Anda di halaman 1dari 8

Disusun oleh :

Agri Kristal (19/449587/PTK/12846)

TUGAS RESUME EKSTRAKSI INFORMASI CITRA

A. Penginderaan Jauh

Konsep dasar penginderaan jauh meliputi sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga
dengan obyek di permukaan bumi, sensor, sistem pengolahan data, dan berbagai
penggunaan data. Menurut Lilesand et al. (2004) mengatakan bahwa penginderaan
jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah,
atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak
langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Dalam penginderaan jauh
didapatkan masukan data atau hasil dari suatu observasi yang disebut citra. Citra
dapat diartikan sebagai gambaran yang tampak dari suatu obyek yang sedang diamati,
sebagai hasil liputan dan rekaman suatu alat pemantau.

Jenis Penginderaan Jauh


1. Penginderaan jauh sensor aktif
Sistem penginderaan jauh aktif adalah sistem yang memiliki energi sendiri dari
sensornya. Sensor pada sistem ini mengeluarkan gelombang elektromagnetik
kemudian mengenai objek dan dipantulkan kembali ke sensor. Berikut ilustrasi dari
penginderaan jauh sensor aktif :

Sumber : Lillesand & Kiefer, 2004


2. Penginderaan jauh sensor pasif
Penginderaan jauh sistem pasif adalah sistem penginderaan jauh yang menggunakan
bantuan energi matahari sebagai sumber tenaga utamanya. Pada sistem ini penyiaman
atau peliputan hanya dapat dilakukan pada siang hari karena bergantung pada sinar
matahari. Berikut ilustrasi dari penginderaan jauh sensor pasif:

Sumber : Lillesand & Kiefer, 2004

B. Resolusi Citra

Terdapat beberapa resolusi citra, antara lain :


1. Resolusi spasial
Merupakan ukuran terkecil obyek di lapangan yang dapat direkam pada data digital
maupun pada citra. Pada data digital resolusi dilapangan dinyatakan dengan pixel.
Semakin kecil ukuran terkecil yang dapat direkam oleh suatu sistem sensor, berarti
sensor itu semakin baik karena dapat menyajikan data dan informasi yang semakin
rinci. Resolusi spasial yang baik dikatakan resolusi tinggi atau halus, sedang yang
kurang baik berupa resolusi kasar atau rendah (Suwargana,2013).
Pada pemetaan skala rinci dibutuhkan data penginderaan jauh dengan resolusi spasial
yang tinggi pula. Akan tetapi dengan resolusi spasial tinggi pada data penginderaan
jauh informasi objek semakin detail, maka penggunaan informasi spektral atau
berdasarkan rona warna saja semakin sulit dipergunakan dalam klasifikasi secara
digital.
Dalam menentukan range resolusi, ada tiga tingkat ukuran resolusi yang perlu
diketahui, yaitu:
a. Resolusi spasial tinggi, berkisar : 0.6-4 m.
b. Resolusi spasial menengah, berkisar : 4-30 m
c. Resolusi spasial rendah, berkisar : 30 - > 1000 m (Suwargana, 2013).

2. Resolusi radiometrik
Resolusi radiometrik dapat diartikan sebagai julat (range) representasi/kuantisasi data,
yang biasanya dipergunakan untuk format raster. Julat tersebut dapat berupa 2 bit
(0-1), 3 bit (0-3), 4 bit (0-15), 5 bit (0-31), 6 bit (0- 63), 7 bit (0-127), 8 bit (0-255), 10
bit (0-1023), 16 bit (0-65535). Semakin besar bit yang dimiliki oleh suatu sensor,
maka sesnsor tersebut dapat dikatakan mempunyai resolusi radiometrik yang tinggi
(Syah,2010). Resolusi radiometrik ialah kemampuan sensor dalam mencatat respons
spektral objek. Sensor yang peka dapat membedakan selisih respons yang paling
lemah sekalipun. Kemampuan sensor ini secara langsung dikaitkan dengan
kemampuan koding, yaitu mengubah intensitas pantulan atau pancaran spektral
menjadi angka digital. Semakin tinggi resolusi radiometrik yang dimiliki maka akan
semakin tinggi pula kemampuan untuk membedakan objek-objek di permukaan bumi
(Hernan, 2016).
3. Resolusi spektral
Resolusi spektral menunjukkan kerincian λ yang digunakan dalam perekaman obyek.
Contoh resolusi spektral SPOT-XS lebih rinci daripada SPOT-P. Keunggulan citra
multispektral ialah meningkatkan kemampuan mengenali obyek karena perbedaan
nilai spektralnya sering lebih mudah dilakukan pada saluran sempit. Tiga data multi
spektral hitam putih dapat dihasilkan citra berwarna. Apabila data multispektral itu
tersedia dalam digital akan dapat diolah dengan bantuan komputer. Kelemahannya
ialah bahwa resolusi spasialnya menjadi lebih rendah. Artinya antara resolusi spasial
dan resolusi spektral terjadi hubungan berkebalikan.

4. Resolusi temporal
Resolusi temporal diartikan sebagai lamanya waktu bagi sensor satelit untuk
mengindera daearah yang sama untuk yang kedua kalinya. Satuannya biasanya adalah
hari. Semakin banyak jumlah hari yang diperlukan untuk mengindera daerah yang
sama maka semakin rendah resolusi temperolanya, dan sebaliknya. Resolusi temporal
dalam citra berguna dalam mendeteksi perubahan lahan. Adanya dinamika kondisi
lahan sehingga menyulitkan dalam klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan sebuah
data penginderaan jauh. Dengan kondisi objek yang memiliki perubahan kondisi yang
tinggi, maka untuk klasifikasi penggunaan lahan membutuhkan model pengolahan
dengan melibatkan data penginderaan jauh beberapa temporal.

C. Pengolahan Citra
Koreksi geometrik adalah koreksi dasar citra yang dilakukan agar citra memiliki
sifat-sifat peta dalam bentuk, skala, dan proyeksi dengan cara mengembalikan posisi
masing-masing piksel pada gambar objek di permukaan bumi. Sedangkan koreksi
radiometrik adalah koreksi dasar citra yang dilakukan untuk menghilangkan noise
yang terdapat pada citra sebagai akibat dari adanya distorsi oleh posisi cahaya
matahari, dan salah satu contoh citra satelit yang memerlukan proses ini adalah citra
Satelit Landsat. Koreksi geometrik dalam penelitian ini adalah menggunakan metode
non-parametric, yakni dengan menggunakan hubungan polynomial antara koordinat
pada piksel citra terhadap titik koordinat yang sebenarnya. Tahapan yang dilakukan
dalam koreksi geometrik secara non-parametric meliputi proses rektifikasi dan
resampling. Proses rektifikasi merupakan proses meletakkan posisi piksel citra
kedalam posisi yang sebenarnya.

D. Klasifikasi Citra

Interpretasi citra adalah kegiatan atau perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan
maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut.
Interpretasi citra dapat dilakukan secara visual maupun digital.
Adanya tuntutan akurasi yang tinggi dari informasi yang dihasilkan dari penginderaan
jauh yang memiliki keterbatasan informasi spasial, rona warna, tekstur, maupun
kondisi objek secara temporal sehubungan dengan citra penginderaan jauh dihasilkan
berdasarkan waktu akuisisi tertentu, menuntut adanya pemilihan metode klasifikasi
dan model pengolahan datanya yang tepat (Kushardono 1996a).

Secara umum identifikasi lahan dapat dilakukan melalui data penginderaan jauh
dengan tiga cara sebagai berikut:
a. klasifikasi visual, yaitu identifikasi melalui tampilan citra satelit oleh mata manusia
berdasarkan pola yang ada dalam citra diklasifikasi dan dilakukan pembuatan garis
garis batas antar kelas (zonasi), cara visual ini baik untuk ekstraksi spasial, tetapi
hasilnya ditentukan pengalaman interpreternya dan membutuhkan waktu lama.
b. Klasifikasi digital, yaitu analisis citra dilakukan dengan bantuan komputer digital
dengan algoritma-algoritma tertentu, kelebihan cara ini adalah waktu proses cepat dan
dapat mengekstraksi besaran fisik dan indeks.
c. Kombinasi metode visual dan digital (man-machine interactive system).

Secara umum klasifikasi digital dibedakan dalam 2 kelas besar, yakni klasifikasi
terbimbing (Supervised) dan klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised).
 Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi digital dimana pengkelasan pola-pola
penutup penggunaan lahan pada citra didasarkan masukan dari operator. Untuk
itu, analisis terlebih dahulu dilakukan untuk menetapkan beberapa training area
(daerah contoh kelas penutup penggunaan lahan) pada citra penginderaan jauh.
Penetapan training data berdasarkan pengetahuan operator terhadap wilayah
dalam citra penginderaan jauh yang menjadi targetnya.
Berikut merupakan gambar ilustrasi klasifikasi terbimbing :

 Metode klasifikasi tidak terbimbing dilakukan pengelompokkan nilai-nilai piksel


pada suatu citra oleh komputer ke dalam kelas-kelas nilai (spektral, temporal,
spasial) dengan menggunakan algoritma klusterisasi. Oleh karena itu, metode
klasifikasi tidak terbimbing sering disebut juga metode clustering. Pada metode
klasifikasi tidak terbimbing, proses pengolahan data didahului dengan operator
melakukan analisis secara visual untuk menentukan jumlah kelas (cluster) yang
akan dibuat. Kemudian setelah mendapatkan jumlah kelas pola lahan, data citra
diolah berdasarkan kelas-kelas nilai dikelompokkan oleh komputer menggunakan
algoritma tertentu. Dari kelas pola yang diperoleh, bisa juga dilakukan
penggabungan beberapa kelas yang dianggap memiliki informasi yang sama
menjadi satu kelas tertentu. Berikut merupakan gambar ilustrasi klasifikasi tidak
terbimbing :
Metode pada masing-masing klasifikikasi terbimbing atau tidak terbimbing dapat
dilihat pada bagan berikut :

Decision tree

Minimun distance
Parametrik
Mahalanobis distance

Berbasis Densitas Maximum Likehood, dll

Nearest Neighbor

Terbimbing Non Parametrik

Neural Network, dll

Berbasis Geometrik Algoritma Firefly

Klasifikasi
Digital

K-Mean

Tidak terbimbing

Isodata, dll
Daftar Pustaka

Lillesand, T.M., Ki.efer, R.W., and Chipman, J. 2004. Remote Sensing and Image
Interpretation. 5th Edition. New York: John Willey and Sons

Kushardono, D. 2017. Klasifikasi Digital Pada Penginderaan Jauh. IPB Press


Kushardono D. 1996a. Study on High Accuracy Land Cover Classification Methods
in Remote Sensing, Disertasi Doktor. Tokai University

Oktaviani, A., Yarjohan. 2016. Perbandingan Resolusi Spasial, Temporal dan


Radiometrik serta Kendalanya, Jurnal Enggano Vol. 1, No. 2, September 2016:
74-79 Prodi Ilmu Kelautan Mahasiwa Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu

Anda mungkin juga menyukai