Anda di halaman 1dari 4

Jawaban Tugas UTS Mata Kuliah Tarekat Mu’tabaroh

Oleh : Ahmad Quthbuddin Syirazi M.


Kelas : Ilmu Tasawuf SMT 6
1. Pengertian Tarekat Secara etimologi, tarekat berasal dari kata EEFG IJ  yang artinya jalan,
cara, atau metode. Sedangkan secara terminologi menurut al-Tafta’ani, tarekat diartikan sekumpulan
su9 yang terkumpul dengan seseorang syaikh tertentu, tunduk dalam aturan-aturan yang terperinci
dalam tindakan spiritual, hidupsecara berkelompok di dalam ruang-ruang peribadatan atau berkumpul
secara berkeliling dalam momen-momen tertentu, serta membentuk majlis-majlis ilmu dan zikir.
Tarekat merupakan sebuah jalan atau metode untuk dekat kepada Allah swt. Dalam perkembangan
selanjutnya, tarekat terbagi menjadi tarekat Muktabaroh yaitu tarekat yang sanadnya bersambung
sampai kepada Rosulullah Saw, dan tarekat Ghoiru Muktabaroh yaitu tarekat yang sanadnya terputus
atau tidak sampai kepada Rosulullah Saw.

2. Tarekat Sanusiyah didirikan oleh Syaikh Muhammad Ali As-Sanusi. Tarekat Sanusiyah bukan
semata-mata tarekat biasa, melainkan ia adalah sebuah gerakan. Gerakan tajdid dalam islam.
Peristiwa itu terjadi pada tahun 1837. Syaikh Ali As-Sanusi dilahirkan di Mostaganem, Aljazair, pada
tahun 1787. Syaikh Muhammad Ali as-Sanusi adalah seorang ulama yang ikhlas dan suka
merendahkan dirinya. Tarekatnya bebas dari syirik dan khurafat. Tersebar luas hingga ke Selatan
Afrika, Sudan, Somalia dan sebahagian negara Arab. Gerakan ini terpengaruh oleh al-Imam Ahmad
bin Hanbal, dan Abu Hamid al-Ghazali. Dalam berdakwah kepada Allah, gerakan ini menggunakan
cara lembut dan berhikmah. Mereka menekankan dalam kerja-kerja tangan dan senantiasa berjihad Fi
Sabilillah menentang penjajah, Salibi dan sebagainya.

Syaikh Ali As-Sanusi mendalami tasawuf di Marokes, Maroko. Ia tidak hanya pakar agama,
dalam memimpin. Berbekal kemampuannya memimpin, Syaikh Ali As-Sanusi menyebarkan
terekatnya sampai membentang ke timur masuk ke Mesir. Di selatan pengikutnya tersebar di Sudan
dan Chad. Pengikut Sanusiyah juga berada di Aljazair dan Tunisia. Dengan modal berbahasa Inggris
di Sudan dan Prancis di Chad, Syaikh Ali As-Sanusi melanjutkan misinya memasuki wilayah Koufra
pada rute Karavan, antara Wadai dan Benghazi, sejak tahun 1894. Penduduk Tripoli tetap menjadi
pengikut setia tarekat Sanusiyah. Apalagi setelah tokoh perjuangan Libya yang melegenda, Omar Al-
Mukhtar, menjadi pengikut fanatik sekte sufi ini. Bergabungnya Al-Mukhtar menjadi udara segar. Ia
seorang pejuang yang mampu membuat pasukan Italia terserang ”migren.” Lion of the Desert dari
Libya itu bagi Italia adalah duri dalam daging. Kemampuan diplomasinya yang luar biasa mampu
menyatukan suku-suku Libya yang sejak lama terkotak-kotak akibat termakan fitnah Italia yang
memecah-belah suku. The International Magazine on Arab Affair Special Report mencatat peran
anggota Sanusiyah nan perkasa itu, ”Bagi tentara Italia yang jauh lebih kuat persenjataan, para
pejuang Libya barangkali hanyalah sekelompok orang bersenjata tidak berarti. Namun, dibawah
pimpinan Omar Al Mukhtar, para pejuang itu membuat Italia berperang tanpa akhir di padang pasir.
Mereka datang bagaikan burung Ababil ketika membuat tentara Abraham porak-poranda saat
menyerang Kabah.” Al Mukhtar tetaplah Al Mukhtar, seonggok daging sama seperti manusia yang
lain. Setangguh apapun ia, kematian pasti mampir jua. Persenjataan yang tidak seimbang cukup
sebagai alasan untuk membuat para pejuang Libya ”kelelahan.” Al Mukhtar tertangkap di padang
Koufra. Kemudian, dihukum gantung di hadapan pengikutnya pada 1932.

Akan tetapi, jika prediksi Italia digantungnya pengikut fanatik tarekat Sanusiyah ini akan
memadamkan gerakan anggotanya yang lain, maka prediksi tersebut salah besar. Justru
kesyaikhidannya membakar generasi muda Libya untuk bisa mewujudkan harapan bersama: Libya
harus merdeka. Pada 31 Januari 1942, anak-anak muda Libya yang sedang study di Kairo
mendeklarasikan Jam’iyyah Omar Al Mukhtar dengan misi: mencapai kemerdekaan Libya (Izzuddin
Abdussalam, Tarikh Libya Al Muashir Al Siasi Wa Al Ijtimai). Akhirnya, perjuangan tarekat
Sanusiyah mendirikan negara independen terwujud pasca-Perang Dunia ke II atas bantuan Inggris dan
Soviet dan mendapatkan pengakuan dari PBB. Dan salah seorang cucu pendiri tarekat ini, Idris
Sanusi, diangkat sebagai raja Libya pertama pada tahun 1952 dengan nama Raja Idris I.

3. Tarekat Maulawiyah

A. Sejarah Tarekat Maulawiyah

Nama Maulawiyah berasal dari kata “Maulana” (guru kami atau our master) yaitu gelar yang
diberikan murid-muridnya kepada seorang “sufi penyair Persia terbesar sepanjang masa”,
Muhammad Jalaluddin Rumi (w. 1273). Oleh karena itu, jelas bahwa Rumi adalah pendiri tarekat ini,
yang didirikan sekitar 15 tahun terakhir hidup Rumi.[1]

Tarekat Maulawiyah adalah tarekat yang didirikan oleh Maulawi Jalaluddin Rumi yang
meninggal di Anatolia, Turki. Nama asli Rumi adalah Jalaluddin Muhammad, tetapi kemudian dia
lebih dikenal sebagai Maulana Jalaluddin Rumi atau Rumi saja. Maulana lahir di kota Balkh
(Afganistan sekarang) pada tanggal 6 Robi’ul Awwal atau 30 september 1207. Nasabnya dari pihak
ayah sampai kepada kholifah Abu Bakar As-shiddiq, sedangkan dari pihak ibunya sampai kepada
kholifah Ali bin Abi Thalib. Sejak anak-anak, kira-kira umur 12 tahun ia bersama keluarganya diam-
diam meninggalkan kampung halamannya untuk beribadah haji dan tidak kembali karena ayah Rumi,
Baha’uddin Walad telah mendengar tentang invasi Mongol ke kota Balkh. Kota yang pertama
dikunjungi ialah kota Nisyapur, di sini Rumi bertemu dengan Fariduddin At-thar seorang sufi penyair
terkenal yang menyerahkan salinan bukunya yang berjudul Asrar Nameh (Buku tentang rahasia).

Cinta dan keindahan membuat ajaran Rumi berbeda dengan aliran tarekat lain, sejumlah tarekat
saat itu lebih banyak berkonsentrasi untuk menyempurnakan diri menuju insan kamil lewat ibadah,
wirid dan menyodorkan faham ketauhidan baru. Penyatuan diri dengan tuhan (Wihdatul Wujud) yang
berkembang berabad-abad sebelum Rumi di Baghdad adalah salah satu cara pencapaian menuju
Tuhan yang tidak dipilih Rumi. Sebagai seorang hakim yang faham syari’at, Rumi tidak memasukkan
dirinya dalam ritual yang kontroversial. Dan sebagai seorang seniman, ia memiliki cara sendiri dalam
mencapai kesempurnaan dalam beragama tanpa harus menjadi ekstrem. Ia memanfaatkan puisi,
musik dari seruling dan gitar (rebab) untuk mengiringi dzikir.

Setelah kembali ke Konya, Rumi mendirikan Tarekatnya sendiri, kira-kira 15 tahun setelah itu
kesehatan Rumi menurun dan tak lama kemudian ia sakit. Akhirnya pada hari minggu tanggal 16
Desember 1273 Maulana Rumi menghembuskan nafasnya yang terakhir di kota Konya. Rumi
meninggal dan dikubur dalam Kubah Hijau (Qubatul Azra’) yang bertuliskan “Saat kami meninggal,
jangan cari kuburan kami di tanah, tapi carilah di hati manusia.” Namun ritual sema’ itu tak ikut mati.
Para pengikutnya, terutama anaknya, Sultan Veled Celebi melembagakan ajaran itu dalam tarekat
bernama Mawlawiyah atau Mavleviye.

B. Pokok Pemikiran Tarekat Maulawiyah

Ajaran-ajaran Rumi ini, pada dasarnya dapat dirangkum dalam trilogi metafisik, yaitu
Tuhan, Alam dan Manusia.[6]

1. Ajaran Maulana Rumi tentang Tuhan

Pada gilirannya telah dikembangkan dari pernyataan Al-Qur’an sendiri yang menyatakan bahwa
Tuhan adalah “Yang Awal, Yang Akhir, Yang Lahir, Yang Batin”. Tuhan “Yang Awal” bagi Rumi,
berarti bahwa ia adalah sumber yang dari-Nya segala sesuatu berasal. Semua manusia yang tinggal di
bumi ini berasal dari Tuhan, walaupun kini ia telah melakukan perjalanan atau pengembaraannya
yang jauh. Begitu jauhnya mereka mengembara, sehingga banyak diantara manusia yang melupakan
Tuhannya.

2. Konsep Maulana Rumi tentang alam semesta


Bahwa motif penciptaan alam oleh tuhan adalah cinta. Cintalah yang telah mendoromg Tuhan
mencipta alam, sehingga cinta Tuhan merembas, sebagai nafas Rahmani, kepada seluruh pertikel
alam, dan menghidupkannya, sehingga berbalik mencintai sang pencipta. Bagi Rumi alam bukanlah
benda mati, tetapi hidup, dan berkembang bahkan memiliki kecerdasan, sehingga mampu mencintai
dan dicintai, berkat sentuhan cinta Tuhan, maka ia menjadi makhluk yang hidup, bergerak penuh
energi kearah Tuhan sebagai yang Maha Baik dan Sempurna. Dan cintailah alam, niscaya alam pun
akan memebrikan yang terbaik. Bagi Maulana, alam bukanlah makhluk mati akan tetapi hidup,
berkembang bahkan memiliki kecerdasan sehingga mampu mencintai dan dicintai. Dalam salah satu
syairnya, Rumi pernah menggambarkan hubungan langit dan bumi seperti pasangan suami-istri.

3. Konsep Maulana Rumi tentang manusia

Manusia memilik posisi yang sangat istimewa baik kaitannya dengan alam maupun dengan
Tuhan. Kaitannya dengan alam, Rumi memandang manusia adalah tujuan penciptaan alam, yakni
sebagai tempat beribadah bagi manusia. Sedangkan kaitannya dengan Tuhan, manusia menempati
posisi yang tinggi sebagai khalifah-Nya di muka bumi.

Ajaran Jalaluddin Rumi lainnya yang sangat menarik tentang manusia adalah kebebasan memilih
bagi manusia. Kebebasan memilih ini sangat penting bagi perkembangan dan aktualisasi diri manusia.
Manusia terlahir dalam kedaan yang sempurna, melainkan lahir dengan sejuat potensi. Manusia perlu
memiliki kebebasan memilih untuk mengaktualkan segala potensi yang dimilikinya itu. Denga
kebebasan inilah manusia dapat mencapai titik kesempurnaannya, sebagai Insan Kamil. Tetapi akan
kebebasan yang sama pula, manusia memiliki resiko yang besar untuk menjadi makhluk yang
terendah, kalau ia menghianati amanatnya, misalnya dengan menyalahgunakan kebebasannya untuk
menuruti hawa nafsunya.

Selain itu manusia juga memiliki kemampuan untuk memahami sesuatu atau dengan kata lain
mampu memiliki ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia bertingkat-tingkat sesuai dengan alat yang
digunakan untuk tujuan itu. Ada pengetahuan indrawi, pengetahuan yang didasarkan penalaran akal,
dan pengetahuan melalui persepsi spiritual (intuisi).

Anda mungkin juga menyukai