Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Maksud
Maksud dari Praktikum Geomorfologi, acara : Fotogrametri ini yaitu untuk
mendalami mata kuliah Geomorfologi.

1.2. Tujuan

Mampu memahami dan menjelaskan fotogrametri.

Mampu menentukan photo base, skala foto, tinggi terbang dan jarak
horizontal pada foto udara.

Mampu mengukur dan menghitung paralaks secara stereoskopik.

Mampu menghitung beda tinggi dengan beberapa metode dan mampu


membedakan metode tersebut.

Mampu menghitung luas daerah pada foto udara dengan tiga metode
berbeda dan mampu membedakan ketiga metode tersebut.

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum


Hari

: Jumat

Tanggal : 7 Juni 2013


Waktu

: 15.00 WIB selesai

Tempat

:Ruang Seminar, Gd. Pertamina Sukowati Undip, Lt. 3

BAB II
DASAR TEORI
Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan
teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek
fisik dan keadaan disekitarnya melalui proses perekaman, pengamatan/
pengukuran dan interpretasi citra fotografis atau rekaman gambar gelombang
elektromagnetik.
Salah satu karateristik fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek
yang dilakukan tanpa berhubungan perlu berhubungan ataupun bersentuhan secara
langsung dengannya. Pengukuran terhadap objek tersebut dilakukan melalui data
yang diperoleh pada sistem sensor yang digunakan.
(http://geodesy.gd.itb.ac.id/nrahmah/?cat=4)

Terminologi Close Range atau Rentang Dekat muncul pada saat teknik ini
digunakan untuk objek dengan jarak kurang dari 100 meter dari posisi kamera
berada dekat dengan objek. Fotogrametri rentang dekat adalah teknik pengukuran
3D

tanpa

kontak

langsung

dengan

objek, menggunakan

kamera

untuk mendapatkan geometri sebuah objek.


(http://geodesy.gd.itb.ac.id/nrahmah/?cat=4)

Dalam fotogrametri syarat fundamental yang banyak digunakan adalah


syarat kesegarisan berkas sinar (collinearity condition) yaitu suatu kondisi dimana
titik pusat proyeksi, titik foto dan titik obyek di tanah terletak pada satu garis
dalam ruang. Kondisi ini dinamakan kondisi kolinearitas.
(http://geodesy.gd.itb.ac.id/nrahmah/?cat=4)

Pada acara praktikum kali ini, kita akan mencari data melalui pengukuran
dari unsur unsur fotogrametri. Pengukuran yang dilakukan antara lain :
1. Pengukuran Luas
Dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu alat sederhana, alat mekanik dan
alat elektronik. Dalam hal ini yang digunakan adalah alat sederhana karena
penggunaannya paling cepat. Berdasarkan metode yang digunakan alat
sederhana dibedakan atas :
2

a. Metode strip; yang digunakan berupa lembaran tembus cahaya yang


padanya ditarik garis-garis sejajar dan berinterval sama besar. Lembaran
tembus cahaya ini ditumpangkan pada objek yang diukur luasnya.
Kemudian ditarik garis-garis tegak lurus pada batas objek sedemikian
hingga bagian yang dihilangkan sama dengan bagian yang yang
ditambahkan. Sisi atas segi empat panjang atau sisi atas strip itu
dijumlahkan dan dikalikan dengan intervalnya sehingga diperoleh luas
objek pada foto.

Gambar 2.1
Pengukuran Luas dengan Metode Strip

Dari gambar di atas, luas objek diukur dengan menjumlahkan luas masingmasing segi empat panjang (Luas ABBA + CDDC + EFFE), dimana
AA, BB, CC, DD, EE dan FF merupakan interval strip.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
b. Metode bujursangkar; dilakukan dengan kertas milimeter. Kertas
milimeter ini ditumpangkan di atas objek yang diukur luasnya. Dalam
mengukur luas pada objek pada citra dihitung berapa bujur sangkar 1cm x
1cm yang jatuh dalam batas objek yang diukur luasnya. Dari gambar 2.2,
luas objek dapat diukur dengan menjumlahkan bujursangkar yang memuat
luas lebih dari setengah bujursangkar. Jika bujursangkar berjumlah 12
buah dengan skala pada foto adalah 1 : 50.000 (maka 1 cm = 500 m),
maka 1 bujursangkar sama dengan 250.000 m2. dengan demikian luas
objek tersebut adalah 12 x 250.000 m2 sama dengan 3.000.000 m2.

Gambar 2.2
Menghitung Luas dengan Metode Bujur Sangkar

c. Metode jaringan titik; alat ukurnya berupa lembaran tembus cahaya yang
diberi jaringan titik yang masing-masing berjarak sama. Titik itu serupa
dengan titik yang dibuat pada tengah-tengah bujursangkar yang kemudian
bujursangkarnya dihapus. Dalam metode ini kita tinggal menghitung
berapa titik yang masuk dalam batas objek yang diukur luasnya. Tiap titik
dianggap mewakili satu bujursangkar, sehingga tiap titik dikalikan dengan
luas bujursangkar untuk mendapatkan luas objeknya.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)

Gambar 2.3. Pengukuran Luas Metode Jaringan Titik

2. Skala Foto Udara Vertikal


Skala foto udara merupakan perbandingan antara jarak pada foto udara dengan
jarak sebenarnya di lapanagan. Skala foto diperlukan untuk menentukan
ukuran objek maupun untuk mengenalinya. Ada beberapa cara untuk
menentukan skala foto udara vertikal, yaitu :
Perbandingan antara panjang fokus dan tinggi terbang. Persamaannya yaitu :
S=
4

dengan S = skala, f = fokus dan H = tinggi terbang.


Membandingkan jarak foto terhadap jarak lapangan, dilakukan bila membawa
foto udara ke lapangan atau kalau tahu jarak sesungguhnya objek di lapangan
dari objek yang tergambar pada foto. Persamaan yang digunakan yaitu :

S=

dengan S = skala, df = jarak pada foto, dan dl = jarak di lapangan.


Membandingkan jarak pada foto terhadap jarak pada peta yang telah diketahui

dengan dp = jarak di peta, df = jarak pada foto, pf = skala foto dan pp = skala
pada peta.
3. Basis Foto (Photo Base)
Merupakan jarak antara dua pemotretan berurutan. Hal ini menyebabkan
kenampakan adanya pergeseran titik pusat foto satu dengan foto berikutnya.
Jarak pergeseran pada lembar foto ini disebut photo base atau basis foto.
Besarnya basis foto pada sepasang foto udara adalah rata-rata dari hasil
pengukuran dua basis foto tersebut, persamaannya yaitu :
B = b1 + b2
2
dengan B = basis foto, b1 = basis foto 1 dan b2 = basis foto 2.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
4. Paralaks
Merupakan perubahan kedudukan gambaran titik pada foto udara yang
bertampalan yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kamera. Paralaks ini
disebut juga dengan paralaks absolut atau paralaks total. Lebih jauh
dikemukakan bahwa paralaks absolut suatu titik adalah perbedaan aljabar yang
diukur sepanjang sumbu x, berpangkal dari sumbu y ke arah titik bersangkutan
yang tergambar pada tampalan foto udara. Hal ini dilandasi oleh asumsi
bahwa masing-masing foto udara itu benar-benar vertikal dan dengan tinggi
terbang yang sama. Pada gambar 2.4, titik A dan B terletak di atas bidang
5

rujukan dan titik P terletak pada titik utama. Nilai paralaks absolutnya
merupakan jumlah nilai sumbu X masing-masing titik, yaitu jumlah
absolutnya (tanpa tanda negatifnya).

Gambar 2.4. Paralaks Titik A, B, dan U

Pengukuran paralaks dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :


a. Pengukuran paralaks secara stereoskopik; dilakukan dengan menggunkan
batang paralaks atau meter paralaks (parallax bar) terdiri dari dua keping
kaca yang diberi tanda padanya. Tanda ini disebut tanda apung (floating
mark). Masing-masing keping kaca dipasang pada batang yang dapat
diatur panjangnya yang diatur dengan memutar sekrup mikrometer.
Pengukuran dilakukan setelah foto disetel di bawah pengamatan
stereoskopik. Tanda apung kiri diletakkan pada titik yang akan diukur
paralaksnya di foto kiri, dan tanda apung kanan diletakkan pada titik yang
akan diukur paralaksnya pada foto kanan, dimana peletakan dilakukan
dengan melihat dari stereoskop. Kemudian dilakukan pembacaan pada
sekrup mikrometer yang dibaca dalam milimeter (mm).
b. Pengukuran paralaks secara monoskopik; atau disebut juga cara manual,
dilakukan tanpa menggunakan batang paralaks, melainkan hanya dengan
menggunakan penggaris biasa. Dari gambar 2.5, maka paralaks titik A dan
titik B dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
PA = XA1 (-XA2) = XA1 + XA2

PB = XB1 XB
6

Gambar 2.5. Pengukuran Paralaks dengan Cara Monoskopik

5. Beda Tinggi
Beda tinggi antara dua titik yang tergambar pada tampalan foto dapat diukur
berdasarkan beda paralaksnya.paralaks suatu titik dapat diukur dan dinyatakan
dengan persamaan :
h = H . P
b
dengan h = beda tinggi, H = tinggi terbang, p = beda paralaks dan b = base
foto. Jika beda tinggi, beda paralaks dan base foto diketahui maka tinggi
terbang dapat ditentukan dengan persamaan di atas.
Dari persamaan di atas dapat divariasikan dan menghasilkan beberapa
persamaan, yaitu :
a. h = H. P
PB + P
dengan h = beda tinggi, HB = tinggi terbang pesawat dari titik B, P B =
paralaks titik B, PA = paralaks titik A, P = selisih paralaks A dan B, H =
tinggi terbang pesawat dari bidang dasar, b = jarak dasar foto (photo base), B
= jarak dasar udara (air base) dan f = jarak fokus lensa kamera. Hasil
pengukuran beda tinggi akan teliti apabila foto udara yang digunakan berskala
1 : 10.000 atau lebih besar.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
6. Pengukuran Jarak Horizontal
Jarak pada foto udara tidak mencerminkan jarak sesungguhnya di lapangan,
karena

ada

pergeseran.

Untuk

menentukan

jarak

horizontal

yang
7

sesungguhnya digunakan cara grafis, karena kalau dengan mengukur reliefdisplacement satu per satu akan membutuhkan waktu lama. Prosedur
pengukurannya yaitu :
a. Tentukan pusat masing-masing foto yang berpasangan.
b. Letakkan miuka pada masing-masing foto udara.
c. Titik pusat foto (n1 dan n2) dan titik pusat foto konjugasi (n1 dan n2)
diplot pada mika.
d. Tarik garis dari n1 ke A1 dan ke B1, juga garis n2A2 dan n2B2 pada mika.
e. Masing-masing mika diambil dan dipasang berimpitan hingga n1 berimpit
denagn n1 dan n2 berimpit dengan n2.
f. Titik potong antara n1A1 dan n2A2 serta n1B1 dan n2B2 dihubungkan. Garis
penghubung itu adalah jarak AB yang sudah terkoreksi. Sehingga jarak di
lapangan dihitung dengan persamaan = dAB x H/f, dengan dAB = jarak
AB pada foto yang sudah terkoreksi, H = tinggi terbang pesawat dari
bidang dasar dan f = jarak fokus lensa kamera.

Gambar 2.6. Pengukuran Jarak Horizontal Secara Grafis

BAB III
HASIL PERHITUNGAN
o Perhitungan paralaks
Orientasi stereoskopik
D = PP1 ke PP2 = 28,5 cm
dA = A1 ke A2 = 19,5 cm
dB = B1 ke B2 = 20 cm
sehingga ,
PA = D d A
= 28,5 19,2 = 9 cm
PB = D dB
= 28,5 20 = 8,5 cm
Pa = X1a X2a
= 5- (-4) = 9
Pb = X1B X2B
= (-1,5) (10)
= 8,5
o Pengukuran tinggi terbang
Ha = 38.000 feet = 6500 x 0,3048 = 11.582,4 m
Ha = 11.582,4 m
Bidang dasar = 225
Tinggi terbang = H
H = Ha bidang dasar
H = 11.582,4 225 = 11.357,4 m
o Skala foto
S=F/H
F = 8,884 cm
S = 8,884 : 1135740 m
9

Sehingga Skala sebenarnya adalah 1 : 127.841


o Beda tinggi
HA = H B(F/PA)
= 11357,4 8,4 (8,884/9)
= 11357,4 8,29
= 11349,11
HB = 11357,4 8,4 (8,884/8,5)
= 11357,4 8,7
= 11348,62
H = 11349, 11 11348,62
= 0,49 cm
o Luas
o Metode titik
L=

x (1278,41)2

= 140.552.563 cm2
o metode bujur sangkar
L = 86 x (1278,41)2
= 140.552.563 cm2
o Metode strip
Luas total = (L1 + L2 + L3 + L4 + L5 + L6 + L7 + L8 + L9+L10) S
= (1,1 + 2,2 + 3,6 + 5,0 + 7,2 + 10,1 + 12,5 +
14,8 + 14,3 +14,3) (1278,41)2
= 85 cm x (1278,41)2
= 128.918.230,9cm2

10

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini praktikan diminta untuk menyelesaikan
fotogrametri dalam penginderaan jauh dengan menggunakan alat stereoskop dan
foto udara. Kemudian, dilakukan pengukuran untuk mendapatkan data-data pada
foto udara yang diperlukan dalam perhitungan fotogrametri pada foto udara yang
diamati, dimana dalam hal ini yang dilakukan perhitungan adalah paralaks, base
foto, skala foto, tinggi terbang, beda tinggi, jarak horizontal dan luas daerah pada
foto udara). Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut :

4.1.

Paralaks
Untuk menghitung nilai paralaks dari suatu titik pada foto udara,
terlebih dahulu kita tentukan titik principle point (PP) dan CPP pada foto
udara. Untuk mendapatkan titik PP, kita buat garis vertikal dan garis
horizontal tepat di bagian tengah foto udara. Titik pertemuan antara garis
vertikal dan horizontal pada bagian tengah foto udara itulah yang disebut
PP. Setelah itu ditentukan CPP1 pada foto udara yang pertama dengan
melihat PP1 pada foto udara tersebut melalui stereoskop. Begitu juga
dengan penentuan CPP2 pada foto udara kedua, dengan melihat PP2 pada
foto tersebut melalui stereoskop. Kemudian ditentukan dua titik objek
untuk pengukuran paralaks yaitu A dan B, dimana A1 dan B1 pada foto
udara kedua dan A2 dan B2 pada foto udara dengan pertama. Setelah
mendapatkan titik titik PP1, PP2, CPP1, CPP2, A1, A2, B1, dan B2, dapat
dilakukan pengukuran nilai paralaks, dimana nilai paralaks dihitung
dengan cara yaitu :
1. Pengukuran lembar per lembar
Titik A1, A2, B1 dan B2 diukur langsung dengan penggaris dari garis
vertikal (sumbu Y) dan sejajar garis horizontal (sumbu X) pada
masing-masing foto udara tanpa melalui stereoskop. Dari pengukuran
11

tersebut didapat nilai XA1 = 5 cm , XA2 = -4 cm, XB1 = -1,5 cm dan


XB2 = 10 cm. Berdasarkan data dari hasil pengukuran titik titik
tersebut, maka dapat dilakukan perhitungan paralaks sebagai berikut :
PA =XA1 XA2 = 5 (-4) = 9 cm
PB = XB1 XB2 = -1,5 10 = 8,5 cm
Tanda negatif atau positif dalam pengukuran mengikuti sumbu
koordinat, jadi jika titik berada di sebelah kiri sumbu Y maka titik
bernilai negatif. Dari perhitungan di atas maka paralaks titik A sebesar
-0,8 cm dan paralaks titik B sebesar 0,1 cm.

2. Pengukuran dengan orientasi stereoskop


Pada metode ini, pengukuran dilakukan dengan menggunakan parallax
bar. Penempelan tanda apung pada titik objek pada foto udara
dilakukan tanpa melihat melalui stereoskop. Nilai dA dapat diukur
setelah tanda apung sebelah kiri tepat pada titik A1 dan tanda apung
sebelah kanan tepat pada titik A2 . Nilai dA ( jarak antara tanda apung
kanan dan tanda apung kiri) diukur dengan penggaris, nilainya sebesar
19,5 cm. Begitu pula untuk titik B, setelah titik B1 dan B2 ditempelkan
tepat dengan titik apung maka jarak antara titik apungnya atau dB dapat
diukur, yang nilainya sebesar 20 cm. Besar nilai D, yaitu jarak antara
PP1 dengan PP2, diukur menggunakan penggaris, nilainya sebesar 28,5
cm. Setelah data-data tersebut kita dapatkan, maka dilakukan
perhitungan paralaks masing-masing titik yaitu :
PA = D dA = 28,5 19,5 = 9 cm
PB = D dB = 28,5 20 = 8,5 cm
Dari perhitungan di atas maka didapatkan paralaks titik A sebesar -0,7
cm dan paralaks titik B sebesar 0,3 cm.
4.2.

Tinggi Terbang
Data-data yang diperlukan untuk menghitung tinggi terbang adalah
Ha, yang besarnya 38.000 feet, dan bidang dasar, yang nilainya sebesar
12

225 m. Besar Ha sebelumnya diubah dahulu menjadi meter. Karena 1


meter = 0,33 feet, maka nilai Ha = 38.000 feet x 0,33 = 11582,4 m.
Kemudian dari data-data tersebut di atas, maka dapat dilakukan
perhitungan tinggi terbang sebagai berikut :
H ( tinggi terbang ) = Ha bidang dasar
= 11582,4 225 = 11357,4 m = 1135740 cm
4.3.

Skala Foto
Pada perhitungan skala foto, data-data yang diperlukan telah
diketahui yaitu f untuk fokus kamera sebesar 88,84 mm atau 8,884 cm dan
H untuk tinggi terbang dengan nilai sebesar 1135740 cm. Dari data-data
tersebut maka dapat dilakukan perhitungan skala foto sebagai berikut :
S=f/h
= 8,884 : 1135740
= 1 : 127.841
Sehingga diketahui bahwa skala foto = 1 : 127.841 yang artinya 1 cm di
foto udara mewakili 127.841 cm di lapangan.

4.4.

Beda Tinggi
Pada praktikum kali ini, persamaan yang digunakan hanya 1
persamaan saja yang komponen-komponen penghitungannya telah
diketahui dari perhitungan-perhitungan di atas seperti tinggi terbang (H),
paralaks titik B (PB). Yang perlu diukur adalah P yaitu selisih paralaks
titik A dan paralaks titik B, yang nilainya sebesar 0,49 cm. Setelah
diketahui data-data yang diperlukan maka dapat dilakukan perhitungan
sebagai berikut :
H = HA + HB = 11349,11 + 11348,62 = 0,49 cm

4.5.

Pengukuran Jarak Horizontal


Untuk perhitungan jarak horizontal, pertama kali kita memasang
mika yang berbeda pada masing-masing foto udara. Pada masing-masing
mika tersebut titik PP dan CPP ditandai, dimana PP1 sebagai n1, PP2
13

sebagai n2, CPP1 sebagai n1 dan CPP2 sebagai n2. Setelah itu dua titik
objek yang saling bersebelahan diplotkan pada masing-masing mika,
dimana pada foto udara pertama titik objeknya yaitu titik A1 dan B1,
sedangkan pada foto udara kedua titik objeknya yaitu A2 dan B2.
Kemudian, ditarik garis dari n1 ke A1 dan B1 serta dari n2 ke A2 dan B2.
Titik objek diplotkan saling bersebelahan agar garis yang terbentuk dapat
saling berpotongan ketika kedua mika disatukan. Setelah dibuat garis,
kedua mika tersebut disatukan dengan posisi n1 menempel dengan n1 dan
n2 menempel pada n2. Ketika ditampalkan terlihat bahwa garis-garis yang
dibentuk akan saling berpotongan. Dari perpotongan garis-garis tersebut
ditarik garis yang merupakan jarak titik A dan B ( disimbolkan dAB ) yang
setelah diukur dengan penggaris memiliki panjang 0,49 cm. Karena nilai H
dan f telah diketahui dari perhitungan yang sebelumnya, maka jarak
horizontal titik A dan B dilapangan adalah :
Jarak A-B = dAB x H/f = 0,49 x 192x103= 11.279 cm
8,884 cm
Dari perhitungan di atas maka diketahui bahwa jarak titik A dan
titik B di lapangan sejauh 11.279 cm atau 113 m.

4.6.

Perhitungan Luas Daerah


Terdapat tiga metode perhitungan luas daerah pada foto udara yaitu
metode jaringan titik, metode bujursangkar dan metode jaringan strip.
Sebelum melakukan pengukuran dan perhitungan, yang dilakukan adalah
menentukan dan mendelineasi daerah yang ingin diukur luasnya melalui
stereoskop. Daerah yang didelineasi sebaiknya memiliki relief yang datar,
sehingga tidak menyulitkan di dalam perhitungan luasnya. Perhitungan
untuk masing-masing metode adalah sebagai berikut.
1.

Metode bujursangkar
Pada metode ini, daerah yang telah didelineasi dan diplot
pada mika ditempelkan pada kertas milimeter blok dan kemudian
14

dibuat bujursangkar kecil-kecil pada wilayah daerah sesuai dengan


kotak-kotak yang ada pada kertas milimeter blok (gambar dapat
dilihat pada lampiran). Luas satu kotak pada millimeter blok
sebesar 1 cm2 . Karena skala foto udara sama dengan 1 :
127.841cm, maka luas sebenarnya daerah pada 1 bujursangkar
sebesar (1278,41 cm)2. Lalu jumlah bujursangkar yang memuat
wilayah lebih dari setengah dihitung, dimana didapat banyaknya
bujursangkar sebanyak 86 buah, sehingga perhitungan luasnya
yaitu
= 86 x 1278,41 = 140.552.563 cm2
Sehingga luas dari daerah yang ada pada foto udara adalah
140.552.563 cm2 di lapangan.

15

2.

Metode jaringan titik


Pada metode ini, daerah yang telah didelineasi dan diplot
pada mika ditempelkan pada kertas milimeter blok dan kemudian
diberi titik - titik pada wilayah daerah sesuai dengan titik pada
kotak-kotak yang ada pada kertas milimeter blok (gambar dapat
dilihat pada lampiran) Titik-titik yang masuk dalam daerah yang
telah didelineasi dihitung, dimana titik-titik yang masuk wilayah
sebanyak 344 buah. Telah diketahui bahwa skala foto udara 1 :
1278 cm2. Sehingga perhitungan luasnya dapat dicari sebagai
berikut :
L=

x 1278,41

= 140.552.563 cm2

Sehingga luas daerah yang ada pada foto udara dengan


metode titik adalah 140.552.563 cm2 di lapangan.
3.

Metode jaringan strip


Pada metode ini, daerah yang telah didelineasi dan diplot
pada mika ditempelkan pada kertas milimeter blok dan ditarik
garis-garis horizontal yang saling sejajar dengan jarak 1 cm.
Kemudian dibuat batas masing-masing garis-garis horizontal
tersebut dengan catatan setiap batas masih memuat wilayah lebih
dari setengah (gambar dapat dilihat pada lampiran). Setelah itu
masing-masing persegi panjang yang dibentuk dihitung luasnya.
Karena 1 cm2 sama dengan 1278,41 m2 di lapangan, maka luas
daerah pada foto udara dapat dihitung sebagai berikut :

16

Luas total = (L1 + L2 + L3 + L4 + L5 + L6 + L7 + L8 + L9+L10) S


= (1,1 + 2,2 + 3,6 + 5,0 + 7,2 + 10,1 + 12,5 +
14,8 + 14,3 +14,3) (1278,41)2
= 85 cm x (1278,41)2
= 128.918.230,9cm2
Sehingga luas dari daerah yang ada pada foto udara
berdasarkan metode ini adalah 128.918.230,9cm2

17

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
o Fotogrametri adalah sebagai suatu seni, pengetahuan dan teknologi
untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu
obyek fisik dan keadaan disekitarnya melalui proses perekaman,
pengamatan/ pengukuran dan interpretasi citra fotografis atau rekaman
gambar gelombang elektromagnetik.
o Perhitungan paralaks
Pengukuran lembar per lembar didapat hasil PA = 9 cm dan PB =
8,5 cm
Pengukuran dalam susunan orientasi stereoskopik didapat hasil PA
= 9 cm dan PB = 8,5 cm
o Pengukuran tinggi terbang didapat hasil 11357,4 m
o Pengukuran skala didapat hasil 1 : 1278,41
o Pengukuran beda tinggi didapat hasil 0,49 m
o Pengukuran jarak horizontal 113 m.
5.2. Saran
Dalam

melaksanakan

praktikum

praktikan

seharusnya

lebih

memperhatikan arahan dari asisten agar saat melakukan interpretasi tidak


melakukan kesalahan.

18

DAFTAR PUSTAKA
Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto. 2009. Buku Panduan Praktikum
Geomorfologi dan Geofoto. Undip : Semarang

19

Anda mungkin juga menyukai