Anda di halaman 1dari 10

PENALARAN

MATERI dan SOAL (TUGAS I)


BAHASA INDONESIA

HENDRA KURNIAWAN 12108428


INDRA M YUSUF 11108020
RICKY SINAGA 11108659

3KA14
Dosen : TRI WAHYU RETNO NINGSIH
PENALARAN
UNIVERSITAS GUNADARMA 2011
PENALARAN
I. LATAR BELAKANG

Berpikir ilmiah berbeda dengan berpikir biasa. Kebenaran yang menjadi tujuan
ilmu, dicapai melalui sarana dan metode khusus , yang dinamakan metode ilmiah. Dalam
dunia ilmu, dikenal beberapa sarana berpikir ilmiah, yakni bahasa, logika, matematika
dan stastik. Bahasa sangat penting dalam pergaulan sehari-hari dan dunia keilmuan.
Hanya manusia yang dapat berbahasa. Mungkin orang berkata : ada sejumlah jenis
hewan yang bisa berbahasa, sebab itu berbahasa bukan monopoli manusia. Tetapi kita
harus menjawab keberatan ini dengan berkata bahwa apa yang disinyalirkan sebagai
bahasa, melainkan gejala prabahasa. Kekhasan manusia dengan bahasa ini
menyebabkan manusia sering dinamakan animal symbolicum (hewan yang mengunakan
symbol). Anda dapat membayangkan bagaimana jadinya kehidupan ilmu seandainya
tidak ada bahasa. Suatu penelitian pada hakekatnya dimulai dari hasrat keingintahuan
manusia, merupakan anugerah Allah SWT, yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-
pertanyaan maupun permasalahan-permasalahan yang memerlukan jawaban atau
pemecahannya, sehingga akan diperoleh pengetahuan baru yang dianggap benar.
Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat diterima
oleh akal sehat dan berdasarkan fakta empirik.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencarian pengetahuan yang


benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan
logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan
yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah.

I.I PERMASALAHAN

Sesuai dengan keterkaitan dengan pemikiran yang terbentuk 3 jenis yakni


pengertian (konsep), peryataan (proposisi), dan penalaran (reasoning), apakah
penalaran lebih rumit untuk dipahami terutama dalam prakteknya di bandingkan dengan
dua pemikiran lainnya ?

II. PEMBAHASAN

Ada tiga bentuk pemikiran adalah pengertian (konsep), peryataan (proposisi), dan
penalaran (reasoning). Pengerti adalah suatu yang abstrak. Pengertian terbentuk
bersamaan dengan observasi empiris. Tepat tidaknya pengertian, bergantung pada tepat
tidaknya observasi empiris. Pengertian disampaikan dalam wujud lambang, yakni
bahasa. Dalam bahasa, lambang pengertian adalah kata. Kata sebagai fungsi pengertian
disebut term. Tidak ada pengertian yang berdiri sendiri. Selalu ada rangkaian-rangkain
pengertian. Dan rangkaian pengertian itulah yang disebur peryataan (proposisi), bisa
dikatakan kalimat. Sebuah prosisi terdiri dari tiga unsur yaitu subyek, predikat dan kata
penghubung. Prosisi dibedakan menjadi dua macam yakni proposisi empiric (proposisi
dasar) dan proposisi mutlak. Untuk itu dibawah ini akan lebih terperinci tentang
penalaran.

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera


(observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan
pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis,
berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah
yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan
disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi
(consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.

Secara sederhana penalaran dapat di definisikan sebgai proses pengambilan


kesimpulan berdasarkan proposisi-proposisi yang mendahuluinya .

Contoh :

Air 1 dipanasi dan menguap

Air 2 dipanasi dan menguap

Air 3 dipanasi dan menguap

Air 4 dipanasi dan menguap

dan seterusnya

Jadi : semua air yang dipanasi akan menguap

Konklusi dan premis

Dari contoh diatas dapat dikatakan bahwa penalaran ialah gerak pikiran dari
proposisi 1 dan seterusnya, hingga proposisi terakhir (=kesimpulan). Jadi penalaran
merupakan suatu proses pekiran. Sebuah penalaran terdiri atas premis dan kesimpulan.
Premis dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor.

Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif

Pada penalaran deduktif, konklusi lebih sempit dan premis. Penalaran deduktif
merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya
telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru
yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi
operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu
gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan
selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran
deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Pada penalaran induktif, konklusi lebih luas dari premis. Penalaran induktif
merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan
empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum.
Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk
turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih
tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik
generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan
mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan
kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.

Kedua penalaran tersebut di atas (penalaran deduktif dan induktif), seolah-olah


merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara
berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak
terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan
kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori (Heru Nugroho; 2001: 69-
70). Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran
tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan
dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada
hukum-hukum logika.

Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif


dengan penalaran induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective
thinking atau berpikir refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John Dewey
(Burhan Bungis: 2005; 19-20), yaitu dengan langkah-langkah atau tahap-tahap sebagai
berikut :

• The Felt Need, yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatu
kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan
kebutuhan tersebut.

• The Problem, yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap
the felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan
dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya
yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana pemecahannya.

• The Hypothesis, yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang


berguna untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi.
Paling tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai
dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang
hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut,
karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis.

• Collection of Data as Avidance, yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup
memecahkan masalah hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori
menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari
waktu ke waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks;
kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap
tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan.
Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain,
juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang
sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang
dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya
sendiri. Kemudian data-data itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk
menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan
analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak
hipotesis, yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi.

• Concluding Belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya.


Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka
dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung
kebenaran.

• General Value of The Conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara


umum. Konstruksi dan isi kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja
berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu –
maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat
berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-
kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa
sekarang maupun masa yang akan datang.

Proses maupun hasil berpikir refleksi di atas, kemudian menjadi popular pada
berbagai proses ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian, tahapan-tahapan
dalam berpikir refleksi ini dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam
menentukan bobot ilmiah dari proses tersebut. Apabila salah satu dari langkah-langkah
itu dilupakan atau dengan sengaja diabaikan, maka sebesar itu pula nilai ilmiah telah
dilupakan dalam proses berpikir ini.

Contoh penaralan deduktif :

Semua manusia akan meninggal (premis mayor)

Tofan adalah manusia (premis minor)

Jadi : Tofan akan meninggal (konklusi)

Contoh penalaran induktif :

Air 1menguap kalau dipanaskan (premis mayor)

Air 2 menguap kalau dipanaskan (premis minor)

Semua air akan menguap kalau dipanaskan (konklusi)


Hukum-hukum Penalaran

Perlu dipahami bahwa “yang benar” tidak sama dengan “yang logis”. Yang benar
adalah suatu proposisi. Sebuah proposisi itu benar kalau ada kesesuaian antara subyek
dan predikat. Yang logis adalah penalaran kalau mempunyai bentuk yang tepat, dan
sebab penalaran itu sahih.

Dengan asumsi bahwa, bentuk penalaran itu sahih maka, hubungan kebenaran
antara premis dan konklusi dapat dirumuskan dalam hukum-hukum penalaran sebagai
berikut ;

Hukum pertama

Apabila premis benar, konklusi benar

Contoh :

Semua manusia akan meninggal

Tofan adalah manusia

Disini premis mayor dan monir benar. Oleh sebab itu konklusinya benar.

Hukum kedua

Apabila konklusi salah, premis juga salah

Contoh :

Semua manusia akan meninggal

Malaikat adalah manusia

Jadi : malaikat akan meninggal

Disini konklusi salah, sebab premisnya (kedua-duanya atau salah satunya) juga pasti
salah. Premis mayor benar. Premis minor salah, sebab malaikat memang bukan
manusia. Jadi, konklusi salah karena premis minornya salah.

Hukum ketiga

Apabila premisnya salah, konslusinya bisa benar atau salah

Contoh :

Malikat itu benda fisik


Batu itu malaikat

Jadi : batu itu benda fisik

Disini kedua premise salah tetapi konklusinya benar. Kalau premisnya salah dan
konsklusinya salah, lihat diatas.

Hukum keempat

Apabila konklusi benar, premis bisa benar atau salah

Contoh : konklusi benar premisi salah, lihat contoh diatas. Konklusi benar, premise
benar, lihat contoh pada hukum pertama.

III. PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan dari pembahsan di atas dapat disimpulkan bahwa tes penalaran yaitu

• penalaran induktif dan deduktif dapat mengukur kemampuan yang penting untuk
menyelesaikan masalah. Tes tersebut juga disebut tes penalaran abstrak atau tes
gaya diagramatik. Tes penalaran induktif mengukur kemampuan untuk secara
fleksibel menangani informasi yang tidak dikenal dan menemukan solusi. Orang
yang nilainya baik dalam tes ini memiliki kemampuan besar untuk berpikir baik
secara konseptual maupun analitikal dan sebaliknya.
• Sehingga suatu penalaran tidak akan rumit jika anda bisa mengetahui hukum-
hukum penalaran dan lebih memudahkan dalam menghindari diri dari
kemungkinan melakukan kesesatan-kesesatan penalaran.
• Empat hukum penalaran merupakan panduan untuk untuk mengukur hubungan
logis antara premis dan konklusi.
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran

http://www.shldirect.com/in/inductive_reasoning.html

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/filsafat_ilmu/bab6-penalaran.pdf
Soal dan Jawaban !

I. Tentukan bentuk proposisi yang tepat pada pernyataan di bawah ini !

- Bahasa adalah sarana penalaran


Merupakan bentuk preposisi Affirmasi Universal (A) yang berarti mengiyakan preposisi untuk
kuantifikator yang bersifat universal (seluruh kelas subjek bahasa), karena semua kelas bahasa
merupakan saranan penalaran baik bahasa verbal ataupun bahasa non verbal.

- Sifat kuantitatif matematika meningkatkan daya prediksi ilmu.


Akuratnya perhitungan di bidang matematika yang jelas diterapkan oleh banyak cabang ilmu
studi semakin memperkuat bahwa semua ilmu dapat di prediksi-kan secara ilmiah yang masuk
akal alasan mengapa terjadinya suatu peristiwa dalam berbagai macam ilmu studi atau bias
juga merupakan bentuk preposisi Negatif Universal (E) yang berarti menyangkal preposisi untuk
kuantigikator yang bersifat universal (seluruh kelas subjek sifat kuantitatif matematika), karena
tidak seluruh sifat kuantitatif matematika dapat meningkatkan daya prediksi ilmu.

- Bagaimana peranan bahasa dalam proses penalaran?


Pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi
simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol
berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.

- Semoga saja penelitian ini berhasil!


Bukan merupakan preposisi, merupakan kalimat seru yang tidak dapat diuji kebenarannya,
sehingga tidak dapat diambil suatu kesimpulan.

II. Temukan kalimat abstrak dalam bahasa logika predikat untuk kalimat bahasa manusia
berikut ini :

a. Untuk semua manusia, tidak ada manusia yang abadi.


• Predikat dari pernyataan tersebut adalah : manusia, abadi;
• Kalimat abstrak : ”tidak ada manusia”.
(Tidak satu-pun abadi di dunia ini, semua yang asal-nya dari tanah, maka akan kembali
ke tanah).

b. Socrates adalah manusia.


• Predikat dari pernyataan tersebut adalah : manusia;
• Kalimat abstrak : ”adalah manusia”.
(Karena Socrates adalah manusia, maka Socrates memiliki sifat-sifat yang dimiliki semua
manusia).

c. Jika socrates adalah manusia dan Untuk semua manusia, tidak ada manusia yang abadi
maka socrates tidak abadi.
• Predikat dari pernyataan tersebut adalah : manusia, abadi, socrates;
• Kalimat abstrak : ”tidak ada manusia” dan ”maka socrates”.
(Manusia tidak abadi, maka apabila Socrates adalah manusia berarti socrates-pun tidak
abadi).
d. Jika semua bilangan prima adalah bilangan ganjil maka beberapa bilangan genap adalah
bilangan prima.
• Predikat dari pernyataan tersebut adalah : bilangan, genap, prima;
• Kalimat abstrak : ”bilangan genap adalah bilangan prima”.
(Bilangan prima terdiri dari beberapa bilangan ganjil dan beberapa bilangan genap).

Anda mungkin juga menyukai