Oleh
Sabillah Azzahara
191FK01106
Tingkat 2B
1. Pengertian
2. Klasifikasi
1) Minor
GCS 13 – 15
2) Sedang
GCS 9 – 12
3) Berat
GCS 3 – 8
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Klinis
b) Kebungungan
c) Iritabel
d) Pucat
f) Pusing kepala
g) Terdapat hematoma
h) Kecemasan
6. Komplikasi
a) Hemorrhagie
b) Infeksi
c) Edema
d) Herniasi
7. Pemeriksaan Penunjang
b) Rotgen Foto
c) CT Scan
d) MRI
8. Penatalaksanaan
a) Observasi 24 jam
1) Pengkajian
b. Pemeriksaan fisik
c) Sistem saraf :
Kesadaran : GCS.
2) Diagnosa
3) Intervensi Keperawatan
Tujuan:
Intervensi:
Tujuan:
Intervensi:
b. Berdasarkan lokasi
1) Tumor intradural
Ekstramedular
- Cleurofibroma
- Meningioma
Intramedula
- Apendymoma
- Astrocytoma
- Oligodendroglioma
- Hemangioblastoma
2) Tumor ekstradura
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada
payudara, prostal, tiroid, paru–paru, ginjal dan
lambung.
4. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif.
Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan
oleh dua faktor : gangguan fokal disebebkan oleh tumor dan kenaikan
tekanan intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan
otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan
kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan
yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis
jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin
dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron
dihubungkan dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke
jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan
parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan
neurologist fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema
sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena
dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak,
semuanya menimbulkan kenaikan volume intracranial dan
meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan
serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid
menimbulkan hidrosefalus. Peningkatan tekanan intracranial akan
membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu lama
untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila tekanan
intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan
volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan
cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan
yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang
timbul bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui
insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan
mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf
otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi
dengan cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial
yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran
tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.
5. Manifestasi Klinis
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara
dini, karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang
menyesatkan dan eragukan tapi umumnya berjalan progresif.
Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:
a) Nyeri Kepala
b) Muntah
c) Kejang
d) Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial
a) Lobus frontal
Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan
hemiparese kontra lateral, kejang fokal
Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan
inkontinentia
Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom
foster kennedy
Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
b) Lobus parietal
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal
hemianopsi homonym
Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal
dan pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom
gerstmann’s
c) Lobus temporal
Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan
psikomotor, yang didahului dengan aura atau halusinasi
Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan
hemiparese
Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat
diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism.
d) Lobus oksipital
Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan
gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia
berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia
e) Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan
kepala menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan
terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen
tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan
kesadaran
f) Tumor di cerebello pontin angie
Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala
awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran
Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar
dari daerah pontin angel
g) Tumor Hipotalamus
Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen
Monroe
Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala:
gangguan perkembangan seksuil pada anak-anak,
amenorrhoe,dwarfism,gangguan cairan dan elektrolit,
bangkitan
h) Tumor di cerebelum
Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan
cepat erjadi disertai dengan papil udem
Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher
dan spasme dari otot- otot servikal
i) Tumor fosa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah
disertai dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal
dari medulloblastoma
6. Diagnosis
1) Pernafasan B1 (breath)
Bentuk dada : normal
Pola napas : tidak teratur
Suara napas : normal
Sesak napas : ya
Batuk : tidak
Retraksi otot bantu napas ; ya
Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
2) Kardiovaskular B2 (blood)
Irama jantung : irregular
Nyeri dada : tidak
Bunyi jantung ; normal
Akral : hangat
Nadi : Bradikardi
Tekanana darah Meningkat
3) Persyarafan B3 (brain)
Penglihatan (mata) : penurunan penglihatan,
hilangnya ketajaman atau diplopia.
Pendengaran (telinga) : terganggu bila mengenai
lobus temporal
Penciuman (hidung) : mengeluh bau yang tidak
biasanya, pada lobus frontal
Pengecapan (lidah) :ketidakmampuan sensasi
(parathesia atau anasthesia)
Afasia :kerusakan atau kehilangan fungsi
bahasa, kemungkinan ekspresif atau kesulitan
berkata-kata, reseotif atau berkata-kata
komprehensif, maupun kombinasi dari
keduanya.
Ekstremitas :kelemahan atau paraliysis
genggaman tangan tidak seimbang,
berkurangnya reflex tendon.
GCS : Skala yang digunakan untuk menilai
tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam
kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon
pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat
(score) dengan rentang angka 1- 6 tergantung
responnya yaitu :
- Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien
membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan
rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari
(1) : Tidak ada respon
- Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering
bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat
dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi
kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
- Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau &
menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar / menarik
extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya
posisi kaku diatas dada & kakiextensi saat diberi
rangsang nyeri)
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau
keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari
mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(1) : Tidak ada respon
4) Perkemihan B4 (bladder)
Kebersihan : bersih
Bentuk alat kelamin : normal
Uretra : normal
Produksi urin: normal
5) Pencernaan B5 (bowel)
Nafsu makan : menurun
Porsi makan : setengah
Mulut : bersih
Mukosa : lembap
6) Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Kemampuan pergerakan sendi : bebas
Kondisi tubuh: kelelahan
c. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial
2) Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder
terhadap hipotensi ortostatik
d. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial
Tujuan :
Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat
diadaptasi oleh klien Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan nyeri yang
dirasakan berkurang atau dapat
diadaptasi
- Klien tidak merasa kesakitan.
Intervensi :
- Teliti keluhan nyeri: intensitas,
karakteristik, lokasi, lamanya, faktor
yang memperburuk dan meredakan.
- Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan
nyeri dengan segera jika nyeri timbul.
- Berikan kompres dingin pada kepala.
- Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode
distraksi
- Kolaborasi analgesic
- Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal
seperti ekspresi wajah, gelisah,
menangis/meringis, perubahan tanda vital.
2) Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder
terhadap hipotensi ortostatik
Tujuan :
Diagnosa tidak menjadi masalah aktual dengan
Kriteria hasil :
- Pasien dapat mengidentifikasikan
kondisi-kondisi yang menyebabkan
vertigo
- Pasien dapat menjelaskan metode
pencegahan penurunan aliran darah
di otak tiba-tiba yang berhubungan
dengan ortostatik.
- Pasien dapat melaksanakan gerakan
mengubah posisi dan mencegah drop
tekanan di otak yang tiba-tiba.
- Menjelaskan beberapa episode
vertigo atau pusing
Intervensi :
- Kaji tekanan darah pasien saat pasien
mengadakan perubahan posisi tubuh.
- Diskusikan dengan klien tentang
fisiologi hipotensi ortostatik.
- Ajarkan teknik-teknik untuk mengurangi
hipotensi ortostatik
RANGE OF MOTION
A. Pengertian
Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan untuk
menilai gerakan dan untuk gerakan awal ke dalam suatu program intervensi
terapeutik
Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot atau pun gaya
ekternal lain dalam ruang geraknya melalui persendian.
Bila terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian
tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia,
pembuluh darah dan saraf
Gerakan yang dapat dilakukan sepenuhnya dinamakan range of motion
(ROM)
Untuk mempertahankan ROM normal, setiap ruas harus digerakkan pada
ruang gerak yang dimilikinya secara periodik
Faktor-faktor yang dapat menurunkan ROM, yaitu penyakit-penyakit
sistemik, sendi, nerologis ataupun otot; akibat pengaruh cedera atau
pembedahan; inaktivitas atau imobilitas
Dari sudut terapi, aktivitas ROM diberikan untuk mempertahankan mobilitas
persendian dan jaringan lunak untuk meminimalkan kehilangan kelentukan
jaringan dan pembentukan kontraktur.
Teknik ROM tidak termasuk peregangan yang ditujukan untuk memperluas
ruang gerak sendi.
E. Indikasi AROM
1. Pada saat pasen dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan
menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak
2. Pada saat pasen memiliki kelemahan otot dan tidak dapat
menggerakkan persendian sepenuhnya, digunakan AAROM
3. AROM dapat digunakan untuk program latihan aerobic
4. AROM digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas di atas dan
dibawah daerah yang tidak dapat bergerak
F. Sasaran AROM
1. Apabila tidak terdapat inflamasi dan kontraindikasi, sasaran PROM
serupa dengan AROM.
2. Keuntungan fisiologis dari kontraksi otot aktif dan pembelajaran gerak
dari kontrol gerak volunter.
3. Sasaran spesifik:
Memelihara elastisitas dan kontraktilitas fisiologis dari otot
yang terlibat
Memberikan umpan balik sensoris dari otot yang berkontraksi
Memberikan rangsangan untuk tulang dan integritas jaringan
persendian
Meningkatkan sirkulasi
Mengembangkan koordinasi dan keterampilan motorik
G. Keterbatasan latihan ROM
1. Passive ROM
a. PROM tidak dapat:
Mencegah atrofi otot
Meningkatkan kekuatan dan daya tahan
Membantu sirkulasi
b. Active ROM
Untuk otot yang sudah kuat tidak akan memelihara atau
meningkatkan kekuatan
Tidak akan mengembangkan keterampilan atau
koordinasi kecuali dengan menggunakan pola gerakan