Anda di halaman 1dari 12

DOI: 10.24114/jg.v12i02.

17647
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

PEMETAAN KARAKTERISTIK WILAYAH URBAN DAN RURAL DI WILAYAH


BANDUNG RAYA DENGAN METODE SPATIAL CLUSTERING

Riya Supriyatin1, Andrea Emma Pravitasari2, Didit Okta Pribadi3


1Progam Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Jl. Meranti, Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat 16680, Indonesia
2Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor

Jalan Meranti, Kampus IPB Dramaga, Bogor Jawa Barat 16680, Indonesia
2Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM

Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Baranangsiang,


Jalan Raya Pajajaran, Bogor 16127, Indonesia
3Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI

Jalan Ir H Juanda No 13, Bogor Tengah, Bogor, Jawa Barat, 16122, Indonesia
e-mail: riya_supriyatin@yahoo.com

Diterima: 28 Maret 2020, Direvisi: 22 April 2020, Disetujui: 06 Juni 2020

Abstrak

Perkembangan wilayah suatu daerah yang terus meningkat baik dari segi sosial maupun
ekonomi menarik minat penduduk wilayah lain untuk berkegiatan di daerah tersebut.
Perkembangan wilayah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor fisik maupun
non fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengelompokkan dan memetakan karakteristik
wilayah urban dan rural di wilayah Bandung Raya berdasarkan tipologi perkembangan
wilayah di masing-masing kecamatan. Sehingga pembangunan yang direncanakan dapat
efektif dan efisien sesuai kondisi di masing-masing kecamatan. Penelitian ini
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi. Variabel yang
digunakan antara lain indeks ketersediaan fasilitas ekonomi, indeks ketersediaan fasilitas
sosial, indeks ketersediaan fasilitas pendidikan, rasio lahan terbangun, densitas jaringan
jalan dan kepadatan penduduk dengan unit penelitian berjumlah 106 kecamatan. Data
dianalisis menggunakan metode Skalogram Dimodifikasi, Principal Component Analisis
dan Spatial Clustering. Hasil analisis menunjukkan berdasarkan tipologi perkembangan
wilayah, Bandung Raya dikelompokan menjadi 3 cluster yaitu urban (perkotaan),
suburban dan rural (perdesaan). Cluster perkotaan terdiri atas 34 kecamatan menyebar di
Kota Bandung dan Kota Cimahi. Cluster suburban terdiri atas 43 kecamatan menyebar di
Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung. Cluster perdesaan terdiri atas 29
kecamatan menyebar di Kabupaten Sumedang

Kata kunci: fasilitas, lahan terbangun, perkembangan wilayah, Skalogram Dimodifikasi,


Spatial Cluster

Abstract

The development of a region that continues to increase, both in terms of social and
economic, attracts residents from other regions to have activities in the area. Regional
development can be influenced by various factors, physical and non-physical factors. This
study aimed to cluster the Greater Bandung area based on typology of regional development
in each sub-district so that the planned development can be effective and efficient according
to the conditions in each sub-district. This study used secondary data obtained from various
institutions. Variables used in this study were the economic facilities availability index,
social facilities availability index, educational facilities availability index, built up area

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 P e m e t a a n K a r a k t e r i s t i k| 125


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17647
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

ratio, road density and population density with total 106 sub-districts. These datas were
analyzed using the Modified Skalogram method, Principal Component Analysis and
Spatial Clustering. The analysis showed that based on the typology of regional
development, Greater Bandung can be grouped into 3 clusters, consisting of urban zone,
suburban zone and rural zone. Urban zone consists of 34 sub-districts spreading mostly in
Bandung City and Cimahi City. Suburban zone consists of 43 sub-districts spreading
mostly in West Bandung Regency and Bandung Regency. Rural zone consists of 29 sub-
districts spreading mostly in Sumedang Regency

Key words: facilities, built up area, regional development, Modified Skalogram, Spatial
Clustering

PENDAHULUAN waktu tahun 1983 – 2015 perubahan lahan di


Wilayah didefinisikan sebagai unit Bandung Raya menunjukkan luasan lahan
geografis dengan batas-batas wilayah terbangun dan kebun campuran yang terus
tertentu dimana komponen di dalamnya meningkat setiap tahunnya dan dalam
memiliki keterkaitan dan hubungan kurun waktu 2003 - 2014 terjadi peningkatan
fungsional antara satu wilayah dengan indeks perkembangan kecamatan yang
wilayah lainnya. Dari definisi tersebut ditandai dengan bertambahnya jumlah jenis
terlihat bahwa tidak ada batasan spesifik fasilitas. Senada dengan hal ini, menurut
akan luasan suatu wilayah. Wilayah tidak Ardiwijaya, Sumardi, Suganda &
hanya merujuk pada tempat atau area Temenggung (2015), jika peningkatan lahan
melainkan kesatuan ekonomi, politik, sosial, terbangun ini dibiarkan maka diprediksi
administrasi, iklim hingga geografis sesuai pada tahun 2051 ketersediaan lahan di
dengan tujuan pembangunan atau kajian. Bandung Raya akan kurang dari 30%. Hasil
Keragaman dalam mendefinisikan wilayah yang sama diperoleh oleh Noviyanti,
bergantung pada permasalahan atau tujuan Pravitasari & Sahara (2020) yang
pengembangan wilayah yang dihadapi menyatakan bahwa Wilayah
(Rustiadi, Saefulhakim & Panuju, 2009). Pengembangan KK Cekungan Bandung
Perkembangan suatu wilayah dipengaruhi merupakan wilayah dengan tingkat lahan
oleh berbagai faktor diantaranya faktor terbangun kedua tertinggi di Jawa Barat dan
geografis, jumlah sarana prasarana (Rustiadi dalam rentang tahun 2010 – 2018 terus
et al., 2009), jumlah penduduk, jarak dengan mengalami penurunan luas sawah akibat
pusat kota (Panuju & Rustiadi, 2013), terdesak pembangunan lahan terbangun.
aksesibilitas yang memadai, iklim serta Selain itu pada penelitian yang sama
sumber daya alam yang melimpah (Lubis & diperoleh hasil bahwa Kota Bandung dan
Sitorus, 2012). Selain itu jumlah dan jenis Kota Cimahi memiliki persentase lahan
sarana di suatu wilayah pada umumnya terbangun lebih dari 42%. Bahkan menurut
berkorelasi erat dengan jumlah penduduk. Kustiawan & Ladimananda (2012),
Hal ini menyebabkan pada wilayah pusat diprediksi pada tahun 2020 wilayah
dengan hirarki yang lebih tinggi seringkali Bandung Raya akan mencapai batas daya
memiliki kepadatan penduduk yang lebih dukung untuk lahan terbangun.
tinggi dari hirarki yang lebih rendah Pengelompokkan tipologi wilayah
(Rustiadi et al., 2009). berdasarkan karakteristik perkembangan
Pertumbuhan penduduk wilayah wilayah dimaksudkan untuk
Bandung Raya yang terus meningkat mempermudah dalam menyusun
berimplikasi pada peningkatan perencanaan wilayah (Fafurida, 2012)
pembangunan wilayah yang kemudian sehingga pengembangan wilayah menjadi
menarik migran untuk datang dan efektif dan efisien. Salah satu penelitian
beraktifitas di Bandung Raya. Fuadina yang dilakukan oleh Budiyantini & Pratiwi
(2018) mengemukakan bahwa dalam kurun (2015) mengenai tipologi wilayah peri urban

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 P e m e t a a n S t r u k t u r | 126


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17647
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

di Bandung Raya berdasarkan karakteristik Tabel 1. Penentuan nilai kelas hirarki


fisik, sosial dan ekonomi mengelompokkan No Kelas Nilai selang
wilayah peri urban Bandung Raya menjadi 1 Hirarki I IPK > Rataan + St Dev IPK
tiga yaitu Predominantly Urban, Semi-Urban 2 Hirarki II Rataan ≤ IPK ≤ Rataan + St
dan Potential Urban. Wilayah Predominantly Dev IPK
Urban terdiri atas 57 Desa yang terletak di 3 Hirarki III IPK < Rataan
perbatasan Kabupaten Bandung dan IPK = Indeks Perkembangan Kecamatan
memiliki karakteristik fisik, sosial dan Sumber: Panuju & Rustiadi, 2013
ekonomi perkotaan yang signifikan.
Wilayah Semi-Urban terdiri atas 123 Desa Data yang digunakan berdasarkan
dan memiliki karakteristik campuran data potensi desa tahun 2018 bersumber dari
perkotaan dan perdesaan. Wilayah Potential Badan Pusat Statistik. Data potensi desa ini
Urban terdiri atas 75 Desa dan memiliki diagregasi menjadi kecamatan sehingga unit
karakteristik perdesaan yang signifikan. wilayah yang dianalisis pada penelitian ini
Pada penelitian ini pengelompokkan adalah unit kecamatan di Bandung Raya.
wilayah Bandung Raya menggunakan Data yang telah diagregasi tersebut
metode spatial clustering dimana selain kemudian dibedakan menjadi tiga jenis
variabel karakteristik, variabel kedekatan fasilitas dan dihitung menggunakan
wilayah juga menjadi pertimbangan dalam Microsoft Excel 2010. Fasilitas-fasilitas
mengelompokkan wilayah. Hasil penelitian tersebut yaitu:
ini diharapkan dapat memberi masukan 1. Data fasilitas ekonomi (jumlah
bagi perencanaan pembangunan di kelompok pertokoan, pasar
Bandung Raya. Sehingga rencana swalayan/minimarket, toko/warung
pembangunan tersebut dapat lebih efektif kelontong, restoran/rumah makan,
dan efisien sesuai dengan kondisi dan lokasi warung/kedai makanan minuman,
masing-masing kecamatan. hotel, hostel/motel/losmen, pasar
permanen, pasar semi permanen, pasar
METODE PENELITIAN tanpa bangunan, industri mikro kecil
Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah (IMK) kerajinan dari kulit, IMK
di Bandung Raya kerajinan dari kayu, IMK kerajinan dari
Penelitian ini menggunakan metode logam, IMK kerajinan
Skalogram Dimodifikasi untuk anyaman/gerabah/keramik, IMK
menganalisis tingkat perkembangan kerajinan dari kain/tenun, IMK
wilayah di Bandung Raya secara kuantitatif kerajinan dari
dengan mempertimbangkan keberadaan rotan/bambu/rumput/pandan, IMK
fasilitas pelayanan (Panuju & Rustiadi, 2013; makanan minuman, bank umum
Utari, 2015), kapasitas serta akses pemerintah, bank umum swasta, Bank
berdasarkan jarak dan waktu tempuh Perkreditan Rakyat, supermarket/mal,
menuju fasilitas tersebut (Panuju & Rustiadi, SPBU).
2013). Indeks perkembangan wilayah (IPK) 2. Data fasilitas sosial (jumlah rumah sakit,
dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, rumah sakit bersalin, puskesmas
yaitu hiraki I, hirarki II dan hirarki III. dengan rawat inap, puskesmas tanpa
Penentuan hirarki tersebut didasarkan pada rawat inap, poliklinik/balai
nilai standar deviasi indeks perkembangan pengobatan, tempat praktek dokter,
wilayah dan nilai rataannya sebagaimana tempat praktek bidan, posyandu,
terlihat pada Tabel 1. apotek, masjid, surau/langgar /musola,
gereja kristen, gereja katolik, pura,
wihara, keleteng).
3. Data fasilitas pendidikan (jumlah SD
Negeri /sederajat, SD Swasta/sederajat,
SMP Negeri /sederajat, SMP

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 P e m e t a a n S t r u k t u r | 127


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17647
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Swasta/sederajat, SMA Analisis Pengelompokan Tipologi Wilayah


Negeri/sederjat, SMA Kecamatan di Bandung Raya
Swasta/sederajat, SMK Negeri, SMK Analisis Spatial Clustering yang
Swasta, Perguruan tinggi negeri, dilakukan dalam penelitian ini diawali
perguruan tinggi swasta). dengan menentukan titik centroid X dan titik
Sehingga dari metode Skalogram centroid Y dari setiap wilayah kecamatan di
Dimodifikasi ini akan diperoleh: Bandung Raya. Titik centroid tersebut
1. Indeks ketersediaan fasilitas ekonomi diperoleh dengan teknik calculate geometry
2. Indeks ketersediaan fasilitas sosial dari peta administrasi wilayah Bandung
3. Indeks ketersediaan fasilitas Raya menggunakan software Arcgis 10.2.
pendidikan Kemudian menghitung nilai X’ dan Y’ yang
Kemudian ketiga variabel tersebut merupakan standarisasi dari titik X dan titik
ditambahkan dengan tiga variabel lainnya Y. Standarisasi ini dilakukan untuk
yaitu: menghilangkan satuan pada titik-titik
1. Variabel rasio lahan terbangun yang tersebut. Selanjutnya menghitung bobot
dihasilkan dari overlay antara peta spasial (𝛽) yang ditetapkan sebesar 0.25, 0.5,
tutupan lahan tahun 2018 bersumber 1, 2, dan 4. Hasil analisis menghasilkan
dari Bappeda Provinsi Jawa Barat dan anggota cluster dengan jarak yang diukur
peta administrasi wilayah Bandung dari masing-masing pusat cluster. Menurut
Raya bersumber dari Badan Informasi Rustiadi & Kobayashi (2000), rumus jarak
Geospasial dengan menggunakan Euclidian dengan banyak variabel adalah
software Arcgis 10.2. sebagai berikut
2. Variabel densitas jaringan jalan yang 2 2
dihasilkan dari overlay antara peta (𝑍1𝑖 − 𝑍1𝑗 ) + (𝑍2𝑖 − 𝑍2𝑗 )
𝐷𝑖𝑗 = √ 2 2
jaringan jalan tahun 2018 bersumber +𝛽 {(𝑋𝑖 ′ − 𝑋𝑗 ′) + (𝑌𝑖 ′ − 𝑌𝑗 ′) }
dari Badan Informasi Geospasial dan
peta administrasi wilayah Bandung dimana:
Raya bersumber dari Badan Informasi 𝐷𝑖𝑗 = jarak euclidean berbobot spasial
Geospasial dengan menggunakan antara kecamatan i dan j
software Arcgis 10.2. 𝑍1𝑖 = nilai atribut kecamatan i untuk factor
3. Variabel kepadatan penduduk tahun score pertama hasil PCA
2017 bersumber dari Badan Pusat 𝑍1𝑗 = nilai atribut kecamatan j untuk factor
Statistik. score pertama hasil PCA
𝑍2𝑖 = nilai atribut kecamatan i untuk factor
Principal Component Analysis score kedua hasil PCA
Keenam variabel yang diperoleh 𝑍2𝑗 = nilai atribut kecamatan j untuk factor
selanjutnya akan dianalisis menggunakan score kedua hasil PCA
Principal Component Analysis (PCA) untuk 𝑋𝑖 ′ = nilai koordinat lokasi kecamatan i
menghilangkan multikolinearitas sehingga pada sumbu X’
akan diperoleh variabel yang saling bebas 𝑋𝑗 ′ = nilai koordinat lokasi kecamatan j
(Sriningsih, Haditja & Prang, 2018). PCA pada sumbu X’
dihitung dengan menggunakan software 𝑌𝑖 ′ = nilai koordinat lokasi kecamatan i
Statistica 8.0. Hasil dari PCA berupa factor pada sumbu Y’
score yang kemudian akan dianalisis kembali 𝑌𝑗 ′ = nilai koordinat lokasi kecamatan j
menggunakan metode Spatial Clustering pada sumbu Y’
dengan bantuan sofware Statistica 8.0, 𝛽 = bobot spasial (0.25, 0.5, 1, 2 dan 4)
Microsoft Excel 2010 dan Arcgis 10.2 sehingga i, j = kecamatan di Bandung Raya (106
akan terbentuk pengelompokkan kecamatan)
berdasarkan karakteristik dan kedekatan
wilayah.

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 P e m e t a a n S t r u k t u r | 128


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17647
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Dalam analisis Spatial Clustering poligon dalam satu wilayah. Hal ini sesuai
terdapat parameter lain yang diukur yaitu dengan penelitian Salazar, Velez, Parra &
Coefficient of Variation (CV). CV adalah Ortega (2002) yang menyatakan bahwa
persentase keberagaman data dalam satu kriteria dalam memilih cluster yang optimal
cluster yang sama. Semakin kecil nilai CV adalah compactness/contiguity, yaitu anggota
menunjukkan keragaman data dalam suatu dari masing-masing cluster harus sedekat
cluster menjadi kecil. Hal tersebut mungkin dengan yang lain dan separation,
menunjukkan bahwa CV yang rendah yaitu antara satu cluster dengan cluster
menjadi penciri suatu cluster yang baik lainnya harus terpisah secara luas. Bobot
(Wulandari, 2018). Menurut Rustiadi & spasial yang baik ditunjukan dengan
Kobayashi (2000), CV dirumuskan sebagai wilayah yang compact, nilai CV dan nilai K
𝐶𝑉 = 𝜎/𝑥̅ , dimana σ = standar deviasi dari yang kecil pada semua cluster. Hal ini
jarak 𝐷𝑖𝑗 dan 𝑥̅ = rata-rata jarak. dikarenakan CV yang kecil menandakan
Selain itu DeMers (1997) dalam data dalam satu cluster semakin mirip,
Rustiadi & Kobayashi (2000) menggunakan sedangkan K yang kecil menandakan cluster
angka contiguity (ketersambungan/K) semakin rapat (compact). Kerangka berpikir
sebagai ukuran tingkat kedekatan antar penelitian secara lengkap disajikan pada
Gambar 1.

Data podes:
1. Fas ekonomi Peta jaringan jalan Peta tutupan lahan
2. Fas sosial
3. Fas pendidikan Peta administrasi Peta administrasi

Metode skalogram
dimodifikasi Overlay Overlay

1. Indeks ketersediaan fas ekonomi


2. Indeks ketersediaan fas sosial
3. Indeks ketersediaan fas pendidikan

Kepadatan Rasio densitas jaringan jalan


penduduk PCA
Rasio lahan terbangun

Spatial
Pengelompokkan
Clustering
tipologi wilayah

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN hampir di semua indeks ketersediaan


Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah fasilitas (IKF) diikuti oleh Kota Cimahi yang
di Bandung Raya ditandai gradasi warna yang paling gelap.
Hasil analisis metode Skalogram Dapat dikatakan bahwa Kota Bandung
Dimodifikasi disajikan pada Gambar 2. Dari merupakan wilayah yang paling
Gambar 2 terlihat bahwa Kota Bandung berkembang jika dibandingkan dengan
mendominasi hirarki pertama (tertinggi) kabupaten /kota lainnya di Bandung Raya.

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 P e m e t a a n S t r u k t u r | 129


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17647
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Hal ini dapat dipahami mengingat Kota memiliki fasilitas yang lebih banyak jenis
Bandung merupakan ibukota provinsi Jawa dan jumlahnya. Sementara Kota Cimahi
Barat dan merupakan pusat dari merupakan wilayah terdekat ke Kota
metropolitan Bandung Raya sehingga Bandung.

Gambar 2. Peta hirarki perkembangan wilayah di Bandung Raya berdasarkan: (a) indeks
ketersediaan fasilitas (IKF) ekonomi, (b) indeks ketersediaan fasilitas (IKF) sosial dan (c)
indeks ketersediaan fasilitas (IKF) pendidikan

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 P e m e t a a n S t r u k t u r | 130


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17647
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Principal Component Analysis


Tree Diagram for 106 Cases
Hasil analisis PCA disajikan pada Ward`s method
Tabel 2 dan Tabel 3. Berdasarkan nilai factor Euclidean distances
loading hasil PCA yang ditunjukan pada
Tabel 2, dapat diketahui bahwa dari keenam Arjasari
Ibun
Bojongsoang
variabel awal yang digunakan terbentuk Parongpong
Batujajar
dua faktor yang saling bebas. Faktor 1 Cangkuang
Kertasari 4 3 2
Rancabali
dicirikan oleh tiga variabel yaitu variabel Pamulihan
Situraja
rasio lahan terbangun (BUILT_RASIO), Wado
Cikancung
Solokan Jeruk
densitas jaringan jalan (ROAD_DENS) dan Cimenyan
Nagreg
kepadatan penduduk (POP_DENS). Faktor Cimanggung
Cimaung
Jatinunggal
2 dicirikan oleh variabel indeks ketersediaan Cimalaka
Rongga
fasilitas ekonomi (ECO_INDEX), fasilitas Dayeuhkolot
Cidadap
Katapang
sosial (SOSIAL_INDEX) dan fasilitas Margaasih
Cilengkrang
pendidikan (EDU_INDEX). Dua faktor yang Sukasari1
Cisarua1
Cibugel
baru terbentuk ini menghasilkan variasi Jatigede
Surian
sebesar 88.89% sebagaimana terlihat pada Pameungpeuk
Cisarua
Gedebage
Tabel 3, sehingga dapat dikatakan kedua Buahdua
Conggeang
faktor tersebut valid digunakan pada tahap
Darmaraja
Tomo
Saguling
analisis selanjutnya. Tanjungkerta
Ujung Jaya
Rancakalong
Cisitu
Ganeas
Tanjungmedar
Tabel 2. Factor loadings hasil PCA Paseh1
Baleendah
Ngamprah
Factor 1 Factor 2 Rancaekek
Sumedang Utara
Cileunyi
ECO_INDEX 0.37 0.84 Majalaya
Jatinangor
SOSIAL_INDEX 0.39 0.86 Ciparay
Soreang
Padalarang
EDU_INDEX 0.03 0.94 Lembang
Banjaran
BUILT_RASIO 0.95 0.25 Cikalong Wetan
Pangalengan
Cipongkor
ROAD_DENS 0.90 0.23 Cililin
Cipatat
POP_DENS 0.92 0.20 Cicalengka
Kutawaringin
Tanjungsari
Sumber: Hasil Penelitian, 2019 Ciwidey
Cihampelas
Paseh
Pacet
Sumedang Selatan
Tabel 3. Eigenvalues Hasil PCA Gununghalu
Pasirjambu
Cipeundeuy
Eigen % Total Cumulative Cumulative Sindangkerta
Margahayu
value variance Eigenvalue % Bandung Wetan
Andir
1 3.98 66.35 3.98 66.35 Cicendo
Sumur Bandung
Coblong
2 1.35 22.54 5.33 88.89 Cimahi Tengah
Lengkong
Sumber: Hasil Penelitian, 2019 Cimahi Selatan
Cimahi Utara
Antapani
Sukasari
Astanaanyar
Analisis Pengelompokan Tipologi Wilayah Bojongloa Kaler
Babakan Ciparay
Kiaracondong
Kecamatan di Bandung Raya Batununggal
Bojongloa Kidul
Hasil dendogram dari factor score Buahbatu
Cibeunying Kaler
Bandung Kulon
PCA sebagaimana disajikan pada Gambar 3 Sukajadi
Cibeunying Kidul
menunjukkan bahwa jumlah cluster yang Regol
Arcamanik
Ujung Berung
optimal untuk wilayah Bandung Raya Cibiru
Cinambo
adalah 3 cluster sesuai dengan jarak terjauh. Bandung Kidul
Panyileukan
Mandalajati
Rancasari

0 10 20 30 40 50
Linkage Distance
Gambar 3. Dendogram pada data hasil PCA

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 P e m e t a a n S t r u k t u r | 131


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17647
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Sementara Gambar 4 menunjukkan pembangunan yang pesat, seiring dengan


grafik nilai rata-rata (graph of means)dari pertambahan penduduk dari dalam wilayah
setiap variabel yang digunakan sesuai serta penduduk dari daerah lain yang
dengan masing-masing cluster tanpa bobot kemudian menetap di perkotaan. Cluster
spasial, dengan bobot spasial 0.25, bobot suburban ditunjukan dengan warna biru
spasial 0.5, bobot spasial 1, bobot spasial 2 dimana faktor 2 (indeks ketersediaan
dan bobot spasial 4. Dari Gambar 4 (a) fasilitas ekonomi, sosial dan pendidikan)
terlihat bahwa apabila kecamatan di tinggi namun faktor 1 (indeks
Bandung Raya dibuat menjadi 3 cluster perkembangan wilayah, rasio lahan
tanpa bobot spasial, maka pengelompokan terbangun dan kepadatan penduduk)
terbagi menjadi wilayah dengan ciri sedang. Hal ini disebabkan daerah suburban
perkotaan, suburban dan perdesaan. Cluster merupakan wilayah perdesaan dengan ciri
perkotaan ditunjukan dengan warna hijau menyerupai perkotaan dari segi fasilitas
dimana faktor 1 (rasio lahan terbangun, sehingga indeks ketersediaan fasilitas tinggi
densitas jaringan jalan dan kepadatan namun masih terdapat lahan sawah dan
penduduk) lebih dominan dari cluster pembangunan belum sepesat daerah
lainnya. Hal ini disebabkan daerah perkotaan.
perkotaan umumnya memiliki

Plot of Means for Each Cluster Plot of Means for Each Cluster
2,5 3,0

2,5
2,0

1,5 (a) 2,0


(b)
1,5

1,0
1,0

0,5 0,5

0,0
0,0

-0,5
-0,5
-1,0

-1,0 Perdesaan -1,5 Perkotaan


Suburban
-1,5 -2,0
Perdesaan
Factor 1 Factor 2 Perkotaan Factor 1 Factor 2 X0,25 Y0,25 Suburban
Variables Variables

Plot of Means for Each Cluster Plot of Means for Each Cluster
5 7

6
4
5
3
(c) 4
(d)
2
3

1 2

1
0
0
-1
-1
-2
-2 Suurban
Suburban Perdesaan
-3 -3
Factor 1 Factor 2 X0,5 Y0,5 Perdesaan Factor 1 Factor 2 X1 Y1 Perkotaan
Perkotaan
Variables Variables

Plot of Means for Each Cluster Plot of Means for Each Cluster
9 14

8
12
7

6 (e) 10
(f)
5
8
4

3 6

2 4
1
2
0

-1 0
-2
Perkotaan -2 Perdesaan
-3
Suburban Perkotaan
-4 -4
Factor 1 Factor 2 X2 Y2 Perdesaan Factor 1 Factor 2 X4 Y4 Suburban
Variables Variables

Gambar 4. Grafik nilai rata-rata variabel hasil analisis cluster di wilayah Bandung Raya: (a)
tanpa bobot spasial, (b) bobot spasial 0.25, (c) bobot spasial 0.5, (d) bobot spasial 1, (e) bobot
spasial 2 dan (f) bobot spasial 4

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 P e m e t a a n S t r u k t u r | 132


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17647
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Cluster perdesaan ditunjukan dengan perkotaan meliputi Kota Bandung kecuali


warna merah dimana faktor 1 dan faktor 2 Kecamatan Gedebage, seluruh Kota Cimahi
lebih rendah dari cluster lainnya. Hal ini dan dua kecamatan di Kabupaten Bandung
menunjukkan baik dari segi jumlah fasilitas yang berbatasan dengan Kota Bandung. Hal
maupun pembangunan, cluster perdesaan ini disebabkan potensi ekonomi yang
masih lebih rendah dibandingkan cluster dimiliki wilayah tersebut didominasi
suburban dan perkotaan. Pada Gambar 4 (b) industri dan perdagangan (BPS Provinsi
hingga Gambar 4 (f) menunjukan grafik Jawa Barat, 2018) sehingga secara tidak
dengan penambahan bobot dimana terlihat langsung meningkatkan pembangunan
bahwa semakin besar bobot yang digunakan fasilitas dan aksesibilitas dari dan menuju
maka pengelompokkan wilayah lebih daerah tersebut. Hal ini tentunya akan
terfokus pada kedekatan atau lokasi meningkatkan pembangunan secara fisik,
wilayah, tidak pada variabel atau perkembangan wilayah serta menarik
karakteristik wilayah yang digunakan. penduduk untuk menetap di wilayah
Hasil cluster ditampilkan dalam tersebut. Wilayah bercirikan daerah
bentuk peta pada Gambar 5. suburban pada Gambar 5 (d) meliputi
Membandingkan keenam gambar pada Kabupaten Bandung dan Kabupaten
Gambar 5 dapat disimpulkan semakin besar Bandung Barat. Hal ini kemungkinan
bobot yang digunakan maka hasil peta akan disebabkan oleh potensi pariwisata yang
semakin compact. Pada Gambar 5 (a), hasil dimiliki kedua wilayah tersebut sehingga
pengelompokkan wilayah masih terlihat memiliki fasilitas penunjang yang lebih
menyebar atau acak sehingga akan banyak dari daerah perdesaan meskipun
menyulitkan dalam pengembangan dari segi luasan lahan terbangun, densitas
wilayah. Begitu pula dengan Gambar 5 (b), jaringan jalan dan kepadatan penduduk
Gambar 5 (c) dan Gambar 5 (e). Pada masih lebih rendah dari daerah perkotaan.
Gambar 5 (d) dan Gambar 5 (f) terlihat peta Wilayah bercirikan perdesaan pada
memiliki nilai K sama dengan 1 dan hasil Gambar 5 (d) meliputi Kabupaten
pengelompokkan wilayah yang compact Sumedang. Hal ini disebabkan sektor
dibandingkan dengan gambar lainnya. pertanian di Kabupaten Sumedang masih
Namun jika dilihat dari nilai CV, Gambar 5 mendominasi perekonomian dengan
(d) memiliki nilai CV yang relatif lebih kecil menjadi penyumbang PDRB terbesar (BPS
dari bobot lainnya. Selain itu jika dilihat Kabupaten Sumedang, 2018), sehingga dari
dari Gambar 4 (f) terlihat pengelompokan segi pembangunan fisik, fasilitas,
wilayah dengan bobot spasial 4 aksesibilitas dan kepadatan penduduk lebih
menyebabkan variabel yang digunakan rendah dari suburban dan perkotaan.
menjadi berhimpitan dan mirip satu sama Anggota dari masing-masing cluster pada
lainnya. Sehingga bobot spasial 1 pengelompokan tipologi kecamatan di
ditetapkan sebagai bobot spasial terbaik Bandung Raya berdasarkan analisis Spatial
dalam mengelompokkan wilayah Clustering dengan bobot spasial 1 disajikan
kecamatan di Bandung Raya.Pada Gambar pada Tabel 4.
5 (d) terlihat bahwa wilayah bercirikan

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 P e m e t a a n S t r u k t u r | 133


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17647
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 5. Peta tipologi kecamatan di Bandung Raya berdasarkan pengelompokan 3 jenis


cluster: (a) tanpa bobot spasial, (b) bobot spasial 0.25, (c) bobot spasial 0.5, (c) bobot spasial 1,
(e) bobot spasial 2 dan (f) bobot spasial 4

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 P e m e t a a n S t r u k t u r | 134


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17647
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Tabel 4. Anggota dari masing-masing cluster pada pengelompokkan tipologi kecamatan di


Bandung Raya berdasarkan analisis Spatial Clustering dengan bobot spasial 1
Cluster Nama Kecamatan
Perdesaan Kabupaten Bandung:
Cicalengka, Cikancung, Cilengkrang, Nagreg
Kabupaten Sumedang:
Buahdua, Cibugel, Cimalaka, Cimanggung, Cisarua, Cisitu, Conggeang, Darmaraja,
Ganeas, Jatigede, Jatinunggal, Pamulihan, Paseh, Rancakalong, Situraja, Sukasari,
Sumedang Selatan, Sumedang Utara, Surian, Tanjungkerta, Tanjungmedar,
Tanjungsari, Tomo, Ujung Jaya, Wado
Suburban Kabupaten Bandung :
Arjasari, Baleendah, Banjaran, Bojongsoang, Cangkuang, Cileunyi, Cimaung,
Cimenyan, Ciparay, Ciwidey, Ibun, Katapang, Kertasari, Kutawaringin, Majalaya,
Margaasih, Pacet, Pameungpeuk, Pangalengan, Paseh, Pasirjambu, Rancabali,
Rancaekek, Solokan Jeruk, Soreang
Kabupaten Sumedang :
Jatinagor
Kabupaten Bandung Barat:
Batujajar, Cihampelas, Cikalong Wetan, Cililin, Cipatat, Cipeundeuy, Cipongkor,
Cisarua, Gununghalu, Lembang, Ngamprah, Padalarang, Parongpong, Rongga,
Saguling, Sindangkerta
Kota Bandung:
Gedebage
Perkotaan Kabupaten Bandung:
Dayeuhkolot, Margahayu
Kota Bandung:
Andir, Antapani, Arcamanik, Astanaanyar, Babakan Ciparay, Bandung Kidul, Bandung
Kulon, Bandung Wetan, Batununggal, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Buahbatu,
Cibeunying Kaler, Cibeunying Kidul, Cibiru, Cicendo, Cidadap, Cinambo, Coblong,
Kiaracondong, Lengkong, Mandalajati, Panyileukan, Rancasari, Regol, Sukajadi,
Sukasari, Sumur Bandung, Ujung Berung
Kota Cimahi:
Cimahi Selatan, Cimahi Tengah, Cimahi Utara

serta wilayah perdesaan yang terdiri atas 29


KESIMPULAN kecamatan mayoritas di Kabupaten
Penggunaan analisis Spatial Sumedang.
Clustering dengan bobot spasial 1
merupakan bobot terbaik untuk UCAPAN TERIMA KASIH
mengelompokkan wilayah Bandung Raya Ucapan terimakasih penulis
karena cluster yang dihasilkan lebih compact haturkan kepada BPS RI, BPS Provinsi Jawa
sehingga diharapkan pembangunan Barat, Bappeda Provinsi Jawa Barat dan
wilayah yang direncanakan lebih efektif dan Badan Informasi Geospasial yang telah
efisien sesuai dengan karakteristik masing- memberikan kemudahan akses data pada
masing kecamatan. Berdasarkan tipologi penelitian ini. Ucapan terimakasih juga
perkembangan wilayah dengan analisis penulis haturkan kepada Pusbindiklatren
Spatial Clustering, wilayah Bandung Raya Bappenas atas dana penelitian yang telah
dapat dibedakan menjadi 3 cluster yakni diberikan.
wilayah perkotaan yang terdiri atas 34
kecamatan mayoritas di Kota Bandung dan DAFTAR PUSTAKA
Kota Cimahi, wilayah suburban yang terdiri Ardiwijaya, V.S., Sumardi, T.P., Suganda, E
atas 43 kecamatan mayoritas di Kabupaten & Temenggung, Y.A. (2015).
Bandung dan Kabupaten Bandung Barat Rejuvenating Idle Land to Sustainable

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 P e m e t a a n S t r u k t u r | 135


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17647
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Urban Form: Case Study of Bandung Journal of Geography Education, 43, 122-
Metropolitan Area, Indonesia. Procedia 136.
Environmental Sciences, 28, 176-184. Rustiadi, E., Saefulhakim, S., & Panuju, D.R.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang. (2009). Perencanaan dan Pengembangan
(2018). Kabupaten Sumedang Dalam Wilayah. Crespent Press & Yayasan
Angka 2018. BPS Kabupaten Sumedang. Obor Indonesia. Bogor.
Sumedang. Salazar, E.J., Velez, A.C., Parra, C.M., &
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Ortega, O. (2002). A Cluster Validity
(2018). Provinsi Jawa Barat Dalam Angka Index for Comparing Non-Hierarchical
2018. BPS Provinsi Jawa Barat. Clustering Methods. EITI, 1-5.
Bandung. Sriningsih, M., Hatidja, D., & Prang, J.D.
Budiyantini, Y., Pratiwi, V. (2015). Peri-urban (2018). Penanganan Multikolinearitas
Typologi of Bandung Metropolitan Area. dengan Menggunakan Analisis Regresi
Procedia Social and Behavioral Sciences, Komponen Utama pada Kasus Impor Beras
833-837. di Provinsi Sulut. Jurnal Ilmiah Sains,
Fafurida. (2012). Analysis of Inter Sectoral 18(1), 18-24.
Linkages in Semarang Regency. Economic Utari MGES. (2015). Analisis Sistem Pusat
Journal of Emerging Markets, 4(1), 15-24. Pelayanan Permukiman di Kota Yogyakarta
Fuadina, L.N. (2018). Perubahan Penggunaan Tahun 2014. Journal of Economics and
Lahan dan Keragaman Spasial Faktor- Policy, 8(1), 62-72.
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Wulandari, S. (2018). Pola Spasial
Perkotaan di Metropolitan Bandung. Tesis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang dengan
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Keterkaitan Status Kepemilikan-
Bogor. Bogor. 72 hlm. Penguasaan Lahannya di Sub DAS
Kustiawan, I., & Ladimananda, A. (2012). Ciliwung Hulu. Tesis Sekolah
Pemodelan Dinamika Perkembangan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Perkotaan dan Daya Dukung Lahan di Bogor. 81 hlm.
Kawasan Cekungan Bandung. Tata Loka,
14(2), 98-112.
Lubis, D.P., & Sitorus, N. (2012). Analisis
Spasial yang Mempengaruhi Perkembangan
Kecamatan Ujung Pandang Kabupaten
Simalungun Tahun 2005 – 2010. Jurnal
Geografi, 4(2), 1-14.
Noviyanti, D., Pravitasari, A.E., & Sahara, S.
(2020). Analisis Perkembangan Wilayah
Provinsi Jawa Barat untuk Arahan
Pembangunan Berbasis Wilayah
Pengembangan. Jurnal Geografi, 12(1),
280-296.
Panuju, D.R., & Rustiadi, E. (2013). Teknik
Analisis Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Rustiadi, E., & Kobayashi, S. (2000).
Contiguous Spatial Classification: A New
Approach on Quantitative Zoning Method.

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 P e m e t a a n S t r u k t u r | 136

Anda mungkin juga menyukai