Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Frasa didefinisikan sebagai gramatikal yang berupa gabungan kata
yang bersifat nonpredikatif (hubungan antara kedua unsur yang
membentuk frase yang tidak berstruktur subjek-predikat atau predikat-
objek), atau lazim juga disebut gabungan kata yang memiliki salah satu
fungsi sintaksis di dalam kalimat.
Frasa memiliki kesatuan yang terdiri atas dua kata atau lebih, yang
masing-masing mempertahankan makna dasar katanya. Gabungan kata itu
menghasilkan suatu hubungan tertentu, dan setiap kata pembentuknya
tidak bisa berfungsi sebagai subjek dan predikat dalam konstruksi itu.
Frasa adalah kelompok kata (satuan gramatikal) yang tidak
melebihi batas fungsi kalimat. Walaupun merupakan kelompok kata, frase
tidak mengandung fungsi subjek dan predikat serta fungsi-fungsi lainnya
(objek, pelengkap dan keterangan).
Huruf kapital (besar) pada saat ini mulai jarang
diperhatikan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu
penggunaan secara tertulis baik di instansi dalam hal ini kondisinya formal
maupun yang lainnya. Kaedah penggunaannya pun seringkali dilupakan
oleh kebanyakan orang. Terkadang, seorang guru pun lupa akan
penggunaan huruf kapital ini. Kebanyakan orang melupakan atau tidak
menggunakan kaedah ini dengan benar karena merasa terlalu banyak
aturan dan tidak praktis. Padahal jika kaedah penggunaan huruf kapital ini
dilakukan dengan benar, maka akan banyak manfaatnya bagi kita terutama
dalam hal tulis-menulis. Jika kita mengamati, kaedah penggunaan huruf
kapital yang benar sering dijumpai pada surat kabar, majalah, buku
pendidikan yang semuanya masih bersifat formal. Oleh karena itu, kaedah
pengunaan huruf kapital yang benar sebaiknya ditanamkan sejak dini agar
nantinya bermanfaat bagi kita.

1
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Frasa
2. Untuk mengetahui ciri – ciri Frasa
3. Untuk mengetahui jenis Frasa
4. Untuk mengetahui pengertian huruf kapital
5. Untuk mengetahui aturan penggunaan huruf kapital
6. Untuk mengetahui larangan penggunaan huruf kapital
7. Untuk mengetahui pengaplikasian huruf kapital
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Frasa ?
2. Bagaimana ciri – ciri Frasa?
3. Apa saja jenis Frasa?
4. Apa yang dimaksud dengan huruf kapital?
5. Bagaimana saja aturan penggunaan huruf kapital?
6. Apa saja larangan penggunaan huruf kapital?
7. Bagaimana cara pengaplikasian huruf kapital ?

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. FRASA
A. Pengertian Frasa
Frasa adalah kelompok kata / gabungan dua kata atau lebih yang
membentuk satu kesatuan dan memiliki satu makna gramatikal.
Frasa adalah kelompok kata (satuan gramatikal) yang tidak
melebihi batas fungsi kalimat. Walaupun merupakan kelompok kata, frase
tidak mengandung fungsi subjek dan predikat serta fungsi-fungsi lainnya
(objek, pelengkap dan keterangan).
B. Ciri ciri Frasa
1. Terbentuk atas dua kata atau lebih dalam pembentukannya
2. Menduduki fungsi gramatikal dalam kalimat
3. Mengandung satu kesatuan makna gramatikal
4. Bersifat nonpredikatif
C. Jenis Jenis Frasa
Frasa dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan persamaan
dstribusi dengan unsurnya, kategori kata yang menjadi unsur pusatnya,
kedudukan, serta makna yang dikandungnya.
1. Pembagian Frasa Berdasarkan Persamaan Distribusi dengan Unsurnya
(Pemadunya). Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya,
frasa dibedakan menjadi frasa endosentris dan frasa eksosentris.
Berikut penjelasannya.
a. Frasa Endosentris
Frasa Endosentris merupakan frasa yang kedudukannya
sejajar, sehingga dalam suatu fungsi tertentu dapat digantikan oleh
unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan fungsi tertentu
dari frasa tersebut disebut sebagai unsur pusat. Dengan kata lain
frasa endosentris merupakan frasa yang memiliki unsur pusat.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa di kelas

3
(S) (P)
Tiga pria di pelabuhan
(S) (P)
Pemilihan umum lima tahun sekali
(S) (P)

Kalimat ‘Sejumlah mahasiswa di kelas’ tidak dapat ditulis


menjadi ‘Sejumlah di kelas’ karena kata ‘mahasiswa’ merupakan
unsur pusat. Begitu pula dengan kalimat ‘Tiga pria di pelabuhan’
tidak dapat ditulis sebagai ‘Tiga di pelabuhan’ karena kata ‘pria’
merupakan unsur pusat pada frasa ‘tiga pria’. Sedangkan pada
kalimat ‘Pemilihan umum lima tahun sekali’ tidak dapat ditulis
menjadi ‘umum lima tahun sekali’ atau pun ‘pemilihan lima sekali’
karena kata ‘pemilihan’ dan kata tahun ‘tahun’ merupakan unsur
pusat.
Lebih lanjut, frasa endosentris masih dapat dibagi lagi
menjadi tiga, yakni frasa endosentris koordinatif, frasa endosentris
atributif, serta frasa endosentris apositif.
1) Frasa Endosentris Kontributif
Frasa Endosentris Koordinatif merupakan frasa endosentris
yang semua unsurnya adalah unsur pusat. Untuk unsur yang
mengacu pada hal yang berbeda pada tiap unsurnya, frasa dapat
diberi sisipan kata ‘dan’ atau ‘atau’.
Contoh :
 Pekarangan rumah
 Suami istri
 Ayah ibu
 Kakak adik
 Muda mudi
 Pembianaan dan pembangunan
 Pembangunan dan pembaharuan

4
 Maju atau mundur
 Bekerja atau belajar
 Kuliah atau bekerja
2) Frasa Endosentris Atributif
Frasa Endosentris Atributif adalah frasa endosentris yang
mempunyai unsur pusat serta unsur atribut. Atribut merupakan
bagian frasa yang bukan termasuk unsur pusat, akan tetapi
menerangkan unsur pusat untuk membentuk frasa yang yang
bermakna.
Contoh :
 Pemilihan presiden
(UP) (Atribut)
Pembangunan lima tahun
(UP) (Atribut)
 Sekolah Inpres
 Buku baru
 Kemarin malam
 Malam ini
 Minggu ini
 Sedang syuting
 Sangat bahagia
 Orang itu
 Anak Pak Ujang
 Sedang menari

Kata kata yang dicetak miring merupakan unsur pada frasa


tersebut, sedangkan kata yang tidak dicetak miring merupakan
atribut yang menerangkan unsur pusat pada frasa tersebut.

5
3) Frasa Endosentris Apositif
Frasa Endosentris Apositif merupakan frasa endosentris
yang semua unsur di dalamnya adalah unsur pusat serta
menunjuk pada satu hal yang sama. Atau dengan kata lain,
unsur pusat yang satu merupakan aposisi dari unsur pusat
lainnya.
Contoh:
Taufik Hidayat, pebulutangkis Indonesia, meraih medali emas
Olimpiade Athena
‘Taufik Hidayat’ merupakan unsur pusat, sedangkan
‘pebulutangkis Indonesia’ merupakan aposisinya. Sehingga
kalimat tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
Taufik Hidayat, meraih medali emas Olimpiade Athena.
Pebulutangkis Indonesia meraih medali emas Olimpiade
Athena
Contoh lain frasa endosentris apositif adalah sebagai berikut :
 Bogor, kota Hujan, ………
 Leonardo di Caprio, pemenang Piala Oscar, ………
 Film ‘La La Land’, peraih lima piala BAFTA, ………..
 Sutarno, pesulap Indonesia, ……….
 Bapak Jokowi, presiden ketujuh Republik Indonesia,
………..
 Ahmad Dhani, calon wakil bupati Bekasi, ………….
 Aulia Rahman, temanku, ………….
 Ibu Ani Yudhoyono, istri Bapak SBY, …………..
 Solo, kota kelahiranku, …………
 Azza, pemain basket FEM, ………..

Frasa yang dicetak miring merupakan unsur pusat,


sedangnya frasa yang tidak dicetak miring merupakan aposisi
dari unsur pusat tersebut.

6
b. Frasa Eksosentris
Frasa Eksosentris merupakan frasa yang tidak memiliki
persamaan kedudukan dengan unsurnya. Dengan kata lain, frasa
eksosenyris tidak memiliki unsur pusat atau UP.
Contoh : (Frasa yang dicetak miring merupakan contoh contoh dari
frasa eksosentrik)
 Kedua saudagar mengadakan jual beli
 Mereka bertemu di pelabuhan
 Mahasiswa di lapangan
 Anak itu mengadu pada ibunya
 Saiful dan Aria ke perpustakaan
 Dia baru pulang dari Medan
 Ananda melakukan penelitian di Bogor
 Ia mengirimkan surat pada sahabatnya
 Sindikat pencuri biasa beraksi pada malam
 Ia menunggu di rumah
2. Pembagian Frasa Berdasarkan Kategori Kata yang Menjadi Unsur
Pusatnya
Menurut pembagian berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur
pusatnya, frasa dibedakan menjadi enam kategori, yakni frasa nomina,
frasa verba, frasa ajektifa, frasa numeralia, frasa preposisi, dan frasa
konjungsi.
a. Frasa Nomina
Frasa nomina adalah frasa yang memiliki unsur pusat
berupa kata nomina. Frasa nomina dibedakan kembali menjadi
beberapa kategori sebagai berikut,
1) Nomina sebenarnya.
Contoh : (Frasa yang dicetak miring merupakan frasa nomina)
 Pasir pantai itu sangat putih.
 Gerobak itu berwana merah.

7
 Rumah ini milik keluarga Hasim.
 Jeruk itu manis sekali.
 Roda motornya kempes.
2) Pronominal
Contoh : (Frasa yang dicetak miring merupakan frasa nomina)
 Dia itu seorang penulis.
 Mereka semua tergabung dalam grup musik yang sama.
 Kami ini perwakilan universitas.
 Dia itu memang manis.
 Kita itu saudara.
3) Nama
Contoh : (Frasa yang dicetak miring merupakan frasa nomina)
 Dian itu saudara sepupu saya.
 Ayah Ahmad seorang pelaut.
 Koki Andita sudah terkenal di mana mana.
 Rihanna itu memang terkenal baik dari dulu.
 Rumanah itu anak dari Pak RT.
4) Kata-kata selain nomina yang berubah strukturnya menjadi
nomina
Contoh : (Frasa yang dicetak miring merupakan frasa nomina)
 Dia rajin (verba) – >rajin itu menguntungkan.
 Anak kucing kami tiga ekor (numeralia) -> Tiga itu
cuma sedikit dibandingkan yang diterima sebenarnya.
 Dia berlari (verba) -> Berlari itu bentuk olahraga yang
murah dan mudah.
 Dia baik (adjektiva) -> Anak baik itu bernama Ananda.
 Harga rumah kami tiga juta rupiah (numeralia) -> Tiga
juta itu hilang dirampok.

8
b. Frasa Verba
Frasa verba adalah frasa yang memiliki unsur pusat berupa
kata verba dan ditandai dengan adanya afiks verba. Frasa verba
dapat ditambahkan imbuhan kata ‘sedang’ untuk verba aktif
dan kata ‘sudah’ untuk verba yang menyatakan keadaan. Frasa
verba tidak dapat diberikan imbuhan kata ‘sangat’ dan biasanya
menduduki fungsi sebagai predikat dalam suatu kalimat.
Contoh :
 Berlari kencang.
 Memacu motornya kencang.
 Sedang menjemur.
 Menghitung penghasilan bulan ini.
 Berjalan memutari kompleks.
 Belajar beladiri.
 Membawa keranjang buah.
 Pergi berlibur.
 Membantu teman.
 Menjenguk pamannya.
c. Frasa Adjektiva
Frasa adjektiva adalah frasa yang memiliki unsur pusat
berupa kata adjektiva. Unsur dalam frasa adjektiva dapat diberikan
imbuhan ter- (untuk mewakili kata paling). Biasanya menduduki
fungsi sebagai predikat dalam suatu kalimat.
Contoh :
 Rumahnya sangat besar.
 Alangkah senangnya kami.
 Dia itu sesukanya sendiri.
 Dia memang yang terbaik.
 Ananda sangat baik
 Jalannya sangat panjang.

9
 Panci itu sangat panas.
 Hasil ujiannya yang paling baik di antara teman temannya
 Pekarangangan itu sangat lebar.
 Dia anak paling penurut di antara saudaranya.
d. Frasa Numeralia
Frasa numeralia merupakan frasa yang memiliki unsur
pusat berupa kata numeralia atau kata kata yang menyatakan suatu
bilangan atau jumlah tertentu. Frasa numeralia dapat diberi kata
bantu bilangan seperti ekor, buah, satuan mata uang, dan lain
sebagainya.
Contoh :
 Dua puluh lima.
 Lima belas ribu.
 Dua ekor.
 Tiga puluh tangkai.
 Lima puluh lima tandan.
 Dua ratus juta rupiah.
 Enam milyar.
 Seratus juta rupiah.
 Tiga ribu dolar Amerika.
 Tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah.
e. Frasa Preposisi
Frasa preposisi adalah frasa yang ditandai dengan adanya
preposisi atau kata depan sebagai penunjuk/indikator dan diikuti
kata atau kelompok kata, yang bukan klausa, yang berdiri sebagai
petanda.
Contoh:
 Di teras.
 Di depan rumah.
 Dari sekolah.

10
 Untuk saya.
 Kepada hadirin yang terhormat.
 Untuk semua murid yang mengikuti upacara bendera.
 Ke stasiun.
 Dari arah utara.
 Menuju rumah.
 Ke arah yang berlawanan.
f. Frasa Konjungsi
Frasa konjungsi adalah frasa yang ditandai dengan adanya
konjungsi atau kata penghubung. Frasa konjungsi disebut juga
sebagai frasa verbal atau keterangan.
Contoh:
 Terus diam.
 Ketika belajar.
 Masa lampau.
 Kemarin malam.
 Akhir minggu.
 Tadi sore.
 Tengah malam.
 Kemarin siang.
 Besok petang.
 Terus berlari.
3. Pembagian Frasa Berdasarkan Kedudukannya
Frasa dibagi menjadi dua kategori berdasarkan kedudukannya,
yakni frasa setara serta frasa setara bertingkat.
a. Frasa Setara
Frasa setara merupakan frasa yang memiliki hubungan antar unsur
setara. Contoh :
 Keluar masuk.
 Depan belakang.

11
 Hitam putih.
 Muda mudi.
 Tua muda.
 Suami istri
 Maju mundur
 Pergi kembali
 Pulang pergi.
 Asal usul
b. Frasa Setara Bertingkat
Frasa setara bertingkat merupakan frasa yang kedudukan
antar unsurnya tidak setara atau bertingkat. Contoh :
 Uang tunai.
 Cara baru.
 Pedang tajam.
 Bangku emas.
 Mengayuh sepeda.
 Sedang pergi.
 Dari kantor.
 Bahasa Indonesia.
 Tanah air.
 Musim panen.
4. Pembagian Frasa Berdasarkan Makna yang Dikandungnya
Frasa dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan makna yang
terkandung di dalamnya atau yang dimiliki unsur unsurnya, yakni frasa
biasa, frasa idiomatic, serta frasa ambigu.
a. Frasa Biasa
Frasa biasa adalah frasa yang hasil dari pembentukannya
berupa makna denotasi atau makna sebenarnya. Contoh : (Frasa
yang dicetak miring merupakan frasa biasa)
 Ayah membeli sapi putih.

12
 Kursi favorit ibu berwarna biru.
 Ibu membeli asam jawa dan garam di warung.
 Arya selalu memantau perkembangan anak laki-lakinya.
 Mobil merah itu buatan Eropa.
 Mobil hitam itu harganya hampir satu milyar rupiah.
 Ibu membeli sayur kangkung.’
 Kasur empuk itu dibeli di toko sebelah.
 Sepeda kecil milik adik
 Sepupuku membeli sepatu baru.
b. Frasa Idiomatik
Frasa idiomatik merupakan kebalikan dari frasa biasa, yaitu
frasa yang hasil pembentukannya berupa makna konotasi atau
makna yang bukan sebenarnya. Contoh :
 Saya baru kembali dari Pangkalpinang. (arti: nama tempat)
 Saya akan berangkat ke luar negeri besok siang. (arti: ke
negara lain)
 Akhirnya Ayu menginjakkan kakinya di Negeri Paman
Sam. (arti: julukan Amerika)
 Ia memiliki kaki tangan yang dapat diandalkan. (arti; orang
kepercayaan)
 Erdi membawa buah tangan dari Surabaya. (arti: oleh oleh)
 Dia menjadi kuda hitam dalam turnamen ini. (arti: jagoan
yang tidak terprediksi)
 Aji orangnya sangat ringan tangan. (arti; suka membantu)
 Ia menjadi buah bibir di masyarakat. (arti: omongan)
 Ayah anak itu banting tulang setiap hari. (arti: bekerja)
 Antasari Ashar merasa dijadikan kambing hitam. (arti:
orang yang disalahkan)

13
c. Frasa Ambigu
Frasa ambigu adalah frasa yang memiliki makna lebih dari
satu atau makna ganda tergantung pada penggunaannya dalam
kalimat. Contoh :
 Buah tangan. (arti: ‘buah yang dipegang tangan’ atau ‘oleh
oleh’)
 Panjang tangan. (arti: ‘panjang dari sebuah tangan’ atau
‘suka mencuri’)
 Kambing hitam. (arti: ‘kambing yang berwarna hitam’ atau
‘orang yang disalahkan’)
 Sapi perah. (arti: ‘jenis sapi yang diternak untuk diambil
susunya’ atau ‘orang yang dimanfaatkan untuk memperoleh
keuntungan tertentu)
 Keras kepala. (arti: ‘kepala yang keras’ atau ‘orang yang
tidak mau mendengarkan nasehat orang lain’)
 Haram. (arti: ‘sesuatu yang tidak halal (makanan)’
atau ‘suatu perbuatan yang dilarang oleh agama’)

14
2. PENULISAN HURUF KAPITAL
A. Pengertian
Huruf kapital disebut juga huruf besar. Huruf kapital adalah huruf
yang berukuran dan berbentuk khusus (lebih besar dari huruf biasa),
biasanya digunakan sebagai huruf pertama dari kata pertama dalam
kalimat, huruf pertama nama diri, dan sebagainya.
B. Aturan Huruf Kapital
Terdapat banyak aturan-aturan yang mengatur pengunaan huruf
kapital, diantaranya.
a. Huruf kapital atau huruf besar di pakai sebagai huruf pertama
pada kata awal kalimat
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung
c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan
yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci,
termasuk kata ganti untuk Tuhan.
d. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
e. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan
pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai
pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama
tempat.
f. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama orang
g. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama bangsa, suku dan
bahasa
h. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan,
hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
i. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi
j. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama
negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama
dokumen resmi kecuali kata seperti dan.

15
k. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur
bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan,
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi.
l. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata
(termasuk semua kata unsur kata ulang sempurna) di dalam
nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali
kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak
terletak pada posisi awal.
m. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan
nama gelar, pangkat, dan sapaan
n. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata petunjuk
hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, adik, kakak, saudara,
dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan
C. Larangan Penggunaan Huruf Kapital
Dari aturan-aturan tersebut, terdapat pula larangan tentang penggunaan
huruf kapital, diantaranya.
a. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar,
kehormatan,keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama
orang.
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan
dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.
c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang
yang digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran.
d. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
bangsa, suku bangsa,dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk
dasar kata turunan.
e. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa
sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
f. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah
geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.

16
g. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
geografi yang digunakan sebagai nama jenis.
h. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang
bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
i. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata
penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam
pengacuan atau penyapaan
D. Aplikasi Penggunaan Huruf Kapital
Dapat kita pahami mengapa beberapa ahli lebih menyetujui
penggunaan istilah huruf kapital dari pada huruf besar. Berikut ini
pengaplikasian huruf besar atau huruf kapital dalam bahasa Indonesia.
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama
kata pada awal kalimat.
Misalnya :
Dia menulis.
Apa maksudnya?
Kita harus rajin belajar.
Pekerjaan ini sangat susah.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya :
Adik berkata, “Kapan kita pulang?”
Bapak menasihatkan “Berhati-hatilah, Nak!?”
“Kemarin engkau terlambat,” katanya.
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan
yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk
kata ganti Tuhan.
Misalnya :
Allah, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab,
Qur’an, Weda, Islam, Kristen.

17
Tuhan selalu menunjukkan jalan yang benar kepada setiap
hamba-Nya
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar
kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diakui nama
orang.
Misalnya :
Mahaputra, Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji Agus Salim.
5. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar
kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diakui nama
orang.
Misalnya :
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini ia pergi naik haji.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan
dan pangkat yang diakui nama orang atau yang dipakai sebagai
pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya :
Wakil Presiden Adam Malik, Perdana Menteri Nehru,
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara, Gubernur Irian
Jaya.
7. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan
dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau
nama tempat.
Misalnya :
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
Kemaren Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor
jenderal.

18
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama
orang.
Misalnya :
Amir Hamzah, Wida Uliyana, Ninda Sari Hidayah, Rio Rizky
Ananda, Cristiano Ronaldo.
9. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang
yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukur.
Misalnya :
Mesin diesel, 10 volt. 5 ampere.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa, dan bahasa.
Misalnya :
bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris.
11. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa,
suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata
turunan.
Misalnya :
mengindonesiakan kata asing,.
Keingris-ingrisan
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan,
hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya :
tahun Hijriah, tarikh Masehi, bulan Agustus, hari Jum’at, hari
Galungan, hari Lebaran, perang Candu, Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.
13. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa
sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
Misalnya :
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan
bangsanya.
Perlombaan senjata membawa resiko pecahnya perang dunia.

19
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya :
Asia Tenggar, Kediri, Palembang, Bukit Barisan, Danau Toba,
Jalan Diponegoro dll.
15. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah
geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.
Misalnya :
Berlayar ke teluk, mandi di kali, pergi ke arah tenggara.
16. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi
yang digunakan sebagai nama jenis.
Misalnya :
garam inggris, gula jawa, kacang bogor, pisang ambon.
17. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama
negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama
dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Misalnya :
Republik Indonesia; Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Badan
Kesejahteraan Ibu dan Anak; Keputusan Presiden Republik
Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972.
18. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang
bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya :
menjadi sebuah republik, beberapa badan hukum, kerja sama
antara pemerintah dan rakyat, menurut undang-undang yang
berlaku.
19. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk
ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya :

20
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial,
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Rancangan
Undang-Undang Kepegawaian.
20. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata
(termasuk unsur kata ulang sempurna)di dalam nama buku,
majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di,
ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya :
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke
Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”.
21. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan
nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya :
Dr. Doktor
M.A. master of arts
S.E sarjana ekonomi
S.H. sarjana hukum
22. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata petunjuk
hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik,
dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya :
“Kapan Bapak berangkat?”tanya Harto.
Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”
Besok Paman akan datang.
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
23. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk
hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau
penyapaan.

21
Misalnya :
Kita harus menghormati bapak dan ibu.
Semua kakak dan adik saya sudah sukses.
24. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti anda.
Misalnya :
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Frasa adalah kelompok kata / gabungan dua kata atau lebih yang
membentuk satu kesatuan dan memiliki satu makna gramatikal.
Huruf kapital disebut juga huruf besar. Huruf kapital adalah huruf
yang berukuran dan berbentuk khusus (lebih besar dari huruf biasa),
biasanya digunakan sebagai huruf pertama dari kata pertama dalam
kalimat, huruf pertama nama diri, dan sebagainya.

B. Saran
Semoga makalah tentang frasa dan penulisan huruf kapital ini
dapat bermanfaat, dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari
untuk menulis dengan baik dan benar juga dapat sebagai pedoman.

23
DAFTAR PUSTAKA

 Arifin, Zaenal dan Junaiyah. 2008. Frasa . Jakarta: Grasindo


 Diakses dari https://rachmadrivai.wordpress.com/2011/05/07/sintaksis-
bahasa-indonesia-frasa/ (28-02-2017 pukul 23.28)
 Diakses dari
https://www.academia.edu/11431080/makalah_pemakaian_huruf_dan_pen
ulisan_kata_bahasa_indonesia (29-02-2017 pukul 08.00)

24

Anda mungkin juga menyukai