Anda di halaman 1dari 20

1

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Sistem 3D Scanner

Pemindaian tiga dimensi (3D) merupakan proses pengambilan data berupa


bentuk suatu objek untuk membuat pemodelan 3D dari objek tersebut. Model 3D
yang tercipta pada dasarnya merupakan kumpulan point yang tersusun pada muka
ruang 3D dari objek yang dipindai (Koyuncu & Kullu, 2011). Proses pemindaian 3D
dapat dilakukan secara kontak ataupun non-kontak.

2.1.1. Metode Contact

Metode contact adalah pemindaian yang dikumpulkan dari hasil


sentuhan permukaan objek benda 3D dengan cara melakukan kontak langsung,
mirip dengan meraba dalam sebuah ruangan yang gelap.

Metode ini memiliki keunggulan dalam hal presisi dimana salah satu
contohnya adalah Coordinate Measuring Machine (CMM), metode ini banyak
digunakan dalam perusahaan manufacturing. Proses dari CMM adalah dengan
melakukan kontak langsung antara probe dengan objek yang akan dipindai hal
ini menjadikan kerugian dimana objek yang disentuh dapat mengalami
perubahan bentuk karena kikisan dari probe yang digunakan. Contoh lain dari
metode ini adalah CGI (Computer Generated Imagery).

Kekurangan dari scanner 3D ini adalah perlu melakukan kontak


langsung dengan objek yang ingin dipindai, dimana proses ini dapat secara
tidak langsung merusak objek yang dipindai jika telah rapuh sehingga tidak
disarankan mengunakan metode ini dalam melakukan scan pada benda
berharga atau bersejarah.
2.1.2. Metode Contactless

Metode ini menggunakan proses pemindaian dimana data yang


dikumpulkan merupakan permukaan objek 3D tanpa melakukan kontak
langsung dengan objek. Pemindaian dapat dilkaukan dengan menggunakan
suatu sinar pemancar dan pantulan sinar tersebut akan ditangkap oleh suatu
kamera. Selain menggunakan sinar, teknik ini juga dapat menggunakan suara
seperti ultrasonik.

Dua metode tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-


masing, namun untuk penggunaan umum digunakan metode contactless.
Metode contactless sendiri dapat menerapkan beberapa algoritma, yaitu:

2.1.2.1. Structured Light

Sistem kerja dari metode ini adalah dengan meproyeksikan


sebuah cahaya dengan pola tertentu kepada objek yang akan dipindai.
Cahaya yang diproyeksikan tidak hanya dalam bentuk garis sempit
namun juga dapat berupa suatu pola dua dimensi.

Sebuah garis cahaya yang diproyeksikan pada permukaan


objek akan menghasilkan garis pencahayaan, yang jika dilihat akan
tampak menyimpang dari sisi perspektif lain dibandingkan dari sudut
pandang proyektor. Hasil penyimpangan inilah yang akan digunakan
untuk melakukan merekrontruksi geometri dari bentuk permukaan
objek yang ingin dipindai.
Gambar 2.1 Contoh Set Up Structured Light
(Sumber:( http://images-mediawiki-
sites.thefullwiki.org/06/1/0/5/43784581935689675.png )

Gambar 2.1 menunjukkan salah satu proyeksi dari metode ini


dimana jika dilihat merupakan pengabungan dari beberapa metode
triangulasi, dengan melakukan penghitungan seperti metode triangulasi
maka bisa ditemukan jarak dari titik yang membentuk pola tersebut.

Dilihat dari sudut pandang yang berbeda, pola geometris yang


muncul terdistorsi karena bentuk permukaan objek. Meskipun banyak
varian lain dari proyeksi cahaya terstruktur yang mungkin diterapkan,
pola garis-garis paralel paling banyak digunakan saat ini

Metode ini lebih cepat dan lebih fleksibel jika dibandingakan


dengan metode lain, dimana proyeksi cahaya berpola yang terdiri dari
banyak garis sekaligus, oleh karenanya dimungkinkan untuk
mengakuisisi banyak sampel secara bersamaan.
2.1.2.2. Coded Light

Metode ini dilakukan dengan mengganti salah satu kamera


atau dua kamera yang digunakan dengan perangkat yang
memproyeksikan pola cahaya ke permukaan objek. Perangkat yang
digunakan saat ini adalah proyektor video. Perangkat tersebut
memproyeksikan gambar dengan struktur tertentu sehingga piksel dapat
diatur dengan mudah untuk membedakan gambar dengan menggunakan
local coding. Titik yang terproyeksi gambar akan ditangkap oleh
kamera yang ada.

2.1.2.3. Time-of-flight

Metode ini pada dasarnya melakukan pemindaian dengan


menggunakan laser untuk memindai objek. Kedalaman objek diperoleh
dengan cara menghitung dan membandingkan waktu tempuh yang
dibutuhkan sinar laser yang dipancarkan hingga pantulan diterima oleh
detector (Malhotra, Gupta, & Kant, 2011). Teknik ini dapat memindai
objek dengan jarak yang sangat jauh, tetapi memiliki akurasi yang
kurang baik karena dengan kecepatan cahaya yang mendekati 3x108 m/s
maka jarak tempuh untuk 1 mm hanya sekitar 3,3 picosecond. (Wulf &
Wagner, 2003) membuat penelitian pemindai 3D dengan teknik time-of-
flight dengan jarak pemindaian lebih dari 50 m dan akurasi dalam
tingkat centimeter.

Metode ini biasa digunakan untuk membuat model 3D dari


objek seperti bangunan, formasi batu-batuan, ataupun beberapa objek
landscape lainya. Sistem dapat lebih cepat dalam melakukan
pemindaian, yaitu dapat mengukur jarak sekitar 10.000 hingga 100.000
titik dalam 1 detik.
2.1.2.4. Triangulation

Metode ini pada dasarnya mirip dengan metode time-of-flight


yaitu dengan menggunakan laser sebagai sumber cahaya. Perbedaannya
pada metode ini tidak menggunakan waktu tempuh sebagai parameter
ukuran melainkan memanfaatkan lokasi jatuhnya titik laser pada
permukaan benda (Winkelbach, Molkenstruck, & Wahl).

Letak titik laser dipengaruhi oleh perbedaan jarak permukaan


benda ke sumber laser. Terdapat parameter yang perlu diperhatikan
yaitu sumber laser, kamera, dan titik laser (Akram, Duan, & Usman).
Perhitungan jarak dilakukan dengan kombinasi variabel sumber laser,
kamera, dan titik laser yang jatuh pada permukaan benda. Ketiga
variabel tersebut akan diposisikan membentuk sebuah segitiga.

Proses pemindaian dapat lebih cepat dilakukan dengan


menggunakan laser stripe dibandingkan menggunakan laser dot. Prinsip
ini dinamakan triangulasi, karena letak sumber laser dan kamera
pengamat membentuk sudut seperti pada segitiga (triangle).

Gambar 2.2 Contoh Set Up Triangulation


(Sumber: (http://2.bp.blogspot.com/-
XxYzAWtLK8I/UT6GenB7sfI/AAAAAAAAADU/0Deth74rjK8/s160
0/794px-LaserPrinciple.png)
Gambar 2.2 menunjukkan sebuah objek yang sedang dipindai
dimana digunakan sebuah laser dan kamera, ketika laser ditembakkan
maka akan membentuk sebuah plane dimana selain plane dapat dilihat
juga ada sebuah ray yang merupakan sebuah garis cahaya yang akan
masuk ke dalam kamera. Dapat dilihat dari objek, kamera, dan laser jika
diambil satu titik akan membentuk sebuah segitiga seperti yang tampak
pada Gambar 2.2.

Perpotongan dari ray dengan plane yang terbentuk dari objek


akan menjadi sebuah titik yang disebut intersection point. Kumpulan
dari titik inilah yang nanti akan menjadi sebuah koordinat dalam bentuk
3D point cloud.

Gambar 2.3 Representasi Parametrik dari Garis dan Ray


(Sumber: http://mesh.brown.edu/byo3d/slides/triangulation.zip)

Sebuah garis dapat digambarkan sebagai vektor dimana


dengan sebuah titik referensi maka bisa ditentukan letak titik lain
dengan mengetahui skala parameter dari vektor tersebut seperti yang
nampak pada Gambar 2.3. Ray adalah garis cahaya yang masuk ke
dalam kamera dimana berbeda dengan sebuah line yang dapat bergerak
secara bolak-balik, sehingga ray dapat digambarkan bernilai positif
dengan besar ½ dari line.
Gambar 2.4 Representasi Parametrik dan Implisit dari Plane
(Sumber: http://mesh.brown.edu/byo3d/slides/triangulation.zip)

Sebuah plane dapat direpresentasikan dalam bentuk parametrik


dan juga implisit. Parametrik menggambarkan bahwa pada dasarnya
suatu titik dalam plane memiliki 2 buah vektor dimana dengan
mengetahui 2 skala parameter dari masing-masing vektor tersebut bisa
diketahui posisi titik lain dengan persamaan seperti pada Gambar 2.4,
namun karena terdapat dua buah vektor berubah seperti pada Gambar
2.4, sedangkan bentuk implisit menggambarkan bahwa suatu plane
merupakan kumpulan zeros, dari persamaan linear dalam 3 variabel.
Secara geometris jika ada sebuah titik maka titik tersebut memiliki
sebuah vektor ke atas yang bisa disebut n. Jika ditempatkan titik lain
dan diketahui bahwa itu adalah tegak lurus maka akan didapat
persamaan implisit seperti pada Gambar 2.4.
Gambar 2.5 Triangulasi dengan Teknik Perpotongan Garis dengan
Bidang
(Sumber: http://mesh.brown.edu/byo3d/slides/triangulation.zip)

Gambar 2.5 menunjukkan 2 bidang atau plane, dimana plane


yang pertama merupakan plane pada kondisi sebenarnya dan plane
yang kedua merupakan plane dalam kamera. Hubungan dari kedua
plane ini adalah garis ray yang masuk ke dalam kamera dan titik p.
Titik p terhubung dengan garis yang sama, sehingga p pada camera ray
bisa disubstitusikan ke dalam persamaan p pada plane yang sebenarnya
sehingga nilai dari skala parameter dapat diketahui. Nilai skala
parameter yang telah diketahui dapat disubstitusikan lagi ke dalam
persamaan p pada camera ray.
Gambar 2.6 Ekstrinsik Model Pinhole Kamera secara Umum
(Sumber: http://mesh.brown.edu/byo3d/slides/triangulation.zip)

Berdasarkan model pinhole koordinat terbagi menjadi dua,


yaitu camera coordinate system dan world coordinate system. Nilai dari
kedua koordinat adalah sama dalam keadaan ideal. Namun secara
umum berbeda seperti nampak pada Gambar 2.6. Berdasarkan konsep
ini dengan mengetahui parameter ekstrinsik didapat 2 matriks R dan T
akan dilihat hubungan dari kedua koordinat tersebut. Nilai ini akan
mempengaruhi persamaan untuk mencari scala parameter yang
berubah seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.7 Intrinsik Model Pinhole Kamera secara Umum


(Sumber: http://mesh.brown.edu/byo3d/slides/triangulation.zip)
Dengan memperhatikan kondisi dalam kamera diketahui ada
faktor instriksik yang mempengaruhi dengan matriks K sehingga
persamaan dari skala parameter berubah seperti pada Gambar 2.7.
Dengan beranggapan bahwa Xc merupakan sebuah titik tengah proyeksi
maka dapat dilihat persamaan akhir seperti pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Simpulan Pengambilan Point Cloud


(Sumber: http://mesh.brown.edu/byo3d/slides/triangulation.zip)

Dengan mengetahui semua nilai intrinsik dan ekstrinsik serta


nilai dari skala parameter, nilai dari P pada world coordinate system
dapat diketahui dimana nilai tersebut akan menjadi point cloud.

Jika dibandingkan dengan metode time-of-flight metode ini


memiliki akurasi yang jauh lebih baik. Namun jika dilihat melalui
range pengukuran metode ini memiliki keterbatasans sehingga metode
ini lebih baik digunakan dalam melakukan pengamatan pada objek yang
berskala kecil.

2.1.2.5. Photo-based Scanning

Teknik ini menggabungkan teknologi kamera digital dengan


software khusus. Tidak seperti teknik lain dimana sistem yang akan
menembakkan cahaya ke objek, teknik ini memanfaatkan sumber
cahaya dari luar sistem yang kemudian pantulannya ditangkap oleh
kamera dari berbagai sudut pandang.
Gambar 2.9 Photo-based Scanning
Sumber: (Walford, 2009)

Gambar 2.9 menunjukkan contoh pengambilan gambar objek


dari dua sudut pandang. Software khusus akan membandingkan dua
foto tersebut berdasarkan bagian-bagian kecil gambar untuk
mencocokkan posisinya dalam model 3D (Walford, 2009).

2.2. Laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation)

Laser merupakan sumber yang menghasilkan sejenis cahaya (radiasi


elektromagnetik) dengan panjang gelombang yang besar (sekitar 600 nm) dan
intensitas yang lebih baik dari sumber cahaya yang lain. Sifat dari sinar laser ini
adalah koheren dan mempunyai intensitas yang sangat tinggi. Perkembangan laser
dimulai pada tahun 1960 dimana dimulai dengan laser He-Ne, setelah itu
perkembangan laser dilanjutkan dengan jenis gas yang lain seperti kripton maupun
jenis cairan seperti dyne. Perkembangan laser semakin pesat dimulai dengan
pengenalan proses yang terjadi dalam interaksi pulsa cahaya ultra pendek yang
dihasilkan oleh interaksi laser dan benda. Perkembangan ini membuat laser dapat
digunakan dalam telekomunikasi, meteorologi, metrologi, biologi, rangkaian
komputer, dan sebagainya.
2.3. Desain Umum 3D Scanner

Teknik triangulasi memberikan pilihan desain yang sederhana dan


mempergunakan komponen yang mudah diperoleh. Harga komponen dalam
perancangan mempengaruhi akurasi scanner. Penggunaan komponen yang lebih
mahal dapat menghasilkan akurasi yang lebih baik, sehingga pemilihan komponen
dapat disesuaikan dengan akurasi yang diperlukan dalam pemindaian (Davis & Chen,
2001) (Malhotra, Gupta, & Kant, 2011).

Scanner 3D dengan teknik triangulasi dapat dibuat dengan berbagai macam


desain. Dilihat dari komponen yang digunakan, pada umumnya scanner terdiri dari
satu sumber laser dan satu kamera, meskipun ada beberapa desain yang
mempergunakan dua laser ataupun dua kamera. Dilihat dari mekanisme scanner, ada
yang memasangkan motor pada sumber laser sehingga laser akan bergerak
menyusuri benda, ada pula yang menggunakan motor pada bidang dimana objek
diletakkan sehingga laser memiliki posisi yang tetap dan objeklah yang akan berotasi
saat dipindai (Borghese, et al., 1998) (Davis & Chen, 2001).

Kalibrasi merupakan permasalahan yang cukup menonjol dalam perancangan


scanner 3D. Scanner 3D yang ada umumnya menggunakan aktuator yang sulit
dikalibrasi. Seiring dengan waktu dan banyaknya pemakaian, repeatability dari
aktuator akan berkurang sehingga perlu dimonitor secara berkala (Davis & Chen,
2001) (Levoy, et al., 2000).

2.4. Parsley

Parsley membutuhkan kalibrasi dalam pengerjaannya. Kalibrasi dilakukan


untuk menentukan parameter dalam melakukan mapping antara objek 3D untuk
membuat gambar dua dimensi, dimana dalam Parsley terbagi atas dua yaitu kalibrasi
intrinsik dan ekstrinsik. Kalibrasi intrinsik adalah kalibrasi yang menjelaskan
geometri dari kamera dimana hal ini dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan distorsi dari kamera (penyimpangan dari bentuk yang ditangkap oleh
kamera). Parameter ini berdiri sendiri berdasarkan posisi kamera dan orientasi
menurut sistem koordinat. Kalibrasi yang kedua atau kalibrasi ekstrinsik merupakan
kalibrasi yang menjelaskan hubungan antara sistem koordinat kamera 3D dengan
koordinat yang sebenarnya. Batas dari koordinat adalah pada refecence body, setelah
dua kalibrasi dilakukan maka selanjutnya adalah menentukan plane dimana berfungsi
untuk posisi peletakan benda seperti pada gambar berikut.

Gambar 2.10 Setup 3D Scanner Parsley


(Sumber : (Winkelbach, Molkenstruck,, & Wahl(2006)))

Sebagian dari sinar laser akan jatuh pada benda saat laser ditembakkan dan
sebagian akan jatuh pada reference body. Sinar laser yang jatuh pada objek akan
ditangkap oleh kamera, dimana bagian yang ditangkap oleh kamera merupakan
bagian dari objek yang terkena laser. Parsley akan dapat mengetahui posisi dari point
cloud dengan mengetahui plane dan nilai dari kalibrasi ekstrinsik, sehingga data
dapat diambil dengan konsep triangulasi. Laser yang bergerak akan berpindah tempat
secara horizontal dimana jika tidak ada parameter untuk menentukan tinggi data yang
didapat akan tertimpa sehingga dengan telah melakukan kalibrasi ekstrinsik laser
yang jatuh pada reference body akan digunakan sebagai referensi. Hal ini dapat
dilihat dengan pergerakan laser keatas atau kebawah data yang didapat makin
banyak. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan data yaitu.

2.4.1. Pinhole Kamera dan Perspective Projection

Sebuah gambaran sederhana dan popular dari model geometri untuk


sebuah kamera atau proyektor adalah pinhole model, yang tersusun dari sebuah
plane dan sebuah titik eksternal di dalam plane. Plane sendiri dapat diartikan
sebagai image plane, dan titik eksternal dapat di lihat sebagai center of
projection.
Proses kerja sebuah kamera pada dasarnya adalah merubah bentuk 3D
menjadi 2D, dimana tiap titik dalam 3D mengambarkan sebuah garis unik yang
melewati center of projection. Garis yang melewati center of projection akan
saling bersinggungan di satu titik dimana secara matematik konsep ini disebut
perspectic projection.

Gambar 2.11 Pinhole Model


(Sumber:
https://www.teachengineering.org/collection/cub_/lessons/cub_images/cub_soundan
dlight_lesson08_activity1_image1.jpg )

Gambar 2.11 menunjukkan sebuah model dimana terbagi atas 3 bagian


yaitu objek, pinhole, dan image plane. Pinhole dapat diartikan sebagai center
of projection dan image plane adalah image dimana bayangan terpantul dari
objek. Proses kerja dari Gambar 2.11 adalah cahaya akan menyinari objek
dimana akan menciptakan garis seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, garis
cahaya yang tercipta tidak hanya dua seperti pada gambar di atas namun
banyak garis dimana akan dipantulkan dalam image plane dan membentuk
gambaran objek secara terbalik.

2.4.2. Proyeksi Geometri

Cahaya bergerak membentuk sebuah garis lurus, dimana dalam kamera


gambar dari objek yang dilewati cahaya akan membentuk gambaran data 2D
yang dalam pengertiannya disebut proyeksi. Proyeksi geometri merupakan
proses pengambaran ulang suatu objek 3D dalam bentuk 2D dalam bentuk titik.

Gambar 2.12 Model 3D Benda

Gambar 2.12 menunjukkan sebuah model benda 3D dimana terdapat


suatu vektor garis. Dalam sebuah gambaran 2D hanya terdapat garis dan titik
dimana hal ini berbeda dengan 3D yang memiliki garis, titik, dan bidang.
Beberapa konversi akan dilakukan pada proyeksi geometri dari objek 3D
menjadi 2D, dimana titik akan dihilangkan, garis akan diubah menjadi titik,
dan bidang akan diubah menjadi garis.
Gambar 2.13 Proyeksi Garis Geometri 3D

Gambar 2.13 menunjukkan sebuah garis yang diproyeksikan menjadi


titik. Objek 3D yang berupa garis lingkaran jika ingin digambarkan pada image
plane maka berdasarkan konsep proyeksi akan ditarik satu garis lurus dari titik
0 sampai pada benda secara perspektif. Perpotongan garis dengan image plane
akan digunakan untuk membentuk gambaran benda. Di sini tidak hanya ada
satu garis namun ada banyak garis yang digunakan untuk acuan pembentukan
gambar pada image plane.

Jika bidang yang melewati image plane maka akan tampak seperti
gambar berikut.
Gambar 2.14 Proyeksi Bidang Geometri 3D

Berbeda dengan proyeksi garis yang membentuk titik ketika


berpotongan dengan image plane, sebuah bidang akan membentuk garis ketika
bepotongan dengan image plane. Konsep inilah yang akan digunakan dalam
rekontruksi pada 3D scanner.

2.5. Previous Works

(Davis & Chen, 2001) mencoba membuat sebuah desain scanner 3D dengan
algoritma triangulasi yang memerlukan kalibrasi minimum. Penelitian tersebut
mencoba membuat suatu scanner 3D yang menggunakan dua sudut pandang berbeda
untuk menangkap pantulan laser. Motor dipasangkan pada sumber laser sehingga
laser bergerak menyusuri objek, tetapi motor tidak membutuhkan proses kalibrasi
yang sulit. Hal ini dikarenakan akurasi pemindaian lebih dititikberatkan pada dua
sudut pandang kamera daripada akurasi gerakan motor. Penelitian tersebut
dibuktikan dengan menggunakan sumber laser handheld.
Gambar 2.15 Desain Pemindai 3D dengan Dua Sudut Pandang Kamera
(Sumber: (Davis & Chen, 2001))

Gambar 2.15 menunjukkan rancangan scanner 3D dengan satu buah kamera


yang dibagi menjadi dua sudut pandang melalui cermin. Garis pada bidang
menandakan luas tiap sudut pandang kamera. Daerah yang saling menumpuk
merupakan volume kerja scanner. Kamera yang digunakan memiliki resolusi efektif
480x240 piksel, sehingga setiap sudut pandang memiliki resolusi efektif 240x240
piksel. Berdasarkan rancangan tersebut, scanner memiliki volume kerja dengan lebar
440 mm dan kedalaman 550 mm. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui resolusi
kedalaman scanner, yaitu 440 mm / 240 = 1,8 mm. Resolusi kedalaman yang lebih
tinggi dapat diperoleh dengan memperkecil volume kerja scanner ataupun
menggunakan kamera dengan resolusi yang lebih tinggi.

(Malhotra, Gupta, & Kant, 2011) membuat sebuah sistem scanner 3D dengan
algoritma triangulasi. Sistem scanner yang dibuat menggunakan satu sumber laser
dan sebuah web camera (webcam), serta mengeliminasi kebutuhan kalibrasi aktuator
yang rumit. Laser ditembakkan ke cermin yang dihubungkan ke motor. Pantulan
laser dari cermin akan menyusuri objek dan ditangkap kamera.
Gambar 2.16 Contoh Pemindaian 3D secara Horizontal dan Vertikal
(Sumber: (Malhotra, Gupta, & Kant, 2011))

Gambar 2.16 menunjukkan bahwa proses pemindaian dapat dilakukan secara


horizontal (Gambar 2.16 kiri) ataupun vertikal (Gambar 2.16 kanan). Penelitian
tersebut menyebutkan bahwa proses pemindaian memerlukan beberapa kali
perulangan untuk memperoleh hasil gambar 3D dari suatu objek. Kecepatan gerak
motor mempengaruhi hasil pemindaian, dimana kecepatan yang terlalu tinggi atau
rendah akan menyebabkan adanya piksel yang hilang.

(Aydar, Akyol, & Duran, 2011) membuat sebuah sistem scanner 3D dengan
menggunakan algoritma triangulasi dan software DAVID.
Gambar 2.17 Desain Pemindai 3D dengan Software DAVID
(Sumber: (Aydar, Akyol, & Duran, 2011))

Gambar 2.17 menunjukkan sistem scanner yang terdiri dari sebuah komputer,
sumber laser, kamera, dan sebuah latar belakang sebagai titik kontrol. Sumber laser
digerakkan oleh motor stepper. Hasil penelitian ini menyebutkan beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan untuk memperoleh hasil pemindaian yang lebih baik
menggunakan sistem scanner 3D dengan software DAVID. Beberapa hal tersebut di
antaranya adalah letak kamera dan sumber laser, dimana sudut antara keduanya tidak
boleh terlalu lancip. Hal lain untuk dipertimbangkan adalah ketebalan garis laser,
dimana garis laser yang lebih tipis akan memberikan hasil yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai