NIM : 181100382
abnormal primer diotak dan bukan sekunder oleh sebab sistemik. Penyakit
istilah bahasa daerah untuk penyakit tersebut seperti sawam, ayan, sekalor,
dan celengan), tapi pengertian akan penyakit tersebut masih kurang bahkan
jenis serangan dikaitkan dengan nama roh atau setan sehingga terapinya
epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang
penyakit epilepsi.
1. Etiologi
1. Factor fisiologis
2. Factor biokimiawi
3. Factor anatomis
4. Gabungan factor-faktor diatas
5. Penyakit yang pernah diterima (trauma lahir, trauma kapitis, radang otak, tumor
otak, gangguan peredaran darah, hipoksia, anomaly kongenital otak, degenerasi
susunan saraf pusat, gangguan metabolism, gangguan elektrolit, keracunan obat
atau zat kimia, jaringan parut factor herediter).
2. Patofisiologi
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem listrik
dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan sel-sel tersebut
memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara berulang, dan tidak
terkontrol (disritmia). Aktivitas serangan epilepsi dapat terjadi sesudah gangguan
pada otak dan sebagian ditentukan oleh derajat dan lokasi dari lesi. Lesi pada
mesenfalon, talamus, dan korteks serebri kemungkinan besar bersifat
epiloptogenik, sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak biasanya tidak
menimbulkan serangan epilepsi.
Pada tingkat membran sel, neuron epileptik ditandai oleh fenomena
biokimia tertentu. Beberapa diantaranya adalah ketidakstabilan membran sel saraf
sehingga sel lebih mudah diaktifkan. Neuron hipersensitif dengan ambang yang
menurun, sehingga mudah terangsang, dan terangsang secara berlebihan.
Situasi ini akan menyebabkan kondisi yang tidak terkontrol, pelepasan
abnormal terjadi dengan cepat, dan seseorang dikatakan menuju ke arah epilepsi.
Gerakan-gerakan fisik yang tidak teratur disebut kejang. Akibat adanya disritmia
muatan listrik pada bagian otak tertentu ini mmemberikan manifestasi pada
serangan awal kejang sederhana sampai gerakan konvulsif memanjang dengan
penurunan kesadaran.
Status epilepsi menimbulkan kebutuhan metabolik besar dan dapat
mempengaruhi pernapasan.. terdapat beberapa kejadian henti napas pada puncak
setiap kejang yang menimbulkan kongesti vena dan hipoksia otak. Episode
berulng anoksia dan pembengkakan serebral dapat menimbulkan kerusakan otak
janin yang tak reversibel dan fatal. Faktor-faktor pencetus epilepsi meliputi gejala
putus obat antikonvulsan, demam, dan infeksi penyerta.
Secara patologi, fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi:
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.
3. Manifestasi klinis
1. Sawan parsial, yang berasal dari daerah tertentu dalam otak. Sawan ini dibagi
menjadi:
Sawan parsial sederhana
Sawan parsial kompleks
Sawan umum sekunder
2. Sawan umum primer, yang sejak awal seluruh otak terlibat secara bersamaan. Sawan
ini dibagi menjadi :
Sawan tonik-klonik
Sawan lena
Sawan mioklinik
Sawan tonik saja
Sawan klonik saja
Sawan atonik.
3. Sawan yang tidak terklaisfikasikan.
Sawan parsial sederhana ditandai dengan kesadaran yang tetap baik dan dapat
berupa:
a. motorik fokal yang menjalar atau tapa menajalar
b. grakan versif, dengan kepala dan leher menengok ke satu sisi, atau
c. dapat pula sebagai gejala sensorik fokal menlar atau sensorik khusus berupa
halusinasi sederhana.
Pada sawan parsial kompleks didapat adanya gangguan kesadaran dan gejala
psikis atau gangguan fungsi lpuhur, umpamanya disfasia, deja-vu, jarnalis-vu,
keadaan seperti mimpi. Ilusi, halusinasi, sederhana atau kompleks. Otomatisme bukan
manifestasi khusus pada sawan parsial kompleks. Tapi dapat terjadi karena sawan
lena, dan pada pasca sawan tonik klonik. Penderita sering menjadi bingung,
disorientasi, selama beberapa menit pasca sawan parsial kompleks ini.
Sawan parsial dapat beubah menjadi sawan jenis lain melalui beberapa tingkatan, hal
ini menunjukkan adanya penyebaran lepasan listrik ke berbagai bagian otak. Suatu
sawan parsial dapat dimulai sebagai sawan parsial sederhana beruba menjadi sawan
parsial kompleks dulu disusul oleh sawan umum tonik-klonik sekuder. Sawan parsial
merupakan yang paling sering gijumpai, dan lebih dari 60% sawan kategori ini.
Sawan ini dikenal sebagai epileps psikomotor.
Sawan umum tonik klonik primer yang dulu dikenal sebagai epilepsi grand-mal.
Awalnya dimulai dengan kehilangan kesadaran dan disusul dengan gejala motorik
secara bilateral, ini dapat berupa ekstensi tonik dari semua ekstremitas selama
beberapa menit. Disusul oleh gerakan-gerakan klonik
4. Penatalaksanaan
Memulai pengobatan.
Pengobatan OAE dapat dimulai bila terjadi kedua kali bangkitan dalam selang
waktu yang tidak lama (maksimum 1 tahun)
Pada umumnya bangkitan tunggal tidak memerlukan terapi OAE, kecuali bila
terdapat kemungkinan berulang yang tinggi.
Bangkitan parsial sederhana tipe sensorik/psikis biasanya tidak perlu OAE,
kecuali mengganggu penderita.
a. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas
pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak
yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan
defisit neurologik yang jelas.
2. Elektroensefalogram (EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan.
Gambaran EEG menunjukkan cetusan polyspike-wave dan fotosensitivitas
5. Komplikasi
1. Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat
kejang berulang ulang.
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
3. Komplikasi utama yang berkaitan dengan kejang umum.
4. Kejang disebabkan oleh kontak neuro serebral yang beraturan, cepat dan tiba-
tiba.
6. Prognosis
1. Prognosis umumnya baik, 70 – 80% pasien yang mengalami epilepsy akan
sembuh, dan kurang lebih separo pasien akan bisa lepas obat
3. Pasien dg lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami retardasi mental, dan gangguan
psikiatri dan neurologik à prognosis jelek
a. Status Epileptikus
Pada keadaan status epileptikus, penderita mengalami serangan sawan yang
berkepanjangan tanpa diselingi oleh pulihnya kesadaran. Sawan tonik-klonik adalah
sawan yang paling sering mengalami status. Penyebab status ini karena penderita
tidak minum obat dengan teratur atau adanya kelainan sistemik misalnya
hipoglikemia. Bahaya status ini ialah terjadinya aritmia kordis, kegagalan respirasi,
edema paru, asidosis metabolik, dan hiperpireksia.
Urutan penatalaksanaan penderita dewasa denganstatus epileptikus sebagai
berikut:
1. 0-5 menit
Evaluasi fungsi kardiorespiratorik, anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologik,
periksa kadar glukosa, BUN, elektrolit, PaO2, beri oksigen.
2. 6-9 menit
Pasang infus dengan dekstrosa 5%, beri 50 ml glukosa 40% intravena
3. 10-30 menit
Diazepam 10 mg intravena dan dapat diulang ½-1 jam kemudian bila masih
ada sawan, atau difenilhidantoin 20 mg/kg dengan kecepatan tidak lebih dari 50
mg/menit intravena. Selama pemberian difenilhidantoin dilakukan pemantauan EKG
dan tekanan darah
A. Pengkajian
4.A.1 Anamnesa
Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, dan penanggungjawabnya.
Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
Pekerjaan: Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali
menimbulkan stress dapat memicu terjadinya epilepsi.
Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum alcoho (alcoholic)
Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga
biasanya ketempat pelayanan kesehatan karena klien yang
mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut
berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya
prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau
keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering
berhenti mendadak bila diajak bicara.
Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak
sadarkan diri.
Riwayat penyakit dahulu:
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum, cedera kepala, infeksi system
saraf, gangguan metabolik, tumor otak, dll.
4.A.2 Pemeriksaan Fisik (ROS)
1. B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea,
aspirasi
2. B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3. B3 (brain): penurunan kesadaran
4. B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine. Pada
pemeriksaan sistem kemih biasanya didapatkan berkurangnya volume
output urine, hal ini brhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan
curah jantung ke ginjal.
5. B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi.
Pemenuhan nutrisi pada pasien epilepsi menurun karena anoreksia dan
adanya kejang.
6. B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan
anggota tubuh, mengeluh meriang. Pada fase akut saat kejang sering
didapatkan adanya penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara
umum sehingga mengganggu aktivitas perawatan diri.
2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto rontgen kepala dapat dilihat adanya kelainan-kelainan pada
tengkorak. Klasifikasi abnormal dapat dijumpai pada toksoplasmosis,
penyakit inklusi sitomegalik, sklerosis tuberosa, kraniofaringeoma,
meningeoma, oligodendroglioma.
C. ETIOLOGI
sepanjang hamil.
c. Asfiksia neonatorum
D. ANALISA DATA
penyakit
F. IMPLEMENTASI
Rr : 20 x menit
S :38 C
11.00 Menganjurkan keluarga S = keluarga mengatakan pakaian Isti
untuk melonggarkan anaknya sudah yang tipis
pakaian dan selimut
O = keluarga pasien kooperatif,
Pasien
pasien tampak tenang
Memberikan obat S = keluarga mengatakan obat itu
penurun panas yang diberikan untuk penurun
(paracetamol) panas
O = pasien meminum obatnya
Obatnya sudah diminum
III 13.00 -Mengkaji tingkat S = keluarga dan pasien Isti
kecemasan mengatakan kurang begitu
mengerti dengan penyakit
-Memberikan informasi yang diderita
yang cukup tentang
kondisi pasien O = keluarga tampak cemas
Keluarga tampak bingung
13.45 -Memberikan informasi S = keluarga mengatakan tidak Isti
tentang penyakit begitu paham
Pasien
Keluarga mengatakan selalu
-Menentukan koping berdoa untuk kesembuhan
yang sesuai anaknya
S :37 C
14.50 Menganjurkan keluarga S = keluarga mengatakan anaknya isti
untuk melonggarkan sudah baikan
pakaian dan selimut
Pasien Pasien mengatakan sudah
memakai pakaian sendiri
O = keluarga dan pasien
kooperatif
Pasien sudah tampak sehat
15.00 Memberikan obat S = pasien mengatakan dari isti
penurun panas semalam minum obat penurun
panas berakhir
O = pasien sudah tidak panas lagi
S=37 C
III 15.20 -Mengkaji tingkat S = keluarga mengatakan masih isti
kecemasan memikirkan keadaan anaknya
-Memberikan informasi Keluarga dan pasien mengatakan
yang cukup tentang mulai mengerti tentang
kondisi pasien penyakit yang diderita
O = keluarga dan pasien
kooperatif
Pasien dan keluarga
memperhatikan kejelasan
yang diberikan
15.30 -Memberikan informasi S = keluarga mengatakan selalu isti
tentang penyakit berdoa agar anaknya besok
pasien sudah boleh pulang
-Menentukan koping Keluarga mengatakan sudah
yang sesuai lumayan mengerti tentang
penyakit yang diderita
anaknya
15.35 O = pasien tampak memperhatikan
pembicaraan
Keluarga sudah agak mengerti
tentang yang dijelaskan
III 02-05-2021 -Mengkaji tingkat S = keluarga mengatakan sudah isti
kecemasan tidak cemas lagi dan sudah
09.00 cukup tahu tentang kondisi
-Memberikan informasi pasien
yang cukup tentang
kondisi pasien O = pasien sudah sehat
09.05
Keluarga tampak senang
09.20 Memberikan informasi S = keluarga dan pasien Isti
tentang penyakit mengatakan sudah paham
pasien tentang penyakitnya
Menentukan koping Keluarga mengatakan senang
yang sesuai karena doanya selama ini
10.00 dikabulkan dan anaknya boleh
pulang
O = pasien dan keluarga siap-siap
untuk pulang