Anda di halaman 1dari 4

#4 OFFER OR TREATH?

Semenjak kejadian di ruangan Felix itu, Kayla tak pernah lagi menampakkan batang
hidungnya di kampus. Dia seakan malas pergi ke kampus untuk bimbingan. Apalagi
mengingat Felix yang jelas-jelas menyadari kalau mereka pernah tidur bersama.
Seandainya Felix tidak ingat malam itu, mungkin dia akan sedikit lebih tenang. Dia
bisa berusaha melupakan semuanya seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.
Tapi kalau Felix-Nya saja ingat dia harus bagaimana?
Dia benar-benar merasa serba salah sekarang ini. Ternyata begini rasanya pernah
terlibat hubungan semalam dengan sang dosen. Rasanya dia marah, kesal, dan malu secara
bersamaan jika bertemu dengan dosennya itu.
"Kak Kay ga ke kampus?"
Kayla menoleh ke arah adik perempuannya yang langsung duduk di sampingnya.
Adiknya itu mengambil toples cemilan yang ada di pangkuan Kayla. Lalu diapun memasukan
cemilan itu ke dalam mulutnya.
“Enggak, ih Qila itu kan punya kakak” kesal Kayla saat aqila main ambil saja
cemilannya. Diapun merebutnya kembali.
“Minta dikit doang juga” sungut Aqila.
"Dikit kamu itu mah yang ada langsung habis tu isi toples!"
"Hehehe kakak tau aja. Oh iya tumben kakak ga ke kampus?"
"Lagi males"
"Aqila aduin sama bunda nih kalau kak Kay males."
"Dasar tukang ngadu"
"Bodo!" Aqila menjulurkan lidahnya ke arah Kayla. Sementara Kayla tak peduli.
Drrrtttt drrrtttt
Kayla dan Aqila refleks menoleh ke atas meja. Di sana layar ponsel Kayla menyala
karena ada sebuah panggilan masuk. Kayla pun meraih ponselnya itu dan mengernyit heran
saat menemukan nomer telpon asing tertera di sana.
"Siapa kak?" Tanya Aqila penasaran karena Kayla yang tak langsung menjawab
ponselnya.
"Ga tau, ga ada namanya" kawab Kayla.
"Angkat aja. Siapa tau kak Abizar"
Kayla pun menuruti saran dari adiknya. Dia mengklik ikon panggilan yang berwarna
hijau lalu mendekatkan ponsel itu ke telinganya. Baru saja dia ingin menyapa namun orang di
seberang sana sudah berbicara lebih dulu.
"Ha-"
“Saya tunggu revisi skripsi kamu hari ini juga!”
Kayla mengernyit saat terdengar nada tut yang berarti panggilan telah terputus. Dia
pun memandangi ponselnya itu dengan tatapan horor. Itu tadi yang menelponnya siapa? Tapi
mengingat dia mengatakan tentang skripsi Kayla, jangan-jangan.....
Kayla menggelengkan kepalanya saat pemikiran itu terlintas di kepalanya. Tidak
mungkin kalau yang menelpon tadi Felix kan? Tapi mengingat suara berat itu, tubuhnya
semakin melemas karena yang menelponnya barusan memanglah dospemnya itu.
"Dari mana dia dapat nomer gue?" Lirih Kayla bingung. Seingatnya dia tidak
meninggalkan nomer ponsel pada Felix. Tapi tahu-tahu saja dosennya itu menghubunginya.
Apakah tidak aneh?
"Siapa kak?" Tanya Aqila. Dia mengernyitkan kening ketika melihat reaksi Kayla
yang menjadi resah setelah menerima panggilan barusan. Padahal panggilan itupun tak
berlangsung lama. Dan kakaknya belum bicara sedikitpun.
"Bukan siapa-siapa" sahut Kayla cepat. Dia melirik jam di ponselnya yang
menunjukkan pukul 3 sore. Dia ingin mengabaikan telpon dari Felix tadi. Bukan karena revisi
nya tidak selesai. Tapi lebih kepada Kayla tidak siap bertemu dosennya itu.
Kayla lagi-lagi mengernyit saat menerima sebuah pesan chat dari nomer yang tadi.
Dia tidak bisa melihat foto profil dosennya itu karena kemungkinan disetting hanya untuk
kontak saja. Sedangkan dia tidak mensave nomer dosennya itu.
Saya cuma punya waktu sampai jam 4.
Isi pesan barusan membuat Kayla menghela napas beratnya. Sepertinya mau tak mau
dia harus pergi ke kampus hari ini. Dia pun beranjak dari duduknya untuk pergi ke kamar
mengambil keperluannya. Setelah itupun dia bergegas untuk pergi ke kampus sebelum
mendapatkan telpon atau pesan dari dosennya itu lagi.
"Mau kemana kak?" Tanya Aqila saat melihat Kayla yang sudah siap ingin pergi.
"Ke kampus"
"Loh tadi katanya ga ke kampus?"
"Kakak berubah pikiran. Udah dulu ya. Kamu bilangin bunda kakak pergi" pamit
Kayla. Dia pun mengeluarkan motor maticnya dari garasi. Lalu menjalankannya menuju
kampusnya.
Setelah hampir dua puluh menit dalam perjalanan, kini Kayla sudah tiba di
kampusnya. Dia langsung saja bergegas menuju ruangan Felix mengingat waktu tinggal
setengah jam lagi sebelum jam empat. Dia pun menggerakkan tangannya mengetuk pintu
dihadapannya itu. Hingga tak lama kemudian dia mendengar suara Felix menyuruhnya masuk.
Kayla masuk dengan perasaan gelisah. Dia takut Felix akan membahas kejadian
malam itu lagi. Tapi untunglah Felix langsung memeriksa skripsinya. Kayla bisa melihat
kening dosennya itu naik turun saat membaca hasil ketikannya. Dia meremas jari-jari
tangannya untuk menghilangkan rasa gugupnya. Dia juga berdoa semoga kali ini tidak
banyak revisian lagi.
“Ini kenapa jadi seperti ini? saya kemarin menyuruh kamu memperbaiki definisi
operasional. Bukan malah mengganti dan menghilangkannya. Balikin kayak semula aja” ujar
Felix. Dia menutup map skripsi itu dan mengembalikannya kepada kayla lagi.
Kayla mendengus tak kentara. Dia kesal tentu saja. Kemarin siapa yang menyuruhnya
mengganti? Tapi sekarang siapa pula yang menyuruhnya mengembalikkan seperti awal?
Kalau boleh Kayla ingin menenggelamkan diri di dasar tanah saja kalau begini.
Soal kejadian mereka yang tidur bersama saja sudah membuatnya cemas, takut, kesal
dan malu. Kini dosennya itu malah seenaknya terhadap hasil tulisannya. Benar-benar tidak
bisa dipercaya.
"Baik pak"
Meskipun kesal, tapi apa yang bisa Kayla lakukan selain menurut kan?
"Maaf ya pak, kalau ga ada yang lain lagi saya mau permisi" ujar Kayla lebih dulu
saat dia melihat dosennya itu seperti ingin membuka suara lagi. Dan Kayla yakin kalau itu
tidak jauh-jauh dari apa yang mereka lakukan malam itu.
"Tunggu!" Tahan Felix. Dia memegang tangan Kayla karena Kayla yang berusaha
berdiri dari tempat duduknya. Kayla pun refleks mengarahkan pandangannya ke arah tangan
mereka.
"Duduk, saya mau bicara!"
Kayla meneguk ludahnya mendengar suara berat Felix yang seolah tak ingin dibantah.
Dengan terpaksa diapun kembali duduk di tempatnya tadi. Felix pun Melepaskan tangannya
dari tangan Kayla.
“Berhenti bersikap seolah-olah kamu ga mengenali saya. Karena saya jelas tahu kamu
masih ingat”
‘tuhkan benar dia ngomongin masalah itu’ batin Kayla.
"Maksudnya pak?" Kayla tak mengindahkan ucapan Felix itu. Dia masih berusaha
untuk tetap berpura-pura lupa.
"Mikayla Zihan Bagaskara!"
Kayla meneguk ludahnya dengan susah payah. Kenapa sih dosennya itu terlihat begitu
menakutkan apalagi tatapan matanya yang seakan bisa menembus jantung Kayla.
"I-iya pak" Kayla tergagap menjawab panggilan dosennya itu. Dia mengangkat
wajahnya dan bertatapan dengan dosennya itu. Dia menerka-nerka berapa usia dosennya itu
sebenarnya.
"Akui kalau kamu memang mengingat saya, atau kamu mau saya ingatkan kejadian
malam itu lagi?" Kayla merinding mendengar itu. Apa tadi katanya mau mengingatkan
kejadian semalam? Dengan apa?
"Saya beneran ga tau bapak ngomong apa" kilah Kayla lagi. Namun sepertinya dia
telah melakukan pilihan yang salah. Karena dia bisa melihat tatapan Felix yang menggelap.
Lalu dosennya itupun berdiri dari tempat duduknya. Dia melangkah menghampiri Kayla. Dia
tundukkan wajahnya di depan wajah Kayla.
"Jadi kamu memilih untuk saya ingatkan lagi? Baiklah!" Putus Felix. Setelah
mengucapkan hal itu dia mendongakkan dagu Kayla dan menyentuhkan bibirnya diatas bibir
Kayla. Dilumatnya bibir tipis itu meskipun Kayla tetap diam dan tak membalas.
Kayla terbelalak kaget dengan apa yang dilakukan dosennya itu. Dia mencoba
mendorong Felix, namun laki-laki itu sigap merangkum tangannya. Dia menggigit bibir
bawah Kayla sehingga Kayla refleks membuka bibirnya. Kesempatan itu dia pergunakan
untuk lebih mengekploitasi mulut Kayla.
Kayla mengerjap dan masih berusaha memberontak. Mungkin malam itu dia
menerima karena dia dalam pengaruh alkohol. Tapi tidak dengan saat ini yang dia jelas-jelas
masih sadar betul. Dia tidak mengerti kenapa dosennya itu tiba-tiba bersikap seperti ini. Hal
ini tidak selayaknya terjadi antara dosen dan mahasiswanya.
Dengan sisa kekuatannya Kayla menggigit bibir Felix dengan kuat. Hingga dosennya
itu menghentikan kuluman bibirnya. Hal itupun dipergunakan Kayla untuk kabur dari
kungkungan dosennya itu.
"Mungkin malam itu saya memang takluk sama bapak. Tapi bukan berarti saya mau
mengulanginya lagi! Apa yang bapak lakukan ini sama sekali tidak mencerminkan sikap
seorang dosen!" Hardik Kayla. Dia menampar wajah Felix untuk meluapkan kemarahannya.
"See, kamu ngaku juga kalau kita pernah tidur berdua" ujar Felix dengan senyum
meremehkan. Kayla yang mendengarnya pun terdiam. Dia termakan jebakan Felix untuk
mengakuinya.
‘Sial!’
Kayla mengumpat. Sepertinya sekarang dia tak perlu berpura-pura lagi. Entah seperti
apa nasib skripsinya nanti.
"Kamu tenang saja, bimbingan skripsikamu aman sama saya. Asalkan kamu mau
menuruti permintaan saya"
Kayla menatap curiga Felix. Entah kenapa dia merasa ada bau-bau yang tak enak
dengan apa yang akan diucapkan Felix ini.
"Kalau saya ga mau?"
"Ya itu terserah kamu. Tapi siap-siap aja kamu ga bisa ikut wisuda tahun ini"
"Bapak gila! Bapak mau ngancem saya?" Marah Kayla. Sepertinya Felix
memanfaatkan apa yang telah terjadi diantara mereka untuk membuat Kayla menuruti
kemauannya.
"Terserah kalau mau menyebut ini ancaman. Yang jelas saya hanya mau memberi
kamu penawaran"
Dan perkataan Felix selanjutnya membuat Kayla benar-benar marah.

Anda mungkin juga menyukai