Anda di halaman 1dari 23

KONSEP MODEL KEPERAWATAN

DENGAN PENGKAJIAN

SESUAI MODEL TEORI CALLISTA ROY

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Ujian Tengah SemesterMata
Kuliah

Pengkajian KMB Lanjut

DISUSUN OLEH :

DINA TRISNAWATI
215120060

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL AHMAD YANI
BANDUNG
2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Adanya pergeseran demografi, pergeseran sosial ekonomi, serta meningkat
dan bertambah rumitnya masalah kesehatan akan berdampak pada tuntutan dan
kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan.
Masyarakat lebih sadar akan hak dan kewajiban untuk menuntut tersedianya
pelayanan pelayanan kesehatan dan keperawatan dengan mutu yang secara
profesional dapat dipertanggungjawabkan.
Peningkatan mutu pelayanan keperawatan dapat diberikan dengan bebagai
cara salah satunya dengan memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dan
profesional melalui lima tahapan proses keperawatan, yaitu pengkajian, penetapan
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Asuhan keperawatan
yang profesional akan terwujud jika perawat sendiri benar-benar memahami ilmu
keperawatan secara benar dan baik. Pemahaman yang baik dan benar tentunya
merujuk kepada ilmu keperawatan yang dijadikan dasar dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien baik di rumah sakit, keluarga maupun di mayarakat.
Peningkatan mutu pelayanan keperawatan didukung oleh pengembangan teori
teori keperawatan. Perkembangan teori keperawatan telah menghasilkan banyak
karya/ide baru yang dikembangkan yang menguntungkan dunia keperawatan untuk
mengembangkan pemikiran dan penalaran perawat dengan teori yang cocok untuk
digunakan atau diterapkan dalam praktek keperawatan pada klien secara nyata.
Salah satu teori keperawatan yang dapat dikembangkan untuk praktek
keperawatan di Indonesia adalah teori “Model Adaptasi Roy” dari Sister Callista
Roy. Teori ini menjelaskan bagaimana individu/klien mampu meningkatkan
kesehatannya dengan mempertahankan perilaku secara adaptif dan merubah
perilaku yang maladaptif.
Teori adaptasi Roy menggunakan pendekatan yang dinamis, dimana peran
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan memfasilitasi kemampuan
klien untuk melakukan adaptasi dalam menghadapi perubahan kebutuhan dasarnya.

2
Dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional dan komprehensif, data
dasar klien sangat diperlukan dalam mengidentifikasi respon respon klien terhadap
masalah kesehatan. Dengan demikian cara perawat mengumpulkan data dan
mengorganisasi data saat berada dalam tahap pengkajian merupakan hal yang
sangat penting sehingga diagnosis keperawatan yang sesuai dapat teridentifikasi.
Roy memberikan pendekatan multifokal dalam pengkajian tingkat
pertamanya tentang empat cara adaptasi klien yaitu cara fisiologis, konsep diri,
fungsi peran dan interdependensi. Setelah pengkajian tingkat pertama, perawat
kemudian menentukan stimulus fokal, kontekstual dan residual yang menunjang
masing masing prilaku tersebut. Pengkajian tingkat kedua difokuskan pada faktor
faktor yang mempengaruhi prilaku dari masalah.
Mengingat pentingnya konsep pengkajian dalam keperawatan dan penerapan
teori yang sudah dikembangkan pakar keperawatan dalam hal ini Model Adaptasi
Roy, maka penulis tertarik untuk menyusun makalah tentang Penerapan theori
Model Adaptasi Sister Callista Roy dalam pengkajian sistem endokrin.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum :
Memahami penerapan Model Adaptasi Roy dalam pengkajian keperawatan
tentang system endokrin
2. Tujuan Khusus :
a. Memahami pengkajian menurut konsep model adaptasi Sister Calista Roy
b. Mengaplikasikan konsep pengkajian keperawatan menurut Roy dalam study
kasus system Endokrin
c. Menganalisis kesesuaian asuhan keperawatan yang diberikan dan
kesenjangan kesenjangan yang terjadi.

1.3 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan makalah ini adalah Memberikan arahan bagi penulis
untuk penerapan model teori keperawatan menurut Sister Calista Roy dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien.

3
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini disusun dalam 5 bab, yaitu :

Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan dan Sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Teori yang berisi tentang konsep theori Adaptasi menurut Sister
Calista Roy.

Bab III : Analisis / Aplikasi Konsep theori Calista Roy dalam kasus.

Bab IV : Pembahasan

Bab V : Kesimpulan dan Saran.

4
BAB II
KONSEP THEORY

2.1 Model Adaptasi Sister Calista Roy


Model adaptasi Sister Calista Roy merupakan model dalam keperawatan yang
menguraikan bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara
mempertahankan prilaku secara adaptif serta mampu merubah prilaku yang mal
adaptif. Sebagai indivudu dan mahluk holistik memiliki sistem adaptif yang selalu
beradaptasi secara keseluruhan.
Dalam asuhan keperawatan, sebagai penerima asuhan keperawatan adalah
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang dipandang sebagai “Holistic
adaptif system” dalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan. System adalah
satu kesatuan yang dihubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa
tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian bagiannya. System
terdiri dari input, output, kontrol dan efektor, dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Input
Input sebagai stimulus yang merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau
energi dari lingkungan yang daat menimbulkan respon, dimana dibagi menjadi
tiga tingkatan yaitu :
- Stimulus fokal
- Stimulus kontekstual
- Stimulus Residual
2. Kontrol
Proses kontrol seseorang merupakan bentuk mekanisme koping yang
digunakan. Mekanisme kontrol dibagi atas :
- Subsistem regulator
- Subsistem Kognator
3. Efektor
Efektor merupakan sistem adaptasi yang memiliki empat model adaptasi yaitu :
- Fungsi fisiologis
- Konsepdiri
- Fungsi peran

5
- Interdependent.
4. Output
Outputdari suatu system adalah prilaku yang dapat di amati, diukur atau secara
subyektif dapat dilaporkan baik bersal dari dalam maupun dari luar. Roy
mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptid dan respon yang
mal adaptif.
2.2 Komponen Sentral Paradigma Keperawatan Menurut Roy
Menurut Roy terdapat empat objek utama dalam ilmu keperawatan yaitu :
1. Manusia
Manusia sebagai penerima pelayanan keperawatan mencakup individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat
2. Lingkungan
Lingkungan merupakan konsep utama dalam interaksi manusia secara konstan.
Lingungan adalah semua kondsi, keadaan dan kondisi tertentu yang dapat
mempengaruhi perkembangan dan prilaku individu maupun kelompok
3. Sehat dan Kesehatan
Esehatan adalah suatu keadaan dan proses berfungsinya manusia karena
terjadinya adaptasi terus menerus
4. Keperawatan
Keparawatan sebagai proses interpersonal yang diawali adanya kondisi
maladaptasi akibat perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal.
Tindakan keperawatan diarahkan untuk mengurangi atau mengatasi dan
meningkatkan kemampuan adaptasi manusia
2.3 Proses Keperawatan Menurut Theory Roy
Menurut Roy (1991), elemen dari proses keperawatan meliputi Pengkajian tingkat
pertama, pengkajian tingkat kedua, Diagnosis eperawatan, penentuan tujuan,
Intervensi dan Evaluasi.
1. Pengkajian Tingkat Pertama : Pengkajian Prilaku
Merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan data dan
memutuskan klien adaptif atau mal adaptif. Pengkajian keperawatan
berdasarkan model ini meliputi data tentang :
a. Mode Fungsi Fisiologis

6
1) Oksigenasi : kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu
ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas.
2) Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk
mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti
jaringan yang injuri
3) Eliminasi : yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari intestinal dan
ginjal
4) Aktifitas dan Istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktifitas fisik dan
istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam
memperbaiki dan memulihkan semua komponen komponen tubuh.
5) Proteksi/perlindungan : sebagai dasar defens tubuh termasuk proses
imunitas dan struktur integumen (kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini
penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu.
6) The sense/ pengindraan : Penglihatan, pendengaran, sentuhan, rasa dan
bau memungkinkan sesorang berinteraksi dengan lingkungan.
7) Cairan dan elektrolit : Keseimbangan cairan dan elektrolit didalamnya
termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi
sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat
menyebabkan ketidakseimbangan eektrolit
8) Fungsi Neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian
integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Mereka
mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi
pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk
mengatur aktifitas organ rgan tubuh.
9) Fungsi Endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran hormon sesuai
dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi
fungsi tubuh. Aktifitas endokrin mempunyai peran yang signifikan
dalam respon stress dan erupakan regulator koping mekanisme.
b. Konsep Diri
1) The Physical self (Fisik diri) : yaitu bagaimana eseorang memandang
dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya.

7
2) Personal diri : yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral-
etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilang kekuatan
atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini
c. Fungsi Peran
Model fungsi peran mengenal pola pola interaksi sosial seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer,
sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat meerankan
dirinya di masyarakat sesuai kedudukannya.
d. Interdependensi
Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/kasih
sayang, perhatian dan saling menghargai.
2. Pengkajian Tingkat kedua : Pengkajian stimulus
Pada tahap ini merupakan pengkajian stimuli yang signifikan terhadap
perubahan prilaku seseorang yaitu :
a. Stimulus focal
Merupakan perubahan prilaku yang dapat diobservasi. Perawatdapat
melakukan pengkajian dengan menggunakan cara : ketrampilan melakukan
observasi, melakukan pengukuran dan interview.
b. Stimulus Kontekstual
Stimulus konstektual berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku
atau presipitasi oleh stimulus focal. Faktor kontekstual yang mempengaruhi
mode adaptasi adalah genetic, sex, tahap perkembangan, obat, alkohol,
tembakau, konsep diri, peran fungsi, interdependensi, pola interaksi sosial,
koping mekanisme, stress emosi dan fisik religi dan lingkungan fisik.
c. Stimulus Residual
Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Beberapa
faktor dari pengalaman lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana keadaan
saat ini.
3. Diagnosa Keperawatan
4. Penentuan tujuan
5. Intervensi
6. Evaluas

8
BAB III
ANALISIS APLIKASI KONSEP ROY DALAM KASUS

Proses Keperawatan Berdasarkan Model Adaptasi Roy (RAM)


3.1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. MU
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku : Bengkulu
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pensiunan
Alamt : Kampung Senapa RT. 01 RW. 03 Sukaberes, Ciomas, Serang
Agama : Islam
No. Reg : 636869
Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus
Tgl MRS : 20 April2021

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


a. Keluhan Utama Saat Ini : klien engatakan badannya lemas
b. Alasan Masuk Rumah Sakit : Klien mengeluh mual, badannya lemas, kaki dan
tangan terasa baal dan kesemutan pada bagian ujung. Selain itu, klien
mengatakan sering haus dan sering berkemih terutama pada malam hari serta
nafsu makan berkurang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien menderita kencing manis sejak 4 tahun yang lalu, dan sering berobat ke
puskesmas. Pengobatan yang didapat dari Puskesmas yaitu Glibendclamide 5 mg.
Klien juga pernah di rawat di RSUD Serang sekitar 5 bulan sebelum masuk RS.
4. RiwayatPenyakit Keluarga
Klien mengatakan, orang tuanya yaitu ayahnya memiliki penyakit yang sama dengan
klien yaitu kecing manis. Sedangkan anggota keluarga yang lain tidak ada yang
memiliki riwayat dan menderita kencing manis.

9
3.2. Pengkajian Dua Level (Two-Level Assesment)

3.2.1. Adaptasi fisiologis

a. Oksigenasi
1. Pengkajian Prilaku
Pernafasan spontan, tidak ada penyumbatan jalan nafas, RR : 24 x/menit,
irama reguler, sputum (-), batuk (-), TD : 110/70 mmHg, N : 96 x/mnt, Suhu:
36,3 C, sianosis (-), Suara nafas vesikuler, bunyi jantung S1 dan S2 murni,
irama jantung teratur, CRT kembali dalam 2 detik. Hasil pemeriksaan
radiologi jantung dan paru dalam batas normal. EKG juga tidak ada
kelainan. Laboratorium tgl 20 April 2021: Hb15,5 g/dl, trombosit 256.000
ul.
Pasien tidak dilakukan pemeriksaan AGD, namun pada saat pengkajian tidak
ditemukan adanya tanda dan gejala gangguan pertukaran gas seperti : tidak
ada sianosis pada jari jari dan bibir, frekwensi nafas 24 x/mntdan irama
teratur (reguler)
2. Pengkajian Stimulus
a) Stimulus fokal : Tidak ada karena semua prilaku adaptif
b) Stimulus Kontekstual : Tidak ada karena semua prilaku adaptif
c) Stimulus Residual : Tidak ada karena semua prilaku adaptif
b. Nutrisi
1. Pengkajian Prilaku
Klien mengatakan nafsu makannya berkurang, mual (+), badan terasa lemas,
makan 3 kali sehari dengan porsi sedikit (1/4 porsi), jenis : diit DM 1700
kalori, tidak ada makanan khusus kesukaan, klien tidak ada alergi terhadap
jenis makanan tertentu, reflek menelan baik, kebersihan mulut kurang,
mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, kulit lembab dan teraba hangat. BB
saat ini 47 kg, BB sebelumnya 53 kg. Klien mendapatkan therapi Ranitidine
2 x150 mg dan injeksi Homolin 8 ui.
2. Pengkajian Stimulus
a) Stimulus fokal : Nafsu makan menurun, mual (+)
b) Stimulus Kontekstual : kebersihan mulut kurang, lidah kotor.

10
c) Stimulus Residual : Perubahan pola dan menu makanan di rmah sakit.
c. Eliminasi
1. Pengkajian Prilaku :
BAB dan BAK klien lancar, BAB satu kali sehari, warna kuning,
konsistensi lunak, dan tidak ada kesulitan dalam BAB, bising usus 7 kali
permenit. Klien terpasang dower cateter, warna kuning jernih, nyeri (-),
disttensi kandung kemih (-). Sebelum terpasang kateter klien mengatakan
sering berkemih terutama pada malam hari.
2. Pengkajian Stimulus :
a) Stimulus fokal : Tidak ada karena semuanya dalam kondisi adaptif
b) Stimulus Kontekstual : pemasangan dower cateter
c) Stimulus Residual : Usia lansia
d. Aktifitas dan Istirahat
1. Pengkajian prilaku
Tuan MU selama di rumah sakit tidak bekerja, selama di rumah sakit klien
hanya terbaring di tempat tidur, selama di rumah sakit seluruh aktifitas klien
(ADL) dibantu oleh keluarga dan perawat karena klien merasa lemas dan
kedua tangan dan kaki klien terasa kebas dan kesemutan. Selama di rumah
sakit aktiftas Hygiene pasien belum pernah dilakukan. Pola tidur klien klien
normal, tidak ada gangguan dalam istirahat dan tidur. klien tidur malam
sekitar 6 – 7 jam dan tidur siang sekitar 1 jam.
2. Pengkajian Stimulus
a) Stimulus Fokal : kerusakan pada sel pangkreas, Difisiensi insulin
b) Stimulus Kontekstual : keterbatasan aktifitas karena kelemahan
c) Stimulus Residual : Sebelum sakit klien merupakan tipe pekerja keras
e. Proteksi dan perlindungan
1. Pengkajian Prilaku
Suhu axial 36,3C, kulit lembab, teraba hangat, teksur lentur, turgor baik,
tidak anemis, tidak ikterik, tidak ada pruritus dan lesi, tidakk ada odema,
tidak ada pigmentasi, sensasi rasa baik, keculai pada ujung-ujung ekstremitas
yang terasa baal dan kesemutan.

11
2. Pengkajian stimulus
a) Stimulus fokal : klien lemas
b) Stimulus Kntekstal : terdapat baal dan kesemutan pada ujung ujung
ekstremitas
c) Stimulus Residual : Usia pasien yang sudah lansia
f. Sense / pengindraan
1. Pengkajian prilaku
Kedua belah mata klien dapat melihat dengan baik, reflek pupil terhadap
cahaya baik, klien tidak memakai kacamata. Fungsi pendengaran baik, tidak
ada nyeri dan pembengkakan pada mastoid, tidak ada tinnitus, klien tidak
memakai alat batu pendengaran. Pada perabaan sensasi panas, dingin, tajam
dan tumpul klien masih baik, hanya kedua kaki dan tangan terasa kebas/
kesemutan.
2. Pengkajian stimulus
a) Stimulu fokal : penurunan sensasi rasa pada ujung ujung ekstremitas
tangan dan kaki
b) Stimulus Kontekstual : Tidak ada karena semua prilaku adaptif
c) Stimulus Residual : Tidak ada karena semua prilaku adaptif
g. Cairan dan Elektrolit
1. Pengkajian Prilaku
Pasien mengatakan mual, sering haus, klien minum 5 – 6 gelas sehari, saat
ini klien diberikan IVFD martrose 10 tts/ menit, Klien mendapatkan intake
cairan dari minum dan IVFD, tidak ada masalah dengan elekrolit, turgor
klien baik, kulit lembab, tekstur kulit lentur dan kulit teraba hangat, tidak ada
oedema pada tubuh. Hasil laboratorium Ureum 27 mg/dl dan kreatinin 1,1
mg/dl.
2. Pengkajian Stimulus
a) Stimulus fokal : Sering berkemih di malam hari, sering haus
b) Stimulus kontekstual : diuresis Osmotik
c) Stimulus Residual : Tidak ada karena semua prilaku adaptif

12
h. Fungsi Neurologis
1. Pengkajian prilaku
Tingkat kesadaran compos mentis, GCS : 15 (E4M6V5), reflek patela
positif, reflek bicep tricep positif. Status mental baik, kemampuan motorik
dan sensorik baik..
2. Pengkajain stimulus
a) Stimulus fokal : Tidak ada masalah karena semua prilaku adaptif
b) Stimulus kontekstual : Tidak ada masalah karena semua prilaku adaptif
c) Stimulus Residual : Tidak ada masalah karena semua prilaku adaptif
i. Fungsi Endokrin
1. Pengkajian prilaku
Kelenjar thyroid normal, tidak ada tremor, nafas tidak berbau keton, klien
sering berkemih terutama pada malam hari, sering haus, dan tidak ada nafsu
makan. tidak terdapat luka ganggren, klien merasakan baal dan kesemutan
pada bagian ujung tangan dan kaki. Klien memiliki riwayat DM dari garis
ketrunan keluarga dan klien sendiri sudah hampir 4 tahun menderita DM.
Berat badan klien menurun selama sakit. Selama 4 tahun klien
mengkonsumsi Glibendclamide 5 mg yang didapatkan dari
puskesmas.Pemeriksaan hasil lab GDS : 263 mg/dl.
2. Pengkajian Stimulus
a) Stimulus Fokal : Peningkatan kadar gula darah
b) Stimulus Kontekstual : Kerusakan organ endokrin (pankreas)
c) Stimulus Residual : Usia lanjut dan faktor gaya hidup.

3.2.2. Model Konsep Diri


1. Physical Self (fisik Diri)
Body sensation : klien mengatakan badannya terasa lemas. Saat ini klien
sedang berfikir tentang penyakit yang dialaminya dan klien banyak bertanya
pada perawat tentang penyakit yang dialaminya.
2. Personal self (personal diri).
Setelah dirawat klien berharap bisa sembuh dan sehat kembali, selama klien
sakit klien tidak bisa beraktifitas seperti biasanya seperti bekerja, mengikuti
kegiatan keagamaan dan yang lainnya. Klien meyakini bahwa sakit yang

13
dialaminya adalah ujian dari Allah SWT dan yang bisa menyembuhkan
hanyalah Allah SWT.
3.2.3. Mode Fungsi Peran
Klien adalah kepala keluarga, pengambil keputusan dalam keluarga adalah klien.
Sebelum sakit selain sebagai pensiunan klien juga bekerja sebagai buruh,
penghasilan klien hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari saja. Saat
ini karena sakit klien tergantung pada istri dan anknya.
3.2.4. Mode Fungsi Interdependensi
Klien memiliki hubungan yang baik dengan istri dan anak anaknya demikian juga
dengan tetangga dan masyarakat sekitar. Orang yang terdekat dengan klien adalah
istrinya. Klien biasa mengungkapkan perasaannya dengan istrinya saat ada
masalah. Saat sakit klien selalu dijaga oleh istri dan anaknya.

3.3 Analisa Data


No Data Etiologi / interpretasi Masalah
1 DS : Diuresis osmotik dari Resiko kurang
Klien mengatakan mual, hyperglikemia volume cairan
badannya lemas, sering haus dan Mekanisme :
sering berkemih saat malam hari Defisiensi insulin  Kadar
DO : glukosa darah meningkat
Kien terpasang dower cateer,  Hyperglikemia 
BB turun : 47 kg, GDS 263 Glikosuria  Deuresis
mg/dl Osmotik  Poli uri, poli
dipsi  resiko kurang
volume cairan.
2 DS : Kekurangan insulin, kurang Resiko
Klien mengatakan badannya pengetahuan tentang ketidakstabilan
lemas, kurang selera makan,dan manajemen diabetik kadar gukosa darah
lrlah, mual.
DO :
Asupan makanan tidak memadai
(hanya ¼ porsi yang habis), klien
kurangselera makan, kelelahan,
GDS berubah ubah,GDS tgl. 4 :
263 mg/dl, GDS tgl 5 : 370
mg/dl, GDS tgl 6 : 334 mg/dl

14
3 DS : Kerusakan sel pancreas  Resikosyok
Klien mengatakan lemas, keluar peningkatan sekresi kortisol Hipoglikemik
keringat dingin, sebelum di  defisiensi insulin 
pasang klien sering BAK pada glukosa darah tidak dapat di
malam hari, klien mengatakan transfer ke jaringan
baal dan kesemutan pada kaki perubahan status neurologis
dan tangan.  shok hipoglikemia
DO :
Keadaan umum pasien lemah,
TD : 110/70 mmHg, N :
96x/mnt, bibir agak pucat, GDS :
263 mg/dl
4 DS : Faktor biologis : mual dan Ketidakseimbangan
Klien mengatakan tubuhnya anoreksia nutrisi : kurang dari
lemas, mual dan nafsu makan Mekanisme : kebutuhan tubuh
berkurang Defisiensi Isulin  glukosa
DO : tidak dapatdi transfer ke
Porsi makan hanya dihabiskan jaringan  glikogen otot
¼, BB sekarang 47 kg, BB menurun  peningkatan
sebelumnya : 53 kg, turgor kulit metabolisme protein dan
baik, mukosa lembab, lidah lemak  peningkatan
kotor, kebersihan mulut kurang produksi badan keton 
terjaga gangguan keseimbangan
asam basa  mual/muntah
 anoreksia  nutrisi
tubuh tidak adekuat.
5 DS : Ketidakcukupan insulin dan Kelelahan
Klien mengatakan tubuhnya produksi energi metabolik
terasa lemas dan cepet lelah. menurun.
Klien mengatakan padaujung Mekanisme :
kaki dan tangan terasa baal dan Defisiensi insulin 
kesemutan glukosa darah tidak dapat
DO : ditransfer ke jaringan 
Aktifitas klien semua di bantu, glikogen otot menurun 
klien hanya terbaring di tempat metabolisme karbohidrat
tidur, GDS : 263 mg/dl terganggu  ATP tidak
terbentuk  energi kurang
 kelelahan.
6 DS : Kelelahan fisik Defisit perawatan
Klien mengeluh lemas, klien Mekanisme : diri
engatakan ada ujung kaki dan Defisiensi insulin 

15
tangan terasa baal dan glukosa darah tidak dapat
kesemutan. ditransfer ke jaringan 
DO : glikogen otot menurun 
Keadaan umum pasien lemah, metabolisme karbohidrat
badan tampak kotor dan terganggu  ATP tidak
lengket, ADL dibantu oleh terbentuk  energi kurang
keluarga dan perawat  kelelahan aktifitas
terbatas (ADL tidak
terpenuhi)
7 DS : Kurang mengenal sumber Kurang
Wajah klien tampak bingung informasi pengetahuan
DO : Klien banyak bertanya tentang proses
pada perawat tentang kondisi penyakit dan
penyakitnya pengobatan

3.4 Diagnosa Keerawatan

1.Resiko kurang volume cairan b/d diuresis osmotik dari hyperglikemia.

2.Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d kekurangan insulin, kurang


pengetahuan tentang manajemen diabetik.

3.Resiko syok hipoglikemi b/d kerusakan pada sel pancreas.

4.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor biologis : mual dan
anoreksia.

5.Kelelahan b/d ketidakcukupan insulin dan produksi energi metabolik menurun.

6.Difisit perawatan diri b/d kelelahan fisik

7.Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan b/d kurang mengenal
sumber informasi.

BAB IV

16
PEMBAHASAN

Teory adaptasi Sister Callista Roy memandang klien sebagai suatu system
adaptasi. Sesuai dengan model Roy, tujuan dari keperawatan adalah membantu
seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri,
fungsi peran dan hubungan interdependensi selama sehat dan sakit. Kebutuhan asuhan
keperawatan muncul ketika klien tidak dapat beradaptasi terhadap kebutuhan lingungan
internal dan eksternal. Seluruh individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan :
pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar, pengembangan konsep diri positif, penampilan
peran social dan pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan.
Perawat menentukan kebutuhan tersebut untuk mengetahui penyebab timbulnya
masalah bagi klien dan mengkaji bagaimana klien beradaptasi terhadap hal tersebut.
Kemudian asuhan keperawatan diberikan dengan tujuan untuk membantu klien
beradaptasi.
Pengkajain keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan menurut Roy
dibagi dua yaitu pengkajian tahap I yang meliputi pengkajian prilaku yaitu : oksigenasi,
nutrisi, eliminasi, aktifitas dan istirahat, proteksi / perlindungan, penginderaan, cairan
dan elektrolit, fungsi neurologis dan fungsi endokrin. Selain pengkajian prilaku juga di
kaji konsep diri, fungsi peran dan interdependen klien. Pengkajian tahap ke- II mengkaji
tiga stimulus yaitu stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus residual. Adapun
hasil interpretasi data pada kasus di BAB III adalah :
1. Oksigenasi
Pada pengkajian oksigenasi, tidak ditemukan masalah apapun pada klien hal ini
menunjukkan bahwa klien mampu berprilaku secara adaptif meskipun pada beberapa
kondisi pada penderita gangguan fungsi endokrin ditemukan suasana hati yang labil dan
lekas marah yang kemungkinan berhubungan dengan ACTH yang berlebihan. Selain itu
juga kadang ditemukan hipertensi yang dihubungkan dengan retensi cairan akibat
ACTH yang meningkat. Kenaikan atau penurunan denyut jantung dan irama atau
perubahan suara jantung dapat terjadi akibat perubahan hormon tiroid.

2. Nutrisi

17
Pada pengkajian nutrisi ditemukan penurunan berat badan, hal ini disebabkan
karena defisiensi insulin akan mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan, gejala lain meliputi kelelahan, dan badan terasa
lemas. Defisiensi insulin juga akan menyebabkan glukosa tidak dapat di transfer ke
jaringan, hal ini menyebabkan glikogen dalam otot menurun sehingga terjadi
peningkatan metabolisme protein dan lemak. Pemecahan lemak akan mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa, sehingga
akan muncul respon mual,muntah, nyeri abdomen dan anoreksia. Hal ini menyebabkan
nutrsi didalam tubuh tidak adekuat. Selain hal tersebut, hygiene mulut yang tidak tejaga
juga akan mengurangi selera makan klien, sehingga asupan makanan klien jadi
berkurang sehingga Masalah yang bisa dimunculkan yaitu ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis dan
glukoneogenesis, namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut akan menimbulkan hyperglikemia, hal ini ditunjukkan
dengan nilai GDS pasien yang cenderung meningkat yaitu 263 mg/dl pada tanggal 4
agustus dan 370 pada tanggal 5 agustus. Masalah yang bisa ditegakkan yaitu Resiko
ketidakstabilan gula darah b.d difisiensi insulin.
3. Eliminasi
Pada pengkajian eliminasi ditemukan bahwa klien sering BAK pada malam hari
sebelum pasien di pasang dower kateter. Seringnya pasien diabetes BAK hal ini terjadi
jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di eskresikan ke dalam urin, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik),
sebagai akibatnya pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (Polidipsia). Kekurangan dalam kasus ini adalah tidak tergambarnya seberapa
besar urin output yang dihasilkan. Dalam pengkajian eliminasi pada gangguan endokrin
menurut Roy digambarkan bahwa volume, waktu dan frekwensi output urin merupakan
indikator penting dari penderita diabetes millitus. Diagnosa yang dapat ditegakkan yaitu
Resiko kurang volume cairan b/d deuresis osmotik dari hyperglikemia.

18
4. Aktifitas dan Istirahat
Pada pengkajian di temukan bahwa klien mengeluh badanya lemas dan cepat
lelah, terdapat rasa baal / kebas pada tangan dan kaki. Seluruh aktifitas klien dibantu
oleh keluarga dan perawat akibat kelemahan dan kelelahan fisik. Hal ini sesuai dengan
pengkajian sistem endokrin menurut Roy bahwa tanda kelemahan umum sering
dikeluhkan / dilaporkan oleh orang yang mengalami perubahan / defisiensi insulin.
Kelelahan bisa terjadi melalui mekanisme dimana kondisi defisiensi insulin akan
menyebabkan glukosa darah tidak dapat ditransfer ke jaringan sehingga glikogen otot
menurun yang menyebabkan metabolisme karbohidrat terganggu, hal ini menyebakan
ATP tidak terbentuk sehingga energi dalam tubuh kurang, sehingga menyebabkan
kelelahan. Jika kelelahan terus berlanjut akan menyebakan aktifitas klien terbatas
sehingga perawatan diri (ADL) tidak terpenuhi. Masalah keperawatan yang
dapatditegakkan adalah Kelelahan b/d ketidakcukupan insulin dan produksi energi
metabolik menurun serta diagnosa defisit perawatan diri b/d kelelahan fisik.
5. Proteksi dan perlindungan

Pada pengkajian proteksi dan perlindungan, tidak ditemukan masalah yang


darurat pada klien, hanya saja ada rasa baal dan kesemutan pada ujung kaki dan tangan.
hal ini menunjukkan bahwa klien masih mampu berprilaku secara adaptif meskipun
pada beberapa kondisi penderita merasakan baal dan kesemutan di ujung kaki dan
tangan. Diagnosa keerawatan yang dapat dimunculkan adalah resiko syok hipoglikemia.

Syok hipoglikemia dapat terjadi karena adanya kerusakan pada sel pancreas
yang menyebabkan peningkatan sekresi kortisol, hal ini menyebabkan defisiensi insulin
sehingga akibatnya glukosa darah tidak dapat di transfer ke jaringan. Jika glukosa darah
tidak dapat di ransfer ke jaringan maka respon didalam tubuh akan terjadi perubahan
status neurologis yang lama kelamaan akan menyebabkan shok hipoglikemia

6. Penginderaan

Pada pengkajian penginderaan, tidak ditemukan masalah yang darurat pada


klien, hanya saja ada rasa baal dan kesemutan pada ujung kaki dan tangan. hal ini
menunjukkan bahwa klien masih mampu berprilaku secara adaptif meskipun pada

19
beberapa kondisi penderita merasakan baal dan kesemutan di ujung kaki dan tangan.
Diagnosa keerawatan yang dapat dimunculkan adalah resiko syok hipoglikemia.

Pada beberapa kondisi pada penderita gangguan fungsi endokrin menurut Roy
dapat mengalami perubahan kemampuan dalam indra . ganggua pendengaran dan
penglihatan pada malam hari menurun dapat menunjukkan disfungsi tiroid. Masalah
retina terjadi pada pasien dengan gangguan insulin. Perilaku lain yang perlu
diperhatikan adalah adanya sensasi abnormal seperti nyeri dan intoleransi terhadap
perubahan suhu, rangsangan sensorik yang berkurang di ekstremitas bawah.

7. Cairan dan elektrolit


Pada pengkajian cairan dan elektrolit ditemukan adanya mual dan rasa haus
(polidipsie). Rasa sering haus dapat terjadi akibat konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi,sehingga ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan di eskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik), sebagai akibatnya
pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(Polidipsia). Diagnosa yang dapat ditegakkan yaitu Resiko kurang volume cairan b/d
deuresis osmotik dari hyperglikemia.
8. Fungsi Neurologis
Menurut Roy (1999), penilaian fungsi neurologis merupakan aspek penting
yangterlibat dalam penilaian fungsi endokrin. Tingkat kesadaran dan fungsi mental serta
adanya tremor atau kejang merupaka indikator penting. Contohnya tremor pada lidah
dan ekstremitas dapat terlihatdalam situasi gangguan tiroid. Tingkat kesadaran
dipengaruhi oleh hormon tirid, aldosteron, paratiroid dan insulin.

Pengkajain fungsi neurologis pada kasus menunjukakan prilaku pasien yang


adaptif, dimana ditunjukkan dengan Tingkat kesadaran compos mentis, GCS : 15
(E4M6V5), reflek patela positif, reflek bicep tricep positif. Status mental baik,
kemampuan motorik dan sensorik baik..

9. Fungsi Endokrin

20
Pada pengkjaian fungsi endokrin, Tn. MU mengalami hiperglikemia, dbuktikan
dengan peningkatan GDS 263 mg/dl. Meskipun klien sering ke puskesmas dan
mengkonsumsi Glibendclamide 5 mg, klien sering mengindahkan nasihatdari tim
kesehatan sehingga penyakitnya kambuhan sejak 4 tahun yang lalu. Selain kondisi
hyperglikemia, klien juga sering berkemih terutama pada malam hari, sering haus, dan
tidak ada nafsu makan. klien merasakan baal dan kesemutan pada bagian ujung tangan
dan kaki. Klien memiliki riwayat DM dari garis ketrunan keluarga dan klien sendiri
sudah hampir 4 tahun menderita DM. Berat badan klien menurun selama sakit. Asalah
yang dapat muncul adalah resko ketidakstabilan glukosa darah.
10. Konsep diri, fungsi peran dan Interdependen
Konsep diri seringkali dipengaruhi oleh gangguan dalam kortisol, testosteron,
hormon tiroid dan kadar insulin. Situasi ini mungkin pada gilirannya berdampak pada
fungsi peran dan hubungan saling tergantung (Roy, 1999). Pada pengkajian yang
dilakukan pada Tn. MU banyak menunjukkan prilaku yang adaptif, hal ini menunjukkan
bahwa klien mampu bertoleransi terhadap stressor dan kondisi ini dipertahankan sebagai
upaya adaptasi terhadap lingkungannya. Hanya saja pada pengkajian konsep diri
ditemukan kondisi klien yang terlihat bingung dan sering menanyakan kondisi
penyakitnya. Hal ini dimungkinkan karena klien kurang terpapar terhadap sumber
informasi. Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan adalah kurang pengetahuan
tentang proses penyakit dan pengobatan b/d kurang familier terhadap sumber informasi.

Pada pengkajian dengan teori Roy dapat terlihat bahwa model yang
dikembangkan Roy dapat diaplikasikan di berbagai tatanan pelayanan di rumah sakit
pada klien dengan penyakit akut maupun kronis, hanya saja kelemahan pada teory Roy
adalah adanya duplikasi data, contohnya yaitu pada pengkajian proteksi / perlindungan
dan pengindraan dimana dlam keduanya ada persamaan mengkaji sensasi suhu dan
nyeri pada kulit, hal ini menyebabakan pengkajian tidak efektifdan efisien.
Selain adanya duplikasi data, Roy juga belum menyentuh sisi kemanusiaan
secara holistik, dimana manusia tidak hanya dipandang dari aspek bio, psiko dan
sosialnya saja, akan tetapi juga dilihat dari aspek spiritual. Dalam hal ini Roy hanya
menekankan pada bio, psiko dan sosialnya saja.
BAB V

21
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan menggunakan model
adaptasi Roy, memiliki dua tahapan pengkajian yaitu pengkajian prilaku dan pengkajian
stimulus. Pada pengkajian prilaku kita akan mengkaji fungsi fisiologis (oksigenasi,
nutrisi, eliminasi, aktifitas dan istirahat, proteksi / perlindungan, penginderaan, cairan
dan elektrolit, fungsi neurologis dan fungsi endokrin), konsep diri, fungsi peran dan
interdependen. Sedangkan pada pengkajian stimulus yang akan dikaji adalah stimulus
fokal, kontekstual dan residual.
Model yang dikembangkan oleh Roy dapat diaplikasikan di berbagai tatanan
pelayanan di rumah sakit pada klien dengan penyakit akut maupun kronis, hanya saja
kelemahan pada teory Roy adalah adanya duplikasi data, yang membuat pengkajian
menjadi tkurang efektifdan efisien. Selain hal tersebut, model adaptasi Roy juga
memiliki kelemaan dimana Roy tidak mengkaji manusia dari sisi spiritual , akan tetapi
hanya melihat dari bio, psiko dan sosialnya saja.
Masalah keperawatan yang muncul pada kasus Tn. MU adalah Resiko kurang
volume cairan b/d diuresis osmotik dari hyperglikemia, Resiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah b/d kekurangan insulin, kurang pengetahuan tentang manajemen diabetik,
Resiko syok hipoglikemi b/d kerusakan pada sel pancreas, Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor biologis : mual dan anoreksia, Kelelahan b/d
ketidakcukupan insulin dan produksi energi metabolik menurun, Difisit perawatan diri
b/d kelelahan fisik dan Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan b/d
kurang mengenal sumber informasi.

5.2 Saran
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa untuk lebih mendalami teori model
keperawatan menurut Sister Calissta Roy sehingga dapat mengaplikasikan model ini
dalam tatanan yang nyata di RS.

DAFTAR PUSTAKA

22
Alligood, M.R & Marriner Tomey, A (2006), Nursing Theory : Utilization &
Aplication, 3 rd, ed. Mosby. St. Louis.

Alligood, M.R & Marinner Tomey, A (2010), Nursing Theorists and Their work, sixth
ed, Mosby.

Christensen, M.R & Kenney J.W (2009), Proses Keperawatan, Aplikasi Model
Konseptual, ed. 4, Jakarta EGC

Hidayat, AA, (2008), Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Ed 2, Jakarta, Salemba


Medika

NANDA International (2010), Diagnosis Keperawatan : definisi dan Klasifikasi 2009 –


2011, Jakarta, EGC

Price, S.A & Wilson,L.M (2006), Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses Penyakit,
Jakarta, EGC

Roy S.C & Andrews H.A (1999), The Roy Adaptation Model : The Definitive Statement
(3nd ed), California :Appleton & Large

Salbiah (2006), Konsep Holistik Dalam Keperawatan Melalui Pendekatan Model


Adaptasi Sister Calista Roy, Jurnal Keperawatan Rufaida Sumatra Utara,
(USU), volume 2nomor1, Mei 2006.

Smeltzer SC & Bare,B.G (2002), Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Edisi 8, vol 2, Alih bahasa: Wluyo, Jakarta, EGC

23

Anda mungkin juga menyukai