Anda di halaman 1dari 5

Jawaban no 5

Pengelolaan dan pengembangan lembaga memerlukan suatu perencanaan strategis ,yaitu suatu
pola atau struktur sasaran yang saling mendukung dan melengkapi menuju ke arah tujuan yang
menyeluruh. Metode perencanaan strategi yang terbukti mampu menganalisis lembaga dengan
efektif untuk mengetahui tentang kekuatan dan kelemahan lembaga, hal-hal yang mengancam
keberlangsungan lembaga dan peluang lembaga untuk terus eksis adalah analisis SWOT.

Analisis SWOT

Analisis SWOT (singkatan bahasa Inggris dari strength, weaknesses, opportunities dan threats)
adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi
kekuatan,kelemahan,peluang dan ancaman pada sebuah proyek, lembaga, program maupun
institusi.

Istilah SWOT dari perkataan Strength yang artinya kekuatan, weaknesses artinya kelemahan,
opportunities artinya peluang dan threats artinya ancaman.

Strength atau kekuatan

adalah situasi atau kondisi , sda, sdm yang merupakan kekuatan dari lembaga. Strength ini bersifat
internal.

Contoh :

1. Guru banyak (kuantitatif) dan berpengalaman (kualitatif)

2. Sarpras lengkap

3. Lembaga unggulan

Weaknesses atau kelemahan

Adalah kelemahan yang terdapat di lembaga Weaknesses ini juga bersifat internal.

Contoh :

1. Iklim di sekolah yang tidak kondusif

2. Kepemimpinan yang kurang baik

3. SDM kurang berkompeten

4. Komunikasi yang kurang efektif antara pengelola dan pendidik/karyawan

Opportunities atau peluang

Adalah peluang-peluang dari luar lembaga yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan lembaga

Contoh :

1.Peluang kerjasama dengan lembaga profesional psikologi


2.Peluang menjadi lembaga percontohan

3. Peluang menjadi PAUD inklusi

Threats atau ancaman

adalah kondisi yang mengancam dari luar yang ketika tidak diantisipasi akan membahayakan
keberlangsungan lembaga.

contoh:

1. Anak usia dini dari lingkungan sekitar yang jumlahnya semakin sedikit.

2. Banyaknya lembaga PAUD yang lebih baik dan berkualitas berdiri di sekitar lembaga kita.

Sementara maksud dari analisa SWOT sendiri adalah untuk meneliti dan menentukan dalam hal
manakah lembaga itu:

a. Kuat ( sehingga dapat dioptimalkan)

b. Lemah(sehingga dapat dibenahi)

c. Kesempatan-kesempatan di luar (untuk dimanfaatkan)

d. Ancaman-ancaman dari luar (untuk di antisipasi)

Langkah-langkah SWOT:

a. Identifikasi semua hal yang berkaitan dengan SWOT

b. Tentukan faktor penghambat dan faktor pendukung

c. Tentukan alternatif langkah/program/kegiatan

d. Rumuskan tujuan dari masing-masing langkah/program/kegiatan

e. Ambil keputusan yang paling prioritas.

Penutup

Analisis SWOT secara sederhana dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan
kelemahan internal sebuah organisasi /lembaga, serta kesempatan dan ancaman lingkungn
eksternalnya. SWOT adalah perangkat umum yang didesian yang digunakan sebagai langkah awal
dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategis dalam berbagai terapan
(Johson,dkk, 1989; Bartol dkk,1991)

Jika analisis SWOT ini digunakan dengan benar maka dimungkinkan bagi lembaga untuk
mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai situasi lembaga. Sedangkan pemahaman mengenai
faktor-faktor eksternal (yang terdiri atas ancaman dan kesempatan) yang dikolaborasikan dengan
suatu pengujian mengenai kekuatan dan kelemahan lembaga akan membantu dalam
mengembangkan sebuah visi tentang masa depan lembaga, sehingga sebuah lembaga akan terus
eksis dan kreatif untuk melakukan pengembangan-pengembangan yang semua itu akhirnya akan
sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan anak usia dini.

Jawaban no 6

Proporsi guru yang berpendidikan di bawah kualifikasi minimal tersebut tentu

tidak memadai jika Pemerintah ingin menyediakan pelayanan pendidikan yang

berkualitas. Untuk jenjang pendidikan SMP dan SM yang menggunakan sistem guru

mata pelajaran, banyak pula terjadi ketidaksesuaian antara pelajaran yang diajarkan

dengan latar belakang pendidikan guru. Pada jenjang SMP, SMA dan SMK persentase

guru yang belum memiliki kualifikasi masing-masing adalah 36%, 33%, dan 43%.

Pada pendidikan tinggi, peningkatan mutu dan kualifikasi dosen menjadi faktor

yang sangat mempengaruhi proses pendidikan. Pada tahun 2003, dari 58.664 orang di

perguruan tinggi negeri (PTN), proporsi dosen dengan pendidikan tertinggi S2/S3 baru

mencapai 54,50%. Sedangkan pada PTS, dari jumlah 88.865 orang dosen yang ada,

proporsi dosen dengan pendidikan tertinggi S2/S3 hanya 34,50 %.

Dari data BPS (2004) juga dilaporkan bahwa aspek fisik juga menujukan bahwa

kondisi prasarana dan sarana pendidikan belum sepenuhnya memadai, hal ini antara lain

dapat dilihat dari ketersediaan perpustakaan di sekolah. Secara nasional, baru 27,6% SD

yang sudah memiliki perpustakaan sekolah. Di samping itu, terjadi sebaran yang kurang

merata menurut provinsi. Di Yogyakarta, misalnya, terdapat 72,8% SD yang memiliki

perpustakaan sedangkan di Maluku

Utara hanya lima persen yang sudah

memiliki perpustakaan sekolah. Selain

kondisi fasilitas yang demikian, juga

banyak ruang belajar dan sarana belajar

lain seperti laboratorium, sarana

olahraga yang rusak. Pada tabel 4, dari

sekitar 865.258 ruang belajar (lokal)


terdapat sekitar 500.818 lokal SD/MI

(57,8%) yang rusak ringan dan rusak berat. Sementara pada jenjang SMP dari sekitar

187.480 ruang belajar terdapat 31.198 lokal SMP/MTs (17,7%) yang juga mengalami rusak

ringan dan berat. Pada jenjang SM terdapat sekitar 13.777 lokal (15,6%) yang rusak ringan

dan rusak berat.

Kondisi yang demikian, selain akan berpengaruh pada ketidaklayakan dan

ketidaknyamanan pada proses belajar mengajar, juga akan berdampak pada keengganan

orang tua untuk menyekolahkan anaknya.

Jawaban no 3

Pendidikan merupakan salah satu indikator pelayanan publik penting suatu

negara. Berhasil atau tidaknya tingkat keberhasilan suatu pemerintahan baik di negara

berkembang maupun negara maju dapat dilihat dari indikator pendidikan. Dalam UU

No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik pasal 5 ayat 2, pendidikan merupakan salah satu

ruang lingkup pelayanan publik. Pengukuran keberhasilan pelayanan pendidikan

menggunakan kerangka pengukuran kinerja sektor publik yaitu dengan menggunakan

konsep pengukuran value for money.

Indikator-indikator kinerja dalam bidang pendidikan yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu:

1. Masukan (Input). Input merupakan sumber daya yang digunakan untuk

pelaksanaan suatu kebijakan, program, dan aktivitas (Mardiasmo, 2009). Dalam

penelitian ini, dari sisi masukan (input) dapat dilihat dari indikator pendidikan

Hanjar Giri Anggraini 73

yaitu: a) Indikator belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk sektor

pendidikan dibagi total belanja pemerintah daerah dan hasilnya dikalikan seratus

persen (DF), b) Indikator tingkat pendapatan masyarakat yang kemudian disebut

dengan PDRB per kapita (PDRB), c) Rasio Siswa per Guru SMP/MTs (RSG), d)

Rasio Siswa SMP/MTs per Kelas (RSK)


Indikator-indikator tersebut di atas, yaitu indikator belanja pemerintah dan

PDRB per kapita digunakan oleh Robalino (2001), Uchimura (2009), dan Rubio

(2010). Salinas (2007) dalam penelitiannya menggunakan indikator belanja

pemerintah, PDRB per kapita, dan rasio siswa per guru. Sedangkan Wei-qing

(2010) dan Akpan (2011) menggunakan indikator belanja pemerintah dalam

penelitiannya.

2. Keluaran (Output). Output merupakan hasil yang dicapai dari suatu program,

aktivitas, dan kebijakan. Mengukur output lebih sulit dilakukan terutama untuk

pelayanan sosial, seperti pendidikan, keamanan, atau kesehatan (Mardiasmo,

2009). Output adalah keluaran yang bisa dikendalikan dari dalam institusi, seperti

dalam penelitian ini dapat dilihat dari indikator pendidikan yaitu angka lulusan

SMP/MTs (AL).

3. Dampak (Outcome). Outcome adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas

tertentu. Outcome seringkali dikaitkan dengan tujuan atau target yang hendak

dicapai (Mardiasmo, 2009). Outcome dalam penelitian ini dapat dilihat dari

indikator pendidikan yaitu angka melanjutkan ke SMA/SMK/MA (AM). Indikator

angka melanjutkan tersebut digunakan juga oleh Salinas (2007) dalam

penelitiannya.

Anda mungkin juga menyukai