Anda di halaman 1dari 12

Prophetical Law : Membangun Hukum Berkeadilan Dengan Kedamaian ( Bobby Briando )

PROPHETICAL LAW : MEMBANGUN HUKUM BERKEADILAN


DENGAN KEDAMAIAN

Bobby Briando
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kepulauan Riau
Jl. Raya Senggarang KM. 14 Tanjungpinang Kepulauan Riau Indonesia
Email: bobby_briando@yahoo.com
(Naskah diterima 17/04/2017, direvisi 28/08/2017, disetujui 29/09/2017)

Abstrak
Hukum senantiasa berkaitan erat dengan keadilan. Penulisan artikel ini bertujuan untuk membangun konsep
hukum yang berkeadilan dengan kedamaian. Paradigma penelitian yang digunakan adalah spiritualitas profetik
melalui prosedur spiritual antara lain: zikir, doa, tafakur dan ikhtiar. Prinsip ilmu sosial profetik dan spirit
profetik digunakan sebagai basis metodologis dalam membangun konsep hukum berkeadilan dan kedamaian.
Prinsip ilmu sosial profetik antara lain: humanis, emansipatoris, transendental dan teleologikal. Spirit profetik
antara lain: kemanusiaan, keilmuan, kehambaan dan kesemestaan. Hasil yang ditemukan adalah sebuah konsep
hukum berketuhanan yang berkeadilan dengan kedamaian yang disebut kemudian sebagai prophetical law.
Kata kunci: keadilan, ilmu sosial profetik, spirit profetik, prophetical law..

Abstract
ILaw is always closely related to justice. The purpose of writing this article is to establish a legal concept of justice
with peace. The paradigm of the study is a prophetic spirituality through spiritual procedures among others: praise
(zikir), pray (doa), muse (tafakur), and action (ikhtiar). The principle of social sciences prophetic and prophetic spirit
is used as a methodological basis in establishing the legal concept of justice and peace. The principle of prophetic
social sciences, among others: the humanist, emancipatory, transcendental and teleological. Prophetic spirit, among
others: the humanitarian, scientific, servanthood and universals. The results of this study are founding a legal
justice concept divinity with peace called later as prophetical law.
Keywords: justice, prophetical social science, prophetical spirit, prophetical law.

A. Pendahuluan
Berbicara masalah hukum tentu tidak akan tanpa menindas martabat kemanusiaan setiap
pernah terlepas dari kata adil atau keadilan. warga masyarakat, atau dengan kata lain adalah
Hal tersebut sudah menjadi suatu keniscayaan hukum yang senantiasa mengabdi kepada
(conditio sine quanon) bahwa hukum itu harus kepentingan keadilan, ketertiban, keteraturan,
mengandung dan menjamin keadilan. Menurut dan kedamaian guna menunjang terwujudnya
Yusuf A.W. dalam tulisannya yang berjudul masyarakat sejahtera lahir dan batin. Apa yang
Hukum dan Keadilan, hukum tidak bisa telah diutarakan oleh Yusuf tersebut menjadi
dilepaskan dari tujuan akhir hidup bernegara menarik, hal ini dikarenakan perspektif hukum
dan bermasyarakat itu sendiri, yakni keadilan berkeadilan ternyata tidak hanya sebatas
(rechtsvaardigheid atau justice).1 Melalui dan terwujudnya kesejahteraan secara lahiriah
dengan hukumlah, individu atau masyarakat namun juga batiniah. Yang menjadi pertanyaan
dapat menjalani hidup secara berkeadilan. Lebih kemudian adalah keadilan yang seperti apa
lanjut Yusuf menyatakan bahwa hukum yang yang akan menunjang terwujudnya masyarakat
berkeadilan adalah hukum yang teratur dan sejahtera lahir dan batin?

1 Yusuf, A. W. 2015. Hukum dan Keadilan. Jurnal Ilmu Hukum, 2(1), hlm. 1–13.

325
Vol. 14 No. 03 - September 2017 : 313 - 324

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penganut kebebasan berkehendak. Dengan


tentu saja hal pertama yang harus dipahami kebebasannya kemudian manusia menuju
adalah makna dari keadilan itu sendiri. Chand kepada kebahagiaan. Pada masa inilah awal
H. memiliki asumsi bahwa mengartikan dimulainya keterpisahan agama dengan sendi-
keadilan merupakan suatu hal yang tidak sendi kehidupan masyarakat. Kebahagiaan dan
mudah2. Keadilan diartikan begitu beragam kebebasan individu mulai mendapat perhatian
karena sifatnya merupakan suatu yang sangat yang lebih sehingga memunculkan suatu
abstrak, sarat dengan berbagai arti dan tidak paham baru yang dikenal kemudian dengan
mudah untuk dicerna. Keadilan sendiri telah utilitarianisme6.
banyak diterjemahkan oleh pemikir-pemikir Ide besar terhadap kebahagiaan tersebut
klasik yang berasal dari pemikiran para filosof pada akhirnya memunculkan konsep negara
Yunani hingga pemikir Eropa abad pertengahan kesejahteraan7. Lebih lanjut Putuhena (2013)
sampai abad 20-an. Aristoteles dalam Bertens menyebut bahwa ide dasar negara kesejahteraan
menyatakan bahwa keadilan dapat diartikan beranjak dari abad ke-18 ketika Jeremy Bentham
dengan memberikan kepada seseorang apa yang mempromosikan gagasan bahwa pemerintah
menjadi haknya (due) atau sesuatu yang menjadi memiliki tanggung jawab untuk menjamin the
miliknya3. Sedangkan Ulpianus menyatakan greatest happiness (atau welfare) of the greatest
bahwa keadilan adalah kemauan yang bersifat number of their citizens. Dalam gagasan tersebut
terus menerus untuk memberikan kepada setiap Bentham menggunakan istilah ‘utility’ (kegunaan)
orang apa yang semestinya dimiliki. Pemikiran untuk menjelaskan konsep kebahagiaan atau
mengenai keadilan oleh pemikir klasik memang kesejahteraan. Konsep ‘utility’ inilah yang pada
lebih menitik beratkan pada moralitas atau etis4 akhirnya melahirkan suatu teori yang kemudian
hal ini dikarenakan bahwa filosof klasik masih dikenal dengan nama utilitarianisme. Teori
beranggapan bahwa keadilan adalah bagian dari utilitarianisme berpendapat bahwa sesuatu
moralitas atau etika. Oleh karenanya pemikiran yang dapat menimbulkan kebahagiaan ekstra
ini disebut juga sebagai teori etis. Teori ini adalah sesuatu yang baik. Sebaliknya, sesuatu
berpendapat bahwa tujuan hukum adalah yang menimbulkan penderitaan dan rasa sakit
mewujudkan keadilan (rechtsvaardigheid) baik adalah hal yang buruk. Menurut konsep ini
keadilan distributif maupun keadilan komutatif. baik-buruknya sebuah aksi atau tindakan hanya
diukur dari “hasil” yang diperoleh dari tindakan
Perspektif keadilan setelah masa klasik
tersebut.8
berakhir dimulai dengan munculnya tokoh-
tokoh baru pemikir Eropa abad pertengahan Bentham memulai teorinya dengan
seperti Jeremi Bentham. Pemikiran Bentham mengambil paham hedonisme psikologis9. Paham
pada umumnya dipengaruhi oleh semangat ini memandang bahwa semua manusia dalam
perlawanan terhadap belenggu kebebasan kenyataannya selalu berusaha mendapatkan
manusia5. Manusia menurut pandangan kenikmatan (pleasure) dan menghindari
ini terbelenggu oleh takdir dan mitos-mitos penderitaan (pain). Dengan demikian maka tidak
keagamaan. Atas dasar ini muncul suatu tekad menjadi suatu hal yang mengherankan jika
keadilan dalam perspektif pemikiran Bentham
untuk menyelamatkan manusia dari budak
melihat bahwa yang menjadi ukuran utama
takdir, ketakutannya terhadap dewa-dewa, dan
dalam menilai suatu perkara adalah hasil atau
mitos keagamaan sebagaimana telah menjadi
konsekuensi dari tindakan tersebut10. Namun
bagian dalam tradisi pemikiran filosof klasik. Oleh
dalam perjalanannya ternyata pandangan
karenanya pemikiran ini dikenal juga sebagai
2 Chand, H. 1994. Modern Jurisprudence. Kuala Lumpur: International Law Book Service.
3 Bertens, K. 1997. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
4 Yusuf, A. W. 2015. Hukum dan Keadilan. Jurnal Ilmu Hukum, 2(1),hlm. 1–13.
5 Ludigdo, U. 2005. Pemahaman Strukturasi Atas Praktik Etika di Sebuah Kantor Akuntan Publik. Universitas Brawijaya.
6 Chryssides, G. D., & Kaler, J. H. 1993. An Introduction to Business Ethics. United Kingdom: Thomson Learning.
7 Putuhena, M. I. F. 2013. Politik Hukum Perundang-undangan: Mempertegas Reformasi Legislasi yang Progresif. Jurnal Rechtsvinding,
2(10), hlm.375–395.
8 Triyuwono, I. 2006. Akuntansi Syari’ah : Menuju Puncak Kesadaran Ketuhanan Manunggaling Kawulo-Gusti. Pidato Pengukuhan
Guru Besar Akuntansi Syariah. Universitas Brawijaya (2 September), hlm.1–24.
9 Triyuwono, I. 2015a. Akuntansi Syariah : Perspektif, Metodologi, dan Teori (2nd ed.). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
10 Triyuwono, I. 2006. Akuntansi Syari’ah : Menuju Puncak Kesadaran Ketuhanan Manunggaling Kawulo-Gusti. Pidato Pengukuhan
Guru Besar Akuntansi Syariah. Universitas Brawijaya ( September), hlm.1–24

326
Prophetical Law : Membangun Hukum Berkeadilan Dengan Kedamaian ( Bobby Briando )

Bentham ini terpatahkan. Sebagaimana yang Dalam hal ini peneliti namakan konsep tersebut
dinyatakan oleh Mangunsong N. bahwa keadilan sebagai prophetic law.
yang diagung-agungkan oleh Bentham dari Dari latar belakang yang telah di paparkan
sistem nilai utilitarianisme yang mengukur sebelumnya maka terdapat permasalahan yang
maksimalisasi kebahagiaan dari kuantitatif hendak dijawab dalam kajian ini yaitu bagaimana
mayoritas yang menikmati ternyata bertolak prophetic law membangun konsep hukum
belakang dengan minoritas11. Minoritas berkeadilan yang damai serta berketuhanan?
cenderung menjadi terabaikan atau tidak dapat
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
menikmati keadilan dari kebahagiaan yang
spiritualitas profetik. Dalam penelitian ini,
dituju. Kaum minoritas hanya mendapatkan
desain penelitian berdasarkan pada spontanitas
keadilan semu, karena pada dasarnya
spiritual. Spontanitas spiritual pada dasarnya
utilitarianisme menekankan bahwa tujuan
merupakan pengalaman keterhubungan spiritual
hukum adalah mewujudkan apa yang berfaedah
antara seseorang dengan lingkungan dan
atau berguna (doelmatig) bagi orang, yakni
Tuhan12. Triyuwono menyatakan keterhubungan
mewujudkan kebahagiaan sebanyak-banyaknya
spiritual ini sebetulnya adalah suatu hal yang
bagi sebanyak mungkin orang.
nyata, karena segala sesuatu adalah bagian
Namun dalam praktiknya, kedua teori di
yang satu dengan Tuhan13. Sehingga merupakan
atas pada dasarnya masih memiliki kelemahan.
hal yang wajar jika seseorang terhubung
Kelemahan tersebut adalah ketidakseimbangan
dengan hukum-hukum sosial, alam dan dengan
atau terlalu berat sebelah antara satu sisi dengan
Tuhan. Desain penelitian spiritualitas profetik
sisi lainnya. Teori etis yang sangat mementingkan
tidak memiliki metode yang baku. Metode yang
keadilan cenderung mengabaikan kepastian
digunakan sepenuhnya mengikuti gerak spirit
hukum (rechtszekerheids). Menurut Yusuf
dalam diri penulis. Komunikasi dengan Tuhan
kecenderungan pengabaian terhadap kepastian
melalui zikir, doa, tafakur dan ikhtiar merupakan
hukum perlu dicermati mengingat bahwa hal
bagian yang sangat penting untuk mendapatkan
tersebut dapat berakibat destruktif karena akan
inspirasi14.
mengganggu aspek ketertiban. Padahal sejatinya
suatu keadilan harus dapat diwujudkan Dalam penelitian ini, peneliti memiliki peran
dengan baik di dalam ketertiban. Sebaliknya, utama dalam menganalisis data. Penulis harus
teori utilitas cenderung mengabaikan keadilan senantiasa melakukan zikir, berdoa kepada
dengan sangat mementingkan kepastian Tuhan Yang Maha Kuasa, bertafakur secara
hukum. Adanya kecenderungan pengabaian istiqomah dalam memahami suatu perkara, serta
terhadap keadilan juga akan berakibat destruktif berikhtiar dalam memperoleh ilmu yang akan
mengingat hukum identik dengan kekuasaan. penulis jadikan inspirasi sehingga dalam diri
Disamping itu, kedua teori tersebut sama sekali penulis muncul sebuah alat untuk menganalisis
tidak menyentuh aspek spiritual atau batiniah, data. Alat yang muncul bisa saja berupa hadirnya
karena hanya didasarkan pada materialitas. sebuah logika spiritual atau logika teoritis. Logika
Mencermati persoalan yang muncul di atas, spiritual adalah logika yang muncul secara
maka penulis mencoba untuk membangun spiritual yang ada begitu saja secara spontan.
konsep baru sebagai langkah alternatif yang Sedangkan logika teoritis adalah logika yang
berusaha untuk menciptakan keadilan yang diperoleh secara spiritual juga, namun inspirasi
lebih holistik, tidak berat sebelah, memerhatikan yang diperoleh mengarahkan diri peneliti untuk
aspek yang tidak hanya tampak secara lahiriah menggunakan logika-logika teoritis yang telah
atau meterial namun juga batiniah atau spiritual. ada sebelumnya.

11 Mangunsong, N. 2011. HAM Beragama Dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum. ASY-SYIR’AH Jurnal Ilmu Syariah Dan Hukum, 45(II),
hlm. 1541–1563.
12 Triyuwono, I. 2015c. Salam Satu Jiwa dan Konsep Kinerja Klub Sepak Bola. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 6(2), hlm.290–303.
13 Triyuwono, I. 2015b. Awakening the conscience inside : the spirituality of code of ethics for professional accountants. Procedia - Social
and Behavioral Sciences, 172(15th & 16th December, Kuala Lumpur), hlm.254–261.
14 Triyuwono, I. 2016. Taqwa : Deconstructing Triple Bottom Line ( TBL ) to Awake Human ’ s Divine Consciousness. PERTANIKA, 24(7),
hlm.89–104.

327
Vol. 14 No. 03 - September 2017 : 313 - 324

B. Pembahasan penelitinya semakin dekat dengan-Nya serta


Berkenaan dengan metode penelitian semakin bertambah imannya. Dengan kata lain,
spiritualitas profetik, pandangan yang paling penelitian yang berhasil dan berharga adalah
dasar adalah pandangan mengenai (a) keutamaan jika penelitian tersebut membuat penelitinya
atau perlunya pengetahuan; (b) keutamaan atau semakin bertaqwa kepada Tuhan dan ilmu yang
perlunya mencari pengetahuan atau menuntut berhasil disampaikan berguna untuk umat dan
ilmu; (c) keutamaan orang yang berpengetahuan; umat yang menggunakan ilmu tersebut semakin
(d) pandangan mengenai prophet atau nubuwah dekat dan bertaqwa kepada Tuhan. Inilah
nabi serta (e) pandangan mengenai Tuhan hakekat ilmu yang sebenarnya.
sebagai Realitas Absolut. Pandangan-pandangan Oleh karena hal tersebut, maka sudah
ini harus dapat menjadi landasan utama untuk selayaknyalah keadilan yang tercipta merupakan
adanya pengetahuan profetik.15 keadilan yang holistik, keadilan sejati yang
Bagi paradigma ini, tidak ada keterpisahan tidak hanya bersifat lahiriah namun juga
antara Tuhan dengan realitas lainnya, manusia melingkupi aspek lain yang lebih transendental.
menjadi sesuatu yang penting dalam memahami Keadilan tersebut harus sesuai dengan keadilan
realitas Ketuhanan, karena manusia adalah yang diperintahkan oleh Tuhan. Bukan
realitas imanensi dari kehadiran Tuhan. keadilan dalam kacamata manusia, terlebih
Demikian juga sebaliknya, mengenali manusia keadilan yang hanya mementingkan aspek-
dalam arti yang sebenarnya berarti mengetahui aspek material sebagaimana keadilan dalam
Realitas Absolut atau Tuhan (transenden)16. teori etis dan teori utilitarianisme. Keadilan
Kesadaran diri menjadi penting karena yang berbasis prophetical law lebih bersifat
merupakan jembatan menuju ke pengenalan fundamental yakni lahir dan batin. Ia berkaitan
terhadap Realitas Absolut tersebut. Manusia erat dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:
harus menyadari, bahwa fisik atau bagian luar Apakah landasan filosofis yang mendasari
dirinya adalah ciptaan (khalq), sedangkan bagian terbentuknya keadilan memiliki nilai-nilai yang
dalamnya adalah ruh (al-Haqq)17. Menyelami dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
realitas terdalam manusia merupakan suatu fitrah yang dimiliki manusia sebagai hamba
jalan untuk mengetahui realitas secara Tuhan?. Dan apakah spirit yang membentuk
keseluruhan. Manusia dengan kemampuannya keadilan tersebut telah sesuai dengan semangat
mentransendensikan (melampaui, melebihi) Ketuhanan? Pertanyaan-pertanyaan ini
dirinya, keluar menuju pusat kehidupan, satu mendorong penulis untuk melakukan kontruksi
titik – setelah melewati sisi-sisi kejasmaniannya terhadap konsep keadilan, dengan harapan
– di mana Ia (Tuhan) merupakan tempat bahwa langkah ini dapat memberikan bentuk
persinggahan terakhir yang menyelamatkan. alternatif hukum berkeadilan yang lebih baik
Realitas yang menjadi objek penelitian ini tidak dan mendamaikan.
lain merupakan refleksi dari Tuhan. Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka
Triyuwono menyebutkan realitas ini (termasuk saya sebagai penulis melakukan prosedur
realitas-realitas lain) merupakan “tubuh” atau spiritual untuk menemukan jawaban yang
merupakan bagian dari Tuhan sendiri. Tidak ada tepat dalam penelitian ini. Prosedur pertama
realitas yang berada di luar diri Tuhan. Tuhan adalah berzikir yang dilakukan setiap saat baik
meliputi segala sesuatu dan melampaui dimensi dalam keadaan sedang melakukan penelitian
ruang dan waktu. Bersifat fisikal (jasmaniah) atau tidak. Jadi, zikir dilakukan setiap hari
dan sekaligus juga bersifat spiritual (batiniah). dan setiap saat serta dimanapun penulis
Sifat yang kontradiktif tersebut merupakan satu berada. Prosedur kedua adalah berdoa kepada
kesatuan dalam diri Tuhan. Dalam kacamata Tuhan, yaitu memohon perkenanNya untuk
Tuhan, penelitian yang lebih berharga adalah memberikan ide tentang metode dan alat apa
jika penelitian tersebut berhasil membuat yang cocok untuk menganalisis penelitian ini.

15 Ahimsa-Putra, H. S. 2016. Paradigma Profetik Islam: Epistemologi, Etos, dan Model. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
16 Irwandra. 2013. Relasi Tuhan-Manusia : Pendekatan Antropologi Metafisik Terhadap Gurindam Duabelas Karya Raja Ali Haji. Jurnal
Pemikiran Islam: An-Nida, 38(1), hlm.25–36.
17 Irwandra. 2014. Metafisika Akhlak : Dasar-dasar Akhlak dalam Islam. Jurnal Pemikiran Islam: An-Nida, 39(1).

328
Prophetical Law : Membangun Hukum Berkeadilan Dengan Kedamaian ( Bobby Briando )

Prosedur ketiga adalah selalu memikirkan telah menjadikan keadilan yang dibentuk
(tafakur) atas apa yang akan dianalisis, dibahas, bersifat sekuler, sehingga menjadikan produk
dan diargumentasikan. Prosedur Keempat yang dihasilkan oleh hukum jauh dan terpisah
adalah melakukan ikhtiar secara fokus dengan dari Tuhan. Dalam konteks ini berarti prophetical
menambah wawasan pengetahuan penulis salah law tidak bersifat ahistoris (sesuatu yang asing),
satu caranya dengan studi literatur. Semuanya tetapi bersifat historis, membumi dan dibangun
diinteraksikan sedemikian rupa dengan berdasarkan budaya manusia itu sendiri serta
kesadaran dan kepasrahan mendalam sehingga berkeadilan.
akhirnya memperoleh inspirasi atau ilmu.18 Emansipatoris mempunyai pengertian
Melalui proses tersebut, penulis memperoleh bahwa teori profetik harus mampu melakukan
inspirasi dan petunjuk berupa logika teoritis yang perubahan-perubahan yang signifikan terhadap
mengarahkan penulis menggunakan teori-teori konsep keadilan yang telah dirumuskan oleh
yang telah ada sebelumnya. Dalam hal ini logika teori etis dan utilitarianisme yang mendominasi
teoritis yang digunakan untuk menganalisis data praktik hukum saat ini. Perubahan-perubahan
adalah dengan menggunakan teori ilmu sosial yang dimaksud disini adalah perubahan yang
profetik dan spirit profetik. Yang dimaksud membebaskan (emansipasi). Tujuannya adalah
profetik di sini adalah ilmu yang diturunkan pembebasan dari ikatan-ikatan semu yang tidak
dari Al-Qur’an dan Hadis dengan menggunakan perlu diikuti, pembebasan dari kekuatan semu
kaidah-kaidah ilmiah yang nantinya digunakan (pseudo power), dan pembebasan dari ideologi
untuk menjembatani antara perintah normatif semu. Dengan pembebasan ini diharapkan
dengan praktik. Dengan ilmu ini, perintah- bahwa prophetical law mampu melakukan
perintah normatif menjadi lebih operasional perubahan pemikiran dan tindakan manusia
dan dapat dipraktikkan dalam dunia nyata.19 yang menggunakannya, yaitu dari pemikiran
Spirit profetik adalah semangat yang bercirikan yang sempit dan parsial menuju pemikiran yang
nubuwah nabi, yaitu bagaimana ruh kenabian luas, holistik, dan tercerahkan, serta dari praktik
termasuk keluruhan dan ketinggian derajat yang hukum yang timpang dan berat sebelah menjadi
dimiliki oleh nabi dapat diinternalisasikan dalam hukum yang berkeadilan seutuhnya.
merumuskan keadilan yang holistik. Dengan Transendental mempunyai makna bahwa
menggunakan kedua logika teoritis di atas, maka prophetical law melintas batas disiplin ilmu
perumusan konsep keadilan yang berketuhanan hukum itu sendiri. Bahkan melintas batas
akan dapat dibentuk. Penulis akan mencoba dunia materi (fisik). Dengan prinsip filosofis
untuk menguraikan satu per satu unsur logika ini prophetical law dapat memperkaya dirinya
teoritis tersebut. dengan mengadopsi disiplin ilmu lintas batas,
bahkan dapat mengadopsi nilai ajaran “agama
B.1. Prinsip Filosofis Profetik dalam teori
lain” serta “hukum lain”. Kemudian, aspek
ilmu sosial profetik
transendental ini sebetulnya tidak terbatas
Humanis, memberikan suatu pengertian pada disiplin ilmu, tetapi juga menyangkut
bahwa keadilan harus bersifat manusiawi, aspek ontologi, yaitu tidak terbatas pada objek
sesuai dengan fitrah manusia dan dapat yang bersifat material semata, tetapi juga aspek
diaplikasikan sesuai dengan kapasitas yang non-material dengan melakukan kombinasi
dimiliki oleh manusia sebagai makhluk yang dari berbagai pendekatan. Tujuannya adalah
selalu berinteraksi dengan orang lain (dan agar prophetical law benar-benar akan bersifat
alam) secara dimanis dalam kehidupan sehari- emansipatoris tanpa terbelenggu dengan
hari. Tujuannya adalah untuk memanusiakan ikatan yang lain. Pada akhirnya akan mampu
manusia. Kita tentu tahu bahwa sekarang ini menggerakkan suatu perubahan yang lebih
keadilan telah mengalami proses dehumanisasi baik kedepannya. Yaitu dari hukum yang hanya
termasuk di dalamnya praktik-praktik hukum. bersifat material menuju hukum berkeadilan
Hedonisme, materialisme, dan utilitarianisme yang damai serta berkeTuhanan.

18 Aman, S. 2014. Kalimat Zikir Bergaransi Keberuntungan. Banten: Penerbit Ruhama


19 Kuntowijoyo. 2007. Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika. (M. Yahya, Ed.). Yogyakarta: Tiara Wacana.

329
Vol. 14 No. 03 - September 2017 : 313 - 324

Teleologikal memberikan suatu dasar Hukum dalam Pembangunan Nasional”. Pada


pemikiran bahwa prophetical law tidak sekedar ajaran teori Pengayoman, implementasi dalam
hanya memahami benar dan salah terhadap tatanan hukum nasional harus bercirikan
suatu aksi atau praktik, serta penjatuhan vonis responsifitas terhadap perkembangan dan
benar atau salah terhadap terdakwa tetapi aspirasi pengharapan masyarakat. Atau dengan
juga memiliki tujuan transendental sebagai kata lain, hukum ditujukan untuk menciptakan
bentuk pertanggungjawaban manusia terhadap kondisi kemasyarakatan yang manusiawi atau
Tuhannya, kepada sesama manusia, kepada humanis, sehingga memungkinkan proses-
alam semesta bahkan terhadap diri pribadinya. proses kemasyarakatan berlangsung secara
Prinsip ini mengantarkan manusia pada tujuan wajar. Secara harfiah dalam konsep adil sejatinya
hakikat kehidupan, yaitu falah (kemenangan). setiap manusia memperoleh kesempatan
Falah di sini dapat diartikan keberhasilan yang luas untuk mengembangkan seluruh
manusia kembali ke Sang Pencipta dengan potensinya baik lahiriah maupun batiniah
jiwa yang tenang dan suci (muthmainnah). secara holistik. Adapun usaha mewujudkan
Hal ini tentu saja akan berdampak signifikan konsep ini sebagaimana yang diutarakan oleh
terhadap perilaku aparatur penegak hukum Sidharta mencakup: pertama, ketertiban dan
pada umumnya. Selama ini para penegak keteraturan yang memunculkan refleksifitas;
hukum hanya mendasarkan pemikiran bahwa kedua, kedamaian yang berketentraman; ketiga,
pemberian vonis atau penjatuhan hukuman keadilan yang meliputi keadilan distributif,
terhadap terdakwa hanya sebatas tuntunan komutatif, vindikatif, dan protektif; keempat,
tugas dan fungsi sebagai seorang penegak kesejahteraan dan keadilan sosial yang
hukum, tidak lebih dari itu. Dengan konsep manusiawi; dan kelima, pembinaan akhlak luhur
ini maka setidaknya akan dapat memberikan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
perubahan pola pikir (mindset) para penegak
b. Emancipatory law
hukum, sehingga kedepannya vonis atau
hukuman yang diijatuhkan dapat lebih adil dan Khusus menyangkut hukum yang
manusiawi serta tidak terlepas dari manifestasi membebaskan atau emancipatory law, kedamaian
ibadah kepada Tuhan. dan keadilan sejati akan terwujud manakala
setiap warga masyarakat dapat secara bebas dan
Agar konsep ini dapat lebih aplikatif dalam
bertanggungjawab mengekspresikan apa yang
penerapannya, maka penulis mencoba untuk
menjadi pemikirannya yang pada akhirnya akan
merumuskan bagaimana konsep tersebut tidak
memebaskannya dari keterbelengguan semu
hanya sebatas wacana semata, namun dapat
yang dapat merusak kententraman hukum baik
langsung dipraktikkan dalam menciptakan
secara lahiriah dan batiniah. Hukum pidana
hukum berkadilan yang damai serta berketuhanan
yang membelenggu dan berlaku selama ini di
sebagaimana konsep yang melandasi prophetical
Indonesia menurut Setiadi bersifat “semu”. Hal
law. Oleh karena itu, ikhtiar lanjutan penulis
ini dilandasi oleh asumsi bahwa dalam kongres
berikutnya adalah dengan melakukan telaah
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang The
kajian literatur. Literatur yang penulis maksud
Prevention of Crime and the Treatment of Offenders
disini adalah karya tulis ilmiah berupa artikel
sering dinyatakan bahwa sistem hukum pidana
yang telah terpublikasi dalam jurnal ilmiah.
yang ada sekarang terutama yang berasal dari
Disamping itu penulis juga mencoba untuk
masa kolonial secara umum bersifat out of date
menggunakan pendekatan intuitif, sehingga
and unjust (telah usang dan tidak adil), serta out
konsep yang penulis utarakan dalam artikel ini
of mode and unreal (sudah ketinggalan jaman dan
dapat lebih menyentuh aspek batin tidak hanya
tidak sesuai dengan kenyataan). Kesemuanya
mendasarkan pada pemikiran logis semata.
itu bersifat “semu” dan tidak berasal dari nilai-
a. Humanitarian law nilai budaya yang berakar dari masyarakat
Pada dasarnya konsep humanitarian law telah sendiri, bahkan ada diskrepansi dengan aspirasi
termanifestasi dalam teori Pengayoman yang masyarakat yang pada akhirnya membelenggu
“dilahirkan” oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja masyarakat itu sendiri serta tidak responsif
dalam buku “Fungsi dan Perkembangan terhadap kebutuhan sosial masa kini. Solusi

330
Prophetical Law : Membangun Hukum Berkeadilan Dengan Kedamaian ( Bobby Briando )

yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah Dalam tradisi Islam, Islam mempunyai
tersebut adalah dengan cara “pembebasan” kaidah “al-adah muhakkamah”, adat-istiadat
sebagaimana dicetuskan oleh Yusuf berikut ini: itu bisa dijadikan hukum. Yang baik bisa
1. Kelangsungan hidup dan pelaksanaan hak dijadikan sebagai sunah atau mubah, yang
atas hukum tidak bergantung pada kekuatan buruk dan kurang baik bisa diharamkan atau
(power) semata namun harus menyentuh dimakruhkan. Dalam konteks ini berarti tugas
aspek fisik serta non-fisik; dan tidak lepas dakwah Islam dapat dilakukan melalui budaya,
dari ketentuan dan hukum yang telah yang merupakan salah satu lintas disipilin
ditetapkan oleh Sang Maha Adil, Tuhan Yang ilmu sebagaimana prinsip transendental.
Maha Esa. Hal tersebut dapat dilakukan secara damai
2.
Sepanjang tidak melanggar hak dan melalui strategi “mengindonesiakan Islam”
merugikan orang lain, di mana tanpa rasa bukan “mengislamkan Indonesia”. Meskipun
khawatir warga masyarakat: secara sepintas terdengar sama, tapi sejatinya
a. Dapat secara bebas menjalankan apa tidak sama. Mengindonesiakan Islam lebih
yang diyakininya sebagai kebenaran; merupakan membawa masuk Islam melalui
b.
Dapat secara bebas mengembangkan budaya yang sudah hidup di Indonesia sambil
bakat dan kesenangannya; dan membangun akulturasi antara nilai-nilai budaya
c. Dapat merasa diperlakukan secara wajar, Indonesia dengan nilai-nilai Islam, sedangkan
berkeprimanusiaan, adil, dan beradab mengislamkan Indonesia lebih merupakan
sekalipun pada waktu melakukan semacam intervensi dan formalisasi, sehingga
kesalahan. Islam harus muncul dalam simbol-simbol formal.
c. Transendental law Padahal di dalam negara yang multikultural
seperti Indonesia, penanaman hukum Islam bisa
Dalam sejarah perjalanan menemukan suatu
dilakukan melalui maqashid al-syari’ah yaitu
tata aturan atau hukum yang berkeTuhanan di
hukum atau aturan yang tidak kaku pada teks
Indonesia sebetulnya telah dilakukan oleh para
sehingga hukum dapat berubah sesuai dengan
wali terdahulu. Hal ini sebagaimana dijelaskan
perubahan zaman, tempat, dan budayanya
oleh Mahfud yang menyatakan bahwa para
(Mahfud,2016)20. Mahfud (2016) juga menyatakan
wali telah menjelaskan hukum-hukum Tauhid
bahwa “kebutuhan hukum masa kini dengan
kepada masyarakat melalui jalur budaya.
realitas multikulturalnya tentu berbeda dengan
Sebagai contoh yaitu Sunan Kalijaga, beliau
kebutuhan masa lalu dan di tempat lain”. Inilah
berdakwah dengan wayangan semalam suntuk,
kemudian yang dapat dijadikan suatu landasan
tapi saat masuk waktu subuh beliau mengajak
dalam membentuk hukum berkeadilan yang
istirahat, karena dirinya mau melaksanakan
lekat di dalamnya unsur-unsur budaya lokal
sholat subuh terlebih dahulu. Ketika penonton
yang damai serta berkeTuhanan.
bertanya, sholat itu apa? dan Sang Sunan
menjelaskannya. Kemudian banyaklah penonton d. Theleological law
yang menyatakan masuk Islam. Lebih lanjut
Theleological law memberikan suatu dasar
Mahfud mengatakan Sunan Kalijaga sendiri
pemikiran bahwa hukum tidak sekedar
menciptakan cerita wayang yang bersubtansi
berkenaan dengan vonis terhadap suatu perkara,
Tauhid, yakni lakon “Jimat Kalimosodo”, yang
tetapi juga memiliki tujuan transendental sebagai
berintikan kalimat syahadat. Dengan langkah
bentuk pertanggungjawaban manusia terhadap
demikian maka akan muncul suatu kesadaran
Tuhannya, kepada sesama manusia, dan
yang bersifat vertikal (hablun minallah) sebagai
bagian utama dalam menjalani hidup dan kepada alam semesta. Prinsip ini mengantarkan
kehidupan yaitu meyakini bahwa Dzat Yang manusia pada tujuan hakikat kehidupan, yaitu
Maha Segalanya, yaitu Dzat Yang Maha Besar falah (kemenangan). Falah dapat diartikan juga
dan Maha Mulia, tidak lain dan tidak bukan sebagai keberhasilan manusia kembali ke Sang
adalah Tuhan Semesta Alam. Pencipta dengan jiwa yang suci dan tenang. Untuk

20 Mahfud, M.D. 2016. Islam, Lingkungan Budaya, dan Hukum dalam Perspektif Ketatanegaraan Indonesia. KARSA: Jurnal Sosial Dan
Budaya Keislaman, 24(1), hlm.1–14.

331
Vol. 14 No. 03 - September 2017 : 313 - 324

mencapai tahap tersebut tentu saja diperlukan oleh sumber daya manusia yang mumpuni,
suatu konsep hukum yang integratif yaitu suatu maka aturan yang baik tersebut tidak akan
sistem hukum yang dipandang relevan dalam dapat berjalan sesuai ekspektasi dan memiliki
menghadapi tantangan dan perkembangan kecenderungan untuk dilanggar dikemudian
global, di mana elemen-elemen sistem hukum hari.
baik hukum agama, hukum adat serta hukum Oleh karena itu penulis mencoba untuk
positif harus dapat bersinergi, saling berpangku menanamkan spirit kedalam diri penegak hukum
tangan dalam memberikan kontribusi positif yang dalam kesempatan ini penulis sebut sebagai
dalam membangun sistem hukum nasional yang spirit profetik. Spirit profetik ini pertama kali
kuat dan bermartabat. dicetuskan oleh Irianto. Spirit ini pada awalnya
Agar hukum dapat menyentuh aspek merupakan suatu dorongan gerakan keteladanan
Ketuhanan, budaya serta kenegaraan, maka ditengah minimnya keteladanan di negeri ini.
Umar mencoba untuk membanguan suatu Krisis keteladanan yang terjadi di negeri ini
konsep yang disebut sebagai Three Pillars System dikarenakan masyarakat telah kehilangan tokoh
Hukum Modern yang Integratif. Konsep tersebut panutan yang dapat dijadikan inspirasi dalam
dibangun dalam rangka untuk mengintegrasikan berperilaku. Mencermati hal tersebut maka
keanekaragaman budaya, adat istiadat, tercetuslah spirit profetik, spirit ini mencoba
dan keyakinan dalam berketuhanan. Umar untuk meneladani nubuwah nabi. Spirit ini
mengatakan bahwa keberagaman tersebut terbagi kedalam 4 (empat) nilai atau spirit,
merupakan suatu keniscayaan serta potensi masing-masing: nilai atau spirit kemanusiaan,
yang jika diberdayakan secara berimbang dan keilmuan, kehambaan dan kesemestaan.
integratif dalam satu sistem hukum nasional
Spirit kemanusiaan mengisyaratkan
diharapkan akan mampu membangun hukum
tentang hakekat (tugas) manusia diciptakan
modern yang holistik di masa yang akan datang.
di muka bumi. Manusia diciptakan untuk
Konsep tersebut sangat strategis jika digunakan
menjadi khalifah, untuk mengelola bumi dan
dalam menghadapi era globalisasi dewasa ini
memakmurkannya, sebagaimana dinyatakan
yang cenderung lebih mengutamakan utilitas
dalam penggalan surat Al Baqarah ayat 30
dan hasil akhir. Disamping itu konsep ini
yang merupakan ikhwal hakekat penciptaan
setidaknya dapat menjadi filter masuknya nilai-
manusia di bumi berikut ini: “Sesungguhnya
nilai asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
keindonesiaan.21
muka bumi”. Khalifah memiliki makna “wakil,
B.2. Spirit Profetik pengelola, penguasa” sehingga “Khalifatullah fil
Mencermati permasalahan hukum yang ardh” bermakna wakil Tuhan di muka bumi,
ada di Indonesia tidak terlepas pula dari para dengan tugas untuk mengelola bumi dan
“aktor” dibalik penegakan hukum itu sendiri. memakmurkannya22. Dalam perspektif profetik
Para penegak hukum acapkali mendapat atensi segala aktivitas dianggap tidak hanya bersifat
dari masyarakat atas suatu perkara yang sedang individual, tetapi juga bersifat sosial begitu pula
disidangkan. Oleh karenanya, sebagai “aktor” dengan hukum. Hukum sejatinya merupakan
utama dalam penegakan hukum maka seorang produk sosial yang lahir dan berkembang sesuai
penegak hukum harus memiliki sifat-sifat yang dengan dinamika yang terjadi pada suatu
mulia dan terpuji. Seorang penegak hukum lingkungan. Artinya, hukum dapat dibentuk oleh
harus memiliki spirit yang dapat menjadikan suatu kebudayaan, adat istiadat bahkan oleh
pribadinya menjadi pribadi yang etis dan adil keyakinan agama.
terlebih dalam menyelesaikan suatu perkara. Spirit ini merupakan perangkat nilai yang
Penulis memiliki asumsi bahwa sebaik apapun digunakan untuk menentukan baik buruknya
aturan yang telah dibuat jika tidak ditunjang gagasan, aktivitas, dan dalam hubungannya

21 Umar, N. 2014. KONSEP HUKUM MODERN : Suatu Perspektif Keindonesiaan , Integrasi Sistem Hukum Agama dan Sistem Hukum
Nasional. Jurnal Walisongo, 22(1), hlm.157–180.
22 Irianto, G. 2015. Spirit Profetik, Akuntan, dan Pencegahan Fraud. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu
Akuntansi Sektor Publik. Universitas Brawijaya hlm.1–50.

332
Prophetical Law : Membangun Hukum Berkeadilan Dengan Kedamaian ( Bobby Briando )

dengan dampak terhadap sesama manusia, baik pelaksana dari pengaplikasian hukum-hukum
pada aspek fisik, kepribadian, sosial, maupun tersebut. Spirit keilmuan digunakan untuk
budayanya. Spirit ini diharapkan memberikan menentukan baik buruknya gagasan, aktivitas,
efek yang positif terhadap relasi sosial dan dan peralatan keilmuan dalam hubungannya
pola-pola perilaku, sehingga kedepannya tidak dengan dampak terhadap pengetahuan pada
ditemukan konflik yang diakibatkan oleh umumnya dan hukum pada khususnya.
aktivitas sosial, persaingan dan perselisihan. Spirit kehambaan, hakekat tugas kehambaan
Spirit ini pula yang kemudian akan diaplikasikan manusia kepada Robb-nya adalah menjadi
dalam ranah hukum. Hukum sudah selayaknya
rahmat bagi semesta. Amanat tersebut
bersifat humanis serta dapat memberikan efek
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW,
positif terhadap individu. Individu yang telah
yang termaktub dalam ayat Al Qur’an sebagai
memiliki jiwa yang humanis, maka dengan
berikut: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
sendirinya akan dapat berperilaku lebih
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
manusiawi dan memiliki kepedulian yang tinggi
semesta alam” (QS. Al Anbiya:107). Sebagai
terhadap sesamanya.
tokoh panutan dan tauladan bagi seluruh umat
Spirit keilmuan, kesadaran akan esensi
manusia, tentu akan sangat indah manakala
keilmuan menjadi penting dalam penegakan
spirit Nabi menjadi spirit pula dalam penegakan
hukum. Karena penegak hukum rentan akan
hukum: menjadi hukum yang memiliki
kesalahan dalam mengaplikasikan ilmunya,
rahmat bagi semesta alam. Spirit kehambaan
hal ini bisa dilihat dari kekeliruan serta dilema
juga sebagai suatu penegasan bahwasannya
etis dalam menjatuhkan vonis atau hukuman.
manusia sejatinya merupakan hamba Tuhan.
Disamping itu dalam penegakan hukum seorang
Oleh karena itu keyakinan terhadap Tuhan
penegak hukum harus memiliki wawasan
memberikan makna dan implikasi bahwa hukum
dan pengetuhan yang mumpumi agar dalam
dan peraturan perundang-undangan tidak
menjatuhkan vonis tidak mendzolimi terdakwa.
boleh mengesampingkan, apalagi bertentangan
Yusuf menyebutkan bahwa memperjuangkan
dengan ajaran Tauhid. Hukum juga tidak boleh
pendidikan hukum sejak dini kepada mahasiswa
hukum merupakan suatu keharusan. Hal bertolak belakang dengan norma agama yang
tersebut dilakukan untuk meyakinkan kepada sahih. Norma agama merupakan kalam Ilahi
mahasiswa bahwasannya kebenaran sifat yang bersifat Absolut dan mutlak agar dapat
hukum tidak terlepas dari ilmu sosial, karena dipedomani oleh setiap hambanya tanpa ada
hukum berada dalam ruang sosial bukan ruang keraguan didalamnya.
yang hampa. Spirit kesemestaan, merupakan perangkat
Spirit keilmuan memiliki sebuah keyakinan nilai yang digunakan untuk menentukan baik-
bahwasannya pemilik ilmu hakiki adalah Allah buruknya dampak gagasan dan aktivitas hukum
SWT, Penguasa Semesta Alam, sudah seharusnya terhadap situasi dan kondisi lingkungan alam.
keagungan ilmu tersebut bermanfaat untuk Basisnya termaktub dalam ayat Al Qur’an
seluruh umat, diabdikan berdasar tuntunan- yang berbunyi: “Janganlah kamu berbuat
Nya, didedikasikan untuk-Nya, dan bukan kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah
sebaliknya dipergunakan untuk berbuat curang tidak menyukai orang-orang yang berbuat
dan bertentangan dengan aturan-Nya. Hal ini kerusakan” (QS. Al Qashash:77) dan Qur’an
terlihat dari semakin banyaknya “mafia” hukum Surah Al A’raaf ayat 56 yang berbunyi: “Dan
serta jual beli perkara dalam persidangan. janganlah kamu membuat kerusakan di muka
“Kepunyaan-Nya lah semua yang ada di langit, bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya”. Oleh
semua yang di bumi, semua yang di antara karena itu penegakan hukum harus selalu
keduanya dan semua yang di bawah tanah” (QS. memikirkan dampak dari setiap aktivitas yang
Thaha: 6). Ayat tersebut menegaskan secara dilakukan, hukum harus ramah dengan alam
tersirat bahwa segala peraturan, perundang- dan tidak diperkenankan merusaknya karena
undangan dan produk hukum lainnya sejatinya Sang Pencipta telah melarang hamba-hamba-
adalah kepunyaan Allah. Manusia hanya sebagai Nya berbuat kerusakan di muka bumi.

333
Vol. 14 No. 03 - September 2017 : 313 - 324

Lebih lanjut Ahimsa-Putra menyatakan Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa
bahwa kesemestaan berarti bahwa gagasan serta konsep hukum yang penulis bangun dalam
aktivitas hukum yang mempunyai dampak baik mencapai keadilan memiliki dua unsur
(positif) terhadap lingkungan adalah hal yang pembentuknya, pertama adalah prinsip filosofis
baik, yang harus selalu diusahakan, sebaliknya profetik dan kedua adalah spirit profetik. Kedua
yang berdampak buruk (negatif) adalah hal yang unsur pembentuk tersebut sejatinya membawa
buruk dan harus selalu dihindari. Disamping kepada satu tujuan yakni Tuhan. Mengapa
itu, spirit kesemestaan harus memberikan efek demikian? Karena tujuan kembali pada Tuhan
terhadap kelestarian lingkungan atau perubahan merupakan suatu yang pasti dan konkrit bagi
yang tidak menimbulkan kerusakan atau manusia. Oleh karena itu, mengaplikasikan
memusnahkan makhluk hidup di muka bumi. prinsip filosofis dan spirit profetik merupakan
Kelestarian semesta dapat terwujud bilamana ajang atau merupakan jalan kembali kepada
kegiatan dan tujuan yang dilakukan didasarkan Tuhan Yang Maha Esa dengan jiwa yang suci
pada tujuan: (a) perlindungan; (b) pemeliharaan; dan tenang. Prinsip filosofis dan spirit profetik
(c) pengembangan; dan (d) pemanfaatan. Hal inilah yang akan membentuk suatu konsep
tersebut akan berdampak terhadap terjaganya hukum baru yang dalam artikel ini peneliti sebut
semesta alam. Dengan demikian maka tercapai sebagai prophetical law.
hukum yang adil yaitu yang memberikan jaminan Prophetical law merupakan konsep hukum
bahwa pemberian dan penggunaan kekuasaan yang mengutamakan manusia sebagai makhluk
akan senantiasa memberikan kemaslahatan mulia, di mana kemuliaannya terukur pada
dan manfaat yang tinggi, baik bagi penggunanya seberapa jauh manusia tersebut telah tunduk
maupun bagi rakyat dan alam sekitar (Yusuf, dan patuh pada kehendak Tuhan. Semakin
2015). tunduk dan patuh, maka semakin bertakwa dan
mulia. Dengan dilandasi oleh filosofi profetik
B.3. Konsep hukum berke-Tuhanan
yang terdiri dari prinsip humanis, emansipatoris,
Jiwa berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, transendental serta teleologikal serta spirit
maka pada suatu saat nanti jiwa ini akan kembali profetik yang terdiri dari spirit kemanusiaan,
keasalnya, yaitu kembali pada Tuhan. Ketika keilmuan, kehambaan serta kesemestaan, maka
kesadaran tersebut telah muncul, maka kita konsep hukum yang biasanya berorientasi
akan merasakan Salam, yaitu rasa kedamaian, material dan bersifat positif kemudian diarahkan
kebahagiaan, dan keselamatan. Kembali keasal ke spiritual. Dengan demikian, konsep hukum
disini bukan dalam artian mati secara fisik, tetapi prophetical law memiliki konsep yang utuh atau
kesadaran manusia telah sampai pada kesadaran holistik dikarenakan berlandaskan pada aspek
spiritual, yaitu kesadaran Ketuhanan di mana di rohani dan batin serta material dan spiritual. Pada
dalam kondisi ini seseorang tunduk, patuh, dan akhirnya konsep ini akan menjadikan hukum
pasrah secara total pada kehendak Tuhan Yang lebih adil, tidak hanya adil dalam perspektif
Maha Kuasa. Pada posisi ini seseorang menjadi manusia namun juga hukum yang adil menurut
manusia yang bertakwa seutuhnya. perintah Tuhan. Maka dari itu, hukum dengan
Takwa adalah kedudukan manusia yang sendirinya akan menjadi sesuatu yang melekat
paling mulia di hadapan Tuhan. Takwa adalah dalam setiap sendi kehidupan serta akan dapat
kondisi atau capaian spiritual manusia di mendamaikan semesta alam.
mana ia merasakan ketundukan kepada Tuhan
C. Penutup
Yang Maha Kuasa, atau ia merasakan melalui
ruhnya yang terdalam bahwa penglihatannya, Konsep hukum berkeadilan selama ini masih
pikirannya, perkataannya, dan tindakannya berkiblat pada dua arus utama mengenai adil
digerakkan oleh Tuhan Yang Maha Berkehendak. itu sendiri, yakni teori etis dan utilitis. Kedua
Tentu saja capaian takwa antara orang yang satu konsep teori tersebut masih sekedar berada
dengan yang lain berbeda-beda. Tetapi paling dalam tataran fisik atau psikis. Penulis mencoba
tidak setiap diri manusia dapat mengetahui untuk membangun konsep hukum berkeadilan
sendiri di mana posisi capaian ketakwaannya. dengan perspektif yang berbeda. Untuk itu pula,

334
Prophetical Law : Membangun Hukum Berkeadilan Dengan Kedamaian ( Bobby Briando )

maka seting dalam penulisan ini tentu akan Irwandra. 2014. Metafisika Akhlak : Dasar-dasar
berbeda dengan konsep arus utama (mainstream) Akhlak dalam Islam. Jurnal Pemikiran Islam:
pada umumnya. Perspektif yang penulis maksud An-Nida, 39(1).
adalah sudut pandang (paradigm) dalam
Kuntowijoyo. 2007. Islam Sebagai Ilmu:
memahami sesuatu.
Epistemologi, Metodologi, dan Etika. (M.
Penulis mencoba untuk membangun suatu Yahya, Ed.). Yogyakarta: Tiara Wacana.
semangat perubahan yang dilandasi oleh
jiwa profetik. Jiwa tersebut diselimuti oleh Ludigdo, U. 2005. Pemahaman Strukturasi Atas
Praktik Etika di Sebuah Kantor Akuntan
prinsip filosofis profetik terdiri dari: humanis,
Publik. Universitas Brawijaya.
emansipatoris, transendental serta teleologikal.
Jiwa tersebut kemudian dibungkus dalam spirit Mahfud, M. 2016. Islam, Lingkungan Budaya,
profetik, teridiri dari: kemanusiaan, keilmuan, dan Hukum dalam Perspektif Ketatanegaraan
kehambaan serta kesemestaan. Kesemuanya Indonesia. KARSA: Jurnal Sosial Dan Budaya
itu pada akhirnya bermuara pada satu tujuan Keislaman, 24(1), 1–14.
yaitu Tuhan. Dengan menginternalisasikan
Mangunsong, N. 2011. HAM Beragama Dalam
jiwa tersebut dalam praktik hukum, maka
Perspektif Filsafat Ilmu Hukum. ASY-SYIR’AH
konsep hukum berkeadilan yang damai serta
Jurnal Ilmu Syariah Dan Hukum, 45(II),
berkeTuhanan dapat dibentuk, sehingga pada 1541–1563.
akhirnya akan dapat membangun sistem hukum
yang mendukung terwujudnya keadilan semesta. Putuhena, M. I. F. 2013. Politik Hukum
Perundang-undangan: Mempertegas
Reformasi Legislasi yang Progresif. Jurnal
Rechtsvinding, 2(10), 375–395.
Daftar Pustaka
Setiadi, E. D. I. 2011. Membangun KUHP
Buku-Buku Nasional yang Berbasis Ke-Indonesiaan.
MIMBAR, XXVII(2), 203–212.
Ahimsa-Putra, H. S. 2016. Paradigma Profetik
Islam: Epistemologi, Etos, dan Model. Sidharta, B. A. 1999. Refleksi tentang Struktur
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju.

Aman, S. 2014. Kalimat Zikir Bergaransi Triyuwono, I. 2006. Akuntansi Syari’ah : Menuju
Keberuntungan. Banten: Penerbit Ruhama. Puncak Kesadaran Ketuhanan Manunggaling
Kawulo-Gusti. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Bertens, K. 1997. Etika. Jakarta: PT Gramedia Akuntansi Syariah. Universitas Brawijaya (2
Pustaka Utama. September), 1–24.

Chand, H. 1994. Modern Jurisprudence. Kuala Triyuwono, I. 2015a. Akuntansi Syariah  :


Lumpur: International Law Book Service. Perspektif, Metodologi, dan Teori (2nd ed.).
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Chryssides, G. D., & Kaler, J. H. 1993. An
Introduction to Business Ethics. United Triyuwono, I. 2015b. Awakening the conscience
Kingdom: Thomson Learning. inside : the spirituality of code of ethics for
professional accountants. Procedia - Social
Irianto, G. 2015. Spirit Profetik, Akuntan, dan and Behavioral Sciences, 172(15th & 16th
Pencegahan Fraud. Pidato Pengukuhan December, Kuala Lumpur), 254–261.
Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu
Akuntansi Sektor Publik. Universitas Triyuwono, I. 2015c. Salam Satu Jiwa dan Konsep
Brawijaya 1–50. Kinerja Klub Sepak Bola. Jurnal Akuntansi
Multiparadigma, 6(2), 290–303.
Irwandra. 2013. Relasi Tuhan-Manusia  :
Pendekatan Antropologi Metafisik Terhadap Triyuwono, I. 2016. Taqwa  : Deconstructing
Gurindam Duabelas Karya Raja Ali Haji. Triple Bottom Line ( TBL ) to Awake Human
Jurnal Pemikiran Islam: An-Nida, 38(1), 25– ’ s Divine Consciousness. PERTANIKA, 24(7),
36. 89–104.

335
Vol. 14 No. 03 - September 2017 : 313 - 324

Umar, N. 2014. KONSEP HUKUM MODERN : Yusuf, A. W. 2015. Hukum dan Keadilan. Jurnal
Suatu Perspektif Keindonesiaan , Integrasi Ilmu Hukum, 2(1), 1–13.
Sistem Hukum Agama dan Sistem Hukum
Nasional. Jurnal Walisongo, 22(1), 157–180.

336

Anda mungkin juga menyukai