Abstract Abstrak
2
ibid., hlm. 4.
3
Bagir Manan, 1999, Lembaga Kepresidenan, Gama Media, Yogyakarta, hlm. 41.
4
Joeniarto, 1982, Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara, Bina Aksara, Yogyakarta, hlm. 69.
Aritonang, Penerapan Sistem Presidensil di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 393
kedua sistem ini kedalam dua kelompok, dapat diberhentikan dari jabatan melalui
yaitu: Sistem parlementer (parliamentary “impeachment” karena alasan tersangkut
executive) dan sistem presidensil dengan melakukan pengkhianatan, menerima suap,
¿[HG H[HFXWLYH atau non parliamentary atau melakukan kejahatan yang serius.7
executive.5 Menurut Bagir Manan, sistem presi-
Dalam konteks Indonesia, salah densil di Indonesia sebelum amandemen
satu kesepakatan dalam pelaksanaan UUD 1945, mempunyai ciri-ciri yang ham-
amandemen UUD 1945 adalah tetap mem- pir mirip dengan sistem di Amerika Serikat
pertahankan sistem presidensil, sekaligus dengan beberapa ciri khusus, yaitu: (a)
menyempurnakan agar betul-betul meme- Presiden RI dipilih oleh badan perwakilan
nuhi ciri-ciri umum sistem prsidensil.6 rakyat (MPR). (b) Presiden RI tunduk dan
Sistem Presidensil murni sebagai bertanggung jawab kepada badan perwakil-
model pemerintahan Amerika Serikat an rakyat (MPR), tetapi tidak tunduk dan
pada hakekatnya mempunyai ciri-ciri bertanggung jawab kepada DPR. Selain itu,
yaitu: (a) Presiden adalah pemegang Presiden RI dapat diberhentikan oleh MPR.
kekuasaan eksekutif tunggal. (b) Presiden (c) Presiden RI dapat dipilih kembali tanpa
adalah penyelenggara pemerintahan yang batas setiap 5 tahun sekali. (d) Presiden RI
bertanggung jawab di samping berbagai bersama-sama DPR menjalankan kekuasaan
wewenang konstitusional yang bersifat membentuk undang-undang.8
prerogatif yang lazim melekat pada jabatan Meskipun demikian, sistem Presidensil
kepala negara (head of state). (c) Presiden Pemerintahan RI berdasarkan Undang-
tidak bertanggung jawab kepada badan Undang Dasar 1945 pra amandemen sifat-
perwakilan rakyat (kongres), karena itu nya tidak murni. Hal ini disebabkan sistem
tidak dapat dikenai mosi tidak percaya. (d) tersebut bercampur baur dengan elemen-
Presiden tidak dipilih dan tidak diangkat elemen sistem parlementer. Percampuran
oleh kongres, dalam praktik langsung oleh itu antara lain tercermin dalam konsep
rakyat, walaupun secara formal dipilih pertanggungjawaban presiden kepada
badan pemilih (electoral college). (e) MPR yang termasuk ke dalam pengertian
Presiden memangku jabatan empat tahun lembaga parlemen, dengan kemungkinan
¿[HG , dan hanya dapat dipilih untuk dua pemberian kewenangan kepadanya untuk
kali masa jabatan berturut-turut (8 tahun). memberhentikan Presiden dari jabatanya,
Dalam hal mengganti jabatan Presiden yang meskipun bukan karena alasan hukum.
berhalangan tetap, jabatan tersebut paling Selain karena alasan di atas, dalam
lama 10 tahun berturut-turut. (f) Presiden perkembangan praktek ketatanegaraan
5
Miriam Budardjo, 2009, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 301 dan 303.
6
Jimly Asshiddiqie, 2005, Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan Hukum Nasional, Mah-
kamah Konsitusi RI, Jakarta, hlm. 10.
7
Bagir Manan, op. cit., hlm. 50.
8
Bagir Manan, op. cit., hlm. 59.
394 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 391 - 407
Indonesia selama ini memang selalu proteksi yang sangat berharga untuk
dirasakan adanya kelemahan-kelemahan kebebasan individu terhadap pemerintahan
dalam praktek penyelenggaraan sistem tirani.10
pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD Namun di sisi lain, sistem presidensil
1945. Karena itu, dengan empat perubahan juga mengandung beberapa kelemahan,
pertama UUD 1945, khususnya dengan \DLWX NRQÀLN DQWDUD SDUOHPHQ GDQ
diadopsinya sistem pemilihan Presiden eksekutif yang dapat menyebabkan ke-
langsung, dan dilakukannya perubahan buntuan (GHDGORFN dan kelumpuhan. Hal
struktural maupun fungsional terhadap ini dapat saja tidak terhindarkan akibat
kelembagaan MPR, maka anutan sistem kedudukan kedua lembaga yang sama-
pemerintahan kita menjadi makin tegas VDPD LQGHSHQGHQ .HWLND NRQÀLN DWDX
menjadi sistem pemerintahan presidensil.9 ketidaksepakatan terjadi, maka tidak ada
Dipandang dari segi praktek, institusi yang dapat menyelesaikan masalah
sistem presidensil memang memberikan tersebut. (2) kekakuan pemerintahan dalam
beberapa keuntungan (dibanding sistem batas waktu tertentu (temporal rigidity). Hal
parlementer) yaitu: (1) stabilitas eksekutif ini disebabkan oleh masa jabatan Presiden
yang didasarkan oleh jaminan terhadap yang tetap dapat menyebabkan proses
kepastian lamanya jabatan presiden. Hal politik menjadi terhambat dan tidak
ini berbeda dengan sistem parlementer menyisakan ruang untuk penyesuaian
yang lebih memungkinkan terjadinya sesuai kebutuhan. (3) berlakunya sistem
instabilitas eksekutif yang disebabkan “the winner takes all” yang menyebabkan
oleh besarnya memungkinan penggunaan hanya satu kandidat dan partai yang me-
kekuasaan parlemen untuk menjatuhkan nang, dan yang lain kalah. Selain itu, sistem
kabinet melalui mosi tidak percaya atau ini menyebabkan Presiden akan susah untuk
juga tanpa mosi tidak percaya secara formal bernegosiasi atau berkoalisi dengan oposisi
ketika kabinet telah kehilangan dukungan jika dalam waktu tertentu muncul masalah
mayoritas anggota parlemen. (2) pemilihan yang membutuhkan penyelesaian.11
umum terhadap presiden dapat dianggap Dalam sistem presidensil dapat
lebih demokratis dari pada pemilihan secara disimpulkan beberapa kewenangan Presiden
tidak langsung baik formal maupun secara yang biasa dirumuskan dalam UUD berbagai
informal sebagaimana eksekutif dalam negara, yang mencakup lingkup kewenangan
sistem parlementer. (3) adanya pemisahan sebagai berikut:12
kekuasaan yang berarti pembatasan terhadap 1. Kewenangan yang bersifat eksekutif
kekuasaan eksekutif yang merupakan atau menyelenggarakan pemerintahan
9
Jimly Asshiddiqie, op. cit., hlm. 37.
10
Arend Lijphart, 2002, Parliamentary versus Presidential Government, Oxford University Press, New York,
hlm. 11-15.
11
Arend Lijphart, op. cit., hlm. 15-19.
12
Jimly Asshiddiqie, 2005, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, FH UII
Press, Yogyakarta, hlm. 75-77.
Aritonang, Penerapan Sistem Presidensil di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 395
berdasarkan UUD (to govern based on abolisi dan amnesti itu ditentukan
the constitution). Bahkan dalam sistem berada di tangan Presiden.
yang lebih ketat, semua kegiatan pe- 4. Kewenangan yang bersifat diplomatik,
merintahan yang dilakukan oleh pre- yaitu menjalankan perhubungan
siden haruslah didasarkan atas perintah dengan negara lain atau subjek hukum
konstitusi dan peraturan perundang- internasional lainnya dalam konteks
undangan yang berlaku. Sehingga hubungan luar negeri, baik dalam
kecenderungan discretionary power keadaan perang dan damai.
dibatasi sesempit mungkin wilayahnya. 5. Kewenangan yang bersifat admins-
2. Kewenangan yang bersifat legislatif tratif untuk mengangkat dan mem-
atau untuk mengatur kepentingan berhentikan orang dalam jabatan-
umum atau publik (to regulate jabatan kenegaraan dan jabatan-jabatan
public affair based on the law and administrasi negara. Hal ini disebabkan
the constitution). Dalam sistem pula karena presiden juga merupakan
pemisahan kekuasaan (separation of kepala eksekutif.
power), kewenangan untuk mengatur 6. Kewenangan dalam bidang keamanan,
ini dianggap ada di tangan lembaga yakni untuk mengatur polisi dan
perwakilan, bukan di tangan eksekutif. angkatan bersenjata, menyelenggarakan
Jika lembaga eksekutif merasa perlu perang, pertahanan negara, serta
mengatur, maka kewenangan mengatur keamanan dalam negeri.13
di tangan eksekutif itu bersifat derivatif
dari kewenangan legislatif. Artinya, C. Sistem Presidensil di Indonesia Pasca
Presiden tidak boleh menetapkan suatu Amandemen UUD 1945
peraturan yang bersifat mandiri. Dari konsep dan model sistem pe-
3. Kewenangan yang bersifat judisial merintahan di atas, dapat dilakukan analisis
dalam rangka pemulihan keadilan yang atau perbandingan terhadap penerapan
terkait dengan putusan pengadilan, konsep dan model tersebut di dalam UUD
yaitu untuk mengurangi hukuman, 1945 pasca amandemen. Salah satu ketentuan
memberikan pengampunan, ataupun yang sangat menandakan kuatnya sistem
menghapuskan tuntutan yang terkait presidensil dalam UUD 1945 tersirat dalam
erat dengan kewenangan pengadilan. Pasal 7C, yang menyatakan Presiden tidak
Dalam sistem parlementer yang mem- dapat membekukan dan/atau membubarkan
punyai kepala negara, ini biasanya DPR.
mudah dipahami karena adanya peran Secara historis, banyak pihak ber-
simbolik yang berada di tangan kepala pendapat bahwa pasal ini dimunculkan
negara. Tetapi dalam sistem presidensil, sebagai respon terhadap pernyataan Mantan
kewenangan untuk memberikan grasi, Presiden Abdurrahman Wahid yang pernah
13
Miriam Budiarjo, op. cit., hlm. 297.
396 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 391 - 407
14
Terhadap hal ini, Jimly berpendapat, dalam sistem presidensil saat ini tidak perlu ada lagi pembedaan terha-
dap kedudukan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sebab sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahan negara didalamnya terkandung status kepala negara (head of state) sekaligus kepala pemerin-
tahan (head of government) yang menyatu dan tidak terpisahkan. Namun jika dipandang dari paham negara
hukum, dan prinsip rule of law, dapat dikatakan secara simbolik, yang dinamakan kepala negara dalam sistem
presidensil itu adalah konstitusi. Dengan kata lain, kepala negara dari negara konstitusional Indonesia adalah
UUD. Presiden dan wapres cukup disebut sebagai presiden dan wapres saja, tidak perlu membedakan kapan
berperan sebagai kepala pemerintahan dan kapan berperan sebagai kepala negara seperti dalam kebiasaan sistem
parlementer. Dalam sistem kenegaraan constitutional democratic republic, kedudukan konstitusi pada dasarnya
merupkan Kepala Negara yang sesungguhnya. Lihat Jimly Asshiddiqie, “Konstitusi dan Konstitusionalisme”,
http://www.jimly.com, www.jimly.com/pemikiran/getbuku/9, diakses pada tanggal 24 Oktober 2009.
Aritonang, Penerapan Sistem Presidensil di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 397
15
Denny Indrayana, 2008, Indonesian Contitutional Reform 1999-2002 an Evaluation of Constitution Making in
Transition, Kompas, Jakarta, hlm. 29.
16
ibid., hlm. 36.
398 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 391 - 407
posisi DPR sebagai lembaga negara yang kan pandangan bahwa, perubahan UUD
memiliki kekuasaan membentuk undang- 1945 telah menyiratkan peralihan dari yang
undang.17 semula sistem presidensil sistem executive
Perubahan selanjutnya terhadap DPR heavy kepada sistem presidensil legislative
adalah pada fungsi pengawasannya yang heavy, sehingga lebih menegaskan supre-
dalam UUD 1945 sebelum perubahan masi parlemen terhadap eksekutif. Ini
hanya disinggung dalam bagian penjelasan. terlihat dari kekuasaan legislatif yang
Karena fungsi pengawasan ini dianggap sangat luas mulai dari pembuatan undang-
penting dimiliki oleh DPR untuk berjalan- undang sampai wewenang kontrol. Selain
nya mekanisme kontrol terhadap eksekutif, itu pengangkatan pimpinan dan anggota
maka ketentuan dalam penjelasan UUD 1945 komisi-komisi atau badan-badan independen
itu dimuat secara tegas dalam pasal-pasal serta duta besar harus melalui pemilihan dan
UUD 1945 secara lebih jelas dan rinci. Pasal pengujian di DPR.
20 ayat 1, mempertegas tiga fungsi yang Amandemen terhadap kedudukan dan
dimiliki oleh DPR, yaitu fungsi legislasi, fungsi DPR sebagai parlemen atau badan
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.18 legislatif memang mutlak dilakukan. Sebab
Oleh karena itu, hubungan parlemen UUD 1945 sebelum amademen memang
dan eksekutif dalam sistem presidensil mengandung banyak kelemahan mendasar,
Indonesia pasca amandemen UUD 1945, yang diantaranya, adalah:19
setidaknya dapat dilihat dalam tiga konteks, 1. UUD 1945 membangun sistem
yaitu: politik yang executive heavy dengan
(a) Penguatan peran dan kewenangan DPR memberikan porsi yang sangat besar
setelah amandemen UUD 1945. kepada kekuasaan presiden tanpa
(b) Penegasan fungsi dan hak yang dimiliki adanya mekanisme check and balances
DPR sebagai lembaga pengawas yang memadai.
eksekutif. 2. UUD 1945 terlalu banyak memberikan
(c) Penegasan check and balances sistem atrbusi dan delegasi kewenangan
parlemen dan eksekutif. kepada presiden untuk mengatur lagi
Dalam hal ini, amandemen UUD 1945 hal-hal penting dengan undang-undang
tidak hanya memberikan penegasan saja maupun dengan peraturan pemerintah.
kepada sistem presidensil di Indonesia, 3. UUD 1945 memuat beberapa pasal yang
tetapi juga mengembalikan kewibawaan ambigu atau multi tafsir sehingga bisa
parlemen sesuai fungsi utamanya. Penguatan ditafsirkan dengan bermacam-macam
kelembagaan tersebut akhirnya memberi- tafsir, tetapi tafsir yang harus diterima
17
Hamdan Zoelva, “Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan Negara Setelah Perubahan UUD 1945, Sekretariat
Negara RI, http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemid=33, diakses
pada tanggal 29 Oktober 2009.
18
ibid.
19
ibid., hlm. 6.
Aritonang, Penerapan Sistem Presidensil di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 399
20
Saldi Isra, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Indonesia Setelah Perubahan UUD
1945, Disertasi, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, hlm. 318.
21
Jimly Asshiddiqie, 2007, Pokok-Pokok HTN Pasca Reformasi, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, hlm. 165.
400 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 391 - 407
22
Bivitri Susanti, “Problem Kelembagaan dalam Proses Legislasi”, http://www.parlemen.net/privdocs/a00c1d97
0adc5df910b5d67a8b7167ac.pdf, diakses pada tanggal 8 Maret 2007.
23
ibid.
24
Jimly Asshiddiqie, op. cit., hlm. 185.
Aritonang, Penerapan Sistem Presidensil di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 401
25
Meskipun demikian Jose Antonio Cheibub memberikan penegasan berbeda dalam tulisannya, bahwa “Based
RQ GDWD IRU DOO SUHVLGHQWLDO GHPRFUDFLHV WKDW H[LVWHG LW VKRZV D WKDW FKDUDFWHULVWLFV RI WKH HOHFWRUDO DQG
party sistems do affect the level of support for the president in congress and hence the probability of minority
SUHVLGHQWV DQG PLQRULW\ JRYHUQPHQWV E WKDW WKHVH FKDUDFWHULVWLFV DQG WKH PLQRULW\ JRYHUQPHQWV WKH\
JHQHUDWH GR QRW PDNH GHDGORFN PRUH OLNHO\ DQG F WKDW PLQRULW\ SUHVLGHQWV PLQRULW\ JRYHUQPHQWV DQG
GHDGORFN GR QRW DIIHFW WKH VXUYLYDO RI SUHVLGHQWLDO GHPRFUDFLHV 7RJHWKHU WKHVH ¿QGLQJV VXJJHVW WKDW WKH YLHZ
that explains the instability of presidential democracies in terms of the type of executive-legislative rela-
tions these regimes are likely to induce must be abandoned.” Jose Antonio Cheibub, “Minority Governments,
Deadlock Situations, and the Survival of Presidential Democracies”, Comparative Political Studies,
http://cps.sagepub.com/cgi/content/abstract/35/3/284, diakses pada tanggal 29 Oktober 2009.
26
Arend Lijphart, op. cit., hlm. 15.
27
Mohammad Fajrul Falaakh, “Involusi Perpu (Bank Century)”, Harian Kompas, 6 Januari 2010.
402 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 391 - 407
28
Miriam Budiarjo, op. cit., hlm. 405-410.
29
Arend Lijphart, op. cit., hlm. 15.
30
ibid., hlm. 126.
31
Jose Antonio Cheibub, op. cit., hlm. 24.
Aritonang, Penerapan Sistem Presidensil di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 403
32
ibid., hlm. 6.
33
Arend Lijphart, 1984, Democracies: Pattern of Majoritarian and Consensus Government in Twenty-one
Countries, Oxford University Press, New York, hlm. 109.
34
Miriam Budiardjo, op. cit., hlm. 419.
404 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 391 - 407
konsensus kuat dalam masyarakat mengenai masyarakat, sebab hanya terpecah dalam
asas dan tujuan sosial dan politik (political dua dimensi (left-right dimension).
consensus), dan adanya kontinuitas sejarah
(historical continuity).35 F. Pengalaman Empiris dari Pemerin-
Namun, sistem dwipartai juga buka tahan SBY-Boediono
tanpa kritik. Sebagaimana dikatakan oleh Secara empiris, kelemahan dari sistem
Lijphart36, (1) penggunaan sistem dwi- presidensil dengan sistem multi partai
partai sebenarnya lebih merupakan bentuk dapat dilihat dalam proses pemilihan umum
“pengkambinghitaman” instabilitas peme- Presiden dan Wakil Presiden untuk periode
rintahan dibanding dengan sistem multi- 2009-2014. Pemilu periode ini dimulai
partai. Sebab pada pengalaman beberapa sebelumnya dengan pemilu legislatif yang
negara, terbukti bahwa sistem multipartai diikuti oleh 38 parpol nasional37. Namun,
tidak memberikan efek yang fatal yang pada akhirnya hanya 9 (Sembilan) partai
merusak demokrasi. (2) sistem dwi-partai politik yang berhasil memperoleh kursi di
malah dapat mengaburkan demokrasi parlemen.
itu sendiri. Penggunaan sistem dwipartai Komposisi parpol yang memperoleh
memungkinkan partai-partai yang memiliki suara dalam parlemen (DPR) sangatlah
program-program yang hampir sama bervariasi, sehingga suara mayoritas tidak
sehingga malah menutup akses alternatif dimiliki oleh parpol manapun. Bahkan
pilihan bagi masyarakat. (3) sistem multi Partai Demokrat yang mempunyai suara
partai lebih memungkinkan untuk meng- terbanyak hanya mempunyai 26,4% (148)38
akomodasi pertanggungjawaban kinerja pe- dari total kursi di parlemen (560 kursi). Oleh
merintah. Sebab dalam sistem presidensil karena itu, dapat dipahami ketika Presiden
pemilihan presiden dan parlemen terpisah. SBY menghendaki adanya koalisi terhadap
(4) sistem dwi-partai lebih memungkinkan beberapa parpol yaitu, Partai Golkar, PKS,
hilangnya isu-isu penting dan alternatif- PPP, PAN, dan PKB. Total kursi yang
alternatif program yang penting. Dalam diperoleh adalah 423 kursi. Jauh di atas
hal ini sistem dwipartai tidak dapat jumlah minimal simple majority (mayoritas
mengakomodasi semua kepentingan sederhana).
35
ibid., hlm. 417. Salah satu keunggulan Amerika Serikat dapat mempertahanakn sistem dwi partainya karena,
rakyat Amerika tidak benar-benar mempercayai keraguan mereka terhadap kelemahan sistem dwi partai yang
selama ini berjalan. Meskipun ternyata dalam masa tertentu, baik dalam pemilihan Presiden maupun Guber-
QXU QHJDUD EDJLDQ SDUWDL NHWLJD DWDX ¿JXU VHODLQ 3DUWDL 5HSXEOLN GDQ 'HPRNUDW VHODOX PXQFXO QDPXQ WLGDN
mendapat dukungan dari rakyat Amerika. Padahal, dalam survey yang pernah dilakukan, rakyat Amerika sangat
PHQGDPEDNDQ PXQFXOQ\D ¿JXU ODLQ VHODLQ GXD SDUWDL \DQJ EHUNXDVD 6HEDE GDQ NRQGLVL KLVWRULVQ\D GDSDW GLEDFD
dalam buku John F. Bibby and L. Sandy Maisel, 1998, Two Parties-Or More? The American Party System,
Westview Press, USA.
36
Arend Lijphart, op. cit., hlm. 111-114.
37
Antara News, “38 Parpol Ditetapkan Menjadi Peserta Pemilu 2009”,
http://www.antara.co.id/view/?i=1218891252&c=NAS&s=, diakses pada tanggal 24 Mei 2010.
38
Dewan Perwakilan Rakyat RI, “Tata Tertib DPR RI Mengenai Fraksi”,
http://www.dpr.go.id/id/tentang-dpr/fraksi, diakses pada tanggal 25 Maret 2010.
Aritonang, Penerapan Sistem Presidensil di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 405
Meskipun dasar dari koalisi diakui feeble and unstable the position of the
lebih merupakan hasil asimilasi atau sintesa cabinet.”40
dari setiap kepentingan parpol-parpol
Salah satu kelemahan mendasar da-
tersebut demi rakyat, namun pada dasarnya
ri sistem presidensil adalah terjadi dead-
dapat dipahami bahwa koalisi tidak lebih
lock (kebuntuan) dan kelumpuhan penye-
dari sekedar penawaran kepentingan partai-
lenggaraan pemerintahan oleh eksekutif
partai tersebut. Salah satunya adalah kursi
oleh aksi ‘boikot’ atau pertentangan terus
menteri. Hal ini dapat dilihat dari komposisi
menerus dari parlemen. Ke depan hal ini
dan jumlah kursi menteri yang dipegang oleh
sangat mungkin terjadi sebab koalisi selalu
masing-masing partai yang berkoalisi.
tidak menjamin kuatnya dukungan parlemen
Kondisi tersebut tepat sebagaimana
terhadap eksekutif. Banyak faktor politik
dikatakan oleh Jose Antonio Cheibub,
yang membantu keberhasilan Presiden
³3UHVLGHQWV ZKR ¿QG WKHPVHOYHV LQ D dengan suara minoritas di parlemen untuk
minority situation may enter into coali- menyelesaikan pemerintahannya dengan
tion to obtain the support of a majority bantuan koalisi.
in congress. They do so by distributing
cabinet positions to parties that pledge G. Penutup
their support to the government in Amandemen terhadap UUD 1945 telah
congress.8 Government, thus, is here menegaskan bahwa sistem pemerintahan
defined by all the parties that hold yang dianut adalah sistem pemerintahan
cabinet positions, and the government presidensil. Hal ini merupakan salah satu
legislatif support by the sum of seats tindakan perbaikan atau korektif terhadap
held by all the parties that are in the sistem presidensil yang lama sebelum
government.”39 UUD 1945 diamandemen. Sistem yang
lama melahirkan banyak kelemahan dalam
Secara kuantitas memang koalisi sangat
pelaksanaan check and balances system.
baik dalam mengatasi problem kekuasaan
Selain itu terlihat bahwa UUD 1945
yang minoritas, namun sebenarnya koalisi
sebelum amandemen memberikan banyak
tetap bukan merupakan jawaban tepat untuk
kewenangan kepada eksekutif, sehingga
mengatasi masalah tersebut. Sebagaimana
bersifat executive heavy.
dikatakan Lowell,
Selain penegasan terhadap sistem
“…that coalition cabinets are short presidensil, perubahan ketatanegaraan juga
lived compared with one party cabinet. memberikan penguatan terhadap peran dan
The larger the number of discordant kedudukan DPR. UUD 1945 amandemen
groups that form the majority the harder menegaskan fungsi-fungsi dan hak-hak DPR
the task of pleasing them all, and more sebagai lembaga legislatif dan pengawas
39
Jose Antonio Cheibub, loc. cit.
40
Arend Lijphart, op. cit., hlm. 109.
406 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 391 - 407
DAFTAR PUSTAKA
Antara News, “38 Parpol Ditetapkan Press, Yogyakarta.
Menjadi Peserta Pemilu 2009”, Asshiddiqie, Jimly, 2005, Implikasi
h t t p : / / w w w. a n t a r a . c o . i d / v i e w / Perubahan UUD 1945 Terhadap
?i=1218891252&c=NAS&s=, diakses Pembangunan Hukum Nasional,
pada tanggal 24 Mei 2010. Mahkamah Konsitusi RI, Jakarta.
Arend Lijphart, 2002, Parliamentary versus Asshiddiqie, Jimly, 2007, Pokok-Pokok
Presidential Government, Oxford Uni- HTN Pasca Reformasi, Bhuana Ilmu
versity Press, New York. Populer, Jakarta.
Asshiddiqie, Jimly, “Konstitusi dan Kons- Cheibub, Jose Antonio, “Minority Govern-
titusionalisme”, http://www.jimly.com, ments, Deadlock Situations, and the
www.jimly.com/pemikiran/getbuku/9, Survival of Presidential Democracies”,
diakses pada tanggal 24 Oktober 2009. Comparative Political Studies,
Asshiddiqie, Jimly, “Struktur Ketatanegara- http://cps.sagepub.com/cgi/content/
an Indonesia Setelah Perubahan Ke- abstract/35/3/284, diakses pada tanggal
empat UUD Tahun 1945”, makalah 29 Oktober 2009.
disampaikan pada Seminar Pemba- Dewan Perwakilan Rakyat RI, “Tata Tertib
ngunan Hukum Nasional VIII yang DPR RI Mengenai Fraksi”, http://www.
diselenggarakan oleh BPHN Dep- dpr.go.id/id/tentang-dpr/fraksi, diakses
hukham RI, Denpasar, 14-18 Juli 2003. pada tanggal 25 Maret 2010.
Asshiddiqie, Jimly, 2005, Format Kelem- Falaakh, Mohammad Fajrul, “Involusi Perpu
bagaan Negara dan Pergeseran (Bank Century)”, Harian Kompas, 6
Kekuasaan dalam UUD 1945, FH UII Januari 2010.
Aritonang, Penerapan Sistem Presidensil di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 407