Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang terus berkembang,
penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme patogen, seperti bakteri, virus, parasit atau jamur.
Penyakit infeksi yang masih merebak hingga saat ini adalah penyakit akibat Coronavirus 2019. Di
Indonesia kasus positif COVID-19 ada sebanyak 381.910, dengankasus kematian sebanyak
13.077orang (BNN, 2020).Menurut badan kesehatan dunia atau WHO, hingga saat ini belum ada obat
yang secara spesifik direkomendasikan untuk mengobati Covid-19tersebut(WHO,2020).Oleh
karenanyaimunitas seluler mempunyai peranan dalam pertahanan melawan penyakit infeksi, terutama
yang disebabkan oleh bakteri patogen intra seluler, jamur , virus dan protozoa.
Salah satu bahan yang berpotensi sebagai sumber imunostimulan adalah buah kurma (Phoenix
dactyliferaL.).Tingginya impor buah kurma tentu akan meningkatkan produksi limbah yang cukup besar
yang belum termanfaatkan secara optimal. Limbah kurma yang dihasilkan dari berbagai proses industri
bisa mencapai 6,10–11,47%. Limbah yang menyumbang angka tersebut merupakan bijinya (Habib
dan Ibrahim, 2009).
Minyak biji kurma yang diperoleh dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang karena memiliki
aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 78,03 ppm (Al Juhaimi et al.2011). Pada penelitian
sebelumnya biji kurma mengandung antioksidan yang dapat menurunkan kadar radikal bebas.
Kandungan antioksidan biji kurma lebih tinggi dibanding daging buahnya (Ardekani et al.2010).
Adapun kandungan total fenolik pada biji kurmaberjumlah 3102-4430 mg Gallic Acid
Equivallent(GAE)/100g sedangkan dalam daging buah hanya berjumlah 186-246 mg GAE/100g.
Dalam penelitian Al-Farsi dan Lee (2008), kandungan total fenol dalam biji kurma ditemukan sebesar
48,64 mg/100g.Biji kurma banyak mengandung senyawa fenolik, yang bermanfaat sebagai antioksidan
(Takaeidiet al.2014).Asam fenolat yang terdeteksipada biji kurma berupa asam galat, asam p-
hidroksibenzoat, asam ferulat, asam m-koumarat, dan asam o-koumarat (Afiq et al.2013).
Selain fenolik, biji kurma juga mengandung flavonoid (Satuhu,2010). Flavonoid terbukti
bermanfaat sebagai imunostimulan dengan cara meningkatkan proliferasi limfosit dan aktivasi
makrofag (Bone et al.2013). Pelarut polar seperti metanol dapat menarik alkaloid, steroid, saponin, dan
flavonoid dari tanaman (Thompson, 1985).Menurut penelitian oleh Al-Farsi dan Lee (2008)yang
dituangkan dalam jurnalnya, senyawa flavonoid terbukti memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai
antioksidan, anti-karsinogenik, antimikroba, anti-mutagenik, anti-inflamasi, dan mengurangirisiko
penyakit kardiovaskular. Selain itu, Al-Shahib dan Marshall (2003) menyatakan bahwa biji kurma
mampu menghambat absorpsi kolesterol di usus halus. Penelitian lain oleh Al-Daihan dan Bhat (2012)
ekstrak metanol pada biji kurma yang dipaparkan pada kelompok 2bakteri gram positif (S. aureus
danS. pyogenes) dan kelompok bakteri gram negatif (E. coli dan P.aeruginosa) menunjukkan bahwa
biji kurma tersebut memiliki daya sebagai antibakterial.
Berdasarkanhal-hal diatas danstudi literatur yg dilakukan bahwa penelitian in silicodan in vitropada
sampel biji kurma khususnya sebagai imunomodulatorbelum pernah dilakukan. Oleh karena itu, pada
penelitian ini senyawa bioaktif kurma akanditentukan potensinya sebagai imunomodulator
menggunakan pelarut metanolsecara in silicodan in vitro. Hal inidiharapkandapat dijadikan sebagai
kebaruan dari penelitian yang akan dilakukan juga dapat menawarkan dimensi baru dalam
mengembangkan obat untuk meningkatan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit infeksi
karena virus, bakteri, dan jamur yang hingga saat ini masih banyak yang belum teratas

Anda mungkin juga menyukai