Anda di halaman 1dari 3

Sigit Pambudi – NIM.

20702261016

The Iron Cage Revisited: Institutional Isomorphism and Collective


Rationality in Organizational Fields
(Paul J. DiMaggio and Walter W. Powell, 1983)

DiMagio dan Powell (1983) dalam tulisannya mengatakan bahwa suatu sikap
organisasi dapat terbentuk akibat dari pengaruh lingkungan institusional yang berada di
sekitar mereka. Tekanan lingkungan institusional dapat mempengaruhi sikap organisasi
secara rasional dan diadopsi sebagai pola pikir organisasi yang baru. Fenomena ini kemudian
menjadi ide dari lahirnya teori institusional (institutional theory). Teori Institusional
merupakan teori yang menjelaskan adanya fenomena kecenderungan perubahan sikap yang
terjadi pada organisasi menjadi organisasi yang homogen. Teori institusional mengkaji lebih
dalam terkait penyebab mengapa suatu organisasi menjadi homogen dan bagaimana
homogenitas nampak dalam bentuk dan praktik-praktik organisasi tersebut. Pada awalnya,
setiap organisasi yang baru berdiri biasanya memiliki keanekaragaman baik dari bentuk
hingga praktiknya. Namun, saat organisasi tersebut mulai berkembang, mereka akan mulai
mengimitasi budaya, strategi, dan struktur dari pihak lain. Hal ini dilakukan sebagai upaya
menjaga peluang agar organisasi mampu bertahan. Alasan inilah yang menjadi penyebab
adanya homogenitas pada lingkungan organisasi.
Kesuksesan teori institusional atau institusionalisasi bergantung pada aspek kekuasaan
dan perilaku orang-orang di dalamnya. Perilaku dapat tercermin dari respon individu atau
organisasi dalam mendukung atau menentang tekanan yang ada. Menurut teori institusional,
setiap organisasi memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi tekanan dan upayanya
mendapatkan legitimasi. Hal tersebut timbul karena adanya faktor kepentingan antara
stakeholder dengan organisasi. Misalnya dalam transparansi pelaporan keuangan juga dapat
di pengaruhi oleh berbagai faktor dalam teori institusional. Faktor tersebut diantaranya adalah
faktor politik, tekanan eksternal, ketidakpastian lingkungan, komitmen manajemen,
kompetensi sumber daya manusia, dan jumlah anggaran. Teori institusional memposisikan
organisasi sebagai sistem rasional yang memiliki peran berdasarkan sikap pimpinan dan
anggotanya dalam menggapai tujuannya secara efisien. Teori institusional dikenal karena
memberikan penekanan pada operasi organisasi untuk menyatakan legitimasinya. Penekanan
tersebut hanya sebagai ritual dan simbol. Ciri khas teori institusional terdapat pada paradigma
norma seperti legitimasi, cara berpikir dan regulasi serta segala aspek sosio-kultural yang
secara konsisten dilaksanakan. Organisasi yang mempunyai legitimasi akan memiliki
isomorfisme yang disesuaikan dengan organisasinya. Organisasi yang beroperasi dalam
lingkungan yang sama akan memupuk respon dan adopsi praktik yang sama saat dihadapkan
pada kondisi tertentu. Organisasi berubah homogen sebagai wujud dari kemampuan
isomorfis.
Isomorfisme merupakan suatu proses yang memiliki kekuatan dalam memaksa
perubahan satu organisasi atau lebih, agar mau mematuhi segala aturan dan keinginan
lingkungan institusionalnya. Konsep ini menunjukkan adanya proses homogenisasi organisasi
pada lingkungan tertentu. Birokratisasi dan rasionalisasi membuat organisasi dipandang
homogen dan bisa diukur dengan legitimasi yang homogen Terdapat dua jenis isomorfisme,
Sigit Pambudi – NIM. 20702261016

yakni competitive isomorphism dan institutional isomorphism. Competitive isomorphism


merupakan asumsi rasional yang menekankan pada usaha untuk menyamakan bentuk
organisasi terkait kompetisi pasar dan biasanya relevan pada konteks kompetisi bebas dan
terbuka. Sedangkan institutional isomorphism bisa diartikan sebagai upaya menuju
rasionalitas pada kondisi ambiguitas dalam menghadapi masalah yang mengarah pada
struktur homogenitas. Institutional isomorphism berkaitan dengan suatu kondisi dimana
organisasi harus dapat berkompetisi tidak hanya bagi sumber daya dan pelanggannya, tetapi
juga untuk mendapatkan legitimasi institusional dan legitimasi politik.
Isomorphic bisa disebut sebagai homogenisasi atau upaya organisasi untuk dapat
menjadi serupa dengan lingkungannya. Terdapat tiga mekanisme perubahan isomorphic yaitu
coercive, mimetic, dan normative. Ketiga mekanisme tersebut memungkinkan setiap
organisasi dapat saling berinteraksi, hingga mempermudah dalam membentuk legitimasi
antar organisasi.
1) Coercive isomorphism merupakan sebuah bentuk isomorfisme yang disebabkan oleh
adanya tekanan yang memaksa dari aturan dan regulasi yang pasti baik internal maupun
eksternal. Coercive isomorphism terjadi akibat adanya faktor kekuasaan yang mengikat.
Tekanan ini biasanya berasal dari pengaruh politik dan masalah legitimasi yang sifatnya
lebih tinggi. Coercive isomorphism merupakan faktor yang sangat kuat dalam
mempengaruhi suatu organisasi di sektor publik untuk mengadopsi sebuah sistem,
terlebih dengan adanya beberapa peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat. Hal
ini menunjukkan bahwa pemerintah menetapkan serangkaian peraturan yang mengikat
bagi instansinya. Tekanan juga dapat timbul dari organisasi lainnya maupun dari harapan
kultural masyarakat di sekitar tempat organisasi.
2) Mimetic isomorphism merupakan proses dimana organisasi menyerupai pihak lain yang
dianggap berhasil pada bidangnya, namun tidak memiliki alasan yang pasti mengapa
organisasi tersebut meniru. Hal ini biasanya timbul bukan karena dorongan efisiensi.
Mimetic isomorphism adalah reaksi atas adanya ketidakpastian di lingkungannya,
sehingga mendorong pada sikap meniru atau imitasi. Contohnya adalah beberapa
perusahaan di banyak negara yang meniru manajemen perusahaan Jepang karena
dianggap berhasil. Konsep ini terfokus pada pihak yang nampak “lebih sukses” dan lebih
mendapat legitimasi dari pihak yang menirunya. Hal ini ditujukan untuk organisasi yang
membutuhkan solusi secara rasional dalam memecahkan masalah, namun berada dalam
kondisi ketidakpastian, seperti kurangnya pengetahuan yang cukup, maka solusi paling
efektif adalah melakukan adopsi dari organisasi lain.
3) Normative isomorphism merupakan proses homogenisasi yang timbul akibat tekanan
profesi atau sikap profesionalisme melalui proses pendidikan dan asosiasi organisasi
profesional. Salah satu mekanisme penting dalam tekanan normatif penyaringan personil.
Berbagai pelatihan yang diadakan oleh organisasi, khususnya yang bersifat formal dapat
meningkatkan kemampuan organisasi, namun jika ditinjau dari aspek teori isomorfisme
institusional, hal ini dapat dijadikan faktor pendorong adanya normative isomorphism.
Proses institusionalisasi pada praktiknya memungkinkan terjadinya decoupling yakni
adanya perbedaan antara aturan yang bersifat formal dengan praktik yang nyata di
lapangan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan organisasi hanya menjalankan aturan secara
Sigit Pambudi – NIM. 20702261016

seremonial saja demi mendapatkan pengakuan / legitimasi, namun pelaksanaan esensi


dari peraturan tersebut tidak dilaksanakan secara nyata

Anda mungkin juga menyukai