Anda di halaman 1dari 18

TUGAS RUTIN 4

SEMESTER 1/KELAS B3
MATA KULIAH

ARAH KECENDRUNGAN DAN ISU DALAM PEND.


MATEMATIKA

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Mariani, M.Pd. pps

DISUSUN OLEH:

ROSALINDA PASARIBU
NIM 8206172017

PRODI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


PASCASARJANA UNIMED
2020-2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya didasarkan
pada suatu teori psikologi belajar yang saat ini masih dikembangkan oleh ahli
pendidikan. Kemampuan memahami teori-teori belajar ini merupakan salah satu
kompetensi pedagogik guru, sehingga guru mampu mengembangkan pembelajaran yang
memuat tiga macam aktivitas, yaitu eksplorasi, klarifikasi, dan refleksi.

Secara garis ada dua arus besar dalam perkembangan teori belajar, yaitu aliran
Behaviorisme dan aliran Kognitif. Dua aliran ini memiliki dua pijakan berpikir yang
sangat jelas perbedaannya. Aliran behaviorisme memandang belajar sebagai perubahan
tingkah laku, sehingga belajar merupakan rangkaian aktivitas mengelola stimulus untuk
mendapatkan respon yang diinginkan, sedangkan aliran kognitif memandang belajar
sebagai perubahan struktur kognitif. Cara pandang tentang proses belajar tentunya akan
mempengaruhi bagiamana cara guru mengajar. Dari dua aliran teori belajar tersebut
lahirlah pendekatan belajar, model pembelajaran, strategi pengajaran, hingga
metodenya. Begitu pentingnya pengetahuan tentang teori belajar ini bagi guru, sehingga
guru mampu merancang pembelajarannya sesuai dengan materi yang hendak
dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori belajar yang dirujuk.

B. RUMUSAN MASALAH
ii
 Mengetahui Teori Pembelajaran Matematika

C. TUJUAN

 Mengetahui kesesuaian Teori Pembelajaran Matematika untuk mencapai kualitas


pembelajaran.
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Teori belajar


Teori Belajar adalah suatu teori yang didalamnya terdapat tata cara
pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, serta perancangan
metode pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Pada psikologi pendidikan, arti dari pembelajaran adalah serangkaian aktivitas
yang mempertemukan antara emosional, psikomotor, kognitif serta wilayah yang saling
mempengaruhi untuk mendapatkan peningkatan dan pengalaman. Atau menciptakan
perubahan dari sebuah pengetahuan, nilai, keterampilan dan perspektif (sudut
pandang). Pendapat di atas merupakan hasil olah pikir dari (Illeris, 2000; Ormorod,
1995).
Belajar yang merupakan aktivitas yang memiliki keutamaan untuk memiliki
tujuan tentang apa yang terjadi dan berlangsung. Ini bisa dimudahkan dengan berbagai
macam instrumen yang telah dijelaskan oleh para ahli. Instrumen tersebut merupakan
teori belajar, teori belajar itu sendiri adalah usaha untuk mendeskripsikan cara dan
bagaimana suatu individu bisa belajar, sehingga mampu mendapatkan dan memahami
suatu pengetahuan secara komprehensif (luas) dan radikal (dalam).
Berikut merupakan aliran atau macam dari teori belajar beserta penjelasannya
yang merupakan buah dari para ahli dan digunakan oleh para ahli mulai dari filosof, guru
hingga psikolog.
1. Teori Belajar Kognitif iii
Definisi dari kognitif merupakan berpikir, maksudnya adalah aktivitas
memahami dan memikirkan setiap kondisi dari sikap dan tingkah laku dilakukan. Jika
teori ini dihubungkan pada pembelajaran maka teori belajar kognitif merupakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan berpikir. Mulai berpikir secara individu maupun grup
yang nantinya bisa untuk merubah pandangan, sikap dan tingkah laku. Terdapat
karakteristik dari pembelajaran kognitif, yakni pada aktivitasnya lebih menekankan
pemahaman daripada mengingat, dalam pembelajaran sering menggunakan soal untuk
memecahkan masalah.
2. Teori Belajar Konstruktivistik
Secara etimologi sendiri dalam kandungan teori ini terdapat kata konstruktif yang
berarti membangun. Pada implementasi pembelajarannya teori ini memiliki esensi
bahwa informasi atau pengetahuan merupakan suatu yang harus dibangun oleh siswa
secara bertahap. Pengetahuan bisa diperoleh melalui pengalaman yang dilakukan pada
saat belajar. Manfaat dari teori ini sendiri siswa bisa melakukan sebuah keputusan dalam
memperoleh ide dan menyelesaikan masalah.
3. Teori Belajar Behavioristik
Teori yang memiliki arti tingkah laku ini merupakan teori belajar yang berfokus
pada pemberian ulangan atau ujian pada pembelajaran untuk memahami tingkah laku
yang sesuai dengan pengetahuan yang diperoleh. Jika teori ini dihubungkan pada saat
pembelajaran, maka tingkah laku merupakan rujukan utama pada hasil belajar.
4. Teori Belajar Humanistik
Seperti yang kita tahu pada teori ini terkandung kata human atau manusia. Maka
Teori ini berfokus pada cara untuk memanusiakan manusia. Bila dilihat pada
pembelajaran teori ini bertujuan untuk meningkatkan potensi yang ada pada setiap
siswa. Pada teori ini hasil yang dituju dan parameter bahwa pembelajaran sukses adalah
bila siswa bisa memahami dirinya dan lingkungan sekitar. Teori belajar ini berupaya
untuk memahami setiap sikap belajar dari perspektif subjektif.
5. Teori Belajar Gestalt
Ini merupakan percabangan dari teori belajar
iv kognitif yang diutarakan oleh
psikolog asal Jerman bernama Max Wertheimer. Dia berpendapat bahwa terdapat 5
hukum yang bisa diterapkan pada aktivitas pembelajaran (usia muda). Diantaranya
adalah perilaku, pengalaman, belajar yang berfaedah, transfer dan prinsip dalam belajar
yang berfaedah, transfer dan prinsip dalam belajar.
Berikut macam-macam teori dalam [embelajaran Matematika menurut para ahli
yang termasuk ke dalam Teori belajar Kognitif, Konstruktifistik, Behavioristik atau yang
lainnya
1. Teori Jean Piaget
Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata. Skema tentang
bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan
perkembangan. Saat seseorang memperoleh cara baru dalam
merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke
dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang
menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan
kemampuan bawaan).
Teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui
tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk
pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang
digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat tahap perkembangan kognitif
yaitu: tahap sensor motor, tahap pra operasi, tahap operasi konkrit, tahap operasi
formal.
 Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
 Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
 Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
 Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan
untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk
v melalui diferensiasi refleks
bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode.
Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan
pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat
bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai
sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan
dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan
sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek
sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari
sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai
delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru
untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan
awal kreativitas.

2. Teori Jerome Bruner


Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting dari sains koginitif yang telah
memberi kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi pendidikan.
Sains kognitif merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas; psikologi kognitif, ilmu-
ilmu komputer, linguistic, intelegensi buatan, matematika, epistemology dan
neurepsychology (psikologi syaraf).
Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental
manusia. Daam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak tak
adapa diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, seperti: Motivasi,
kesenjangan, keyakinan, dan sebaginya. vi
Dalam persepektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental,
bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat
behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa. Secara
lahiriah, seorang anak yang sedang belajar membaca dan menulis, misalnya, tentu
menggunakan perangkat jasmaniah (dalam hal ini mulut dan tangan) untuk
mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, perilaku mengucapkan kata-
kata dan menggoreskan pena yang dilakukan anak tersebut bukan semata-mata respons
atas stimulus yang ada, melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang
diatur oleh otaknya.
Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915)
dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif
yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya
pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai
perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh
pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang
bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan
belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan
hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.   
Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata
pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual
kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan
sebagian besar atas penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak.
Dasar pemikiran teori Bruner memandang bahwa manusia sebagai pemroses,
pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses
aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi
yang diberikan kepada dirinya. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu:
(1) proses perolehan informasi baru,
(2) proses mentransformasikan informasi yang diterima dan
(3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Bruner, melalui teorinya itu, mengungkapkanviibahwa dalam proses belajar anak
sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang
dirancang secara khusus dan dapat diotak-atik oleh siswa dalam memahami suatu
konsep.
Bruner (Aisyah, 2007: 6) menyatakan untuk menjamin keberhasilan belajar, guru
hendaknya jangan menggunakan penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif
siswa. Bruner menjelaskan bahwa pengetahuan itu dapat diinternalisasikan dalam
pikiran, maka pengetahuan itu dapat dipelajari dalam tiga tahap yaitu:
1. Tahap Enaktif
Pada tahap ini pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-
benda konkret atau situasi nyata. Contoh: Kita ingin mengenal konsep simetri lipat, kita
dapat menggunakan sebuah kertas karton berbentuk sebuah bangun datar yang dibagi
menjadi dua bagian sama besar dan sama bentuknya.
2. Tahap Ikonik Pada tahap ini pengetahuan dipresentasekan dalam bentuk
bayangan visual atau gambar yang menggambarkan kegiatan konkret yang terdapat
pada tahap enaktif.
Contoh :                                   
(Simetri 1)
3. Tahap Simbolik Pada tahap ini pengetahuan dipresentasekan dalam bentuk
simbol-simbol. Dua sumbu simetri
(Simetri2)

Hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari apa yang terjadi dalam kegiatan di kelas, di
sekolah maupun di luar sekolah. Untuk menggambarkan hasil belajar yang dicapai siswa,
maka diadakan suatu proses penilaian seperti tes hasil belajar. Tes hasil belajar
dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan siswa setelah melakukan
proses belajar mengajar. Gagne (Elvin, 1999:11) mengemukakan 3 (tiga) komponen yang
dapat ditinjau dari hasil belajar, yaitu kemampuan :
 Kognitif (pengetahuan) berhubungan erat dengan perubahan tingkah laku meliputi
kemampuan pemahaman pengetahuan serta melibatkan kemampuan dalam
mengorganisasi potensi berpikir untuk dapat viii
mengolah stimulus sehingga dapat
memecahkan permasalahan yang mewujudkan dalam hasil belajar.
 Afektif (sikap) berhubungan erat dengan perubahan tingkah laku itu sendiri yang
diwujudkan dalam perasaan;
 Psikomotor (keterampilan) berhubungan erat dengan perubahan tingkah laku pada
ranah kognitif, hanya saja kemampuan kognitif, hanya saja kemampuan kognitif
lebih tinggi, karena kemampuan yang dimiliki tidak hanya mengorganisasikan
berbagai stimulan menjadi pola yang bermakna berupa keterampilan dalam
memecahkan masalah.
Tahapan Belajar Jerome Bruner
Syah (2004:244) mengemukakan bahwa adapun tahap-tahap di dalam penerapan
belajar penemuan, yaitu sebagai berikut:
1.  Stimulus (pemberian rangsangan)
Kegiatan belajar di mulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir
siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar
lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2.  Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan merumuskan
dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah tersebut).
3.  Data collecton ( pengumpulan data)
Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang
relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa
tersebut.
4.  Data Prosessing (pengolahan data)
Yakni mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara,
observasi dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan.
5.  Verifikasi
Mengadakan pemerksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis
yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan
ix processing
6.  Generalisasi
Mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Model pembelajaran discovery bertujuan untuk mengembangkan kemampuan


berfikir induktif, mengembangkan konsep dan kemampuan analisisnya. Penerapan
pembelajaran konsep akan menumbuhkan karakter kreatif siswa dalam
pembelajarannya. Karena dalam pembelajaran konsep, guru menstimulus siswa agar
dapat mengembangkan kemampuan berfikirnya agar mampu menganalisis dan
memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kegiatan belajar ataupun kegiatan sehari-
hari.
3. Teori Zoltan P. Dienes
Dasar teorinya bertumpu pada Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada
siswasiswa,sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi
siswa yang mempelajarinya.
Pada dasarnya matematika sangat berperan bila di manipulasi secara baik dapat
dianggap sebagai studi tentang struktur, dalam pembelajaran matematika memisah-
misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan mengkategorikan
hubungan-hubungan diantara struktur-struktur.
Benda atau objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi
secara baik dalam pembelajaran Matematika.
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada
cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori pieget,
dan pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem
yang dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika. Dienes
berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang
struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan
mengkatagorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes
mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan
dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahamix dengan baik. Ini mengandung arti
bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan
bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.

Makin banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep


tertentu, akan makin jelas konsep yang dipahami anak, karena anak-anak akan
memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajarinya
itu.
Dalam mencari kesamaan sifat anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan
menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih
anak-anak dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka
dengan mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satu ke bentuk
permainan lainnya. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada
dalam permainan semula.

Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam


tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:

1. Permainan Bebas (Free Play)

Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep
bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang
aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk
mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak
mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk
memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block
logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya
benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.

2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)

Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan
keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat
xi
dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah
memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk
mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak
bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas
konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan
matematis dalam konsep yang dipelajari itu.
Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu
kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang
tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi
kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah,
kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan
sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul
pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun
yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).

3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)

Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan
sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari
kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan
kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah
sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan
dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi
panjang yang tebal, anak dimintamengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda
dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).

4. Permainan Representasi (Representation)

Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para
siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil
menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalamxiisituasi-situasi yang dihadapinya itu.
Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada
pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang
sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon
(misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini.
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)

Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan


merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol
matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari
banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya
menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola
yang didapat anak.

6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)

Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-
siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-
sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam
struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti
membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar
dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema
berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.

Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan
tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama
lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup,
komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers,
membentuk sebuah sistem matematika. xiii

Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama


belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan
materi matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan
tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian
(multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam
material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi
(multiple embodinent) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.
4. Teori Van Hiele
Teori Belajar Van Hiele dikembangkan dalam geometri. Van Hiele adalah seorang
pengajar matematika Belanda yang telah mengadakan penelitian di lapangan, melalui
observasi dan tanya jawab, kemudian hasil penelitiannya ditulis dalam disertasinya pada
tahun 1954.
Penelitian yang dilakukan Van Hiele melahirkan beberapa kesimpulan mengenai
tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri.  Menurut Van 
Hiele terdapat 5 tahap pemahaman geometri  yaitu:  pengenalan,  analisis,  pengurutan, 
deduksi, dan akurasi. Berikut ini tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam
memahami geometri yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran lainnya. 
Van Hiele melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap perkembangan
kognitif anak dapat memahami geometri. menyatakan bahwa terdapat 5 tahap
pemahaman geometri Van Hiele (dalam Ismail, 1998) yaitu: Tahap pengenalan, analisis,
pengurutan, deduksi, dan keakuratan.
a. Tahap Visualisasi (Pengenalan)
Pada  tingkat ini,  siswa  memandang  sesuatu  bangun   geometri  sebagai   suatu
keseluruhan (holistic). Pada  tingkat  ini  siswa  belum  memperhatikan komponen-
komponen dari masing-masing bangun. Dengan  demikian, meskipun pada  tingkat ini
siswa  sudah  mengenal  nama  sesuatu bangun, siswa  belum  mengamati ciri-ciri  dari 
bangun    itu.  Sebagai  contoh,  pada  tingkat    ini  siswa  tahu  suatu   bangun 
bernama  persegipanjang,  tetapi  ia  belum  menyadari  ciri-ciri  bangun persegipanjang
tersebut. xiv
b. Tahap Analisis (Deskriptif)
Pada tingkat  ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-
ciri  dari  masing-masing bangun. Dengan  kata  lain, pada  tingkat  ini  siswa  sudah
terbiasa menganalisis  bagian-bagian yang  ada pada suatu bangun dan mengamati  sifat-
sifat    yang  dimiliki  oleh  unsur-unsur  tersebut.  Sebagai  contoh, pada tingkat ini  siswa
sudah bisa mengatakan bahwa suatu bangun merupakan persegi panjang karena 
bangun  itu  “mempunyai  empat  sisi, sisi-sisi  yang berhadapan sejajar, dan semua
sudutnya siku-siku.”
c. Tahap Deduksi Formal (Pengurutan atau Relasional)
Pada  tingkat    ini,  siswa  sudah  bisa  memahami  hubungan  antar    ciri  yang  satu
dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah 
bisa  mengatakan  bahwa  jika  pada suatu segiempat  sisi-sisi   yang  berhadapan sejajar,
maka sisi-sisi  yang berhadapan itu sama  panjang. Disamping  itu  pada    tingkat    ini 
siswa    sudah    memahami  pelunya    definisi   untuk tiap-tiap bangun.  Pada    tahap   ini,
siswa    juga sudah  bisa   memahami  hubungan  antara  bangun   yang  satu  dengan
bangun  yang  lain. Misalnya  pada  tingkat  ini siswa  sudah bisa  memahami  bahwa 
setiap persegi adalah juga  persegi panjang, karena   persegi  juga  memiliki  ciri-ciri
persegipanjang.
d. Tahap Deduksi
Pada  tingkat  ini (1)  siswa  sudah dapat  mengambil  kesimpulan secara  deduktif,
yakni menarik  kesimpulan  dari    hal-hal yang bersifat  khusus,  (2) siswa  mampu
memahami pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan
terorema-teorema dalam geometri, dan (3) siswa sudah mulai  mampu  menyusun bukti-
bukti  secara  formal.  Ini  berarti  bahwa  pada  tingkat  ini  siswa  sudah memahami 
proses    berpikir  yang  bersifat    deduktif-aksiomatis  dan  mampu  menggunakan
proses berpikir tersebut.
Sebagai  contoh  untuk menunjukkan  bahwa  jumlah  sudut-sudut  dalam
jajargenjang  adalah    360°  secara  deduktif    dibuktikan  dengan   menggunakan prinsip
kesejajaran. Pembuktian secara  induktif  yaitu dengan 
xv memotong-motong sudut-sudut 
benda  jajargenjang,  kemudian  setelah  itu  ditunjukkan  semua sudutnya  membentuk 
sudut  satu  putaran  penuh  atau  360°  belum  tuntas  dan belum  tentu    tepat.  Seperti 
diketahui  bahwa  pengukuran  itu    pada    dasarnya mencari   nilai  yang  paling  dekat 
dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin  saja dapat  keliru  dalam  mengukur
sudut- sudut  jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara  deduktif  merupakan
cara yang tepat dalam pembuktian pada matematika.
Anak pada  tahap  ini telah  mengerti pentingnya peranan unsur-unsur  yang  tidak
didefinisikan,    di  samping    unsur-unsur  yang    didefinisikan,    aksioma    atau
problem,  dan    teorema.  Anak  pada    tahap    ini  belum    memahami  kegunaan dari 
suatu    sistem  deduktif.  Oleh  karena    itu,  anak  pada    tahap    ini  belum  dapat 
menjawab  pertanyaan:  “mengapa  sesuatu  itu  perlu  disajikan  dalam bentuk teorema
atau dalil?”
e. Tahap Akurasi (tingkat metamatematis atau keakuratan)
Pada tingkat  ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-
prinsip  dasar  yang  melandasi  suatu  pembuktian.  Sudah  memahami  mengapa
sesuatu  itu  dijadikan  postulat  atau  dalil.  Dalam  matematika  kita  tahu  bahwa betapa 
pentingnya  suatu  sistem  deduktif.  Tahap  keakuratan  merupakan  tahap tertinggi
dalam memahami geometri.
Van  de  Walle  (1990:270)  membuat  deskripsi  aktivitas  yang  lebih  sederhana
dibandingkan  dengan   deskripsi  yang  dibuat   Crowley.  Menurut   Van  de  Walle
aktivitas  pembelajaran untuk masing-masing tiga tahap pertama adalah:

a.  Aktivitas tahap 1 (visualisasi)


Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain:
1)  Melibatkan penggunaan model fisik yang dapat  digunakan  untuk memanipulasi.
2)  Melibatkan  berbagai  contoh  bangun-bangun  yang  bervariasi  dan berbeda sehingga
sifat yan tidak relevan dapat diabaikan.
3) Melibatkan  kegiatan  memilih,  mengidentifikasi  dan  mendeskripsikan berbagai 
bangun, dan
xvi
4) Menyediakan kesempatan  untuk membentuk,  membuat, menggambar, menyusun
atau menggunting bangun.
b.  Aktivitas tahap 2 (analisis)  
Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain:
1. Menggunakan model-model pada tahap 0, terutama  model-model yang dapat
digunakan untuk mendeskripsikan berbagai  sifat bangun.
2. Mulai lebih menfokuskan pada sifat-sifat dari pada sekedar identifikasi
3. Mengklasifikasi bangun berdasar sifat-sifatnya berdasarkan nama bangun tersebut.
4. Menggunakan  pemecahan masalah yang melibatkan sifat-sifat bangun.
c.  Aktivitas tahap 3 (deduksi informal)
Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain:
1. Melanjutkan pengklasifikasian model dengan fokus  pada  pendefinisian sifat, 
membuat daftar sifat dan mendiskusikan sifat yang perlu dan cukup untuk kondisi
suatu bangun atau konsep.
2. Memuat penggunaan bahasa yang bersifat deduktif  informal, misalnya semua, suatu,
dan jika – maka, serta mengamati validitas konversi  suatu relasi.
3. Menggunakan  model  dan  gambar  sebagai  sarana  untuk  berpikir  dan mulai
mencari generalisasi atau kontra.

5. Burhus Frederic Skinner (Teori Skinner)


Dalam teorinya skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan
negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut
seiiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya
itu. Dalam hal ini penguatan yang diberikan pada anak memperkuat tindakan anak,
sehingga anak semakin sering melakukannya.
Aplikasi
 Ketika respon siswa baik, harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut
lebih baik lagi. Sebaliknya jika respon siswa kurang, harus segera diberi penguatan
negatif agar respon tersebut tidak diulang lagi dan berubah menjadi respon yang
sifatnya positif.
 Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit
xvi secara organis.
i
 Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan
jika benar diperkuat.
 Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Teori belajar merupakan alat untuk meraih tujuan yang akan dicapai dari aktivitas
belajar. Dengan beraneka ragamnya teori belajar, ini bisa membuat setiap aktivitas belajar
yang ingin dicapai bisa lebih efektif. Teori belajar bisa dianalogikan sebagai alat, misal kita
ingin melintasi laut menggunakan perahu, ingin melintasi udara menggunakan pesawat.
Begitu pula dengan teori belajar, dengan beraneka ragamnya teori belajar maka setiap
belajar bisa lebih bermakna dan efisien. Tentu hal yang paling krusial adalah cara memilih
teori belajar yang cocok untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

B. KRITIK DAN SARAN


Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Baik dari segi
kedalaman materi yang dipaparkan, bahan referensi, pilihan kata, dan tata aturan
pemgambilan kutipan sebagai dasar rangkuman permasalahan yang ada. Oleh karena itu
penulis senantiasa dengan senang hati dan lapang dada menerima bimbingan, arahan serta
saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai