NILAI-NILAI KARAKTER
DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas dari Dosen Pengampu Mata Kuliah
Agama
Maisarah, S.Pd.I., M.Pd.
DISUSUN OLEH
BANJARBARU
2021
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................1
1.3. Tujuan...............................................................................................................1
1.4. Manfaat.............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................2
2.1. Nilai karakter...................................................................................................2
2.2. Akhlak, Etika, dan Moral................................................................................2
BAB III PENUTUP..........................................................................................................7
3.1. Kesimpulan.......................................................................................................7
3.2. Saran.................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia
akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan
pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan
dari luar. Rasulullah saw. diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia
kepada umatnya pada masa itu. Namun, pada zaman sekarang, akhlak yang
dimiliki sebagian manusia seakan tidak mencerminkan nilai-nilai yang sudah
diajarkan oleh Rasulullah saw.. Nilai-nilai karakter dapat dikatakan baik jika
tidak bertentangan dengan syariat yang berlaku. Misalnya, mengapa sifat
jujur dapat dinilai baik? Hal itu tidak lain karena syariat yang bersumber dari
Al-Qur’an menilai itu sifat yang baik. Begitupun sebaliknya, bohong dinilai
buruk karena Al-Qur’an juga menilai demikian.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu nilai karakter.
2. Untuk mengetahui mengapa kita harus mempelajarinya.
3. Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai karakter yang diajarkan di dalam al-
Qur’an.
1.4. Manfaat
1. Mampu memberikan informasi serta meningkatkan pengetahuan mengenai
nilai-nilai karakter dalam perspektif al-Qur’an kepada pembaca.
2. Mampu memberikan pandangan kepada pembaca bahwa pentingnya
menanamkan nilai-nilai karakter yang baik.
3. Mampu menjadi bahan referensi bagi pembaca untuk menuliskan materi
yang serupa berkaitan dengan nilai-nilai karakter dalam perspektif Al-
Qur’an.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Nilai karakter
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak. Nilai-nilai karakter adalah sikap dan perilaku yang didasarkan
pada norma dan nilai yang berlaku di masyarakat, yang mencakup
aspek spiritual, aspek personal/kepribadian, aspek sosial, dan aspek
lingkungan.
a. Shidiq
2
Shidiq (ash-sidqu) artinya benar atau jujur, lawan dari dusta atau
bohong (al-kazib). Seorang muslim dituntut selalu berada dalam keadaan
benar lahir batin; benar hati(shidq al-qalb), benar perkataan, benar
perbuatan. Antara hati dan perkataan harus sama, tidak boleh berbeda,
apalagi antara perkataan dan perbuatan.
“.....Apabila kamu berbicara, bicaralah sejujurnya, sekalipun dia
kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan
kepadamu agar kamu ingat.” Q.S. al-An’am: 152.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan
bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.” Q.S. at-Taubah: 119.
b. Amanah
Amanah artinya dipercaya, seakar dengan kata iman. Sifat amanah
memang lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang
semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Amanah dalam pengertian
yang sempit adalah memelihara titipan dan mengembalikannya kepada
pemiliknya dalam bentuk semula. Sedangkan dalam pengertian luas
amanah mencakup banyak hal: menyimpan rahasia orang, menjaga
kehormatan orang lain, menjaga diri sendiri, menunaikan tugas-tugas yang
diberikan kepadanya dan lain-lain sebagainya.
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara
manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah
sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha
Mendengar, Maha Melihat.” Q.S. an-Nisa: 58.
c. Istiqamah
Istiqamah diambil dari kata istiqama-yastaqimu, yang berarti tegak
lurus. Dalam KBBI diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu
konsekuen.
Secara terminologis akhlak, Istiqamah adalah sikap teguh dalam
mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai
macam tantangan dan godaan. Seorang yang Istiqamah adalah laksana
batu karang di tengah-tengah lautan yang tidak bergeser sedikitpun
walaupun dipukul oleh gelombang ang bergulung-gulung.
“Katakanlah (Muhammad), “Aku ini hanyalah seorang manusia
seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah
Tuhan Yang Maha Esa, karena itu tetaplah kamu (beribadah) kepada-Nya
dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Dan celakalah bagi orang-orang
yang mempersekutukan-(Nya),” Q.S. Fushshilat: 6.
d. Iffah
Secara etimologis, Iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu-
iffah yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Dan juga
berarti kesucian tubuh. Secara terminologis, Iffah adalah memelihara
kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan
menjatuhkannya.
3
Nilai dan wibawa seseorang tidaklah ditentukan oleh kekayaan dan
jabatannya, dan tidak pula ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi
ditentukan oleh kehormatan dirinya.
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih
suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat(30). Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar
mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa)
terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra
mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki
mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara
perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau
hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka
menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-
orang yang beriman, agar kamu beruntung(31).” Q.S. an-Nur: 30-31.
“Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan
apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu dengan
menjaga kehormatan dirinya,” Q.S. al-Furqan: 72.
e. Mujahadah
Berasal dari kata jahada-yujahidu-mujahadah-jihad yang berarti
mencurahkan segala kemampuan. Dalam konteks akhlak, mujahadah
adalah mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala
hal yang menghambat pendekatan diri terhadap Allah swt, baik hambatan
yang bersifat internal maupun eksternal.
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami,
Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh,
Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.” Q.S. al-Ankabut: 69.
f. Syaja’ah
Syajarah artinya berani, tapi bukan berani dalam arti siap
menantang siapa saja tanpa memperdulikan apakah dia berada di pihak
yang benar atau salah, dan bukan pula berani memperturutkan hawa nafsu.
Tapi berani berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh
pertimbangan.
Keberanian tidaklah ditentukan oleh kekuatan fisik, tetapi
ditentukan oleh kekuatan hati dan kebersihan jiwa. Betapa banyak orang
yang fisiknya besar dan kuat, tapi hatinya lemah, pengecut. Sebaliknya
betapa banyak yang fisiknya lemah, tapi hatinya seperti singa.
4
“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih
hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.”
Q.S. Ali ‘Imran: 139.
g. Tawadhu
Tawadhu artinya rendah hati, lawan dari sombong atau takabur.
Orang rendah hati tidak memandang dirinya lebih dari orang lain,
sementara orang yang sombong mengenai dirinya secara berlebihan.
Rendah hati tidak sama dengan rendah diri, karena rendah diri berarti
kehilangan kepercayaan diri. Sekalipun dalam praktiknya orang yang
rendah hati cenderung merendahkan dirinya di hadapan orang lain, tapi
sikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percaya diri.
“Jangan sekali-kali engkau (Muhammad) tujukan pandanganmu
kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa
golongan di antara mereka (orang kafir), dan jangan engkau bersedih hati
terhadap mereka dan berendah hatilah engkau terhadap orang yang
beriman.” Q.S. al-Hijr: 88.
h. Malu
Malu adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan
melakukan sesuatu yang rendah atau tidak baik. Orang yang memiliki rasa
malu, apabila melakukan sesuatu yang tidak patut, rendah atau tidak baik
dia akan terlihat gugup, atau mukanya merah. Sebaliknya orang yang tidak
punya rasa malu, akan melakukannya dengan tenang tanpa ada rasa gugup
sekalipun.
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki
rumah-rumah Nabi kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa
menunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu dipanggil maka
masuklah dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa
memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mengganggu Nabi sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk
menyuruhmu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar.
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri
Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih
suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati)
Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya
setelah (Nabi wafat). Sungguh, yang demikian itu sangat besar (dosanya)
di sisi Allah.” Q.S. al-Ahzab: 53
“Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari
kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak,
bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” Q.S. al-
A’raf: 179.
i. Sabar
5
Secara etimologis, sabar berarti menahan dan mengekang. Secara
terminologis sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak
disukai karena mengharap ridha Allah. Yang tidak disukai itu tidak
selamanya terdiri dari hal-hal yang tidak disenangi seperti musibah
kematian, sakit, kelaparan dan sebagainya, tapi bisa juga berupa hal-hal
yang disenangi misalnya kenikmatan duniawi yang disukai oleh hawa
nafsu. Sabar dalam hal ini berarti menahan dan mengekang diri dari
memperturutkan hawa nafsu.
“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan
(kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-
orang yang sabar.” Q.S. al-Baqarah: 153.
j. Pemaaf
Pemaaf adalah sikap suka memberi maaf terhadap kesalahan orang
lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas.
Dalam bahasa arab sifat pemaaf tersebut disebut dengan al-afwu yang
secara etimologis berarti kelebihan atau hal yang berlebih.
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan
judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.”
Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka
infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).”
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu
memikirkan,” Q.S. al-Baqarah: 219.
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf,
serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” Q.S. al-A’raf: 199.
6
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari materi di atas adalah akhlak
merupakan suatu hal yang penting untuk ditanamkan kepada diri kita. Al-
Qur’an telah memberitahukan apa saja akhlak yang dapat bernilai baik dan
buruk. Selain itu, ada juga nilai-nilai karakter yang lain seperti etika dan
moral, yang dimana keduanya merupakan hal untuk penentu sikap baik
buruknya seseorang di suatu tempat. Maka dari itu ada istilah “dimana bumi
dipijak, disitu langit dijunjung”, yang artinya dimanapun kita berada kita
harus menghormati hukum yang berlaku di tempat tersebut.
3.2. Saran
Saran yang bisa disampaikan untuk memberikan materi yang lebih jauh
dikembangkan agar menambah wawasan dalam berpikir. Selain itu, materi ini
diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu mengenai akhlak yang dimana
zaman sekarang ini sudah mulai mengalami kemunduran.
7
DAFTAR PUSTAKA
iii