yang memalukan atau menakutkan karena


dianggap menular melalui buih yang keluar dari mulut penderita yang

terkena serangan. Sedangkan menurut (kumala et al,1998) Epilepsi adalah

kelompok sindrom yang ditandai dengan gangguan otak sementara yang

bersifat paroksimal yang dimanefestasikan berupa gangguan atau

penurunan kesadaran yang episodic, fenomena motorik yang opnormal,

gangguan psikis, sensorik, dan system otonom, gejala-gejalanya

disebabkan oleh aktifitas listrik otak. Manifestasi serangan atau bangkitan

epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang

timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang.

Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat bervariasi dapat

berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik

(subyektif), gangguan motorik atau kejang (obyektif), gangguan otonom

(vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis). Semuanya itu

tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang epileptogen dan

penjalarannya sehingga dikenallah bermacam jenis epilepsi

Banyaknya masalah psikologis bagi penderita epilepsi yang

disebabkan karena tekanan internal maupun tekanan eksternal akan

beresiko mengalami gangguan keberfungsian dalam hidup, baik di sekolah,

di tempat kerja maupun di tempat umum lainnya. Hal ini disebabkan

karena penderita epilepsi selalu merasa cemas kalau serangan epilepsinya

akan kumat ditambah lagi persepsi masyarakat yang negatif terhadap

penyakit epilepsi.

Terdapat dua klasifikasi epilepsi yaitu:

1. Epilepsi serangan parsial atau fokal


 Epilepsi parsial sederhana
Pada epilepsi ini hanya satu jari atau tangan yang bergetar, atau
mulut dapat tersentak tak terkontrol. Individu akan berbicara yang
tidak dapat dipahami, pusing, dan mengalami sinar, bunyi, atau rasa
yang tidak umum atau tidak nyaman.
 Epilepsi parsial kompleks
Pada epilepsi jenis ini melibatkan gangguan fungsional serebral
pada tingkat yang lebih tinggi, seperti proses ingatan dan proses
berfikir, individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara otomatis
tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami emosi
berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan, atau peka rangsang.
2. Epilepsi umum
Kejang umum atau sawan tonik-klonik primer yang dulu dikenal
sebagai epilepsi grand-mal, awalnya dimulai dengan kehilangan
kesadaran dan disusul dengan gejala motorik secara bilateral, ini dapat
berupa ekstensi tonik dari semua ekstremitas selama beberapa menit,
disusul oleh gerakan klonik yang sinkron dari otot-otot tersebut. Beberapa
penderita dapat menunjukkan komponen tonik saja atau klonik saja atau
klonik-tonik-klonik. Segera sesudah sawan berhenti kesadaran belum
pulih dan penderita tertidur. Kadang-kadang sebelum sawan ada gejala
prodromal berupa kecemasan yang tidak menentu atau rasa tidak nyaman.
Serangan tonik-klonik umum dapat terjadi pada segala usia,
namun paling sering terjadi pada umur 0-20 tahun. Serangan berlangsung
selama 2-5 menit. Pascaserangan, penderita tampak mengantuk sekali
selama beberapa menit sampai beberapa jam. Setelah sadar pernapasan
kembali normal secara berangsur-angsur, penderita mengalami amnesia
parsial dan kadang-kadang ada keluhan nyeri kepala. Penderita serangan
tonik-klonik umum primer maka serangan epilepsi biasanya muncul pada
saat tidak tidur (Harsono, 2001).

1. Etiologi

Terdapat beberapa factor yang dapat menyebabkan epilepsy, yaitu

1. Factor fisiologis
2. Factor biokimiawi
3. Factor anatomis
4. Gabungan factor-faktor diatas
5. Penyakit yang pernah diterima (trauma lahir, trauma kapitis, radang otak, tumor
otak, gangguan peredaran darah, hipoksia, anomaly kongenital otak, degenerasi
susunan saraf pusat, gangguan metabolism, gangguan elektrolit, keracunan obat
atau zat kimia, jaringan parut factor herediter).

Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di


otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan
sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan
sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi
desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi
kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,
misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome. Bila salah satu orang tua
epilepsi (epilepsyi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan
bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi
20%-30%. Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti
hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan
kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon progesteron, ACTH,
kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan terjadinya serangan
epilepsi. Kita ketahui bahwa setiap wanita di dalam kehidupannya mengalami
perubahan keadaan hormon (estrogen dan progesteron), misalnya dalam masa
haid, kehamilan dan menopause. Perubahan kadar hormon ini dapat
mempengaruhi frekwensi serangan epilepsi.

Tabel Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi


Bayi (0- 2 th) 1. Hipoksia dan iskemia paranatal
2. Cedera lahir intrakranial
3. Infeksi akut
4. Gangguan metabolik
(hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesmia, defisiensi
piridoksin)
5. Malformasi kongenital
6. Gangguan genetic

Anak (2- 12 th) 1. Idiopatik


2. Infeksi akut
3. Trauma
4. Kejang demam
Remaja (12- 18 th) 1. Idiopatik
2. Trauma
3. Gejala putus obat dan alcohol
4. Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) 1. Trauma
2. Alkoholisme
3. Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) 1. Tumor otak
2. Penyakit serebrovaskular
3. Gangguan metabolik (uremia,
gagal hepatik, dll )
4. Alkoholisme

2. Patofisiologi
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem listrik
dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan sel-sel tersebut
memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara berulang, dan tidak
terkontrol (disritmia). Aktivitas serangan epilepsi dapat terjadi sesudah gangguan
pada otak dan sebagian ditentukan oleh derajat dan lokasi dari lesi. Lesi pada
mesenfalon, talamus, dan korteks serebri kemungkinan besar bersifat
epiloptogenik, sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak biasanya tidak
menimbulkan serangan epilepsi.
Pada tingkat membran sel, neuron epileptik ditandai oleh fenomena
biokimia tertentu. Beberapa diantaranya adalah ketidakstabilan membran sel saraf
sehingga sel lebih mudah diaktifkan. Neuron hipersensitif dengan ambang yang
menurun, sehingga mudah terangsang, dan terangsang secara berlebihan.
Situasi ini akan menyebabkan kondisi yang tidak terkontrol, pelepasan
abnormal terjadi dengan cepat, dan seseorang dikatakan menuju ke arah epilepsi.
Gerakan-gerakan fisik yang tidak teratur disebut kejang. Akibat adanya disritmia
muatan listrik pada bagian otak tertentu ini mmemberikan manifestasi pada
serangan awal kejang sederhana sampai gerakan konvulsif memanjang dengan
penurunan kesadaran.
Status epilepsi menimbulkan kebutuhan metabolik besar dan dapat
mempengaruhi pernapasan.. terdapat beberapa kejadian henti napas pada puncak
setiap kejang yang menimbulkan kongesti vena dan hipoksia otak. Episode
berulng anoksia dan pembengkakan serebral dapat menimbulkan kerusakan otak
janin yang tak reversibel dan fatal. Faktor-faktor pencetus epilepsi meliputi gejala
putus obat antikonvulsan, demam, dan infeksi penyerta.
Secara patologi, fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi:
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.

3. Manifestasi klinis

Sebelum membicarakan gejala-gajala yang berhubungan dengan epilepsi,


perlu dibedakan anatara sawan epilepsi dan sindrom epileptik atau penyakit
epilepsi. Sawan epileptik menurut klasifikasi yang dirancang oleh international
league against epilepsy ( ILAE) 1981, dibagi atas tiga tipe :

1. Sawan parsial, yang berasal dari daerah tertentu dalam otak. Sawan ini dibagi
menjadi:
 Sawan parsial sederhana
 Sawan parsial kompleks
 Sawan umum sekunder
2. Sawan umum primer, yang sejak awal seluruh otak terlibat secara bersamaan. Sawan
ini dibagi menjadi :
 Sawan tonik-klonik
 Sawan lena
 Sawan mioklinik
 Sawan tonik saja
 Sawan klonik saja
 Sawan atonik.
3. Sawan yang tidak terklaisfikasikan.
Sawan parsial sederhana ditandai dengan kesadaran yang tetap baik dan dapat
berupa:
a. motorik fokal yang menjalar atau tapa menajalar
b. grakan versif, dengan kepala dan leher menengok ke satu sisi, atau
c. dapat pula sebagai gejala sensorik fokal menlar atau sensorik khusus berupa
halusinasi sederhana.
Pada sawan parsial kompleks didapat adanya gangguan kesadaran dan gejala
psikis atau gangguan fungsi lpuhur, umpamanya disfasia, deja-vu, jarnalis-vu,
keadaan seperti mimpi. Ilusi, halusinasi, sederhana atau kompleks. Otomatisme bukan
manifestasi khusus pada sawan parsial kompleks. Tapi dapat terjadi karena sawan
lena, dan pada pasca sawan tonik klonik. Penderita sering menjadi bingung,
disorientasi, selama beberapa menit pasca sawan parsial kompleks ini.
Sawan parsial dapat beubah menjadi sawan jenis lain melalui beberapa tingkatan, hal
ini menunjukkan adanya penyebaran lepasan listrik ke berbagai bagian otak. Suatu
sawan parsial dapat dimulai sebagai sawan parsial sederhana beruba menjadi sawan
parsial kompleks dulu disusul oleh sawan umum tonik-klonik sekuder. Sawan parsial
merupakan yang paling sering gijumpai, dan lebih dari 60% sawan kategori ini.
Sawan ini dikenal sebagai epileps psikomotor.
Sawan umum tonik klonik primer yang dulu dikenal sebagai epilepsi grand-mal.
Awalnya dimulai dengan kehilangan kesadaran dan disusul dengan gejala motorik
secara bilateral, ini dapat berupa ekstensi tonik dari semua ekstremitas selama
beberapa menit. Disusul oleh gerakan-gerakan klonik

4. Penatalaksanaan

Prinsip terapi epilepsi

 Pemilihan obat. Disesuaikan dengan keadaan klinis, efek samping, interna


atas-OAE (obat anti epilepsi), dan harga obat.
 Strategi pengobatan. Dimulai dengan monoterapi OAE lini pertama sesuai
dosis, kemudian ditingkatkan dosisnya sampai bangkitan teratasi/didapat hasil
yag optimal dan konsentrasi plasma OAE pada kadar yang maksimal. Jika
bangkitan tidak teratasi, secara bertahap ganti ke OAE lini kedua sebelum
pemberian politerapi.
 Konseling. Beritahukan pada keluarga dan pasien bahwa penggunaan OAE
jangka lama tidak akan menimbulkan perlambatan mental permanen
(meskipun penyebab dasara kejang dapat menimbulkan keadaan demikian)
dan pencegahan kejang 1-2 tahun dapat menurunkan kemungkinan bangkitan
berulang. Perubahan obat atau dosis harus sepengetahuan dokter.
 Tindak lanjut. Periksa pasien secara berkala, dan awasi adanya toksisitas OAE.
Pemeriksaan darah dan uji fungsi hati harus dilakukan secara periodik pada
beberapa OAE. Penting juga dilakukan evaluasi ulang fungsi neurologis secara
rutin.
 Penangan jangka panjag. Teruskan pengobatan OAE sampai pasien bebas
bangkitan sekura ng-kurangnya 1-2 tahun.
 Penghentian pengobatan. Dilakukan secara bertahap. Jika penghentian
pengobatan dilakukan secara tiba-tiba, pasien harus dalam pengawasan ketat
karena dapat mencetuskan bangkitanatau bahkan status epileptikus. Jika
bangkitan timbul selama atau sesudah penghentian pengobatan, OAE harus
diberikan lagi sekurang-kurangnya 1-2 tahun.

Untuk keberhasilan pengobata epilepsi, disamping etepatan diagnosa dan


jenis OAE, diperlukan juga kepatuhan, sikap dan pengetahuan penderita
menghadapi penyakit epilepsi.

Memulai pengobatan.
 Pengobatan OAE dapat dimulai bila terjadi kedua kali bangkitan dalam selang
waktu yang tidak lama (maksimum 1 tahun)
 Pada umumnya bangkitan tunggal tidak memerlukan terapi OAE, kecuali bila
terdapat kemungkinan berulang yang tinggi.
 Bangkitan parsial sederhana tipe sensorik/psikis biasanya tidak perlu OAE,
kecuali mengganggu penderita.

Obat-obat anti epilepsi.


1. Karbamezepin. Efektif untuk epilepsi parsial terutama epilepsi parsial kompleks,
epilepsi umum tonik-klonik, maupun kombinasi kedua jenis epilepsi ini.
Karbamazepin tidak efektif untuk epilepsi absens, epilepsi atonik.
 Mekanisme kerja : inhibisi kanal Na+ dan inhibisi Ca+ tipe L.
 Dosis dan pemberian : untuk menghindari efek samping, titrasi untuk
mencapai
kadar terapeutik harus dilakukan perlahan.
a. Dewasa: dimulai dari dosis 100-200 mg pada malam hari atau 2 dd 100
mg, kemudian setelah 3-7 hari ditingkatkan menjadi 2 dd 200 mg.
setelah 1 minggu, kadar karmazepin darah diperiksa dan dosis dapat
dinaikkan setiap interval 3-7 hari untuk mencapai kadar 4-12 µg/L.
kadar dalam darah sebaiknya diperiksa setiap 4-6 minggu karena
terdapat kemungkinan terjadiautoinduksi metabolisme, sehingga dosis
perlu ditingkatkan.
Dosis: rumatan untuk dewasa: 600-1600 mg/hari, maksimal 2400
mg/hari.
b. Anak-anak: dosis awal 5-10 mg/kg/hari. Pemberian: 2 kali sehari.
Kadar terapeutik : 4-12 µg/L
 Efek samping
a. Berkaitan dengan dosis : pusng, diplopia, mual, muntah, sedasi,
leukopenia ringan, hiponatremia, dan bradiaritmia (pada oang tua)
b. Idosinkratk : ruam (termasuk sindrom steven-john-son), agranulositis,
gagal hati, pankreatitis, dan lupus-like syndrome.
c. Kronis : ostopnia (mungkin dapat dicegah dengan pemberian vitamin
D dan kalsium).
d. Teratogenik
 Interaksi
a. Karbamezepin mengurangi efektifitas klonazepam, etosuksimid,
primidon, valproat, topiromat, fenitonin, fenobarbitalkontraseps oral,
disopyramide, rifampin, ketoconozale, meperidine, warfarin,
tacrolimus, proteas inhibitor, trazodone, and quinidine.
b. Kadar karmazepin diturunkka oleh fermobital dan fenitonin.
c. Kadar karmazepin ditingkatkan oleh eritromisin dan propoxyphne
hydrochloride
2. Fenitonin. Efektif untuk epilepsi parsial dan tonik klonik tidak efektif untuk
absens dan epilepsi mioklonik. Mekanisme kerjanya mirip dengna karbamazepin.
 Dosis pemberian :
a. Dewasa : loading dose oral 2 dd 500 mg atau 3 dd 300 mg. Rumatan
: 300-400 mg/hari dibagi 2.
b. Anak-anak. 4-5 mg/kg/hari, makslam 8 mg/kg.
Pemberian : biasanya 2 kali sehari, tetapi dapat juga 1 kali sehari.
Kadar terapeutik : 10-20 µg
 Efek samping :
Berkaitan dengan dosis : pusing, ataksia, diplopia, dan mual.
Idionsinkratik
Kronis : hiperplasi gusi, hisrutisme, ostpnea, dan pseudolimfoma.
Teratogenik.
3. Benzodiazepin:
a. Diazepam. jarang digunakan per oral, tetapi sering diguanakan secara
intravena atau per rektal untuk pengobatan status epileptikus. Apabila
diberikan secara intravena, onset kerjanya seitar 1-2 menit, tetapi masa
kerjanya hanya 15-20 menit.
Dosis dan pemberian :
Dewasa : 5-20 mg/hari
Anak-anak : 0,3-0,5 mg/kg/hari.
Efek samping : mengantuk kelemahan otot, depresi pernafasan, konfusi,
konstipasi, depresi, diplopia, disartria, nyeri kepala, hipotensi, mual,
inkontinensia, vertigo, dan pandangan kabur.
4. Klonazepam : merupakan terapi tambahan untuk epilepsi mioklonik atau atonik.
Dan kadang-kadang untuk epilepsi parsial. Waktu paruhnya 20-40 jam, mungkin
lebih ;pendek apabila diberikan bersama penginduksi enzim.
5. Fenorbital : fenorbital dapat diberikan pada epilepsi umu, tetapi bukan
merupakan obat pilihan pertama sebab efek sampingnya berupa penurunan fungsi
kognitif.
6. Valporat : dikenal dengan OAE spektrum luas, efektif untuk epilepsi tipe lena,
epilepsi mioklinik, epilepsi umum tonik maupun tonik-klonik.
Efek samping : berkaitan dengan dosis gangguan pencernaan, anoreksa, tremor,
dan trombositopeni. Idiosinkiratik. Kenaikan berat badan, kerontoka rambut dan
perubahan struktur kulit. Teratogenik.

a. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas
pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak
yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan
defisit neurologik yang jelas.
2. Elektroensefalogram (EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan.
Gambaran EEG menunjukkan cetusan polyspike-wave dan fotosensitivitas

Typical recording of spike-wave type (generalized seizure)

3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.


 Mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
 Menilai fungsi hati dan ginjal
 Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi).
 Pungsi lumbal untuk mengetahui apakah terjadi infeksi otak

5. Komplikasi
1. Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat
kejang berulang ulang.
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
3. Komplikasi utama yang berkaitan dengan kejang umum.
4. Kejang disebabkan oleh kontak neuro serebral yang beraturan, cepat dan tiba-
tiba.
6. Prognosis
1. Prognosis umumnya baik, 70 – 80% pasien yang mengalami epilepsy akan
sembuh, dan kurang lebih separo pasien akan bisa lepas obat

2. 20 - 30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis à pengobatan


semakin sulit à 5 % di antaranya akan tergantung pada orang lain dalam
kehidupan sehari-hari

3. Pasien dg lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami retardasi mental, dan gangguan
psikiatri dan neurologik à prognosis jelek

4. Penderita epilepsi memiliki tingkat kematian yg lebih tinggi daripada populasi


umum.

a. Status Epileptikus
Pada keadaan status epileptikus, penderita mengalami serangan sawan yang
berkepanjangan tanpa diselingi oleh pulihnya kesadaran. Sawan tonik-klonik adalah
sawan yang paling sering mengalami status. Penyebab status ini karena penderita
tidak minum obat dengan teratur atau adanya kelainan sistemik misalnya
hipoglikemia. Bahaya status ini ialah terjadinya aritmia kordis, kegagalan respirasi,
edema paru, asidosis metabolik, dan hiperpireksia.
Urutan penatalaksanaan penderita dewasa denganstatus epileptikus sebagai
berikut:
1. 0-5 menit
Evaluasi fungsi kardiorespiratorik, anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologik,
periksa kadar glukosa, BUN, elektrolit, PaO2, beri oksigen.
2. 6-9 menit
Pasang infus dengan dekstrosa 5%, beri 50 ml glukosa 40% intravena
3. 10-30 menit

Diazepam 10 mg intravena dan dapat diulang ½-1 jam kemudian bila masih
ada sawan, atau difenilhidantoin 20 mg/kg dengan kecepatan tidak lebih dari 50
mg/menit intravena. Selama pemberian difenilhidantoin dilakukan pemantauan EKG
dan tekanan darah
A. Pengkajian
4.A.1 Anamnesa
 Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, dan penanggungjawabnya.
Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
Pekerjaan: Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali
menimbulkan stress dapat memicu terjadinya epilepsi.
Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum alcoho (alcoholic)
 Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga
biasanya ketempat pelayanan kesehatan karena klien yang
mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut
berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya
prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau
keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering
berhenti mendadak bila diajak bicara.
 Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak
sadarkan diri.
 Riwayat penyakit dahulu:
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum, cedera kepala, infeksi system
saraf, gangguan metabolik, tumor otak, dll.
4.A.2 Pemeriksaan Fisik (ROS)
1. B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea,
aspirasi
2. B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3. B3 (brain): penurunan kesadaran
4. B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine. Pada
pemeriksaan sistem kemih biasanya didapatkan berkurangnya volume
output urine, hal ini brhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan
curah jantung ke ginjal.
5. B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi.
Pemenuhan nutrisi pada pasien epilepsi menurun karena anoreksia dan
adanya kejang.
6. B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan
anggota tubuh, mengeluh meriang. Pada fase akut saat kejang sering
didapatkan adanya penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara
umum sehingga mengganggu aktivitas perawatan diri.

4.A.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin,
ureum dalam darah. Yang memudahkn timbulnya kejang ialah keadaan
hipoglikemia, hipokalemia, hiprnatremia, uremia dll. Penting juga
diperiksa pH darah karena alkalosis mungkin pula disertai kejang.

2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto rontgen kepala dapat dilihat adanya kelainan-kelainan pada
tengkorak. Klasifikasi abnormal dapat dijumpai pada toksoplasmosis,
penyakit inklusi sitomegalik, sklerosis tuberosa, kraniofaringeoma,
meningeoma, oligodendroglioma.

3. Pemeriksaan Psikologis atau Psikiatris


Untuk diagnostik bila diperlukan dilakukan uji coba yang dapat
menunjukkan naik turunnya kesadaran, misalnya test Bourdon-Wiersma.

C. ETIOLOGI

Menurut Wong (2009) Penyebab pasti epilepsi masih belum

diketahui (idiopatik) dan masih menjadi banyak spekulasi. Predisposisi

yang mungkin menyebabkan epilepsi meliputi:

a. Pasca trauma kelahiran

b. Riwayat bayi dan ibu menggunakan obat antikolvusan yang digunakan

sepanjang hamil.
c. Asfiksia neonatorum

d. Riwayat ibu-ibu yang memiliki resiko tinggi (tenaga kerja, wanita

dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan,

diabetes atau hipertensi)

e. Pasca cidera kepala

D. ANALISA DATA

No Data Problem Etiologi

1 DS = Hipertermi Proses penyakit


- Keluarga mengatakan anaknya
masih hangat
DO=
- Wajah pasien tampak memerah
TD : 100/60 mmHg
N : 100 x/menit
Rr : 20 x menit
S :38C
2 DS = Resiko cidera Penurunan Kesadaran
- Keluarga mengatakan anaknya
kadang masih kejang
DO=
- Pasien tampak tenang
- Keluarga dan pasien kooperatif
3 DS= Cemas Kurangnya pengetahuan
tentang prognosis
- Keluarga dan pasien mengatakan penyakit
tidak tahu pasti tentang penyakit
yang diderita pasien
DO =
- Keluarga tampak cemas dan
bingung
- Keluarga dan pasien kurang
mampu menjawab dengan tepat
seputar penyakit yang diderita
pasien
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran

2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prognosis

penyakit

F. IMPLEMENTASI

NO Tgl & Jam Implementasi Respon TTD


1 30-04-2021 Mengkaji sifat dan S = keluarga mengatakan jika Isti
karakteristik serta kejang badan kaku mata
09.45 lama kejang melirik keatas berlangsung
sekitar 1-2 menit paling lama
O = pasien tampak tenang,
keluarga dan pasien
kooperatif
10.00 Menganjurkan keluarga S = keluarga mengatakan sudah Isti
dan pasien untuk menaruh gelas dan lain
menjauhi benda- sebagainya dibawah tidak
benda berbahaya dimeja pasien
O= meja dan bed pasien tidak
terdapat benda berbahaya

Keluarga pasien kooperatif


10.15 -Menganjurkan S = keluarga mengatakan side rail Isti
keluarga untuk sering dinaikkan jika anak
menaikkan side rail ditinggal
tempat tidur jika
Anak ditinggal Keluarga mengatakan kurang
sendiri paham dengan yang
dijelaskan
-Memberikan edukasi
Yang benar O = keluarga mempraktekkan cara
berhubungan dengan menaikkan side rail
strategi dan tindakan
Keluarga tampak bingung
mencegah eidera
II 10.30 -Memantau suhu pasien S= keluarga mengatakan badan Isti
-Menganjurkan asupan anaknya masih hangat
cairan oral sedikit-
sedikit tapi sering Keluarga mengatakan anaknya
mau minum kalau haus saja
O = wajah pasien tampak
memerah
TD : 100/60 mmHg
N : 100 x/menit

Rr : 20 x menit

S :38 C
11.00 Menganjurkan keluarga S = keluarga mengatakan pakaian Isti
untuk melonggarkan anaknya sudah yang tipis
pakaian dan selimut
O = keluarga pasien kooperatif,
Pasien
pasien tampak tenang
Memberikan obat S = keluarga mengatakan obat itu
penurun panas yang diberikan untuk penurun
(paracetamol) panas
O = pasien meminum obatnya
Obatnya sudah diminum
III 13.00 -Mengkaji tingkat S = keluarga dan pasien Isti
kecemasan mengatakan kurang begitu
mengerti dengan penyakit
-Memberikan informasi yang diderita
yang cukup tentang
kondisi pasien O = keluarga tampak cemas
Keluarga tampak bingung
13.45 -Memberikan informasi S = keluarga mengatakan tidak Isti
tentang penyakit begitu paham
Pasien
Keluarga mengatakan selalu
-Menentukan koping berdoa untuk kesembuhan
yang sesuai anaknya

O = pasien tampak tenang


Keluarga memperhatikan
penjelasan yang diberikan
01-05-2021 Isti
I 14.05 -Mengkaji sifat, S = keluarga mengatakan dari
karakteristik, dan kemarin sampai sekarang
lama kejang sudah tidak kejang lagi
O = pasien tampak tenang
Keluarga dan pasien kooperatif
14.10 -Menganjurkan S= pasien mengatakan sudah
keluarga dan pasien tidak apa-apa
untuk menjauhi
benda-benda yang Keluarga mengatakan tidak ada
berbahaya (benda benda-benda berbahaya yang
berbahan beling, dibawa
pisau,dll) O = pasien tampak bermain-main
di kasur
Pasien tampak enakan
14.20 Menganjurkan keluarga S = keluarga mengatakan isti
untk menaikkan side menaikkan side rail jika
rail jika pasien pasien tidur saja
ditinggal
Keluarga dan pasien mengatakan
Memberikan edukasi menerti dan paham tentang
yang berhubungan apa yang disampaikan
Denga
14.30 n strategi dan
tindakan mencegah O = pasien mulai duduk
cidera Keluarga dan pasien tampak
mengerti tentang hal yang
disampaikan
II 14.40 -Mengobservasi suhu S = keluarga mengatakan badan Isti
pasien anaknya sudah tidak panas
lagi
-Menganjurkan asupan
cairan oral sedikit- Pasien mengatakan sudah minum
sedikit tapi sering banyak
O = pasien tampak sehat
Pasien sudah mau minum 5-6
gelas@200 ml
TD: 100/60 mmHg
N : 88 x/menit
Rr : 18 x menit

S :37 C
14.50 Menganjurkan keluarga S = keluarga mengatakan anaknya isti
untuk melonggarkan sudah baikan
pakaian dan selimut
Pasien Pasien mengatakan sudah
memakai pakaian sendiri
O = keluarga dan pasien
kooperatif
Pasien sudah tampak sehat
15.00 Memberikan obat S = pasien mengatakan dari isti
penurun panas semalam minum obat penurun
panas berakhir
O = pasien sudah tidak panas lagi
S=37 C
III 15.20 -Mengkaji tingkat S = keluarga mengatakan masih isti
kecemasan memikirkan keadaan anaknya
-Memberikan informasi Keluarga dan pasien mengatakan
yang cukup tentang mulai mengerti tentang
kondisi pasien penyakit yang diderita
O = keluarga dan pasien
kooperatif
Pasien dan keluarga
memperhatikan kejelasan
yang diberikan
15.30 -Memberikan informasi S = keluarga mengatakan selalu isti
tentang penyakit berdoa agar anaknya besok
pasien sudah boleh pulang
-Menentukan koping Keluarga mengatakan sudah
yang sesuai lumayan mengerti tentang
penyakit yang diderita
anaknya
15.35 O = pasien tampak memperhatikan
pembicaraan
Keluarga sudah agak mengerti
tentang yang dijelaskan
III 02-05-2021 -Mengkaji tingkat S = keluarga mengatakan sudah isti
kecemasan tidak cemas lagi dan sudah
09.00 cukup tahu tentang kondisi
-Memberikan informasi pasien
yang cukup tentang
kondisi pasien O = pasien sudah sehat
09.05
Keluarga tampak senang
09.20 Memberikan informasi S = keluarga dan pasien Isti
tentang penyakit mengatakan sudah paham
pasien tentang penyakitnya
Menentukan koping Keluarga mengatakan senang
yang sesuai karena doanya selama ini
10.00 dikabulkan dan anaknya boleh
pulang
O = pasien dan keluarga siap-siap
untuk pulang

Anda mungkin juga menyukai