02 Juklak Pengukuran GCP V20180727
02 Juklak Pengukuran GCP V20180727
BAB I PENDAHULUAN
A. Penjelasan Umum
Berdasarkan UU No. 4 tentang Informasi Geospasial khususnya pada pasal 7
menyebutkan bahwa Peta Rupabumi Indonesia (RBI) merupakan salah satu komponen
Informasi Geospasial Dasar (IGD). IGD diselenggarakan secara bertahap dan sistematis
untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wilayah yuridiksinya.
Kebutuhan penyediaan peta RBI skala besar khususnya skala 1:5.000 terutama di
seluruh wilayah Indonesia memerlukan percepatan dalam pelaksanaannya. Salah satu
bentuk percepatan penyediaan peta RBI skala besar adalah percepatan penyediaan data
dasar dengan penyediaan citra tegak resolusi sangat tinggi sebagai alternatif pendukung
data foto udara.
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2012 tentang Penyediaan,
Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan dan Distribusi Data Satelit
Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi, yang menyatakan bahwa Badan Informasi
Geospasial (BIG) berkewajiban untuk menyediakan citra tegak satelit penginderaan jauh
resolusi tinggi untuk keperluan survei dan pemetaan nasional.
Citra satelit resolusi sangat tinggi yang digunakan untuk pembuatan peta dasar
skala 1:5.000 harus dilakukan koreksi terlebih dahulu untuk menghilangkan distorsi akibat
sudut pengambilan citra dan ketinggian (relief) di atas permukaan bumi. Proses koreksi
yang disebut dengan orthorektifikasi citra ini memerlukan GCP (Ground Control Point atau
Titik Kontrol Tanah) yang tersebar di daerah cakupan citra dengan jumlah dan sebaran
tertentu tergantung luasan dan posisi citranya. Di samping GCP, juga diperlukan
pengukuran ICP (Independent Check Point atau Titik Uji Independen) yang akan
digunakan untuk menguji hasil orthorektifikasi nantinya.
Pada tahun 2014, Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim sudah mulai
mengadakan kegiatan pengukuran GCP untuk keperluan orthorektifikasi citra SPOT yang
memiliki resolusi 1,5 m. Mulai tahun 2015, BIG menggunakan citra resolusi yang lebih
tinggi yaitu 0,5-0,65 m yang memerlukan titik kontrol (GCP dan ICP) yang lebih rapat.
Oleh karena itu, Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim, mengadakan kegiatan
penyediaan data perapatan titik kontrol yang akan digunakan untuk proses orthorektifikasi
citra satelit resolusi sangat tinggi.
1 dari 11
2. Terbentuknya kesamaan pemahaman terhadap hasil yang hendak dicapai dalam
pelaksanaan penyediaan data perapatan titik kontrol untuk orthorektifikasi.
3. Menetapkan tolak ukur yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan penyediaan data
perapatan titik kontrol untuk orthorektifikasi.
C. Ruang Lingkup
Petunjuk pelaksanaan tahapan persiapan pengukuran GCP pekerjaan penyediaan
data perapatan titik kontrol untuk orthorektifikasi ini terdiri dari subtahapan sebagai
berikut:
1. Persiapan alat dan personil tahapan pengukuran GCP
2. Mobilisasi pengukuran GCP
3. Koordinasi dengan instansi terkait
4. Pemasangan dan pengukuran titik ikat bantu (jika ada)
5. Pengukuran GCP/ICP
6. Pengolahan data pengukuran GCP/ICP
7. Pembuatan deskripsi ICP dan /ICP
8. Demobilisasi pengukuran GCP
9. Pelaporan tahapan pengukuran GCP
2 dari 11
BAB II PELAKSANAAN
3 dari 11
a. Membantu Ketua Tim Pelaksana dalam hal administrasi pekerjaan
b. Bertanggung jawab kepada Ketua Tim Pelaksana
5. Asisten Surveyor Pengukuran
a. Mengisi personal logbook dalam setiap pelaksaan pekerjaan
b. Mengisi formulir logsheet
c. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pengukuran
d. Membantu surveyor pengukuran dalam melaksanakan tugasnya
e. Bertanggung jawab kepada Koordinator Pengukuran GCP
6. Tenaga Lokal (opsional)
a. Membantu pelaksanaan pemasangan titik ikat baru
b. Bertanggung jawab kepada Koordinator Pengukuran GCP
Hasil penyiapan personil dan peralatan dicatat pada formulir pemeriksaan alat
dan personil yang ditanda tangan oleh masing-masing personil. Disediakan dalam cetak
(asli) dan kemudian discan untuk disimpan dalam pdf sebagai hasil digitalnya.
4 dari 11
kontrol. Koordinasi dimaksudkan dengan menyampaikan surat pemberitahuan
pelaksanaan kegiatan kepada Pemerintah Provinsi terkait dan dicatat pada tanda terima
surat. Selain itu, melakukan koordinasi jika titik-titik yang direncanakan ternyata berada di
dalam instansi/ perusahaan/ lingkungan pribadi, dengan mengkomunikasikan keperluan
pelaksanaan pekerjaan supaya dapat diizinkan melaksanakan pendirian alat, perekaman
data dan pendokumentasian kegiatan.
Jika ditemui kendala, maka dikomunikasikan kepada tim BIG yang ditugaskan untuk
mendampingi pelaksanaan kegiatan.
Data yang harus diperoleh di lapangan untuk titik ikat bantu adalah:
1. Log sheet (formulir pengukuran) yang sudah terisi disertai dengan foto
5 dari 11
dokumentasi
2. Data pengamatan GNSS untuk titik ikat bantu
E. Pengukuran GCP/ICP
Pelaksanaan pengukuran GCP/ICP dilakukan dengan memperhatikan ketentuan
sebagai berikut:
1. Alat ditempatkan pada obyek yang telah direncanakan sesuai dengan AOI yang
dibawa, serta sesuai dengan pembagian kerja yang telah ditentukan:
a. Jika data sebaran titik sudah di upload di aplikasi google maps atau
semacamnya, tim survei melakukan navigasi ke arah titik yang akan diukur
melalui google maps. Menuju ke lokasi dapat dilakukan juga dengan
melihat AOI, terdapat koordinat pendekatan yang menunjukkan lokasi titik
yang akan dituju.
b. Setelah mendekati titik yang dimaksud, kemudian mencocokkan
kenampakannya dengan AOI (bisa menggunakan AOI cetak, kalau kurang
jelas, maka menggunakan AOI yang digital, dan apabila diperlukan dapat
melihat raw data citra).
c. Jika obyek yang dimaksud masih sesuai dengan kenampakan di citra,
maka alat ditempatkan pada obyek yang dimaksud dengan memperhatikan
kondisi sekitar: misalnya apakah ada bangunan, tumbuhan atau obyek
tinggi lainnya yang diperkirakan akan menutupi jangkauan penerimaan
sinyal alat yang digunakan
d. Jika obyek yang direncanakan tidak dapat diakses atau karena adanya
perubahan kondisi lapangan, dan faktor-faktor lainnya. Pengukuran
GCP/ICP dilanjutkan menuju titik cadangan dalam hal titik cadangan juga
tidak bisa digunakan, maka dilakukan reposisi titik. Reposisi titik diatur
pada bagian 5.
2. Pengukuran titik kontrol menggunakan metode statik diferensial dengan bentuk
radial dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengukuran titik kontrol bersifat independen antar titik pengamatan
(baseline dibentuk dengan stasiun CORS atau pilar JKG terdekat).
b. Lama pengamatan tiap titik kontrol disesuaikan dengan panjang baseline
6 dari 11
ROVER i. GNSS Receiver terikat dengan BASE.
(titik kontrol) ii. Elevation mask diset 10o
iii. Interval perekaman data per ≤ 15 detik.
BASE harus dipastikan menyala pada saat ROVER melakukan pengukuran dan
dimatikan setelah semua ROVER selesai melakukan perekaman.
File hasil pengamatan memperhatikan hal- hal sebagai berikut:
a. Nama file raw: <namatitik>.xx, dimana xx adalah jenis file ekstensi sesuai
dengan alat masing-masing yang digunakan
b. Satu titik dalam satu DOY (Day Of Year) memiliki 1 RINEX
c. Header RINEX berisikan informasi yang sesuai dengan logsheet (tipe dan
SN (serial number) receiver, tipe dan SN antena, tinggi alat)
d. Penamaan file RINEX untuk titik control (GCP dan ICP): G1234DOY
Keterangan: G atau I : GCP atau ICP
7 dari 11
c. Foto obyek jauh yang menunjukkan arah utara dengan jarak ± 15m dari
obyek yang dapat menggambarkan kenampakan obyek. Foto titik ROVER
diperlukan untuk keperluan identifikasi pada saat proses pengolahan
orthorektifikasi, sedangkan untuk BASE diperlukan untuk memastikan
bahwa titik tidak berpindah posisi dari yang tercatat di BIG.
d. Data pengamatan titik kontrol disimpan dalam format RAW sesuai dengan
peralatan yang digunakan lalu dikonversi ke dalam format RINEX.
e. Rekap hasil pengukuran per hari untuk setiap tim beserta kelengkapan file
pendukungnya. Rekap harian dicatat pada log pengukuran.
f. Untuk efisiensi pelaksanaan pekerjaan, pelaksana melakukan kompilasi
hasil pengukuran (data perekaman GNSS dan dokumentasinya), rekap,
evaluasi dan QC internal harian untuk memastikan bahwa titik yang diukur
setiap harinya telah sesuai dengan spesifikasi. Dan jika ada yang belum
sesuai, maka dapat dilakukan pengukuran ulang pada saat di lapangan.
5. Reposisi titik:
a. Pelaksana pekerjaan wajib menyampaikan kepada Tim BIG bila terdapat
titik kontrol yang tidak dapat diukur sesuai rencana (reposisi) karena
ternyata tidak dapat diakses atau karena adanya perubahan kondisi
lapangan, dan faktor-faktor lainnya. Reposisi tetap harus memperhatikan
ketentuan sebagai berikut:
i. Berdasarkan sebaran titik dari Pemberi Kerja
ii. Obyek dapat diidentifikasi secara jelas dan akurat baik pada citra
dan di lapangan. Citra yang dimaksud adalah citra yang diberikan
oleh Pemberi Kerja.
iii. Obyek harus berada pada permukaan tanah
iv. Obyek bukan merupakan bayangan
v. Obyek tidak memiliki pola yang sama
vi. Obyek merupakan permanen dan diam serta diyakini tidak akan
mengalami perubahan atau pergeseran pada saat pengukuran
GNSS
vii. Bentuk obyek harus jelas dan tegas.
viii. Warna obyek harus kontras dengan warna disekitarnya.
ix. Terdapat akses menuju lokasi titik kontrol
x. Bukan berada di sudut atau pojok yang tertutup atap bangunan
xi. Mempertahankan sebaran titik kontrol untuk keperluan pengolahan
orthorektifikasi
xii. Mendapatkan persetujuan dari Pemberi Kerja
8 dari 11
b. Untuk titik reposisi, pelaksana membuat AOI reposisi sesuai dengan
ketentuan:
i. Penomoran AOI disesuaikan dengan ketentuan dari Pemberi Kerja.
Dengan menambahkan huruf R. Contoh: ABC1234_R.jpg untuk
AOI reposisi dari titik GCP ABC1234 dan IABC1234_R.jpg untuk
AOI reposisi dari titik ICP IABC1234
ii. Layout cetak AOI sesuai dengan yang diberikan oleh Pemberi
Kerja. Cetak dapat diserahkan setelah demobilisasi tim kerja
c. Prosedur pengukuran titik kontrol dengan reposisi sama dengan pada
bagian 2, 3 dan 4.
Data yang harus diperoleh di lapangan untuk pengukuran titin kontrol adalah:
1. Log sheet (formulir pengukuran) BASE dan ROVER yang sudah terisi disertai
dengan foto dokumentasi
2. Data pengamatan GNSS titik kontrol dalam format raw sesuai alat yang digunakan
dan rinex
Hasil pelaksanaan subtahapan pekerjaan ini adalah file deksripsi titik kontrol yang
disimpan dalam format pdf.
9 dari 11
10 dari 11
BAB III PENUTUP
11 dari 11