Anda di halaman 1dari 46

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teoritis

2.1.1. Media Pembelajaran

Kata media berasal dari kata “medium” yang berarti “tengah, perantara,

pengantar”. Dengan kata lain, media adalah perantara atau pengantar pesan dari

pengirim pesan kepada penerima pesan. Menurut Atwi Suparman (dalam Sutikno,

S 2013 : 106) media adalah alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau

informasi dari pengirim kepada penerima pesan. Association for Education and

Communication Technology (AECT) memaknai media sebagai segala bentuk

yang dimanfaatkan dalam proses penyaluran informasi. Gagne (dalam Ashyar,

2012 : 7) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam

lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Selanjutnya Briggs

(dalam Ashyar, 2012 : 7) menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang

dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Dari uraian di atas

dapat disimpulkan bahwa media adalah suatu alat yang digunakan untuk

menyampaikan informasi dari seseorang ke orang lainnya sehingga dapat

merangsang pikiran, perasaan dan minat seseorang.

Dalam proses belajar mengajar, untuk mencapai tujuan pembelajaran

media memegang peranan penting di dalamnya. Hal ini dikarenakan di dalam

belajar tidak semuanya menyangkut hal-hal yang konkrit dalam konsep maupun

faktanya. Bahkan dalam realitasnya, belajar seringkali bersentuhan dengan hal-hal

19
20

yang bersifat kompleks maya dan berada dibalik realitas. Oleh karenanya, media

turut andil dalam menjelaskan hal-hal yang abstrak kepada para siswa. Dalam hal

ini media berperan sebagai alat bantu mengajar dan sebagai sumber belajar.

Munadi (2013 : 7-8) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah segala

sesuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan pesan dari suatu sumber

secara terencana, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana

penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Menurut

Gerlach & Ely (dalam Ashyar, 2012 : 7) media pembelajaran memiliki cakupan

yang sangat luas, termasuk manusia, materi atau kajian yang membangun suatu

kondisi yang membuat peserta didik mampu memperoleh pengetahuan,

keterampilan atau sikap. Pendapat tersebut menekankan bahwa media

pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan

komunikasi dalam pembelajaran, sehingga bentuknya bisa berupa perangkat keras

(hardware) seperti komputer, televisi, projektor, serta perangkat lunak (software)

yang menggunakan perangkat keras tersebut. Dari uraian tersebut dapat

disimpulkan bawa media pembelajaran adalah alat bantu pembelajaran yang

digunakan untuk memotivasi siswa dalam belajar, memperjelas informasi

pembelajaran, memberi tekanan pada bagian-bagian penting, memberi variasi

pembelajaran serta memperjelas struktur pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran, media tidak sekedar menjadi alat bantu dalam

pembelajaran, melainkan juga merupakan sumber belajar. Sutikno (2013 : 106)

mengatakan beberapa fungsi penggunaan media dalam pembelajaran yang

didasarkan dari segi penggunanya antara lain :


21

a. Membantu untuk mempercepat pemahaman dalam proses

pembelajaran

b. Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis

c. Mengatasi keterbatasan ruang

d. Pembelajaran lebih komunikatif dan produktif

e. Waktu pembelajaran bisa dikondisikan

f. Menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar

g. Meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari sesuatu

h. Melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam

i. Meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa dalam kegiatan

pembelajaran

Sedangkan menurut Munadi (2013 : 36) fungsi media pembelajaran dapat

dianalisis berdasarkan penggunaan dan penggunanya, yaitu :

a. Berfungsi sebagai sumber belajar

b. Sebagai fungsi semantik

c. Sebagai fungsi manipulatif

d. Sebagai fungsi psikologis

e. Sebagai fungsi sosiokultural

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran

berfungsi untuk memperjelas penyajian pesan sehingga tidak bersifat verbalistis,

untuk mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra, untuk mengatasi sikap

pasif siswa serta untuk memberikan rangsangan yang sama, memberi pengalaman

dan persepsi yang sama dalam belajar.


22

Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi, khususnya

bidang elektronika, telekomunikasi dan informasi, serta teknologi komputer, maka

media juga berkembang dengan berbagai bentuk maupun jenisnya. Menurut

Ashyar (2012 : 44) ditinjau dari jenisnya media dibagi menjadi empat kelompok

yakni :

a. Media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan

indera penglihatan semata. Contohnya : media cetak seperti buku,

modul, jurnal, peta, gambar, poster, model dan prototipe seperti globe

bumi, serta media realitas alam sekitar.

b. Media audio, yaitu jenis media yang digunakan dalam proses

pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran peserta

didik.

c. Media audio-visual, yaitu jenis media yang digunakan dalam kegiatan

pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan

sekaligus dalam suatu proses atau kegiatan. Contohnya : film, video,

program TV, dll.

d. Multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan

peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan

pembelajaran. Dalam pembelajaran multimedia melibatkan indera

penglihatan dan pendengaran melalui media teks, visual diam, visual

gerak, dan audio serta media interaktif berbasis komputer dan

teknologi komunikasi dan informasi.


23

Sulaiman (dalam Ashyar, 2012 : 48) menjabarkan klasifikasi media

menjadi beberapa macam yaitu :

a. Media audio, yaitu media yang menghasilkan bunyi. Misalkan audio

cassette, tape recorder, dan radio.

b. Media visual terbagi menjadi media visual dua dimensi dan media

visual tiga dimensi.

c. Media audio-visual, yaitu media yang dapat menghasilkan gambar dan

suara dalam satu unit media.

d. Media audio-motion-visual, yaitu media yang menggunakan segala

kemampuan audio visual ke dalam kelas. Misalnya televisi, video

recorder, dan sound film.

e. Media audio-still-visual, yaitu media lengkap tanpa gerakan. Misalnya

sounds film-strip, sound-slides, dan rekaman still pada televisi.

f. Media audio-semi-motion, yaitu media yang berkemampuan

menampilkan titik-titik tetapi tidak bisa mentransmit secara utuh suatu

motion yang nyata. Misalnya telewriting dan recorded telewriting.

g. Media motion visual. Misalnya silent film dan loop film

h. Media still visual, misalnya gambar, slides, film-strips, OHP dan

transparansi

i. Media cetak, yaitu media yang hanya menampilkan informasi yang

berupa simbol-simbol tertentu saja dan berupa alphanumeric, seperti

buku-buku, modul, majalah, dll.


24

Dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran, hendaknya

memperhatikan prinsip-prinsip tertentu agar penggunaan media dapat mencapai

hasil yang baik. Prinsip-prinsip dimaksud sebagaimana yang dikemukakan oleh

Nana Sudjana (dalam Sutikno, 2013 : 110) yaitu :

a. Menentukan jenis media dengan tepat yang sesuai dengan tujuan dan

materi pembelajaran.

b. Menetapkan dan mempertimbangkan subjek dengan tepat.

c. Menyajikan media dengan tepat, artinya teknik dan metode

penggunaan media dalam proses pembelajaran sesuai dengan metode,

waktu dan sarana.

d. Menempatkan dan memperlihatkan media pada waktu, tempat dan

situasi yang tepat.

Hal yang sama juga menurut Gerlack dan Ely (dalam Ashyar, 2012 : 82)

prinsip pemilihan media adalah kesesuaian, kejelasan sajian, kemudahan akses,

keterjangkauan, ketersediaan, kualitas, ada alternatif, interaktivitas, organisasi,

kebaruan dan berorientasi siswa.

Selain prinsip pemilihan yang harus diperhatikan, pemilihan media juga

mempertimbangkan kriteria-kriteria agar tepat sasaran. Dalam hal ini Nana

Sudjana dan Ahmad Rivai (dalam Sutikno, 2013 : 112) mengemukakan rumusan

kriteria-kriteria yang dapat dijadikan acuan yaitu :

a. Ketepatannya dengan tujuan pembelajaran

b. Dukungan terhadap isi materi pembelajaran

c. Kemudahan memperoleh media


25

d. Keterampilan guru dalam menggunakan media

e. Sesuai dengan taraf berpikir siswa

Rusman (2014 : 169) juga mengemukakan ada 3 komponen yang harus

dipertimbangkan dalam memilih media pembelajaran, yaitu :

a. Komponen tujuan, yaitu tujuan apa yang akan dicapai dalam kegiatan

pembelajaran yang akan dilaksanakan, apakah domain kognitif, afektif,

atau psikomotorik.

b. Komponen karakteristik media pembelajaran yaitu kehandalan, cara

pembuatan dan cara penggunaannya.

c. Komponen kesuaian, yaitu kesesuaian dengan rencana kegiatan,

sasaran belajar, tingkat keterbacaan, situasi dan kondisi objektivitas.

Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran sangat

membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan isi

pembelajaran pada saat ini. Disamping membangkitkan motivasi dan minat siswa,

media pembelajaran juga membantu siswa meningkatkan pemahaman, penyajian

data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan

pemadatan informasi.

Dalam hal pemilihan media pembelajaran, ada dua pendekatan yang dapat

dilakukan, yaitu :

a. Dengan cara memilih media yang telah tersedia di pasaran yang dibeli

guru dan langsung dapat digunakan dalam proses pembelajaran.


26

b. Memilih berdasarkan kebutuhan nyata yang telah direncanakan,

khususnya yang berkenaan dengan tujuan yang telah dirumuskan

secara khusus dengan bahan pelajaran yang akan disampaikan.

2.1.2. Media Pembelajaran Interaktif Macromedia Flash

Pada masa sekarang, aplikasi-aplikasi pada komputer terus berkembang,

bahkan pemakai komputer juga dimungkinkan untuk dapat melakukan interaksi

langsung dengan sumber informasi baik secara online maupun offline. Berbagai

bentuk interaksi pembelajaran dapat berlangsung dengan tersedianya komputer

sebagai media. Salah satu jenis produk aplikasi komputer sebagai langkah inovatif

adalah pengembangan pembelajaran berbasis komputer baik dalam bentuk

multimedia interaktif maupun pembelajaran berbasis web dalam bentuk e-

learning dan m-learning. Dalam hal ini peranan komputer sebagai media

pembelajaran adalah untuk memfasilitasi guru dalam kegiatan pembelajaran agar

lebih menarik, menyenangkan, dan mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.

Arsyad (2015 : 36) mengatakan bahwa media interaktif menjadi pilihan

media berbasis teknologi mutakhir. Salah satu media pembelajaran interaktif yang

baik dan mutakhir adalah media pembelajaran dengan menggunakan aplikasi

macromedia flash untuk membuat tampilan pembelajaran menjadi lebih menarik

siswa untuk belajar.

Macromedia Flash adalah software yang dipakai luas oleh para

profesional web karena kemampuannya yang mengagumkan dalam menampilkan

multimedia, menggabungkan unsur teks, grafis, animasi, suara dan serta


27

interaktivitas bagi pengguna program animasi internet. Dewasa ini Macromedia

Flash telah menjadi primadona para designer web sebagai sarana untuk

menciptakan sebuah situs web yang menarik dan interaktif.

Ramadianto (2008) mengatakan bahwa macromedia flash adalah sebuah

program multimedia dan animasi interaktif dengan menggunakan secara optimal

kemampuan fasilitas menggambar dan bahasa pemrograman pada flash (action

Script) ini kita mampu membuat game-game yang menarik.

Macromedia flash dapat digunakan untuk membuat sebuah animasi.

Animasi adalah “susunan objek yang diatur sedemikian rupa sehingga

menghasilkan suatu gerakan yang mampu menarik setiap orang untuk

melihatnya”, agar menghasilkan animasi yang menarik yang sesuai dengan tujuan

penelitian maka media pembelajaran macromedia flash harus dirancang dengan

baik (Astuti, 2006: 111). Program ini dapat menampilkan informasi yang berupa

tulisan, gambar, animasi, sehingga siswa dapat lebih tertarik dalam mengikuti

pelajaran matematika.

2.1.3. Pengembangan Media Pembelajaran Matematika

Dalam pengembangan media pembelajaran matematika berbantuan

macromedia flash ini digunakan model pengembangan 4D (four-D). Menurut

Thiagarajan (1974 : 5) model penelitian dan pengembangan 4D terdisi atas 4

tahap utama, yaitu define, design, develop, dan disseminate. Menurut Trianto

(2013: 189), model pengembangan 4D dapat diadaptasikan menjadi 4P yaitu:

pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran. Penerapan langkah


28

utama dalam penelitian tidak hanya menurut versi asli namun disesuaikan dengan

karakteristik subjek dan tempat asal examinee.

Tahap I: Define (Pendefinisian)

Tahap define adalah tahap untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-

syarat pembelajaran. Tahap define ini mencakup lima langkah pokok, yaitu

analisis ujung depan (front-end analysis), analisis siswa (learner analysis),

analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept analysis) dan perumusan

tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives).

1. Analisis Ujung Depan (front-end analysis)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974), analisis ujung depan bertujuan untuk

memunculkan dan menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran,

sehingga diperlukan suatu pengembangan media pembelajaran. Dengan analisis

ini akan didapatkan gambaran fakta, harapan dan alternatif penyelesaian masalah

dasar, yang memudahkan dalam penentuan atau pemilihan media pembelajaran

yang dikembangkan.

2. Analisis Siswa (learner analysis)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974), analisis siswa merupakan telaah tentang

karakteristik siswa yang sesuai dengan desain pengembangan media

pembelajaran. Karakteristik itu meliputi latar belakang kemampuan akademik

(pengetahuan), perkembangan kognitif, serta keterampilan-keterampilan individu

atau sosial yang berkaitan dengan topik pembelajaran, media, format dan bahasa

yang dipilih. Analisis siswa dilakukan untuk mendapatkan gambaran karakteristik

siswa, antara lain: (1) tingkat kemampuan atau perkembangan intelektualnya, (2)
29

keterampilan-keterampilan individu atau sosial yang sudah dimiliki dan dapat

dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

3. Analisis konsep (concept analysis)

Analisis konsep menurut Thiagarajan, dkk (1974) dilakukan untuk

mengidentifikasi konsep pokok yang akan diajarkan, menyusunnya dalam bentuk

hirarki, dan merinci konsep-konsep individu ke dalam hal yang kritis dan yang

tidak relevan. Analisis membantu mengidentifikasi kemungkinan contoh dan

bukan contoh untuk digambarkan dalam mengantar proses pengembangan.

Analisis konsep sangat diperlukan guna mengidentifikasi pengetahuan-

pengetahuan deklaratif atau prosedural pada media pembelajaran matematika

yang akan dikembangkan. Analisis konsep merupakan satu langkah penting untuk

memenuhi prinsip kecukupan dalam membangun konsep atas materi-materi yang

digunakan sebagai sarana pencapaian kompetensi dasar dan standar kompetensi.

Untuk mendukung analisis konsep ini, analisis-analisis yang perlu

dilakukan adalah (1) analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang

bertujuan untuk menentukan jenis media pembelajaran, (2) analisis sumber

belajar, yakni mengumpulkan dan mengidentifikasi sumber-sumber mana yang

mendukung penyusunan media pembelajaran.

4. Perumusan Tujuan Pembelajaran (specifying instructional objectives)

Perumusan tujuan pembelajaran menurut Thiagarajan, dkk (1974) berguna

untuk merangkum hasil dari analisis konsep dan analisis tugas untuk menentukan

perilaku objek penelitian. Kumpulan objek tersebut menjadi dasar untuk


30

menyusun tes dan merancang perangkat pembelajaran yang kemudian di

integrasikan ke dalam media pembelajaran yang akan digunakan oleh peneliti.

Tahap II: Design (Perancangan)

Tahap perancangan bertujuan untuk merancang media pembelajaran.

Empat langkah yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu: (1) Pembuatan story

board, (2) Penataan materi dalam media pembelajaran yang meliputi tata letak

(layout) yang akan digunakan, (3) Pembuatan skenario pembelajaran, (4)

Penyusunan materi dan pembuatan LAS yang mengacu pada model pembelajaran

dan divisualisasikan dengan penggunaan media pembelajaran berbantuan

macromedia flash.

Tahap III: Develop (Pengembangan)

Tahap pengembangan adalah tahap untuk menghasilkan produk

pengembangan yang dilakukan melalui dua langkah, yakni: (1) penilaian ahli

(expert appraisal) yang diikuti dengan revisi, (2) uji coba pengembangan

(developmental testing).

Tujuan tahap pengembangan ini adalah untuk menghasilkan bentuk akhir

perangkat pembelajaran setelah melalui revisi berdasarkan masukan para pakar

ahli/praktisi dan data hasil ujicoba. Langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah

sebagai berikut:

1. Validasi ahli/praktisi (expert appraisal)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974: 8), “expert appraisal is a technique for

obtaining suggestions for the improvement of the material.” Penilaian para

ahli/praktisi terhadap media pembelajaran mencakup: format, bahasa, ilustrasi dan


31

isi. Berdasarkan masukan dari para ahli, media pembelajaran di revisi untuk

membuatnya lebih tepat, efektif, mudah digunakan, dan memiliki kualitas teknik

yang tinggi.

2. Uji coba pengembangan (developmental testing)

Ujicoba lapangan dilakukan untuk memperoleh masukan langsung berupa

respon, reaksi, komentar siswa, dan para pengamat terhadap media pembelajaran

yang telah disusun. Menurut Thiagarajan, dkk (1974) ujicoba, revisi dan ujicoba

kembali terus dilakukan hingga diperoleh media pembelajaran yang konsisten dan

efektif.

Tahap IV: Disseminate (Penyebaran)

Proses diseminasi merupakan suatu tahap akhir pengembangan. Tahap

diseminasi dilakukan untuk mempromosikan produk pengembangan agar bisa

diterima pengguna, baik individu, suatu kelompok, atau sistem. Produsen dan

distributor harus selektif dan bekerja sama untuk mengemas media dalam bentuk

yang tepat. Menurut Thiagarajan dkk, (1974: 9), “the terminal stages of final

packaging, diffusion, and adoption are most important although most frequently

overlooked.”

Diseminasi bisa dilakukan di kelas lain dengan tujuan untuk mengetahui

efektifitas penggunaan media dalam proses pembelajaran. Penyebaran dapat juga

dilakukan melalui sebuah proses penularan kepada para praktisi pembelajaran

terkait dalam suatu forum tertentu. Bentuk diseminasi ini dengan tujuan untuk

mendapatkan masukan, koreksi, saran, penilaian, untuk menyempurnakan produk

akhir pengembangan agar siap diadopsi oleh para pengguna produk. Untuk
32

kepentingan diseminasi ini, Thiagarajan, dkk (1974: 173) menetapkan kriteria

keefektifan diseminasi, yaitu

1. Clarity. Information should be clearly stated, with a particular audience in

mind.

2. Validity. The information should present a true picture.

3. Pervasiveness. The information should reach all of the intended audience.

4. Impact. The information should evoke the desire response from intended

audience.

5. Timeliness. The information should be disseminated at the most opportune

time.

6. Practicality. The information should be presented in the form best suited

to the scope of the project, considering such limitations as distance and

available resources

2.1.4. Kemampuan Spasial

2.1.4.1. Defenisi Kemampuan Spasial

Gadner (dalam Baum, et. al, 2005 : 10) mengemukakan defenisi

kecerdasan spasial adalah kecerdasan yang mencakup berpikir dalam

gambar, serta mampu untuk menyerap, mengubah dan menciptakan

kembali berbagai macam aspek visual (dalam bidang arsitek, fotografer,

designer, pilot dan insinyur). Untuk itu konsep dari kemampuan spasial

berguna untuk kemampuan yang berkaitan dengan penggunaan ruang

(Olkun, 2003 : 1).


33

Velez, et. al (2005 : 512) mengemukakan bahwa kemampuan

spasial adalah keterampilan yang melibatkan penemuan, retensi dan

transformasi visual dalam konteks ruang. Tarte (dalam Canturk-Gunhan,

2009 : 152) menyatakan bahwa kemampuan spasial sebagai keterampilan

mental yang berkaitan dengan pemahaman, memanipulasi, reorganisasi

atau menafsirkan hubungan visual. Selanjutnya Gadner (dalam Harmony,

et. al, 2012 : 12) mengatakan bahwa kemampuan spasial adalah

kemampuan untuk menangkap dunia ruang secara tepat atau dengan kata

lain kemampuan untuk memvisualisasikan gambar yang didalamnya

termasuk kemampuan mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan

perubahan suatu benda dalam pikirannya dan mengenali perubahan

tersebut, menggambarkan suatu hal atau benda dalam pikiran dan

mengubahnya dalam bentuk nyata, mengungkapkan data dalam suatu

grafik serta kepekaan terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk

dan ruang.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan spasial

adalah kemampuan untuk memvisualisasikan dan menciptakan gambar.

Kemampuan spasial diperlukan untuk memecahkan masalah dalam

rancangan bangun yang berhubungan dengan kedudukan bidang, garis,

sudut dan hubungannya dalam konteks ruang.

Untuk meningkatkan kemampuan spasial siswa, guru seharusnya

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan khayalan,

merenung, berfikir, dan mewujudkan gagasan siswa dengan cara mereka


34

masing-masing. Ciri-ciri siswa yang mempunyai kemampuan spasial

menurut Rif’an (2011 : 18) adalah sebagai berikut :

a. Memberikan gambaran visual yang jelas ketika menjelaskan

sesuatu

b. Mudah membaca peta atau diagram

c. Menggambarkan sosok orang atau benda mirip dengan aslinya

d. Sangat menikmati kegiatan visual seperti teka-teki atau

sejenisnya

e. Mencoret-coret di atas kertas atau buku tugas sekolah

f. Lebih memahami informasi lewat gambar daripada kata-kata

atau uraian.

Tambunan (2006 : 27) mengemukakan bahwa kemampuan spasial

merupakan konsep abstrak yang meliputi persepsi spasial dengan

melibatkan hubungan spasial termasuk orientasi sampai pada kemampuan

rumit yang melibatkan manipulasi serta rotasi mental. Dengan kata lain,

kemampuan spasial adalah kemampuan menangkap dan membedakan

rangsangan tentang ruang yang diperoleh melalui pembayangan visual di

kepala tanpa menggunakan benda-benda konkret.

Lohman (dalam Pittalis, et. al, 2007 : 1073) mengemukakan bahwa

kemampuan spasial terdiri atas tiga tipe yaitu spatial visualization (SV),

spatial orientation (SO) dan spatial relation (SR). SV adalah kemampuan

untuk memahami gerakan dalam pikiran di dalam ruang tiga dimensi atau

kemampuan untuk memanipulasi objek dalam imajinasi atau dalam


35

pikiran. SO adalah ukuran kemampuan seseorang untuk tetap tidak

terkacaukan oleh perubahan orientasi rangsangan visual. SO memerlukan

rotasi mental dari objek secara keseluruhan sedangkan SV memerlukan

pergerakan bagian-bagian objek. SR didefenisikan oleh kemampuan dalam

memanipulasi pola visual sederhana seperti rotasi mental dan

menggambarkan kemampuan mental untuk memutar dengan cepat dan

benar objek spasial.

Selanjutnya, Tambunan (2006 : 29) mengungkapkan bahwa

kemampuan spasial memerlukan adanya pemahaman kiri kanan,

pemahaman perspektif, bentuk-bentuk geometris, menghubungkan konsep

spasial dengan angka, kemampuan dalam mentransformasi mental dari

bayangan visual.

Piaget dan Inhelder (dalam Tambunan, 2006 : 28) menyebutkan

bahwa kemampuan spasial sebagai konsep abstrak yang didalamnya

meliputi hubungan spasial (kemampuan untuk mengamati hubungan posisi

objek dalam ruang), kerangka acuan (tanda yang dipakai sebagai patokan

untuk menentukan posisi objek dalam ruang), hubungan proyektif

(kemampuan untuk melihat objek dari berbagai sudut pandang),

konservasi jarak (kemampuan untuk memperkirakan jarak antara dua

titik), representasi spasial (kemampuan untuk mempresentasikan hubungan

spasial dengan memanipulasi secara kognitif), rotasi mental

(membayangkan putaran objek dalam ruang).


36

Dari uraian di atas, maka dapat didefenisikan beberapa aspek

dominan yang terkait dengan kemampuan spasial, yaitu mental rotation,

spatial visualization, spatial relation, spatial perception, spatial

orientation dan disembeding.

2.1.4.2. Keterkaitan Antara Kemampuan Spasial dengan Matematika

Menurut Hamley (dalam Tambunan, 2006 : 29) menyatakan

kemampuan matematika adalah gabungan dari intelegensi umum,

pembayangan visual, kemampuan untuk mengamati angka, konfigurasi

spasial dan menyimpan konfigurasi sebagai pola mental. Kemampuan

spasial berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah ruang secara

akurat.

Peranan kemampuan spasial terhadap matematika ditunjang

beberapa studi. Hills (dalam Tambunan, 2006 : 29) meneliti hubungan

antara berbagai tes kemampuan spasial yang melibatkan visualisasi dan

orientasi dari Guiford dan Zimm Suherman (dalam Tambunan, 2006 : 29)

dengan nilai matematika ditemukan ada korelasi yang tinggi antara

kemampuan spasial dengan nilai matematika, bila dibandingkan dengan

tes verbal dan penalaran. Demikiran pula studi yang dilakukan oleh

Bishop, Benbow dan McGuinnes (dalam Tambunan, 2006 : 29)

menemukan adanya hubungan antara pemecahan masalah matematika

dengan kemampuan visual spasial.


37

Penggunaan contoh spasial seperti membuat bangan, dapat

membantu anak menguasai konsep matematika. Metode pengajaran

matematika yang memasukkan berpikir spasial seperti bentuk-bentuk

geometris, mainan (puzzle) yang menghubungkan konsep spasial dengan

angka, menggunakan tugas-tugas spasial dapat membantu dalam proses

pemecahan masalah matematika. Demikian pula pengertian terhadap

konsep pembagian, proporsi tergantung dari pengalaman spasial yang

mendahuluinya.

2.1.4.3. Aspek-Aspek Kemampuan Spasial

a. Spatial Visualization

Kata visualization berasal dari kata dasar visualiza yang dapat

diartikan sebagai membayangkan atau menggambarkan dalam khayalan.

Spatial visualization dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

menangkap, menggambarkan atau melukiskan stimulus yang tampak dari

subjek dengan suatu pembayangan. Strong dan Smith (2002) mengatakan

bahwa spatial visualization adalah kemampuan untuk memanipulasi objek

dalam ruang khayal 3-D dan membuat representasi dari objek dari sudut

pandang yang baru.

Spatial visualization digambarkan sebagai kemampuan untuk

membayangkan rotasi benda atau bagian dalam ruang 3-D. Selanjutnya

dapat dikatakan bahwa spatial visualization adalah manipulasi mental dan


38

penggabungan dari stimulus yang terdiri dari lebih dari satu bagian atau

bagian-bagian yang bergerak.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

spatial visualization adalah kemampuan mental untuk memanipulasi untuk

menangkap dan menggambarkan perubahan bentuk suatu objek dari

stimulus yang ditampilkan ke bentuk yang sebenarnya (rotasi, memutar

balik, atau merubah susunan dari objek 3-D). Secara umum, karakteristik

kemampuan spasial adalah dalam hal memahami suatu objek harus melalui

cara dengan membayangkan stimulus yang diberikan oleh objek. Dengan

kata lain, setiap hal tentang kemampuan spasial hanya dapat ditanggapi

berdasarkan informasi visual yang tersedia tanpa adanya gambar dari

objek yang dimaksud.

b. Spatial Perception

Velez, et. al (2005 : 512) menyatakan bahwa spatial perception

mengacu kepada seseorang untuk menentukan arah horizontal maupun

vertikal dalam suatu kejadian dimana pola yang dihadirkan dapat

mengganggu. Spatial perception merupakan kemampuan mengamati suatu

bangun ruang atau bangian-bagian bangun yang diletakkan dengan posisi

horizontal atau vertikal. Suparyan (2007 : 24) mengatakan bahwa proses

mental spatial perception adalah statis artinya hubungan antara subjek dan

objek berubah, sedangkan hubungan spasial antara objek-objek tidak

berubah.
39

Levine dan Shefner (dalam Saragih, 2011 : 32) menyatakan bahwa

spatial perception menunjuk kepada cara kita menangkap dan menafsirkan

informasi yang terkumpul kemudian diproses melalui panca indera.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa spatial perception

merupakan pengetahuan tentang suatu objek yang diperoleh melalui

kontak langsung dengan objek tersebut yang dikaitkan dengan pengalaman

masa lalu atau pengetahuan yang diperoleh sebagai pengalaman belajar

sebelumnya.

c. Spatial Relation

Kata relation dapat diartikan sebagai hubungan, sehingga spatial

relation dapat dimaknai sebagai kemampuan menyatakan hubungan dalam

ruang. Pellegrino et.al (dalam Canturk-Gunhan, 2009 : 153) menyatakan

bahwa spatial relation adalah kemampuan untuk melibatkan secara cepat

dan akurat dalam transformasi mental atau proses rotasi untuk penilaian

tentang identitas sepasang rangsangan.

Spatial relation dapat mengungkapkan bagaimana seseorang dapat

membayangkan, membentuk gambar dari objek-objek padat, dengan hanya

melihat rencana di atas kertas yang rata, serta bagaimana sebaiknya

seseorang dapat berpikir dalam tiga dimensi.

Olkun (2003) menyatakan bahwa dalam tes kemampuan spasial

standar, tugas dari spatial relation adalah melibatkan rotasi 2D dan 3D

serta perbandingan kubus. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat

dikatakan bahwa spatial relation adalah kemampuan untuk melihat dua


40

atau lebih objek dalam hubungannya dengan dirinya atau hubungan satu

dengan yang lainnya dalam ruang.

d. Spatial Orientation

Spatial orientation dapat diartikan sebagai kemampuan mengenal

ruang secara umum. Velez, et. al (2005 : 512) mengemukakan bahwa

spatial orientation adalah kemampuan yang secara akurat dapat

memperkirakan perubahan orientasi suatu objek. Keterampilan ini

dievaluasi dengan tes yang menyajikan objek 2D (misal : huruf, angka

ditengah-tengah bagian muka jam, garis-garis sederhana) dan objek 3D

(misal : kubus, tumpukan batu dan foto-foto benda nyata).

Dapat dikatakan bahwa spatial orientation adalah kemampuan

mengenal susunan atau bentuk dari ruang secara umum dengan

membayangkan perubahan dari perspektif objek yang diberikan. Atau

spatial orientation adalah kemampuan mengenal susunan atau bentuk

ruang secara umum dan akurat (mengenal karakteristik bangun ruang

secara umum) dengan membayangkan perubahan dari perspektif objek

yang diberikan.

e. Mental Rotation

Maier (1996 : 70) mengatakan bahwa mental rotation adalah

kemampuan untuk dapat menggambarkan bangun ruang di dimensi 2 atau

3, setelah dikenai rotasi. Menurut Suparyan (2007 : 25) mengemukakan

bahwa mental rotation mencakup kemampuan untuk merotasi suatu

bangun ruang secara tepat dan cepat. Dengan kata lain, mental rotation
41

adalah kemampuan untuk menghasilkan gambar mental dinamis dan

memvisualisasi sebuah konfigurasi yang bergerak.

f. Disembedding

Menurut Velez, et. al (2005 : 512), disembedding adalah

kemampuan yang memungkinkan seseorang untuk menemukan benda

sederhana ketika dimasukkan dalam bentuk yang lebih kompleks.

2.1.5. Motivasi Belajar Matematika Siswa

2.1.5.1. Defenisi Motivasi Belajar

Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya

penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-

aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat

diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiap-siagaan). Berawal dari kata

“motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang

telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama

bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan mendesak.

Menurut Mc. Donald (dalam Sardiman, 2011 : 73), motivasi adalah

perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya

“feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari

pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen

penting, yaitu :
42

1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri

setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa

beberapa perubahan energi di dalam sistem “neurophysicological”

yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan

energi manusia (walaupun motivasi itu mucul dari dalam diri

manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.

2. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa (feeling), afeksi seseorang.

Dalam hal ini, motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan,

afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah-laku manusia.

3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi, motivasi dalam

hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan.

Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi

kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain,

dalam hal ini adalah tujuan.

Danarjati, dkk (2014 : 28) menyebutkan bahwa motivasi

merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan

atau mencapai suatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana

atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan

hidup. Dengan kata lain, motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya

suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah

mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.

Hanula (dalam Waege : 2007) mengatakan “Motivation is a

potential to direct behaviour that is built into the system that control
43

emotion. This potential may be manifested in cognition, emotion and/or

behaviour”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi

itu adalah suatu potensi dari diri seseorang yang ada untuk mengatur

emosi, kognitif maupun kelakuan orang tersebut. Dengan kata lain

motivasi berperan dalam menggerakkan setiap sikap yang ada di diri

seseorang.

Dalam kegiatan belajar mengajar, apabila ada seseorang siswa,

misalnya tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dikerjakan, maka perlu

diselidiki sebab-sebabnya. Sebab-sebab itu biasanya bermacam-macam,

mungkin ia tidak senang, mungkin sakit, lapar, ada problem pribadi dan

lain-lain. Hal ini berarti pada diri anak tidak terjadi perubahan energi, tidak

terangsang afeksinya untuk melakukan sesuatu, karena tidak memiliki

tujuan atau kebutuhan belajar. Keadaan semacam ini perlu dilakukan daya

upaya yang dapat menemukan sebab-sebabnya dan kemudia mendorong

siswa itu untuk mau melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan,

yakni belajar. Dengan kata lain, siswa perlu diberikan rangsangan agar

tumbuh motivasi pada dirinya.

Demikian halnya dengan belajar matematika. Para siswa

diharapkan dapat membangun motivasi dalam dirinya terlebih dahulu

untuk dapat mengerti dan memahami pembelajaran matematika. Motivasi

dalam diri siswa perlu dibangun dengan memberikan beberapa

rangsangan-rangsangan dari luar, misalnya memberikan apresiasi ketika

siswa tersebut dapat menjawab soal matematika yang diberikan gurunya.


44

Hal kecil seperti itu, secara tidak langsung akan memberikan motivasi bagi

diri siswa itu sendiri untuk lebih giat dan tekun lagi dalam belajar,

terutama saat belajar matematika. Matematika merupakan mata pelajaran

yang menjengkelkan bagi sebagian orang, untuk itu adanya motivasi dari

dalam maupun dari luar diri siswa itu sendiri mampu meningkatkan

kualitas belajar si anak.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar

adalah suatu dorongan, keinginan, kemauan yang timbul dari diri

seseorang untuk belajar atau mempelajari sesuatu demi tercapainya suatu

tujuan yang diinginkan.

2.1.5.2. Kebutuhan dan Teori tentang Motivasi

Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi

yang baik. Karena hal itulah para ahli psikologi pendidikan mulai

memperhatikan soal motivasi yang baik. Motivasi tidak pernah dikatakan

baik apabila tujuan yang diinginkan juga tidak baik. Sebagai contoh, kalau

motif yang timbul untuk suatu perbuatan belajar itu karena rasa takut akan

hukuman, maka faktor-faktor yang kurang enak itu dilibatkan dalam suatu

pembelajaran akan menyebabkan kegiatan belajar tersebut menjadi kurang

efektif dan hasilnya akan tidak lama bertahan jika dibandingkan dengan

kegiatan belajar yang didukung oleh suatu motif yang menyenangkan.

Sehingga apabila dalam proses pembelajaran tidak didahului dengan suatu


45

motif yang baik, atau mungkin karena rasa takut, jelas akan menghasilkan

hasil belajar yang semu, tidak otentik dan tidak tahan lama.

Memberikan motivasi kepada seorang siswa, berarti menggerakkan

siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Pada tahap

awalnya akan menyebabkan si subjek belajar merasakan ada kebutuhan

dan ingin melakukan kegiatan atau belajar. Seseorang dalam melakukan

suatu aktivitas didorong oleh adanya faktor-faktor kebutuhan biologis,

insting, unsur-unsur kejiwaan yang lain serta adanya pengaruh

perkembangan budaya manusia. Semua faktor-faktor tersebut tidak dapat

dipisahkan dari soal kebutuhan, baik kebutuhan yang bersifat biologis

maupun kebutuhan yang bersifat psikologis. Dengan demikian, dapatlah

ditegaskan bahwa motivasi akan selalu berkaitan dengan soal kebutuhan

karena seseorang akan terdorong melakukan sesuatu apabila merasa ada

suatu kebutuhan. Kebutuhan ini timbul karena adanya keadaan yang tidak

seimbang, tidak serasi atau rasa ketegangan yang menuntut suatu

kepuasan. Kalau sudah seimbang dan terpenuhi pemuasannya, berarti

tercapailah suatu kebutuhan yang diinginkan.

Menurut Morgan (dalam Sardiman, 2011 : 78), manusia hidup

dengan memiliki berbagai kebutuhan, antara lain :

a. Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk suatu aktivitas

b. Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain

c. Kebutuhan untuk mencapai hasil

d. Kebutuhan untuk mengatasi suatu kesulitan


46

Menurut Sardiman (2011 : 82) ada beberapa teori yang mendukung

motivasi, antara lain sebagai berikut :

a. Teori Insting

Menurut teori ini tindakan manusia diasumsikan seperti tingkah laku

binatang. Tindakan manusia itu dikatakan selalu terkait dengan insting

atau pembawaan. Dalam memberikan respons terhadap adanya

kebutuhan seolah-olah tanpa dipelajari.

b. Teori Fisiologis

Menurut teori ini, semua tindakan manusia itu berakar pada usaha

memenuhi kepuasan dan kebutuhan organik atau kebutuhan untuk

kepentingan fisik.

c. Teori Psikoanalitik

Teori ini mengatakan bahwa setiap tindakan manusia karena

adanya unsur pribadi manusia, yaitu id dan ego.

2.1.5.3. Ciri-Ciri Motivasi dalam Diri Seseorang

Untuk melengkapi uraian mengenai makna dan teori tentang

motivasi, perlu dikemukakan adanya beberapa ciri motivasi. Menurut

Sardiman (2011 : 83) motivasi yang ada pada diri setiap manusia itu

memiliki beberapa ciri sebagai berikut :

a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu

yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).


47

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan

dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas

dengan prestasi yang telah dicapainya).

c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah.

d. Lebih senang bekerja mandiri.

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis,

berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).

g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakininya.

h. Senang mencari dan memecahkan masalah.

2.1.5.4. Jenis-Jenis Motivasi Belajar

Menurut Sardiman (2011 : 86) motivasi terdiri dari beberapa jenis.

Jenis-jenis motivasi tersebut adalah sebagai berikut :

1) Motivasi Dilihat dari Dasar Pembentukannya

a. Motif-motif Bawaan

Yang dimaksud dengan motif bawaan adalah motif yang dibawa

sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa harus dipelajari

sebelumnya.

b. Motif-motif Yang Dipelajari

Maksudnya adalah motif-motif yang timbul karena dipelajari, jadi

setelah mempelajari sesuatu, maka timbullah motivasi tersebut.


48

2) Jenis Motivasi Menurut Pembagian dari Woodworth dan Marquis

a. Motif atau kebutuhan organis

b. Motif-motif darurat

c. Motif-motif objektif

3) Motivasi Jasmaniah dan Rohaniah

Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi menjadi dua

bagian, yaitu motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Yang

termasuk motivasi jasmaniah misalnya refleks, insting otomatis, dan

nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah adalah kemauan.

4) Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau

berfungsi tidak perlu adanya rangsangan dari luar, karena dalam

diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan

berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Contohnya

seseorang belajar karena besoknya mau ujian.

2.1.5.5. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa

Danarjati, dkk (2014 : 38 – 40) membedakan faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi belajar menjadi dua golongan, yaitu :


49

a) Faktor Internal; faktor yang berasal dari dalam diri individu, terdiri

atas :

1. Persepsi individu mengenai diri sendiri. Seseorang termotivasi atau

tidak untuk melakukan sesuatu banyak tergantung pada proses

kognitif berupa persepsi. Persepsi seseorang tentang dirinya sendiri

akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang untuk

bertindak.

2. Harga diri dan prestasi. Faktor tersebut memotivasi individu untuk

berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat dan memperoleh

kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam lingkungan

masyarakat, serta dapat mendorong individu untuk berprestasi.

3. Adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini merupakan

informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap dan

perasaan subjektif seseorang.

b) Faktor Eksternal; faktor yang berasal dari luar diri individu, terdiri

atas :

1. Jenis dan sifat pekerjaan. Dorongan untuk bekerja pada jenis dan sifat

pekerjaan tertentu sesuai dengan objek pekerjaan yang tersedia akan

mengarahkan individu untuk menentukan sikap atau pilihan pekerjaan

yang akan ditekuni.

2. Kelompok kerja dimana individu bergabung. Kelompok kerja atau

organisasi tempat dimana individu bergabung dapat mendorong atau


50

mengarahkan perilaku individu dalam mencapai suatu tujuan perilaku

tertentu.

3. Situasi lingkungan pada umumnya. Setiap individu terdorong untuk

berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi

secara efektif dengan lingkungannya.

4. Sistem imbalan yang diterima. Imbalan merupakan karakteristik atau

kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang yang

dapat mempengaruhi motivasi.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah faktor

individual dan faktor sosial. Faktor individual meliputi kematangan,

latihan, faktor pribadi, non-intelektual dan keinginan siswa untuk belajar.

Sedangkan faktor sosial meliputi keluarga (pola asuh), guru dan cara

pengajarannya, alat yang dipakai, lingkungan, kesempatan, spiritual dan

komunikasi. Dapat disimpulkan juga indikator-indikator dari motivasi

belajar adalah sebagai berikut :

a. Hasrat untuk belajar

b. Minat untuk belajar

c. Cita-cita dan harapan

d. Adanya dorongan dan kebutuhan untuk belajar

e. Kegiatan belajar yang menarik

f. Kondisi belajar yang kondusif

g. Adanya sebuah hadiah dan hukuman


51

2.1.6. Teori Belajar Yang Mendukung

2.1.6.1. Teori Pembelajaran Kognitif Menurut Van Hiele

Dalam Amir dan Risnawati (2016 : 92) menjelaskan mengenai teori

belajar menurut Van Hiele. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada

cara-cara seseorang menggunakan pemikirannya untuk belajar, mengingat,

dan menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disimpan

pikirannya secara efektif. Ciri-ciri aliran belajar kognitif adalah sebagai

berikut :

1) Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia

2) Mementingkan peranan kognitif

3) Mementingkan kondisi waktu sekarang

4) Mementingkan pembentukan struktur kognitif

5) Mengutamakan keseimbangan dalam diri manusia

6) Mengutamakan insight (pengertian, pemahaman)

Sesuai dengan kriteria matematika, maka belajar matematika lebih

cenderung termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan

hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam konteks perubahan tingkah

laku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah

suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam

diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan

lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk

pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan dan nilai sikap yang

bersifat relatif dan berbekas.


52

Salah satu teori dalam aliran kognitif yaitu dalam pengajaran

geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele yang

menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri.

Menurut Van Hiele ada tiga unsur dalam pengajaran matematika yaitu

waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran, jika ketiganya ditata

secara terpadu maka akan terjadi peningkatan kemampuan berfikir anak

kepada tingkatan berpikir lebih tinggi.

2.1.6.2. Tahap Belajar Anak Dalam Belajar Geometri

1) Tahapan Pengenalan (Visualisasi)

Pada tahap ini siiswa hanya baru mengenalbangun-bangun

geometri seperti bola, kubus, segitiga, persegi dan bangun-bangun

geometri lainnya. Seandainya dihadapkan kepada bangun-bangun

geometri, anak dapat menunjukkan bentuk segitiga. Namun pada tahap

pengenalan, anak belum dapat kita ajukan pertanyaan seperti “apakah ada

sebuah persegi panjang, sisi-sisi yang berhadapan panjangnya sama?”

maka soswa tidak akan bisa menjawabnya. Guru harus memahami betul

karakter anak, jangan sampai engajarkan sifat-sifat bangun-bangun

geometri tersebut, karena anak akan menghafalnya tidak memahaminya.

2) Tahap Analisis

Bila pada tahap pengenalan, anak belum mengenal sifat-sifat dari

bangun geometri, tidak demikian pada tahap analisis. Pada tahap ini, anak

sudah dapat memahami sifat-sifat dari bangun geometri. Anak pada tahap
53

analisis belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu

bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.

3) Tahap Pengurutan

Pada tahap ini pemahaman siswa terhadap geometri lebih

meningkat lagi dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun geometri

beserta sifat-sifatnya, maka pada tahap ini anak sudah mampu mengetahui

hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun

geometri lainnya. Anak yang berada pada tahap ini sudah memahami

pengurutan bangun-bangun geometri. Pada tahap ini, anak sudah mampu

untuk melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih pada

tahap awal, artinya belum berkembang dengan baik.

4) Tahap Deduksi

Pada tahap ini anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu

mengambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara

deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus.

Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang

tidak didefenisikan, disamping unsur-unsur yang didefenisikan, aksioma

atau masalah dan teorema. Anak pada tahap ini belum mengetahui

kegunaan dari suatu sistem deduktif.

5) Tahap Keakuratan

Tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami

geometri adalah tahap keakuratan. Pada tahap ini anak sudah memahami

betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi


54

suatu pembuktian. Anak pada tahap ini sudah memahami mengapa sesuatu

itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika kita tahu bahwa

pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap

tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap

berpikir yang kompleks dan rumit.

2.1.6.3. Fase-Fase Dalam Pengajaran Geometri

1) Fase 1 : Informasi

Pada awal fase ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan

kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir yang

bersangkutan. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil

melakukan observasi. Tujuan kegiatan ini adalah agar guru mempelajari

pengetahuan awal yang dipunyai siswa mengenai topik yang dibahas dan

agar guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan

pembelajaran selanjutnya yang akan diambil.

2) Fase 2 : Orientasi Langsung

Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan

cermat dipersiapkan oleh guru. Aktivitas ini akan berangsur-angsur

menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri untuk tahap

berpikir ini. Jadi, alat ataupun bahan dirancang menjadi tugas pendek

sehingga dapat mendatangkan respon khusus.


55

3) Fase 3 : Penjelasan

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan

pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Disamping

itu untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat,

guru memberi bantuan seminimal mungkin. Hal tersebut berlangsung

sampai sistem hubungan pada tahap berpikir ini mulai tampak nyata.

4) Fase 4 : Orientasi Bebas

Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih komplek berupa tugas

yang memerlukan banyak langkah, tugas-tugas yang dilengkapi dengan

banyak cara, dan tugas-tugas open ended. Mereka memperoleh

pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam

menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi diantara para siswa dalam

bidang investigasi, banyak hubungan antara objek-objek yang dipelajari

menjadi jelas.

5) Fase 5 : Integrasi

Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari.

Guru dapat membantu dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi

survei secara global terhadap apa-apa yang telah dipelajari siswa. Hal ini

penting tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada

akhir fase kelima ini, siswa mencapai tahap berpikir yang baru. Siswa siap

untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.


56

2.1.6.4. Teori Pembelajaran Geometri Menurut Van Hiele

Selain mengemukakan menganai tahap-tahap perkembangan

kognitif dalam memahami geometri, Van Hiele juga mengemukakan

beberapa teori berkaitan dengan pengajaran geometri. Teori tersebut

adalah sebagai berikut :

1) Tiga unsur yang utama pengajaran geometri yaitu waktu, materu

pengajaran dan metode penyusun. Apabila dikelola secara terpadu

dapat mengakibatkan peningkatan kemampuan berpikir anak kepada

tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya.

2) Bila dua orang yang mempunyai tahap berpikir yang berlainan satu

sama lain kemudian saling bertukar pikiran, maka kedua orang

tersebut tidak akan mengerti. Menurut Van Hiele, seorang anak yang

berada pada tingkat yang lebih rendah tidak akan mungkin dapat

mengerti atau memahami materi yang berada pada tingkat yang lebih

tinggi dari anak tersebut. Kalaupun dipaksakan makan anak tidak akan

memahaminya tapi nanti bisa dengan melalui hafalan.

3) Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu anak memahami

geometri dengan pengertian, kegiatan belajar anak harus disesuaikan

dengan tingkat perkembangan anak itu sendiri, atau disesuaikan

dengan tahap berpikirnya. Dengan demikian, anak dapat memperkaya

pengalaman dan cara berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk

meningkatkan tahap berpikirnya ke tahap yang lebih dari tahap

sebelumnya.
57

2.1.6.5. Manfaat Teori Van Hiele

Teori-teori yang dikemukakan oleh Van Hiele memang lebih

sempit dibandingkan dengan teori-teori yang dikemukakan oleh Piaget dan

Dienes karena ia hanya mengkhususkan pada pengajaran geometri saja.

Berikut hal-hal yang diambil manfaatnya dari teori yang dikemukakan :

1) Guru dapat mengambil manfaat dari tahap-tahap perkembangan

kognitif anak yang dikemukakan Van Hiele, dengan mengetahui

mengapa seorang anak tidak memahami bahwa kubus itu merupakan

balok, karena anak tersebut tahap berpikirnya masih berada pada tahap

analisis ke awah.

2) Supaya anak dapat memahami geometri dengan pengertian, bahwa

pengajaran geometri harus disesuaikan dengan tahap perkembangan

berpikir anak itu sendiri.

3) Agar topik-topik pada materi geometri dapat dipahami dengan baik

dan anak dapat mempelajari topik-topik tersebut berdasarkan urutan

tingkat kesukarannya yang dimulai dari tingkat yang paling mudah

sampai dengan tingkat yang paling rumit dan kompleks.

2.2. Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan terkait dengan pengembangan media

pembelajaran berbasis macromedia flash adalah sebagai berikut :

1) Lestari (2013) dalam penelitiannya tentang pengembangan media pembelajaran

sel dengan menggunakan macromedia flash untuk kelas XII SMA


58

membuktikan bahwa hasil belajar siswa yang belajar menggunakan media

memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dari pada siswa yang belajar tanpa

menggunakan media.

2) Putri dan Sibuea (2014) dalam penelitiannya mengenai pengembangan media

pembelajaran interaktif pada mata pelajaran fisika siswa kelas IX MTsN 3

Medan menggunakan perangkat lunak program macromedia flash professional

8.0 membuktikan bahwa media pembelajaran interaktif akan memberi

sumbangan praktis terutama dalam pelaksanaan proses pembelajaran bagi guru

dimana media pembelajaran interaktif ini memberikan kemudahan dalam

menyelenggarakan pembelajaran sehingga berdampak pada efektivitas proses

pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

3) Utama, dkk (2012) dalam penelitiannya tentang penggunaan macromedia flash

8 pada pembelajaran dimensi 3 menyimpulkan bahwa hasil belajar matematika

siswa kelas X SMA Negeri 1 Payakumbuh dengan menggunakan media

pembelajaran berupa perangkat lunak macromedia flash 8 lebih baik dari pada

hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan media pembelajaran

konvensional.

4) Fahmi (2014) dalam penelitiannya mengenai pengembangan multimedia

macromedia flash dengan pendekatan kontekstual dan keefektivannya terhadap

sikap siswa pada matematika menyimpulkan bahwa kualitas multimedia

interaktif untuk pembelajaran matematika baik, sehingga layak untuk

digunakan dalam pembelajaran matematika, baik itu di kelas maupun

pembelajaran mandiri.
59

5) Wardoyo (2015) dalam penelitiannya mengenai pengembangan media

pembelajaran berbasis video animasi menyimpulkan bahwa kriteria ketuntasan

hasil belajar siswa dengan menggunakan media termasuk dalam kategori tinggi

dan mampu meningkatkan minat siswa dalam belajar.

6) Ristontowi (2013) menyatakan bahwa kemampuan spasial siswa yang

diajarkan dengan menggunakan media pembelajaran lebih baik dibandingkan

dengan siswa yang diajarkan tanpa menggunakan media pembelajaran.

7) Rahayuningrum (2011) mengatakan bahwa penggunaan media pembelajaran

dengan multimedia interaktif berbantuan komputer dalam penelitiannya sudah

mencapai 3 tujuan utama dalam pembelajaran matematika yaitu meningkatkan

kemampuan memecahkan masalah matematika, meningkatkan motivasi belajar

siswa, dan peningkatkan pengembangan ICT dalam pembelajaran matematika

khususnya pembelajaran dengan multimedia interaktif berbasis komputer.

2.3. Kerangka Konseptual

Berbagai teori telah diuraikan sebelumnya sebagai dasar untuk menjawab

dan menjelaskan rumusan masalah yang diuraikan. Untuk itu, disusun konsep

yang menjadi kerangka berpikir sebagai jawaban awal dalam penelitian

pengembangan ini. Adapun konsep tersebut adalah sebagai berikut :

2.3.1. Kevalidan Media Pembelajaran Matematika yang Dikembangkan

dengan Menggunakan Macromedia Flash.

Media pembelajaran yang baik adalah media pembelajaran yang mampu

meningkatkan motivasi serta pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Untuk


60

memperoleh media yang baik (berkualitas) dan dapat menciptakan pembelajaran

yang mampu membuat siswa menjadi aktif membutuhkan tahapan-tahapan

pengembangan tepat sesuai dengan model pengembangan yang digunakan. Dalam

penelitian ini model pengembangan yang digunakan adalah model pengembangan

Thiagarajan dengan menggunakan aplikasi macromedia flash. Agar media

pembelajaran yang dikembangkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan, maka

terlebih dahulu dibuat analisis siswa berupa karakteristik siswa serta kebutuhan

siswa akan media pembelajaran, apakah media pembelajaran diperlukan atau tidak

oleh siswa.

Media yang dikembangkan dengan menggunakan macromedia flash dapat

menghasilkan media yang berkualitas karena media yang dihasilkan akan lebih

menarik perhatian siswa melalui animasi yang ditampilkan sehingga

menumbuhkan motivasi belajar siswa.

Pengembangan media pembelajaran ini menggunakan prinsip-prinsip

desain pembelajaran dan desain media, kemudian divalidasikan kepada para ahli

media dan ahli materi pembelajaran. Hasil validasi dari para ahli dianalisis

kemudian dilakukan revisi sampai menghasilkan kelemahan/kekurangan sekecil

mungkin untuk kemudian diujicobakan di lapangan. Hal ini dimaksudkan untuk

memperoleh media pembelajaran matematika yang memiliki validitas tinggi serta

layak untuk digunakan dalam proses pembelajaran materi kubus dan balok.

Dari uraian di atas, maka patut diduga bahwa kualitas media pembelajaran

dengan menggunakan macromedia flash memiliki kualitas desain yang lebih

menarik, kegrafikan dan kebahasaan yang baik dengan validitas tinggi sesuai
61

dengan hasil pengujian kualitas melalui ujicoba terhadap para ahli dan ujicoba

lapangan.

2.3.2. Kepraktisan Media Pembelajaran Matematika yang Dikembangkan

dengan Menggunakan Macromedia Flash.

Dalam mengembangakan media pembelajaran matematika yang baik,

kepraktisan dalam pembuatan dan penggunaan media pembelajaran juga sangat

perlu untuk diperhatikan.

Kepraktisan media pembelajaran matematika yang dikembangkan dapat

dilihat melalui angket uji kepraktisan media pembelajaran yang diisi oleh siswa

selama proses pembelajaran matematika menggunakan media pembelajaran

berlangsung.

Media pembelajaran yang dikembangkan dikatakan praktis jika skor

praktikalitas dari uji kepraktisan media pembelajaran yang dikembangkan

mencapai nilai minimal 76% dengan kategori praktis.

2.3.3. Keefektifan Media Pembelajaran Matematika yang Dikembangkan

Menggunakan Macromedia Flash.

Keberhasilan proses pembelajaran dalam mencapai tujuan yang

diharapkan tidak lepas dari tingkat keterlibatan siswa. Keterlibatan siswa tersebut

dipengaruhi oleh minat dan motivasi belajarnya. Pemakaian media pembelajaran

dalam proses pembelajaran matematika dapat membangkitkan keinginan dan

membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Hal ini akan menentukan respon

siswa terhadap media.


62

Penggunaan media pembelajaran pada proses pembelajaran akan sangat

membantu keefektifan proses pembelajaran. Selain meningkatkan motivasi belajar

siswa, juga mampu meningkatkan kemampuan spasial siswa.

Dalam pengembangan media pembelajaran ini, uji keefektifan dilakukan

dengan melihat tingkat ketuntasan belajar siswa melalui tes yang diberikan di

akhir pembelajaran dan angket motivasi belajar siswa kemudian dengan melihat

respon positif siswa terhadap media yang dikembangkan serta penggunaan waktu

yang ideal saat proses pembelajaran menggunakan media pembelajaran yang

dikembangkan berlangsung. Respon positif siswa diperoleh melalui angket yang

diberikan siswa ujicoba lapangan setelah selesai menggunakan media

pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan siswa dalam proses

pembelajaran akan dinilai efektif apabila media pembelajaran yang dikembangkan

dengan macromedia flash dapat memenuhi kriteria respon siswa terhadap media

pembelajaran minimal baik, kemampuan spasial siswa tuntas secara klasikal dan

motivasi belajar matematika siswa meningkat serta memiliki waktu pembelajaran

yang ideal.

Berdasarkan uraian di atas, maka patut diduga bahwasannya media

pembelajaran berbantuan macromedia flash yang dikembangkan efektif karena

dapat meningkatkan kemampuan spasial dan motivasi belajar matematika siswa.

2.3.4. Media Pembelajaran Matematika Berbantuan Macromedia Flash

dapat Meningkatkan Kemampuan Spasial Siswa

Dalam kegiatan belajar dan mengajar matematika, guru dan siswa harus

sama-sama aktif agar terciptanya suatu pembelajaran yang efektif yang dapat
63

meningkatkan kemampuan matematika siswa. Selama ini, yang terlihat di hampir

setiap sekolah, dalam mengajarkan matematika guru kurang begitu

memperhatikan kemampuan siswanya. Guru hanya mengajarkan matematika

dengan metode dan model yang sama hampir di setiap pokok bahasan pelajaran

matematika. Khususnya dalam pembelajaran geometri mengenai bangun ruang

sisi datar. Rata-rata guru mengajarkannya tanpa menggunakan alat peraga,

padahal pada tahap awal pembelajaran, guru harus memberikan contoh nyata pada

siswa. Tanpa bantuan alat atau media pembelajaran, guru akan sulit memberikan

gambaran pada siswa mengenai bagun ruang tersebut. Sehingga akan tercipta

suasana belajar yang kurang efektif, dimana siswa akan pasif dalam kegiatan

belajar. Hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan-kemampuan matematika

siswa, khususnya dalam hal kemampuan spasial.

Dengan adanya media pembelajaran, guru akan lebih mudah dalam

menjelaskan suatu materi kepada siswa. Jika guru dibantu dengan media

pembelajaran interaktif mampu menjelaskan dengan baik mengenai suatu materi,

terutama materi geometri, tentu siswa juga akan lebih mudah memahaminya.

Dengan demikian, siswa juga akan meningkat kemampuan matematikanya,

khususnya kemampuan spasial siswa akan meningkat.

Berdasarkan uraian di atas, maka patut diduga kuat bahwasannya

penggunaan media pembelajaran yang dikembangkan dengan macromedia flash

dapat meningkatkan kemampuan spasial siswa.


64

2.3.5. Media Pembelajaran Matematika Berbantuan Macromedia Flash

dapat Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa

Matematika adalah sesuatu yang abstrak. Hal-hal yang berkaitan dengan

matematika tidak semuanya real dan ada bendanya. Mengajarkan matematika

berarti mengajarkan sesuatu yang abstrak kepada siswa. Dan untuk membantu

siswa memahami sesuatu yang abstrak tersebut, maka perlu alat bantu atau media

dalam proses pembelajaran matematika di kelas.

Dengan mencermati karakteristik dari pelajaran matematika yang abstrak

dan dianggap sulit oleh sebagian besar siswa, guru dapat membuat inovasi baru

dalam proses pembelajaran. Inovasi tersebut diantaranya adalah mencari tahu apa

saja yang bisa membuat siswa menjadi tertarik terhadap pelajaran matematika.

Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan media pembelajaran interaktif

untuk menumbuhkan motivasi siswa dalam hal belajar dan meningkatkan

kemampuan matematika yang dimiliki siswa. Media pembelajaran interaktif

dianggap mampu untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Siswa tidak hanya

mengkhayalkan objek-objek geometri dalam otaknya, tetapi siswa juga bisa

melihat secara langsung animasi-animasi dari objek geometri yang dipelajarinya.

Hal tersebut tentu saja akan bisa meningkatkan kemauan atau motivasi siswa

dalam memepelajari matematika.

Berdasarkan uraian di atas, maka patut diduga kuat bahwasannya

penggunaan media pembelajaran yang dikembangkan dengan macromedia flash

dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa.

Anda mungkin juga menyukai