SEMESTER 1/KELAS B3
MATA KULIAH
DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
ROSALINDA PASARIBU
NIM 8206172017
A. LATAR BELAKANG
Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya didasarkan
pada suatu teori psikologi belajar yang saat ini masih dikembangkan oleh ahli
pendidikan. Kemampuan memahami teori-teori belajar ini merupakan salah satu
kompetensi pedagogik guru, sehingga guru mampu mengembangkan pembelajaran yang
memuat tiga macam aktivitas, yaitu eksplorasi, klarifikasi, dan refleksi.
Secara garis ada dua arus besar dalam perkembangan teori belajar, yaitu aliran
Behaviorisme dan aliran Kognitif. Dua aliran ini memiliki dua pijakan berpikir yang
sangat jelas perbedaannya. Aliran behaviorisme memandang belajar sebagai perubahan
tingkah laku, sehingga belajar merupakan rangkaian aktivitas mengelola stimulus untuk
mendapatkan respon yang diinginkan, sedangkan aliran kognitif memandang belajar
sebagai perubahan struktur kognitif. Cara pandang tentang proses belajar tentunya akan
mempengaruhi bagiamana cara guru mengajar. Dari dua aliran teori belajar tersebut
lahirlah pendekatan belajar, model pembelajaran, strategi pengajaran, hingga
metodenya. Begitu pentingnya pengetahuan tentang teori belajar ini bagi guru, sehingga
guru mampu merancang pembelajarannya sesuai dengan materi yang hendak
dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori belajar yang dirujuk.
B. RUMUSAN MASALAH
ii
Mengetahui Teori Pembelajaran Matematika
C. TUJUAN
PEMBAHASAN
Hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari apa yang terjadi dalam kegiatan di kelas, di
sekolah maupun di luar sekolah. Untuk menggambarkan hasil belajar yang dicapai siswa,
maka diadakan suatu proses penilaian seperti tes hasil belajar. Tes hasil belajar
dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan siswa setelah melakukan
proses belajar mengajar. Gagne (Elvin, 1999:11) mengemukakan 3 (tiga) komponen yang
dapat ditinjau dari hasil belajar, yaitu kemampuan :
Kognitif (pengetahuan) berhubungan erat dengan perubahan tingkah laku meliputi
kemampuan pemahaman pengetahuan serta melibatkan kemampuan dalam
mengorganisasi potensi berpikir untuk dapat viii
mengolah stimulus sehingga dapat
memecahkan permasalahan yang mewujudkan dalam hasil belajar.
Afektif (sikap) berhubungan erat dengan perubahan tingkah laku itu sendiri yang
diwujudkan dalam perasaan;
Psikomotor (keterampilan) berhubungan erat dengan perubahan tingkah laku pada
ranah kognitif, hanya saja kemampuan kognitif, hanya saja kemampuan kognitif
lebih tinggi, karena kemampuan yang dimiliki tidak hanya mengorganisasikan
berbagai stimulan menjadi pola yang bermakna berupa keterampilan dalam
memecahkan masalah.
Tahapan Belajar Jerome Bruner
Syah (2004:244) mengemukakan bahwa adapun tahap-tahap di dalam penerapan
belajar penemuan, yaitu sebagai berikut:
1. Stimulus (pemberian rangsangan)
Kegiatan belajar di mulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir
siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar
lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan merumuskan
dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah tersebut).
3. Data collecton ( pengumpulan data)
Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang
relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa
tersebut.
4. Data Prosessing (pengolahan data)
Yakni mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara,
observasi dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan.
5. Verifikasi
Mengadakan pemerksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis
yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan
ix processing
6. Generalisasi
Mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep
bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang
aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk
mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak
mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk
memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block
logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya
benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan
keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat
xi
dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah
memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk
mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak
bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas
konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan
matematis dalam konsep yang dipelajari itu.
Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu
kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang
tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi
kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah,
kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan
sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul
pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun
yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan
sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari
kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan
kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah
sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan
dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi
panjang yang tebal, anak dimintamengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda
dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para
siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil
menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalamxiisituasi-situasi yang dihadapinya itu.
Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada
pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang
sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon
(misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini.
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-
siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-
sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam
struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti
membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar
dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema
berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan
tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama
lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup,
komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers,
membentuk sebuah sistem matematika. xiii
A. KESIMPULAN
Teori belajar merupakan alat untuk meraih tujuan yang akan dicapai dari aktivitas
belajar. Dengan beraneka ragamnya teori belajar, ini bisa membuat setiap aktivitas belajar
yang ingin dicapai bisa lebih efektif. Teori belajar bisa dianalogikan sebagai alat, misal kita
ingin melintasi laut menggunakan perahu, ingin melintasi udara menggunakan pesawat.
Begitu pula dengan teori belajar, dengan beraneka ragamnya teori belajar maka setiap
belajar bisa lebih bermakna dan efisien. Tentu hal yang paling krusial adalah cara memilih
teori belajar yang cocok untuk mencapai tujuan yang dimaksud.