Anda di halaman 1dari 14

DESKRIPSI PERMASALAHAN LINGKUNGAN

PENCEMARAN SUNGAI OLEH LIMBAH CAIR PABRIK TAHU DI KELURAHAN


PAKUNDEN KOTA BLITAR
Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah
PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Dosen pengampu :
Muhammad Iqbal Filayani, M.Si.

Disusun oleh :
1. Mokhamammad Fajar Iskandar 12208183046
2. Adi Putra Pratama 12208183092
3. Lutfi Eka Nur Laili 12208183105
4. Rahardian Zulfi Bayu N. 12208183108
5. Muhammad Ali Mukhsin Lubis 12208183125

JURUSAN TADRIS
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MARET 2021
A. Baku Mutu Lingkungan
1. Pengertian
Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Baku
lingkungan hidup hidup merupakan standar untuk menentukan kapan suatu media
lingkungan dikatakan cemar (baku mutu ambien) atau kapan sebuah buangan limbah
dikatakan mencemari (baku mutu emisi/limbah). Baku mutu lingkungan hidup terdiri atas
dua kategori, yaitu:
a. Baku Mutu Ambien/Kualitas Lingkungan
Merupakan standar kapan lingkungan pada batasan tertentu dan waktu tertentu
dikatakan tercemar. Baku mutu ambien terdiri atas:
1) Baku mutu air
Baku mutu air dinilai dengan menghitung indeks pencemaran air. Indeks
pencemaran juga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan perbaikan kualitas
badan air apabila terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar.

PIj = Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij
Ci = konsentrasi parameter kualitas air ke i
Lij = konsentrasi parameter kualitas air i yang dicantumkan dalam baku mutu
peruntukan air j
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dari pengendalian pencemaran pada bagian ketiga pasal 8, disebutkan
klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4, yaitu :
a) Kelas satu : air dapat digunakan sebagai air minum
b) Kelas dua : air dapat digunakan sebagai prasarana/sarana rekreasi air
c) Kelas tiga : air dspst digunsksn untuk budidaya ikan air tawar, peternakan,
mengairi tanaman
d) Kelas empat : air untuk mengairi tanaman
Nilai PIj > 1 artinya bahwa air sungai tersebut tidak memenuhi kriteria
kualitas air I Penghitungan Indeks Kualitas Air (IKA) dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:

1. Setiap titik pantau pada lokasi dan waktu pemantauan kualitas air sungai
dianggap sebagai satu sampel;
2. Indeks pencemaran (PIj) dihitung pada setiap sampel untuk parameter TSS,
DO, BOD, COD, Total Phosphat, Fecal Coli dan Total Coliform. Hasil
penghitungan indeks pencemaran untuk setiap parameter dibandingkan
dengan status mutu air (Kepmen LH No. 115/2003),
3. Penentuan IKA berdasarkan nilai dari PIj sebagai berikut:
a. IKA = 100, untuk PIj<=1,
b. IKA = 80, untuk PIj>1 dan PIj<=4,67 (4,67 adalah nilai PIj dari baku
mutu kelas II terhadap kelas I),
c. IKA = 60, untuk PIj>4,67 dan PIj<=6,32 (6,32 adalah nilai PIj dari baku
mutu kelas III terhadap kelas I),

d. IKA = 40, untuk PIj>6,32 dan PIj<=6,88 (6,88 adalah nilai PIj dari baku
mutu kelas IV terhadap kelas I),
e. IKA = 20, untuk PIj>6,88.
4. Selanjutnya Nilai IKA setiap propinsi dihitung dari rata-rata IKA semua
sampel dalam propinsi tersebut.

2) Indeks kualitas udara


Kecenderungan penurunan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia
telah terlihat dalam beberapa dekade terakhir yang dibuktikan dengan data hasil
pemantauan khususnya partikel (PM10, PM2.5) dan oksidan/ozon (O3) yang
semakin meningkat. Penyusunan dan penghitungan indeks kualitas udara
ditujukan:
- sebagai pelaporan kualitas udara yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan
informasi yang mudah dipahami kepada masyarakat tentang kondisi kualitas
udara
- sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan pengelolaan kualitas udara yang
tujuannya menlindungi manusia dan ekosistem.
Indeks kualitas udara pada umumnya dihitung berdasarkan lima pencemar utama
yaitu oksidan/ozon di permukaan, bahan partikel, karbon monoksida (CO), sulfur
dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida (NO2). Namun pada saat ini penghitungan
indeks kualitas udara menggunakan dua parameter yaitu NO2 dan SO2. Parameter
NO2 mewakili emisi dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar
bensin, dan SO2 mewakili emisi dari industri dan kendaraan diesel yang
menggunakan bahan bakar solar serta bahan bakar yang mengandung sulfur
lainnya.
Penghitungan Indeksnya adalah dengan membandingkan nilai rata-rata tahunan
terhadap standar European Union (EU) Directives. Apabila nilai indeks > 1,
berarti bahwa kualitas udara tersebut melebihi standar EU. Sebaliknya apabila
nilai indeks ≤ 1 artinya kualitas udara memenuhi standar EU.
Tabel 1. Standar Kualitas Udara Berdasarkan EU Directives

Air Quality Index Value


(IEU)

EU Standards are exceeded by one pollutant or more >1

EU Standards are fulfilled on average 1

The situation is better than the norms requirements on average <1

Standar kualitas udara EU Directive ini saat ini masih diperhitungkan sebagai
dasar penentuan baku mutu oleh World Health Organisation (WHO).
Tabel 2. Baku Mutu Udara Berdasarkan WHO

No Pollutant Target Value/ Limit Value

1 NO2 Year average is 40 μg/m3

2 PM10 Year average is 40 μg/m3


3 PM10 daily Number of daily averages above 50 μg/m3 is 35 days

4 Ozone 25 days with an 8 hour average value>=120 μg/m3

5 PM2,5 Year average is 20 μg/m3

6 SO2 Year average is 20 μg/m3

7 Benzene Year average is 5 μg/m3

8 CO -

Selanjutnya indeks udara model EU (IEU) dikonversikan menjadi Indeks Kualitas Udara
(IKU) melalui persamaan sebagai berikut:

data kualitas udara yang diukur merupakan data konsentrasi pencemar. Sehingga
harus dilakukan konversi ke dalam konsentrasi kualitas udara, dengan melakukan
pengurangan dari 100 persen
3) Indeks kualitas tutupan lahan
Indeks kualitas tutupan lahan (IKTL) merupakan penyempurnaan dari indeks
tutupan hutan (ITH) yang digunakan pada tahun-tahun sebelumnya. penyusunan
yang telah diberikan bobot. IKTL dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
IKTL = Indeks Kualitas Tutupan Lahan

ITH = Indeks Tutupan Hutan

IPH = Indeks Performance Hutan


IKT = Indeks Kondisi Tutupan Tanah

IKBA = Indeks Konservasi Badan Air


IKH = Indeks Kondisi Habitat

Indeks Tutupan Hutan (ITH)

Berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999, bahwa setiap provinsi minimal


memiliki kawasan hutan sekitar 30 persen dari luas wilayah. Dalam
perhitungan ITH ini, diasumsikan bahwa daerah yang ideal memiliki
kawasan hutan adalah Provinsi Papua pada tahun 1982 (84,3% dari luas
wilayah administrasinya). Asumsi yang digunakan dalam penghitungan ITH,
bahwa daerah-daerah yang memiliki kawasan hutan 30 persen dari luas
wilayah administrasinya diberi nilai 50. Sedangkan yang nilai ITH tertinggi
(100) adalah daerah yang memiliki kawasan 84,3 persen dari luas wilayah
administrasinya. Penghitungan indeks tutupan hutan diawali dengan
melakukan penjumlahan luas hutan primer dan hutan sekunder untuk setiap
provinsi. Penghitungan indeks tutupan hutan menggunakan rumus:

Keterangan:

TH = Tutupan Hutan

LTH = Luas Tutupan Hutan

LWP = Luas Wilayah Provinsi

Kemudian dilakukan konversi persentase yang merupakan perbandingan


luas tutupan hutan dengan luas wilayah provinsi melalui persamaan
sebagai berikut:

Keterangan:

ITH = Indeks Tutupan Hutan

TH = Tutupan Hutan
Indeks Performance Hutan (IPH)
Indeks Performance Hutan (IPH) untuk setiap provinsi diperoleh dari
agregat nilai bobot per luas poligon terhadap luas wilayah total (area-
weighted aggregated). Nilai indeks pada areal yang tidak mengalami
perubahan pada periode tertentu diberi nilai = 50. Perhitungan nilai IPH
setiap provinsi menggunakan persamaan sebagai berikut :

Indeks Kondisi Tutupan Tanah (IKT)

IKT merupakan nilai dari fungsi tutupan lahan atau tanah terhadap
konservasi tanah dan air. Indeks ini terkait dengan parameter koefisien
tutupan lahan (C) dalam perhitungan erosi tanah atau air limpasan. Nilai
parameter C ditentukan berdasarkan fungsi konservasi tanah dan air.

Nilai indeks kondisi tanah dihitung dengan memberikan nilai indeks


terbesar sebesar 100 dan terkecil sebesar 50. Nilai IKT dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
IKT = (1 – C x 0,625) x 100
Indeks Konservasi Badan Air (IKBA)

IKBA merupakan fungsi dari sempadan sungai/danau dalam menjaga


kualitas badan air. Nilai IKBA dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:

Keterangan :
IKBA :Indeks Konservasi Badan Air

LTH :Luas Tutupan Hutan

Indeks Kondisi Habitat (IKH)


IKH mencerminkan kondisi keanekaragaman hayati di suatu tempat,
sehingga secara tidak langsung mengukur kondisi habitat adalah
mengukur tingkat keanekaragaman hayati yang ada di tempat tersebut.
Dalam penilaian kualitas lahan/lanskap ini hanya satu indeks yang
digunakan yaitu Total Core Area Index (TCAI) dengan rentang nilai 0 –
100%.

Keterangan:

TCAI = Total Core Area Index

a c = Patch dengan core area


ij
aij = Patch

b. Baku Mutu Effluent / Emisi


Merupakan standar seberapa pekat (dan seberapa banyak) buangan limbah yang boleh
dibuang ke media lingkungan. Baku mutu effluent / emisi jauh lebih beragam
dibandingkan dengan baku mutu ambien, mengingat baku mutu emisi ini ditetapkan
berdasarkan usaha dan/atau kegiatannya. Berbeda kegiatan, berbeda pula ragam
cemaran yang dikeluarkan, sehingga parameter yang diatur dalam baku mutu emisi
juga berbeda-beda. Baku mutu effluent / emisi secara umum terdiri atas:
1) Baku mutu air limbah
2) Baku mutu emisi sumber bergerak
3) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak
4) Baku mutu gangguan
2. Fungsi Baku Mutu Lingkungan
Fungsi baku mutu lingkungan di antaranya adalah :
a. Merupakan tingkat mutu lingkungan (air, tanah, udara) yang diharapkan untuk
suatu peruntukan (tujuan)
b. Merupakan arahan serta pedoman untuk menentukan langkah-langkah-langkah
pengendalian pencemaran lingkungan baik air, tanah maupun udara
3. Langkah-langkah menyusun baku mutu lingkungan
Untuk menyusun baku mutu lingkungan dapat mengikuti langkah-langkah berikut :
a. Identifikasi penggunaan sumberdaya atau media ambien yang harus dilindungi
(air, tanah, atau udara)
b. Merumuskan formulasi kriteria dengan menggunakan kumpulan dan pengolahan
informasi ilmiah
c. Merumuskan baku mutu ambien dari hasil penyusunan kriteria
d. Merumuskan baku mutu effluent (limbah) yang boleh dilepaskan ke dalam
lingkungan
e. Membentuk program pemantauan dan pengumpulan berbagai informasi guna
penyempurnaan atau perbaikan data dan juga sebagai umpan balik.
B. Pencemaran sungai oleh limbah cair pabrik tahu
Pabrik tahu konveksional milik masyarakat menjadi salah satu penyumbang
limbah disungai. Limbah pabrik tahu terdapat dua macam jenisnya, yaitu limbah padat
dan limbah cair. Limbah padat ini yang berasal dari ampas kedelai dan umumnya
digunakan sebagai pakan ternak atau diolah sebagai bahan makanan yang umum seperti
tempe enjoss atau tempe gembos.
Sedangkan limbah cair berasal dari proses sortasi, perendaman, dan pengupasan
kulit, pencucian, penggilingan, perbusan, dan penyaringan. Pada umumnya limbah cair
ini akan dibuang begitu saja ke sungai tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu.
Hal ini sangat disayangkan karena limbah cair tahu dapat berdampak buruk terhadap
lingkungan dan limbah tahu ini juga memiliki kandungan protein tinggi yang berpotensi
untuk menjadi produk lain yang bernilai ekonomis.

Pengamatan Sungai di Kelurahan Pakunden, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar

Kelompok kami mengambil objek pengamatan lingkungan akuatik atau sungai


yang berlokasi didaerah Jalan Kali Krasak, Kelurahan Pakunden Kec. Sukorejo, Kota
Blitar, Provinsi Jawa Timur. Pengamatan dilaksanakan pada hari Minggu, 28 Maret 2021
pada pukul 10.00 WIB. Dapat dilihat gambar 1.1 dan gambar 1.2

Gambar 1.1 Titik Lokasi Pengamatan Berdasarkan Google Maps


Keterangan
Lokasi : Jalan Kali Krasak, Kelurahan Pakunden Kec. Sukorejo, Kota
Blitar
Objek penelitian : Sungai
Permasalahan : Pencemaran Air Sungai Pakunden Oleh Limbah Tahu

Gambar 1.2 Saluran Pembuangan Limbah Cair Tahu

Sungai yang terletak di Kelurahan Pakunden ini merupakan sungai yang tidak
terlalu besar tetapi sungai tersebut mengalir di sepanjang antar kelurahan. Sungai tersebut
tidak sekedar menjadi tempat tinggal organisme seperti ikan tetapi juga banyak
masyarakat memanfaatkan sungai tersebut untuk mencari ikan untuk dikonsumsi.
Berdasarkan gambar 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa saluran limbah tahu langsung
dialirkan atau dibuang ke sungai artinya limbah tahu yang akan dibuang langsung menuju
ke sungai lepas dan keadaan tersebut menjadi titik pengamatan kami untuk Analisa
permasalahan lingkungan akuatik. Dampak pembuangan limbah cair tahu tanpa
pengolahan terlebih dahulu menimbulkan gangguan terhadap lingkungan. Sungai
Pakunden sebelum dialiri limbah tahu warna air masih terlihat jernih dan bersih, dan
setelah terdapat buangan limbah tahu air berubah warna menjadi keruh dan berbusa. Hal
ini dikarenakan terdapat suspense zat organic dengan ukuran molekul cukup besar dari
hasil buangan limbah tahu tersebut.
Kandungan protein limbah tahu yang cukup tinggi menyebabkan parasit mudah
berkembang diperairan sungai Pakunden dan menyebabkan gangguan Kesehatan pada
ikan-ikan penghuni sungai tersebut. Proses pembusukan molekul protein dan sisa-sisa zat
organic selain menyuburkan parasite juga menimbulkan bau tak sedap. Dengan kualitas
air yang dapat dikatakan sangat buruk ini tentu masyarakat tidak dapat memanfaatkan
sungai Pakunden untuk keperluannya seperti memancing ikan, irigasi,dll. Selain dinilai
kotor, parasite dan pathogen sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Dapat dilihat
gambar 1.3
Berikut tabel pengamatan sungai Pakunden :

No. Indikator Deskripsi/Keterangan


1. Warna Keruh
2. Bau Tidak Sedap
3. Bentuk Air Berbusa
4. Biota Sungai Ikan terkena penyakit
disebabkan oleh parasite
sehingga mengalami
kematian.

Gambar 1.3 Visualisasi Sungai Pakunden


Baku Mutu Limbah Cair pabrik Tahu
Berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No 5
Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik (Berita Negara Republik
Indonesia , 2024 No. 1815). Kualifikasi aman dilepaskan ke sungai untuk pengelolaan
kedelai khususnya tahu harus memiliki kriteria sebagai berikut :
a. BOD (Biochemical Oxygen Demond)
b. COD (Chemical Oxygen Demand)
c. TSS
d. TDS
e. Suhu
f. Ph
g. Debit Limbah Paling Banyak(m3/ton)

Be
rdasarkan hasil pengukuran parameter pada limbah cair pabrik tahu di Sungai Pakunden
diperoleh nilai :

Parameter Nilai Baku Mutu Hasil pengukuran


BOD 150 mg/L Belum
COD 300 mg/L Belum
TSS 200 mg/L Belum
TDS 2000 Belum
Suhu +- 3o C Terhadap Suhu Belum
Udara
pH 6-9 Belum
Kuantitas air limbah 20 m3/ton bahan baku Belum
(m3/ton bahan baku)

DAFTAR RUJUKAN

Effendy, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988

Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan.

MetCalf and Eddy. 1972. Waste Water Engineering Collection Treatment Disposal. MC graw

Hill Book Company, London.

Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta No. 7 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah

Anda mungkin juga menyukai