Anda di halaman 1dari 20

Keputusasaan merupakan status emosional yang berkepanjangan dan bersifat subyektif

yang muncul saat individu tidak melihat adanya alternatif lain atau pilihan pribadi untuk
mengatasi masalah yang muncul atau untuk mencapai apa yang diiginkan serta tidak dapat
mengerahkan energinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. (carpenito, 563).
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat keterbatasan
atau tidak ada alternatif atau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi
energy yang dimilikinya (NANDA, 2005).
Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan, ketidakmampuan,keraguan, duka
cita, apati, kesedihan, depresi, dan bunuh diri. ( Cotton dan Range, 1996 ).
Sedangkanmenurut (Pharris, Resnick,dan ABlum, 1997),mengemukakan bahwa keputusasaan
merupakan kondisi yang dapat menguras energi.
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa bahwa kehidupannya
terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain mustahil ). Seseorang yang tidak memiliki
harapan tidak melihat adanya kemungkinan untuk memperbaiki kehidupannya dan tidak
menemukan solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya bahwa baik dirinya atau siapapun
tidak akan bisa membantunya.

2.1    ETIOLOGI KEPUTUSASAAN


Beberapa faktor penyebab orang mengalami keputusasaan yaitu :
a.    Faktor kehilangan
b.    Kegagalan yang terus menerus
c.    Faktor Lingkungan
d.   Orang terdekat ( keluarga )
e.    Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat mengancam jiwa)
f.     Adanya tekanan hidup
g.    Kurangnya iman
2.2    MANIFESTASI KLINIS KEPUTUSASAAN
a.    Mayor ( harus ada)
Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang mendalam , berlebihan, dan
berkepanjangan dalam merespon situasi yang dirasakan sebagai hal yang mustahil isyarat
verbal tentang kesedihan.
Contohungkapan :
1.    “Lebihbaiksayamenyerahkarenasayatidakmampumemperbaikikeadaan.”
2.    “Masadepansayaseolahsuram.”
3.    “Sayatidakdapatmembayangkanmasadepansaya 10 tahunkedepan.”
4.    “Sayasadar, sayatipernahmendapatkanapa yang sayainginkansebelumnya.”
5.    “Rasanyasayatidakmungkinmenggapaikepuasandimasa yang akandatang.”

1)   Fisiologis :
  respon terhadap stimulus melambat
  tidak ada energi
  tidur bertambah
2)   emosional :
  individu yang putus asa sering sekali kesulitan mengungkapkan perasaannya tapi dapat
merasakan
  tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan pertolongan tuhan
  tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup
  hampa dan letih
  perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa
  tidak berdaya,tidak mampu dan terperangkap.
3)   Individu memperlihatkan :
  Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan
  Penurunan verbalisasi
  Penurunan afek
  Kurangnya ambisi,inisiatif,serta minat.
  Ketidakmampuan mencapai sesuatu
  Hubungan interpersonal yang terganggu
  Proses pikir yang lambat
  Kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan kehidupannya sendiri.
4)   Kognitif :
  Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan membuat keputusan
  Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang bukan masalah yang dihadapi saat
ini
  Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir
  Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali )
  Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap
  Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan tujuan yang ditetapkan
  Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta membuat keputusan
  Tidak dapat mengenali sumber harapan
  Adanya pikiran untuk membunuh diri.
b.    Minor ( mungkin ada )
1)   Fisiologis
  Anoreksia
  BB menurun
2)   Emosional
  Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang lain
  Merasa berada diujung tanduk
  Tegang
  Muak ( merasa ia tidak bisa)
  Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia jalani
  Rapuh
3)   Individu memperlihatkan
  Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari pembicara
  Penurunan motivasi
  Keluh kesah
  Kemunduran
  Sikap pasrah
  Depresi
4)   Kognitif
  Penuruna kemampuan untuk menyatukan informasi yang diterima
  Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang , masa datang
  Bingung
  Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif
  Distorsi proses pikir dan asosiasi
  Penilaian yang tidak logis

2.3    AKIBAT KEPUTUSASAAN


Akibat yang dapatditimbulkandariterjadinyakeputusasaanyaitu :
a.     Stres

b.     Depresi

c.      Galau

d.     Sakit

e.      Pola hidup yang tidak teratur


f.      Letih, Lesu, Lemah; disebabkan karena faktor psikis
g.      Hilang kesempatan yang ada, karena ketika kesempatan itu datang ia sibuk dengan rasa
putus asa yang ada.
h.     Trauma; tidak lagi memiliki keberanian dan kemampuan untuk melakukan hal yang sama
karena takut akan mengalami rasa putus asa untuk yang kedua kalinya.
i.       Gila; akibat jangka panjang yang umumnya terjadi pada sebagian orang
j.       Sakit; diawali dengan makan yang tidak teratur, tidur terlalu larut, beban pikiran yang
berlebihan.
k.     Kematian; beberapa mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri dan tidak hanya karena sakit
yang berkepanjangan namun juga karena faktor psikis yang berlebihan.

2.4    PENCEGAHAN
Di bawah ini ada beberapa cara mencegah timbulnya keputusasaanyaitu :
1)        Berbaik sangkalah kepada ALLAH,Ingat bahwa setiap yang kita alami ada hikmahnya.
Semua ini hanyalah sebuah cobaan dan bukti kecintaaan tuhan kepada kita.
2)        Berpikir bahwa tidak ada kegagalan yang abadi, karena kita bisa mengubahnya dengan ber
buat hal-hal baru.
3)        Tetapkan tindakan kita dalam keadaan apapun kita tetap bisa memilih tindakan atau
mengubah kebiasan lama dan mencari jalan untuk mengatasi masalah yg tengah kita hadapi
4)        Bersikap lebih fleksibel, kehidupan tidak selalu seperti yang di harapkan. Apabila kita dapat
menyesuaikan diri dengan situasi baru maka ketegangan kita kan berkurang.
5)        Kembangkan tindakan yang kreatif Tanyakan pada diri sendiri "KESEMPATAN APA BAGI
SAYA DI SINI ? JALAN MANA YANG TERBUKA BAGI SAYA ?"
6)        Evaluasi setiap situasi. Pikirkan segala tindakan sebelum bertindak agar bisa di dapatkan
pemecah masalah yang baik.
7)        Lihat sisi positifnya. Kegagalan memang  merupakan pengalaman yang menyakitkan. Tapi
daripada  memikirkan kerugian yang kita alami, lebih baik fokuskan pada apa yang telah kita
pelajari.
8)        Bertanggung jawab. Jangan salah kan orang lain  jika gagal,tapi perhatikan baik-baik
masalah nya dan cobalah memahaminya. Tanyakan pada diri sendiri bagaimana
mengatasinya?
9)        Pelihara selera humor dan tertawa memang tidak segera memecahkan masalah,tetapi akan
membantu kita melihat masalah secara perspektif. Hal itu bagaikan cahaya dalam kegelapan.
10)    Ingatlah bahwa kegagalan adalah guru yang paling berharga kita bisa belajar tentang
bagaimana kita bisa gagal dan bagaimana kita mengatasi sebuah kegagalan.

2.5    PENATALAKSANAAN KEPUTUSASAAN


Penatalaksanaanmedispada orang yang mengalamikeputusasaanyaitu :
a.    Psikofarmaka
Terapi dengan obat-obatan sehingga dapat meminimalkan gangguan keputusasaan.  
b.   Psikoterapi
adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas sudah
kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi  ini bermacam-macam bentuknya
antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan
motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya.
Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang
maksudnya memperbaiki kesalahan  pendidikan di waktu lalu, psikoterapi rekonstruktif
dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan
menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan
untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga
penderita mampu membedakan nilai- nilai moral etika. Mana yang baik dan buruk, mana
yang boleh dan tidak, dsbnya.
Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang
terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga
dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya.
c.    Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang
lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini
hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.
d.   Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari
penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama berhubungan dengan
manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti
sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian
kitab suci dsb.
e.    Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali
kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi
misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan
antara lain; terapi kelompok, menjalankan  ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian,
terapi fisik berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam,
rekreasi, dsbnya.
Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala
dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti
program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan
ke masyarakat.
PSIKOTIK

PSIKOTIK Pengertian Psikotik adalah bentuk disorder mental atau kegalauan jiwa yang
dicirikan dengan adannya disintergasi kepribadian dan terputusnnya hubungan jiwa dengan
Realita

4 Kriteria Psikotik Psikotik organik


adalah psikotik yang penyebabnya adalah gangguan pada susunan syaraf pusat dan psikotik
yang disebabkan oleh kondisi fisik , gangguan metabolisme dan intoksikasi obat. Psikotik
Fungsional Psikotik yang disebabkan oleh gangguan pada kepribadian seseorang yang
bersifat psikogenetik yaitu skizofrenia (perpecahan kepribadian) seperti psikotik paranoid dan
curiga.

5 Faktor penyebab psikotik


1. Tekanan-tekanan kehidupan ( emosional) 2. Kekecewaan yang tidak pernah terselesaikan
3. Adanya hambatan yang terjadi pada masa tumbuh kembang 4. kecelakaan yang
menyebabkan kerusakan gangguan otak 5. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan masyarakat.

6 Gelandangan Kata gelandangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki artian
orang yang tidak mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal yang tetap Gelandangan sebagai
entitas sosial merupakan orang yang dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan
yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan
yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum ( PP no. 31 tahun
1980 tentang penanggulangan gelandangan dan pengemis )

7 Gelandangan Psikotik Klien dengan gangguan jiwa kronis yang keluyuran di jalan-jalan
dan dapat menganggu ketertiban umum dan merusak keindahan lingkungan.

8 Penyebab gelandangan dan psikotik


UU no 23 tentang kesehatan jiwa menyebutkan penyebab munculnya gelandang dan psikotik
adalah: 1. Keluarga tidak perduli 2. keluarga malu 3. keluarga tidak tahu 4. Obat tidak
diberikan 5. Tersesat ataupun karena Urbanisasi

9 Ciri gelandang psikotik


Tubuh kotor sekali Rambut seperti sapu ijuk Pakaian compang camping Membawa
bungkusan besar dan berisi macam-macam barang Bertingkah laku aneh seperti tertawa
sendiri dan sukar diajak berkomunikasi dan bermusuhan Pribadi tidak stabil Tidak memiliki
kelompok

10 Layanan yang dibutuhkan oleh gelandangan dan psikotik


Kebutuhan fisik, meliputi kebutuhan makan, pakaian, perumahan dan kesehatan Kebutuhan
layanan psikis meliputi terapi medis psikiatris. keperawatan dan psikologis Kebutuhan sosial
seperti rekreasi, kesenian dan olah raga Layanan kebutuhan ekonomi meliputi ketrampilan
usaha, ketrampilan kerja dan penempatan dalam masyarakat. Kebutuhan rohani

11 Langkah –langkah Rehabilitasi sosial pada psikotik dan gelandangan


Tahap identifikasi Tahap diagnosis Tahap treatment
12 Tahap identifikasi Masalah sosial merupakan fenomena yang muncul dalam kehidupan
masyarakat, perwujudannya dapat merupakan masalah lama yang mengalami perkembangan
ataupun masalah baru yang muncul akibat perkembangan dan perubahan kehidupan sosial,
ekonomi dan kultural

13 Tahap Diagnosis setelah masalah sosial teridentifikasi, maka akan mendorong timbulnya
respon masyarakat berupa tindakan bersama untuk memecahkan masalah bersama

14 Tahap treatment Pendekatan awal Penerimaan dan pengasramaan


Resosialisasi Penyaluran Bimbingan lanjut dan evaluasi

15 Pendekatan awal Razia oleh petugas


Kemitraan dengan lembaga atau pihak lain rumah sakit dan dinas sosial.

16 Penerimaan dan pengasramaan


Pengungkapan masalah Pelaksanaan rehabilitasi sosial 1. Bimbingan fisik 2. Bimbingan
mental 3. Bimbingan sosial

17 Resosialisasi Serangkaian bimbingan yang bertujuan untuk mempersiapkan klien agar


dapat berintergrasi penuh dalam kehidupan masyarakat secara normatif dan juga
mempersiapkan masyarakat untuk dapat menerima klien

18 Penyaluran Serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan klien kedalam


kehidupan masyarakat secara normatif.

19 Bimbingan lanjut Serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk lebih memantapkan klien
kembali dalam kehidupan masyarakat

20 Evaluasi Bertujuan untuk memastikan proses pelaksanaan rehabilitasi sosial berjalan


dengan baik

21 Askep pada klien gelandangan dan psikotik di rumah sakit

22 Pengkajian Faktor pedisposisi Faktor presipitasi


Penilaian terhadap stresor Sumber koping Mekanisme koping

23 Faktor predisposisi Genetik


Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem neurotransmiter. Teori virus
dan infeksi

24 Stresor presipitasi Biologis Sosial kutural Psikologis

25 Rentang respon neurobiologis


Respon adaptif Respon mal adaptif Berfikir logis Persepsi akurat emosi konsisten dengan
pengalaman Perilaku sesuai Berhubungan sosial Pemikiran sesekali terdistorsi Ilusi Reaksi
emosi berlebih Dan tidak bereaksi Perilaku aneh dan penarikan tidak biasa Gangguan
pemikiran waham/halusinasi Kesulitan pengolahan emosi Perilaku kacau dan isolasi sosial

26 Sumber koping Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )


Pencapaian wawasan Kognitif yang konstan Bergerak menuju prestasi kerja
27 Mekanisme koping Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas) Proyeksi ( upaya untuk
menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan menetapkan tanggung jawab kepada
orang lain) Menarik diri Pengingkaran

28 Diagnosis keperawatan yang sering ditemukan pada klien gelandangan dan psikotik
GSp : halusinasi Isolasi sosial Harga diri rendah Resiko perilaku kekerasan/perilaku
kekerasan Gangguan proses pikir :waham Resiko bunuh diri Defisit perawatan diri

29 Tindakan keperawatan Tindakan keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang


di temukan

30 Tindakan keperawatan Tindakan keperawatan dalam tahap pemeliharaan berfokus ada


pendidikam manajemen dan pengendalian diri dari gejala dan mengidentifikasi gejala yang
berhubungan dengan kekambuhan

31 Tahapan kekambuhan Tahap 1 : kewalahan berlebih ( mengeluh kewalahan, gejala


anxietas yang intensif) Tahap 2 : pembatasan kesadaran (gejala anxietas sebelumnya
bergabung dengan gejala depresi) Tahap 3 : rasa malu ( biasanya hipomania dan halusinasi
dan klien tidak bisa mengendalikan) Tahap 4 : disorganisasi Psikotik( tahap ini gejala
gangguan jiwa jelas terjadi, halusinasi, waham) Tahap 5 : resolusi Psikotik ( tahap ini di
rumah sakit dan terjadi penyembuhan psikotik )

1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan,


pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang
dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait
dengan kekejaman terhadap binatang (Gunawan Wibisono, 2009).

Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).

Menurut WHO (WHO, 1999), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, 
ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan  atau sekelompok orang  atau
masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma,
kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan kekerasan verbal maupun fisik,
pemaksaan atau ancaman pada nyawa yang dirasakan pada seorang perempuan, apakah masih
anak-anak atau sudah dewasa, yang menyebabkan kerugian fisik atau psikologis, penghinaan
atau perampasan kebebasan dan yang melanggengkan subordinasi perempuan (Citra Dewi
Saputra, 2009).

Adapun pengertian kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana tertuang dalam rumusan
pasal 1 Deklarasi Penghapusan Tindakan Kekerasan terhadap Perempuan (istri) PBB dapat
disarikan sebagai setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau
penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan
tertentu, pemaksaan atau perampasan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan
umum atau dalam kehidupan pribadi (Citra Dewi Saputra, 2009).

Lebih tegas lagi dapat dikatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
terutama digunakan untuk mengontrol seksualitas perempuan dan peran reproduksi mereka.
Hal ini sebagaimana biasa terjadi dalam hubungan seksual antara suami dan istri di mana
suami adalah pihak yang membutuhkan dan harus dipenuhi kebutuhannya, dan hal ini tidak
terjadi sebaliknya. Lebih jauh lagi Maggi Humm menjelaskan bahwa beberapa hal di bawah
ini dapat dikategorikan sebagai unsur atau indikasi kekerasan terhadap perempuan dalam
rumah tangga yaitu:

1. Setiap tindakan kekerasan baik secara verbal maupun fisik, baik berupa tindakan atau
perbuatan, atau ancaman pada nyawa.
2. Tindakan tersebut diarahkan kepada korban karena ia perempuan. Di sini terlihat
pengabaian dan sikap merendahkan perempuan sehingga pelaku menganggap wajar
melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan.
3. Tindakan kekerasan itu dapat berbentuk hinaan, perampasan kebebasan, dll.
4. Tindakan kekerasan tersebut dapat merugikan fisik maupun psikologis perempuan.
5. Tindakan kekerasan tersebut terjadi dalam lingkungan keluarga atau rumah tangga
(Gunawan Wibisono, 2009).

Kekerasan dalam rumah tangga adalah pola perilaku yang penuh penyerangan dan
pemaksaan, termasuk penyerangan secara fisik, seksual, dan psikologis, demikian pula
pemaksaan secara ekonomi yang digunakan oleh orang dewasa atau remaja terhadap
pasangan intim mereka dengan tujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan kendali atas diri
mereka (Ichamor, 2009).

1. Ruang Lingkup dan Macam-macam Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1):

1. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri).
2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana
dimaksud karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan
perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan);
dan/atau
3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut (Pekerja Rumah Tangga).

Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tindak kekerasan istri dalam rumah tangga
dibedakan kedalam empat (4) macam yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan
seksual, kekerasan emosional (Kompas.com ,2007).

Selain itu macam-macam bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga tercantum
dalam Undang-Undang KDRT Pasal 5.

1. Kekerasan Fisik
Menurut Pasal 6 kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat.

Menurut Magetan,2010. Kekerasan Fisik adalah kekerasan yang pelakunya melakukan


penyerangan secara fisik atau menunjukkan perilaku agresif yang dapat menyebabkan
terjadinya memar hingga terjadinya pembunuhan. Tindakan ini seringkali bermula dari
kontak fisik yang dianggap sepele dan dapat dimaafkan yang kemudian meningkat menjadi
tindakan penyerangan yang lebih sering dan lebih serius. Kekerasan fisik meliputi perilaku
seperti mendorong, menolak, menampar, merusak barang atau benda-benda berharga,
meninggalkan pasangan di tempat yang berbahaya, menolak untuk memberikan bantuan saat
pasangan sakit atau terluka, menyerang dengan senjata, dan sebagainya. Berikut ini ada
beberapa pembagian dari kekerasan fisik itu sendiri :

1)      Kekerasan Fisik Berat. Kekerasan ini berupa penganiayaan berat  seperti menendang,
memukul, melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain
yang dapat mengakibatkan :

a)      Cedera berat

b)      Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari

c)      Pingsan

d)     Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang
menimbulkan bahaya mati

e)      Kehilangan salah satu panca indera.

f)       Mendapat cacat.

g)      Menderita sakit lumpuh.

h)      Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih

i)        Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan

j)        Kematian korban.

2)      Kekerasan Fisik Ringan. Kekerasan ini berupa menampar, menjambak, mendorong,


dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan :

a)      Cedera ringan

b)      Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat .

1. Kekerasan psikologis atau emosional (Psikis)


Menurut pasal 7 kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Kekerasan psikologis atau emosional meliputi semua tindakan yang berdampak pada
kesehatan mental dan kesejahteraan pasangan, seperti: menghina, kritik yang terus menerus,
pelecehan, menyalahkan korban atas segala sesuatunya, terlalu cemburu atau posesif,
mengucilkan dari keluarga dan teman-teman, intimidasi dan penghinaan.

1)      Kekerasan Psikis Berat. Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi
social, tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina, ancaman kekerasan fisik,
seksual dan ekonomis, yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat
berupa salah satu atau beberapa hal berikut :

a)      Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual
yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun.

b)      Gangguan stress pasca trauma.

c)      Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis)

d)     Depresi berat atau destruksi diri

e)      Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan
atau bentuk psikotik lainnya

f)       Bunuh diri (www.lbh-apik.or.id).

2)      Kekerasan Psikis Ringan. Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan,
pemaksaan, dan isolasi social, tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina,
ancaman kekerasan fisik yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis
ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini :

a)      Ketakutan dan perasaan terteror

b)      Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak

c)      Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual

d)     Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa
indikasi medis)

e)      Fobia atau depresi temporer.

1. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual yaitu kekerasan yang penyerangannya secara fisik oleh pelaku seringkali
diikuti, atau diakhiri dengan kekerasan seksual dimana korban dipaksa untuk melakukan
hubungan seksual dengan pelaku atau berpartisipasi dalam suatu kegiatan seksual yang tidak
diinginkannya, termasuk hubungan seks tanpa pelindung.

1)      Kekerasan Seksual Berat, berupa :

a)         Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual,
mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik,
terteror, terhina dan merasa dikendalikan.

b)         Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak
menghendaki.

c)         Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan  atau
menyakitkan.

d)        Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau
tujuan tertentu.

e)         Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan


korban yang seharusnya dilindungi.

f)          Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit, luka,atau cedera.

2)      Kekerasan Seksual Ringan. Kekerasan ini berupa pelecehan seksual secara verbal


seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non
verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta
perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina
korban.

       Kekerasan seksual menurut pasal 8 meliputi :

 Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam
lingkup rumah tangga tersebut.
 Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

1. Kekerasan Ekonomi

Kekerasan ekonomi termasuk pasal 9  yang meliputi berbagai tindakan yang dilakukan untuk
mempertahankan kekuasaan dan kendali atas keuangan, seperti: melarang pasangan mereka
untuk mendapatkan atau tetap mempertahankan pekerjaan, membuat pasangan mereka harus
meminta uang untuk setiap pengeluaran, membatasi akses pasangan mereka terhadap
keuangan dan informasi akan keadaan keuangan keluarga, dan mengendalikan keuangan
pasangan.

1)      Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian


lewat sarana ekonomi berupa :

a)         Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.

b)         Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.

c)         Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau
memanipulasi harta benda korban.

2)      Kekerasan Ekonomi Ringan, Kekerasan ini berupa melakukan upaya-upaya sengaja


yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi
kebutuhan dasarnya.

1. Gabungan dari berbagai kekerasan sebagaimana disebutkan di atas baik fisik,


psikologis, maupun ekonomis.

1.
2.
3. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Ada faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga khususnya
yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu :

1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.

Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk sedemikian rupa
dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik suami oleh
karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini menyebabkan
suami menjadi merasa berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap istrinya.

1. Ketergantungan ekonomi.

Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk menuruti
semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan, sekalipun tindakan keras
dilakukan kepadnya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaannya dengan pertimbangan
demi kelangsungan hidup dirinya dan pendidikan anak-anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh
suami untuk bertindak sewenang-wenang kepada istrinya.

1. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaiakan konflik.

Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun
kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan, kemudian dilakukan tindakan kekerasan
dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini
didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras
agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering menggunakan
kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem rumah tangganya.

1. Persaingan.

Di sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan, pergaulan,
penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah, di lingkungan kerja, dan
lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal, dapat menimbulkan persaingan dan
selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu sisi
suami tidak mau kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau terbelakang dan dikekang.

1. Frustasi.

Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa frustasi tidak
bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung jawabnya. Hal ini biasa terjadi
pada pasangan-pasangan seperti dibawah ini :

1. Belum siap kawin.


2. Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi kebutuhan
rumah tangga.
3. Serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang pada orang tua atau
mertua.
4. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hokum.

Pembicaraan tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak
terlepas dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal ini penting karena bisa jadi
laporan korban kepada aparat hukum dianggap bukan sebagai tindakan kriminal tapi hanya
kesalahpahaman dalam keluarga. Hal ini juga terlihat dari minimnya KUHAP membicarakan
mengenai hak dan kewajiban istri sebagai korban, karena posisi dia hanya sebagai saksi
pelapor atau saksi korban. Dalam proses sidang pengadilan, sangat minim kesempatan istri
untuk mengungkapkan kekerasan yang ia alami.

1. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Dalam hal ini banyak dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan itu sendiri. Dampak
kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi pada istri, anak, bahkan suami.

1. Dampak  pada istri :


1. Perasaan rendah diri, malu dan pasif
2. Gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan, susah makan
dan susah tidur
3. Mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen
4. Gangguan kesehatan seksual
5. Menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan kekerasan
6. Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan hilangnya gairah
seks, karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa merespon secara normal
ajakan berhubungan seks
2. Dampak pada anak :
1. Mengembangkan prilaku agresif dan pendendam
2. Mimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatan
3. Kekerasan menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik
3. Dampak pada suami :
1. Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis
2. Pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri

Selain itu menurut Suryasukma efek psikologis penganiyaan bagi banyak perempuan lebih
parah disbanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih, kelainan stress post traumatic, serta
gangguan makan dan tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan terhadap istri
juga mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara bilologis yang pada akhirnya
terganggu secara sosiologis. Istri yang teraniaya sering mengisolasi diri dan menarik diri
karena berusaha menyembunyikan bukti penganiyaan mereka.

Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak hamil mengalami
gangguan menstruasi seperti menorhagia, hipomenohagia atau metrohagia bahkan wanita
dapat mengalami menopause lebih awal, dapat mengalami penurunan libido,
ketidakmampuan mendapatkan orgasme.

Diseluruh dunia satu diantara empat perempuan hamil yang mengalami kekerasan fisik dan
kekerasan seksual oleh pasangannya. Pada saat hamil, dapat terjadi keguguran/abortus,
persalinan immature, dan bayi meninggal dalam rahim. Pada saat bersalin, perempuan akan
mengalami penyulit persalinan seperti hilangnya kontraksi uterus, persalinan lama, persalinan
dengan alat bahkan pembedahan. Hasil dari kehamilan dapat melahirkan bayi dengan BBLR.
Terbelakang mental, bayi lahir cacat fisik atau bayi lahir mati.

Dampak lain yang juga mempengaruhi kesehatan organ reproduksi istri dalam rumah tangga
diantaranya perubahan pola pikir, emosi dan ekonomi keluarga. Dampak terhadap pola pikir
istri misalnya tidak mampu berpikir secara jernih karena selalu merasa takut, cenderung
curiga (paranoid), sulit mengambil keputusan, tidak bias percaya dengan apa yang terjadi.
Istri yang menjadi korban kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik dan mental dua kali
lebih besar dibandingkan yang tidak menjadi korban termasuk tekanan mental, gangguan
fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi penyakit menular (www.depkes.go.id).

Dampak terhadap ekonomi keluarga adalah persoalan ekonomi, hal ini terjadi tidak saja pada
wanita yang tidak bekerja tetapi juga pada wanita yang bekerja atau mencari nafkah. Seperti
terputusnya akses mendadak , kehilangan kendali ekonomi rumah tangga, biaya tak terduga
untuk tempat tinggal, kepindahan, pengobatan, terapi serta ongkos untuk kebutuhan yang
lain.

1. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga


2. Pengkajian

 Kecemasan
o Perilaku : Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, menarik diri
dari hubungan personal, mengahalangi,  menarik diri dari  hubungan
interpersonal, melarikan diri dari hubungan intrapersonal.
o Stresor Pecetus : Stesor penscetus mungkin berasal dari sumber internal dan
sumber eksternal. Stressor pencetus dibagi menjadi dua  kategori. Kategori
pertama yaitu ancaman terhadap integritas seseorang meliputi
ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kkapasitas
untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Katagori kedua yaitu ancaman
terhadap system diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan
fungsi social yang terintegrasi seseorang.
o Mekanisme koping : Tingkat kecemasan seseorang dapat menimbulkan dua
mekanisme koping. Mekanisme yang pertama adalah mekanisme yang
berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari, dan berorientasi pada
tindakan untuk memenuhi secara realistic tuntutan situasi stress(Perilaku
menyerang untuk mengatasi hambatan pemenuhan, perilaku menarik diri
secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan sumber stress, perilaku
kompromi untuk mengubah tujuan). Mekanisme yang kedua adalah
mekanisme pertahan ego yang membantu mengatasi ansietas.
o Gangguan Tidur
 Perilaku
 Sumber koping : dukungan social dari keluarga, teman, dan pemberi
pelayanan juga merupakan sumber yang penting.
 Mekanisme koping : represi perasaan, konflik, menyangkal masalah
psikologis.
 Gangguan Seksual
 Perilaku
 Factor predisposisi
 Faktoer pencetus
 Mekanisme koping

1. Diagnosa Keperawatan

 Kecemasan
 Ansietas
 Inefektif koping
 Ketakutan
 Gangguan Tidur
o Gangguan cerita tubuh
o Proses perubahan keluarga
o Gangguan pola tidur
o Kerusakan interaksi sosial
o Gangguan Seksual
o Gangguan citra tubuh
o Ketakutan
o Ketidakberdayaan
o Nyeri
o Gangguan harga diri
o Perubahan peforma peran
o Resiko terhadap kesepian
o Distress spiritual
o Kerusakan interaksi sosial

1. Identifikasi Hasil

 Kecemasan
 Pasien akan menunjukkan cara adaptif dalam mengatasi stress
 Gangguan tidur
o Pasien akan mengekspresikan perasaannya secara verbal daripada melalui
perkembangan gejala-gejala fisik.
o Gangguan seksual
 Pasien akan mencapai tingkat maksimal respons seksual yang adaptif
untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatan.

1. Perencanaan

 Kecemasan
o Pasien harus mengembangkan kapasitasnya untuk mentoleransi ansietas.
o Gangguan tidur
 Penyuluhan untuk pasien tentang strategi koping yang adaptif.
 Gangguan seksual
 Lakukan penyuluhan.

1. Implementasi

 Kecemasan
 Memecahkan masalah yang membuat pasien cemas
 Gangguan tidur
o Memenuhi kebutuhan fisiologis pasien.
o Memenuhi kebutuhan dasar akan rasa aman dan keselamatan.
o Gangguan Seksual
 Sebelum melakukan penyuluhan perawat harus memeriksa nilai dan
keyakinannya sendiri tentang pasien yang berperilaku seksual yang
mungkin berebda.

1. Evaluasi

 Kecemasan
o Sudahkah ancaman terhadap integritas fisik atau system diri pasien berkurang
dalam sifat, jumlah, asal, atau waktunya?
o Apakah perilaku pasien menunjukkan ansietas?
o Sudahkah sumber koping pasien dikaji dan dikerahkan dengan adekuat?
o Apakah pasien menggunakan respon koping adaptif?
o Gangguan tidur
 Sudahkah pola tidurnya telah normal kemabali?
 Apakan kecemasan masih mengganggu tidur pasien?
 Gangguan seksual
 Apakah pengakajian keperawatan tentang seksualitas telah
lengkap, akurat, dan dilakukan secara professional?
 Apakah pasien merasakan perbaikan selama perbaikan?
 Apakah hubungan interpersonal pasien telah meningkat?
 Apakah penyuluhan kesehatan tentang ekspresi seksual
telah dilakukan dengan benar?
 Apakah perasaan perawat sendiri tentang seksual telah
digali semua pada pasien?

Anda mungkin juga menyukai