Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH SUHU PEMBAKARAN DAN KONSENTRASI GRAFENA

TERHADAP KARAKTERISTIK BATU BATA


Suci Afrianti1, Amun Amri2, Rozanna Sri Irianty2
1)
Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia, 2)Dosen Jurusan Teknik Kimia
Laboratorium Dasar Proses dan Operasi Pabrik
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau
Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas KM 12,5 Simpang Baru, Panam, Pekanbaru, 28293
E-mail: suci.afrianti@student.unri.ac.id

ABSTRACT

This research aims to produce bricks by adding few layer graphene (FLG) and studies the
effects of firing temperature and graphene concentration on the characteristics of the produced
bricks. The produced bricks were tested their compressive strength, porosity, morphology using
the scannning Electron Microscope (SEM), X-ray diffraction (XRD) analysis and fourier
transform infrared (FTIR). The brick was made by adding the few layer graphene to the clay,
then mixed them and casted in size (5x5x5) cm3. The samples then dried at room temperature for
a week, and fired in furnace for 1 hour at the temperature variation of 600 °C, 800 ºC, and 1000
°C with graphene concentration variations of 10 mg/ml, 20 mg/ml and 30 mg/ml. The results
showed that the highest compressive strength (9 MPa) and lowest porosity (6.1%) was exhibited
by brick synthesized using graphene concentration of 30 mg/ml and the firing temperature of
1000°C. The Scannning Electron Microscope (SEM) analysis results showed that the addition of
graphene reduced the porosity of the brick. The X-ray diffraction (XRD) analysis results showed
that a diffraction peak of few layer graphene at 25.41º and the graphene did not influenced the
crystal structure of the brick. This research showed that the increase in firing temperature and
concentration of graphene made the structure of the brick increasingly dense. The few layer
graphene could improve mechanical strength of the brick by reduce the stress concentration and
prevent the development of the cracks.
Keywords : bricks, concentration, compressive strength, few layer graphene, firing, graphene,
porosity
2.1 Pendahuluan
Pertambahan jumlah penduduk di produsen yang kurang memperhatikan
Indonesia, ditandai dengan meningkatnya mutu bahan bangunan mengakibatkan
kebutuhan sarana dan prasarana dalam banyaknya bangunan yang cepat rusak.
masyarakat terutama di bidang Dalam proses pembangunan sederhana
pembangunan. Material yang sering biasanya tidak mengacu pada peraturan-
digunakan dalam pembuatan bangunan peraturan yang berlaku. Dampak tersebut
salah satunya adalah batu bata. Di seluruh dapat mengakibatkan runtuhnya bangunan
dunia, batu bata adalah bahan bangunan ketika terjadi bencana gempa bumi.
utama dan salah satu yang tertua. Produksi Kerusakan yang sering terjadi yaitu pada
batu bata tahunan dunia saat ini sekitar dinding rumah. Sehingga diperlukan
1391 miliar unit dan permintaan batu bata penelitian-penelitian yang lebih banyak
diprediksi akan terus meningkat (Zhang, dan lebih dalam untuk meningkatkan
2013). karakteristik batu bata lokal ini yang dapat
Banyak industri bangunan yang digunakan untuk mengatasi kejadian
bersaing untuk menciptakan beraneka kegagalan bangunan yang menggunakan
macam produk bahan bangunan. Para

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 1


struktur dinding batu bata (Wisnumurti, pembuatan batu bata, cetakan dengan
2013). ukuran ( 5 x 5 x 5 ) cm3, blender, Furnace,
Pemanfaatan batu bata dalam Mesin uji tekan (Compressing Test
konstruksi baik non-struktur ataupun Machine), Scanning Electron Microscopy
struktural perlu adanya peningkatan, baik (SEM), Analisa X-Ray Diffraction (XRD),
dengan cara meningkatkan kualitas bahan dan Fourier Transform Infrared (FTIR).
material batu bata itu sendiri maupun
penambahan dengan bahan lainnya yang 2.3 Variabel Penelitian
dapat menciptakan bahan bangunan yang Variabel penelitian ini meliputi varibel
memiliki keunggulan lebih baik tetap dan variabel berubah. Variabel tetap
dibandingkan dengan bahan bangunan penelitian ini adalah ukuran batu bata (5 x
yang sudah ada (SNI 15-2094-2000). 5 x 5) cm3, lama pengeringan 1 minggu,
Kuat tekan secara umum dipengaruhi Lama pembakaran 1 jam. Variable berubah
oleh suhu pembakaran, metode produksi, adalah konsentrasi penambahan grafena 10
sifat fisika, kimia, dan mineralogi dari mg/ml , 20 mg/ml, 30 mg/ml, dan variasi
bahan baku. Pada batu bata, kuat tekan suhu pembakaran 600ºC, 800ºC, dan
dapat ditingkatkan melalui inovasi metode 1000ºC.
produksi yaitu dengan memberikan bahan 2.4 Prosedur Penelitian
tambahan ke dalam campuran bata pada 2.4.1.Pembuatan Grafena
saat pencampuran berlangsung (Karaman Pada penelitian ini pembuatan
dkk, 2006). Penambahan nanomaterial grafena dilakukan dengan menggunakan
seperti Grafena dapat meningkatkan metode turbulence-assisted shear
kualitas dengan mengurangi keretakan exfoliation (TASE). Pada metode ini
pada bata. Grafena merupakan material grafena disintesis dari grafit batang pensil
dua dimensi monoatomik dari satu lapis menggunakan blender dan cairan pencuci
grafit yang ditemukan pada tahun 2004 piring dengan komposisi surfaktan anioik
oleh Andre K. Geim dan Konstantin 18,9% (sodium lauryl sulfate). dimana,
Novoselov. sepuluh gram grafit batang pensil
Grafena menjadi sangat menarik untuk dihaluskan dan disaring hingga lolos
dikaji karena memiliki sifat kelistrikan, saringan 200 mesh. Kemudian 10 gram
termal, dan mekanik yang luar biasa. grafit (lolos saringan 200 mesh), cairan
Karena perkembangannya yang luar biasa, pencuci piring sebanyak 1,227 ml, dan
grafena memiliki potensi besar untuk aquades dimasukkan kedalam blender
digunakan dalam berbagai aplikasi. hingga diperoleh total larutan sebanyak
Oleh sebab itu, pada penelitian ini 500 ml, blender dioperasikan pada
akan disintesis batu bata dengan variasi kecepatan 1500 rpm (power angka 2)
suhu pembakaran dan konsentrasi grafena. dalam waktu 1 jam (1 menit hidup/1 menit
2.2 Metode Penelitian mati). Selama blender tidak beroperasi
2.1 Bahan blender harus didinginkan dengan
Bahan yang digunakan dalam memberikan jaket pendingin, setelah
penelitian ini yaitu tanah liat sebagai bahan proses selesai maka akan dihasilkan
dasar batu bata, aquadest (PT. Bratako larutan grafena dengan konsentrasi 20
Chemika), serbuk grafit (lolos saringan mg/ml. (Varrla, 2014)
200 mesh) dari pensil 2B, dan cairan 2.4.2.Pembuatan Batu Bata
pencuci piring dengan komposisi surfaktan Pembuatan campuran batu bata ini
anioik 18,9% (Sodium Lauryl Sulfate). dilakukan dengan mencampurkan bahan-
2.2 Alat bahan yang akan digunakan yaitu tanah liat
Alat yang digunakan dalam ditambahkan grafena sesuai variasi yang
penelitian ini berupa wadah es, gelas piala, direncanakan, kemudian diaduk sampai
gelas ukur, pipet tetes, wadah percampuran merata hingga didapat workability. Setelah

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 2


selesai di campur material tersebut setiap variasi konsentrasi grafena. Kuat
kemudian dimasukkan kedalam cetakan tekan batu bata meningkat secara
dengan ukuran (5 x 5 x5) cm3. Batu bata signifikan dari suhu pembakaran 600 °C
yang sudah dicetak didiamkan selama 1 sebesar 2,4 MPa menjadi 4 MPa pada suhu
minggu pada suhu ruang untuk proses 1000 °C tanpa penambahan grafena
pengeringan, kemudian dibakar dengan peningkatan sebesar 66%.
menggunakan furnace. Pada proses Sedangkan setelah ditambahkan grafena,
pembakaran material ini dilakukan kuat tekan batu bata juga mengalami
beberapa variasi temperatur yaitu 600oC, peningkatan signifikan sebesar 114% dari
800oC dan 1000oC. Peningkatan 4,2 MPa saat suhu pembakaran 600 °C
temperatur dilakukan secara bertahap atau menjadi 9 MPa di suhu 1000 °C. Batu bata
perlahan-lahan untuk menghindari yang dibakar pada suhu 600°C memiliki
kerusakan dan keretakan pada bata apabila nilai kuat tekan paling rendah, sebab baru
langsung dipanaskan dengan temperatur mengalami reaksi dehidroksilasi berupa
tinggi. Setelah itu, material tersebut diuji hilangnya molekul air yang terserap pada
morfologi dan kuat tekan, serta porositas. kisi-kisi kristal dan menuju pada
Pada pembuatan batu bata ini dibuat pembentukan metakaolin. Metakaolin
dengan variasi pembuatan batu bata- merupakan senyawa antara menuju
grafena dan pembuatan batu bata tanpa senyawa berikutnya (mullite) (Kartika dan
grafena. Darmawan, 2008). Pada pembuatan batu
bata, air yang terabsorbsi secara fisik atau
3. Hasil dan Pembahasan yang disebut air bebas akan menguap pada
3.1 Pengaruh Suhu Pembakaran dan suhu 20 - 150°C, sedangkan air terabsorbsi
Konsentrasi Grafena Terhadap kimia (air terikat) dalam bentuk H O atau
Sifat Kuat Tekan Batu Bata OH akan menguap mulai pada temperatur
Salah satu sifat mekanis yang penting 600°C (Akinshipe dan Kornelius, 2017).
dalam material batu bata adalah kuat Pembakaran pada suhu lebih dari
tekan. Kuat tekan didefenisikan sebagai 800°C menyebabkan batu bata mulai
kemampuan material dalam menahan mengalami pembentukan fasa kristalin dari
beban atau gaya mekanis sampai metakaolin, sehingga pada suhu
terjadinya kegagalan (Kartika dan pembakaran 800°C hasil kuat tekan batu
Darmawan, 2008). Gambar 3.1 merupakan bata mulai meningkat tetapi belum
hasil uji kuat tekan batu bata berdasarkan maksimal. Hasil uji kuat tekan batu bata
variasi suhu pembakaran dengan yang dibakar pada suhu 1000°C memiliki
konsentrasi grafena yang ditambahkan. kuat tekan paling tinggi karena sudah
mengalami fasa pembentukan kristalin
yaitu fasa mullite. Mullite merupakan
senyawa yang sangat stabil, sehingga dapat
dikatakan pembentukan mullite ini
merupakan tujuan dari pembakaran
keramik seperti batu bata, karena dengan
adanya mullite, sifat-sifat keramik yang
keras dan padat mulai terbentuk (Kartika
dan Darmawan, 2008). Selain itu pada
Gambar 3.1 Kuat tekan batu bata pada suhu 1000°C batu bata sudah mengalami
variasi suhu pembakaran dan konsentrasi proses vitrifikasi. Lempung akan menguat
grafena saat mengalami vitrifikasi yang dimulai
Gambar 3.1 secara umum terlihat pada suhu 900°C dan kuat tekan tersebut
bahwa kuat tekan batu bata meningkat akan maksimal saat temperatur semakin
seiring peningkatan suhu pembakaran pada dinaikkan sampai suhu maksimal lempung

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 3


1500°C. Selama proses vitrifikasi pori Gambar 3.2 menunjukkan hasil
akan mengecil serta kekuatan dan porositas batu bata pada variasi suhu
kepadatan naik. Secara umum semakin pembakaran baik dengan penambahan
tinggi suhu pembakaran, maka kualitas grafena maupun tanpa penambahan
bata yang dihasilkan akan semakin baik, grafena. Porositas batu bata menurun dari
karena pada temperatur tersebut kristal 21,3% pada suhu pembakaran 600°C
silika akan meleleh secara efektif dan menjadi 17,5% pada suhu 1000°C tanpa
mengalami kristalisasi (Kartika dan penambahan grafena. Setelah dilakukan
Darmawan, 2008). penambahan grafena, terlihat bahwa pada
Gambar 3.2 merupakan hasil uji suhu pembakaran 600°C porositas batu
kuat tekan batu bata berdasarkan variasi bata sebesar 8,2% mengalami penurunan
konsentrasi grafena yang ditambahkan menjadi 6,11% pada suhu 1000°C.
dengan variasi suhu pembakaran. Dari
Gambar 3.1 secara umum terlihat bahwa
penambahan grafena dapat meningkatkan
kuat tekan batu bata, saat terjadi
peningkatan konsentrasi grafena maka kuat
tekan batu bata semakin meningkat. Batu
bata yang dibakar pada suhu 1000ºC,
dengan konsentrasi grafena 0 mg/ml, 10
mg/ml, 20 mg/ml, dan 30 mg/ml
mengalami peningkatan kuat tekan secara
berturut turut yakni sebesar 4 MPa, 6,8
MPa, 7,4 MPa , dan 9 MPa. Gambar 3.2 Porositas batu bata pada
Peningkatan kuat tekan batu bata variasi suhu pembakaran dan konsentrasi
setelah penambahan grafena disebabkan grafena
oleh adanya sifat kekuatan mekanis dan Dari Gambar 3.2 terlihat bahwa
elastisitas dari grafena yang unggul, pada suhu 600°C, porositas batu bata
dimana modulus elastisitas grafena sebesar mencapai 21,3%. Nilai dari porositas ini
1,1 TPa sehingga mengabsorbsi tekanan tidak sesuai dengan peraturan SNI-2094-
yang diterimanya sampai batas tertentu 2000, yang menyatakan bahwa porositas
sebelum terjadi retakan pada matriks, maksimum untuk batu bata yaitu sebesar
selanjutnya tekanan yang diterima oleh 20%. Hal ini terjadi karena pada suhu
grafena akan didistribusikan ke segala arah 600oC, hanya terjadi proses penguapan air
bidang yang menyebabkan kapasitas yang terikat secara kimia dan zat-zat lain
kompresi batu bata mengalami yang terdapat dalam tanah liat. Partikel-
peningkatan (Wang dkk, 2016). Secara partikel dari tanah liat belum mengalami
teoritis, grafena memiliki luas permukaan kristalisasi secara sempurna atau SiO2
mencapai 2630 m2/g sehingga dapat yang terdapat pada tanah liat masih dalam
meningkatkan kontak dan interaksi antara fasa amorf dan belum terbentuk fasa
grafena dan matriks. Interaksi antara kristalin, dimana proses pembentukan fasa
grafena yang mengandung gugus CH3 kristalin tersebut baru terjadi pada suhu
dengan mekanisme Van Der Walls melalui diatas 800oC, sehingga pemadatan yang
ikatan sekunder dengan atom O pada terjadi belum sempurna dan pori-pori tidak
matriks batu bata (Si-O-Al) sehingga tertutup dengan baik karena silika belum
grafena dapat terikat kuat dalam matriks meleleh secara efektif serta partikel-
(Ranjhbar dkk, 2015). partikel tanah liat tidak terikat secara kuat.
3.2 Pengaruh Suhu Pembakaran dan Hal ini menyebabkan banyaknya jumlah
Konsentrasi Grafena Terhadap pori yang terdapat dalam matriks pada
Porositas Batu Bata

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 4


pembakaran 600oC (Kartika dan 3.3 Pengaruh Suhu Pembakaran dan
Darmawan, 2008). penambahan Grafena Terhadap
Dari gambar 3.2 pada suhu 800oC Morfologi Batu Bata
terlihat mulai terjadinya penurunan Gambar 3.3 merupakan hasil analisa
porositas. Hal ini disebabkan karena morfologi menggunakan scanning electron
terjadinya perubahan-perubahan kristal microscopy (SEM) pada matriks batu bata
dari tanah liat yang akan mengisi pori-pori yang disintesis pada suhu pembakaran
batu bata menjadi lebih padat dan keras. 600ºC dan 1000°C baik dengan maupun
Semakin tinggi suhu maka silika akan tanpa penambahan grafena. Analisa SEM
memasuki pori-pori dan mengikat semua berfungsi untuk mengetahui struktur
partikel tanah liat dengan membentuk morfologi dari matriks batu bata-grafena.
ikatan yang dikenal sebagai ikatan silika Dari gambar 3.3 terlihat secara visual
alumina (Kartika dan Darmawan, 2008). bahwa struktur morfologi batu bata relatif
Porositas paling rendah yaitu dengan berubah dari sebelum penambahan grafena
pembakaran pada suhu 1000°C. Hal ini (a), dibandingkan setelah ditambahkan
berkaitan dengan sifat keramik yang grafena (b), dan (c). Struktur partikel
terbentuk melibatkan pemecahan struktur matriks yang awalnya terlihat relatif
kisi dari mineral lempung, diikuti dengan berbentuk sphere (bulat) yang terpisah
pembentukan senyawa kristal atau disebut mengalami perubahan struktur yang
dengan tahap vitrifikasi. Temperatur yang disebabkan karena adanya penambahan
diperlukan pada tahap vitrifikasi ini grafena (b) dan peningkatan suhu (c).
berkisaran antara 900°C hingga 1100°C Pada gambar 3.3 (a) dapat dilihat
(Abdeen, 2016). bahwa struktur dari partikel-partikel
Gambar 3.2 secara umum penyusun batu bata tersebut masih terdiri
memperlihatkan nilai porositas yang dari gumpalan (cluster) yang
semakin menurun pada variasi konsentrasi mengindikasikan adanya butiran yang
penambahan grafena, saat suhu 1000°C, tidak merata pada permukaan matriks. Hal
dengan konsentrasi grafena 0 mg/ml, 10 ini disebabkan karena matriks cenderung
mg/ml, 20 mg/ml, dan 30 mg/ml porositas didominasi struktur amorf (Rosalia dan
batu bata secara berturut-turut yakni Asmi, 2016). Pada gambar 3.3 (a) dan (b)
sebesar 17,5%, 7,9%, 6,6% dan 6,11%. terlihat adanya perbedaan penampakan
Penambahan grafena ke dalam matriks pada matriks. Gambar 3.3 (b)
batu bata secara umum dapat membantu menunjukkan batu bata yang dibakar pada
mengurangi volume pori pada batu bata, suhu yang sama yaitu 600ºC tetapi
dikarenakan grafena yang berukuran nano dilakukan penambahan grafena. Adanya
dapat dengan mudah mengisi pori pada grafena memperlihatkan terjadinya
matriks batu bata. Hal ini menyebabkan perubahan struktur morfologi, dimana
batu bata dengan penambahan grafena grafena dapat mengisi dan menutup pori-
menjadi semakin padat dibandingkan pori karena ukuran nano dari grafena dapat
dengan batu bata tanpa penambahan dengan mudah masuk ke pori-pori matriks
grafena. Peningkatan konsentrasi grafena (Saafi dkk, 2014). Sehingga secara visual
menyebabkan banyaknya grafena yang terlihat bahwa matriks mengalami
terdistribusi dalam matriks, dan dapat perubahan struktur seperti lembaran-
menutupi pori dengan baik. Modulus lembaran dan penampakan penutupan pori
Grafena memiliki kekuatan mekanis dan yang mulai merata. Gambar 3.3 (c)
fleksibilitas yang tinggi sehingga dapat menunjukkan struktur morfologi yang
meningkatkan sifat mekanik serta dapat berbeda dari gambar 3.3 (b), hal ini
mengurangi porositas (Saafi dkk, 2014). disebabkan karena adanya peningkatan
suhu pembakaran. Gambar 3.3 (c)
menunjukkan morfologi ukuran butir pada

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 5


matriks semakin merata dan bentuk butiran mempengaruhi tingkat kepadatan matriks
yang terlihat seragam. (Akinshipe dan Kornelius, 2017).
(a)

(b)

(c)

Gambar 3.4 Morfologi matriks batu bata


Gambar 3.3 Morfologi batu bata dengan
menggunakan aplikasi ImageJ dengan (a)
(a) suhu 600ºC tanpa grafena (b) suhu
suhu 600ºC tanpa grafena (b) suhu 600ºC,
600ºC, 30 mg/ml grafena (c) suhu 1000°C,
30 mg/ml grafena (c) suhu 1000°C, 30
30 mg/ml grafena
mg/ml grafena
Menurut Nuryadin dan Khairurrijal
Gambar 3.4 merupakan hasil analisa
(2009) pada proses pembakaran keramik
kuantitatif morfologi menggunakan
menggunakan tanah liat, partikel-partikel
Scanning Electron Microscopy (SEM)
yang semula terikat lemah karena hanya
melalui aplikasi ImageJ. Dari gambar 3.4
melakukan kontak lemah satu sama lain,
terlihat lebih jelas bagaimana perbedaan
mulai memperluas permukaan kontak.
distribusi atau struktur pori dari matriks
Kontak tersebut tumbuh menjadi
batu bata dengan atau tanpa penambahan
aglomerasi yang ukurannya bergantung
grafena. Dari gambar 3.4 (a), (b) dan (c)
pada suhu pemanasan, semakin tinggi suhu
terlihat bahwa terjadi penururunan
maka ukuran aglomerasi tersebut semakin
distribusi porositas akibat pengaruh
besar sehingga ikatan partikel semakin
penambahan grafena dan peningkatan
kuat. Sampel yang dibakar pada suhu
suhu. Pada analisa morfologi
1000ºC (c) tersebut menunjukkan bahwa
menggunakan Scanning Electron
semakin tinggi suhu pembakaran maka
Microscopy (SEM) melalui aplikasi
struktur cenderung terlihat memiliki
ImageJ, nilai persentasi area pori dari
pertumbuhan partikel yang semakin luas.
sampel batu bata pada variasi suhu dan
Suhu pembakaran di atas 800°C
penambahan grafena secara berturut-turut
menyebabkan partikel tanah liat telah
yaitu sebesar 28,9%, 14,3%, dan 5,4%.
mengalami kristalisasi dan ceramic change
Penurunan jumlah pori ini terjadi karena
sehingga terbentuk kristalinitas yang
saat suhu dinaikkan, maka tingkat
kristalinitas tanah liat meningkat (Abdeen,

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 6


2016). Kemudian pada gambar 3.4 (b) puncak difraksi tertinggi pada 26,6o. Hal
terlihat adanya pengurangan pori dari ini menandakan bahwa telah terbentuk
gambar 3.4 (a) setelah penambahan berupa fasa kristal dari Si-O yang
grafena. Dengan adanya penambahan dilambangkan dengan quartz (Q). Dimana
grafena maka dapat mengisi pori-pori pada quartz merupakan bentuk mineral utama
matriks karena ukuran nano dari grafena dari semi kristal silika (SiO2). Serta pada
dapat dengan mudah masuk ke celah masing- masing gambar memiliki puncak
antara partikel-partikel tersebut dan difraksi tertinggi pada 26,6o. Hal ini
menutupi pori dengan baik sehingga menandakan bahwa telah terbentuk berupa
memperkuat struktur dari matriks yang fasa kristal dari Si-O yang dilambangkan
meningkatkan kepadatan pada batu bata dengan quartz (Q). Dimana quartz
dan mengurangi porositas (Saafi dkk, merupakan bentuk mineral utama dari
2014). Hal ini mendukung hasil pengujian semi kristal silika (SiO2). Serta pada
kuat tekan dan porositas sebelumnya. masing-masing gambar juga terbentuk
beberapa kristal albite (A) pada puncak
3.4 Pengaruh Suhu Pembakaran dan difraksi 31,1o. Dimana albite merupakan
Penambahan Grafena Terhadap bentuk mineral dari silika alumina
Kristalinitas Batu Bata (Ranjhbar dkk, 2015).
Gambar 3.5 merupakan hasil analisa Terbentuknya kristal-kristal tersebut
X-Ray Difraction (XRD) pada variasi suhu membuktikan bahwa telah terbentuknya
ikatan Si-O-Al. Pola difraksi sinar x yang
dihasilkan pada suhu 600ºC merupakan
struktur amorf. Sementara pada suhu
1000ºC, fasa amorf berubah menjadi
kristal yang diperjelas dengan munculnya
satu puncak difraksi pada 20,8° yang tajam
dan jelas (Rosalia dan Asmi 2016). Selain
terbentuknnya ikatan Si-O-Al yang
dilambangkan dalam bentuk Kristal quartz
dan albite, pada puncak difraksi 25,41o
juga terbentuk grafena (Liu dkk, 2016)
yang ditunjukkan melalui Gambar 3.6 (b)
dan (c). Untuk lebih memperjelas
kemunculan grafena ini, dapat dilihat pada
Gambar 3.6. Kemunculan puncak kecil
pada gambar 3.6 (a) mengindikasikan
adanya silika amorf (Alnawafleh, 2009),
dimana puncak tersebut terlihat lebih kecil
dibandingkan puncak yang muncul pada
matriks dengan penambahan grafena (b)
dan (c) yang lebih lebar dan jelas.
Dari Gambar 3.6 terlihat bahwa
Gambar 3.5 kristalinitas batu bata pada batu bata yang ditambahkan grafena tidak
(a) tanpa grafena suhu 600°C (b) 30 mengubah struktur kristal batu bata, hal ini
mg/ml grafena, suhu 600°C, (c) 30 menandakan grafena bersifat inert. Gugus
mg/ml grafena, suhu 1000°C H dari CH3 yang terdapat pada tepi
grafena berinteraksi dengan mekanisme
pembakaran dan penambahan grafena. Van Der Walls dengan matriks (Si-O-Al)
Dari Gambar 3.5 secara umum terlihat melalui ikatan sekunder O--H sehingga
bahwa masing-masing gambar memiliki grafena dapat terikat kuat dalam matriks.

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 7


Dari perhitungan menggunakan persamaan puncak sekitar 3400-3700 cm-1 merupakan
Schrerer didapatkan ukuran kristal grafena uluran -OH yang terikat pada -Al, spektra
pada penambahan grafena sebesar 30 pada suhu 600ºC memiliki transmitansi
mg/ml grafena pada suhu 600°C dan lebih rendah dari pada transmitasi pada
1000ºC ke dalam matriks batu bata adalah suhu 1000ºC, hal itu membuktikan bahwa
sebesar 26,52 nm dan 26,54 nm. dengan meningkatnya suhu pembakaran
maka -OH yang terikat pada -Al banyak
terlepas dan meningkatkan terbentuknya
ikatan dengan SiO, membentuk ikatan
silika alumina, ikatan yang terjadi adalah
ikatan kovalen (Palanivel dan Velraj,
2007).
Serapan 2360,01 cm-1 yang muncul
adalah fasa pembentukan mullite.
Kemudian hematite dapat diamati pada
panjang gelombang 538,16 cm-1. Bilangan
gelombang ini memiliki intensitas yang
Gambar 3.6 Grafik puncak grafena pada lemah pada pembakaran 600ºC
(a) tanpa grafena suhu 600°C (b) 30 mg/ml dibandingkan pada matriks dengan suhu
grafena, suhu 600°C , (c) 30 mg/ml pembakaran 1000ºC, karena mineral ini
grafena, suhu 1000°C mulai terbentuk pada suhu di atas 600 ºC.
3.5 Pengaruh Suhu Pembakaran dan Mineral hematite dibentuk oleh senyawa
Penambahan Grafena Terhadap Fe2O3 yang mempengaruhi warna pada
Gugus Fungsi Batu Bata batu bata, semakin tinggi suhu
Spektrum FTIR berupa puncak- pembakaran, maka warna batu bata yang
puncak pada rentang bilangan gelombang dihasilkan semakin cerah (Palanivel dan
dan transmittasi tertentu, yang Velraj, 2007).
menunjukkan gugus fungsi pada matriks Pada 600oC, struktur silikat
batu bata. Gambar 3.7 merupakan hasil melebur dan band simetri lebar diamati
analisis FT IR pada batu bata yang pada 1030 cm-1 untuk tanah liat merah dan
disintesis pada suhu 600ºC dan 1000°C 1080 cm-1 untuk jenis tanah liat putih.
tanpa penambahan grafena. Adanya pita simetri lebar yang berpusat di
sekitar 1080 cm-1 dan 1040 cm-1 dalam
spektrum yang diterima menunjukkan
bahwa matriks bata pada Gambar 3.7 telah
dibakar dengan suhu di atas 600oC. Dua
rentang bilangan gelombang yang berbeda
karena band regangan (Si-O) dapat
dibedakan pada panjang gelombang yang
berpusat di sekitar 1050 cm-1 dan 1080 cm-
1
. Pada Gambar 4.10 band ini berada di
1055,11 dan 1082,11 (Palanivel and Velraj
2007). Kehadiran pita tajam sekitar 790
Gambar 3.7 Analisis FT IR tanpa grafena bersama dengan 695 cm-1 dalam spektrum
pada suhu 1000°C dan 600ºC IR matriks adalah karena adanya kuarsa
(Si-O). Selain itu, pada gambar 3.8
Gambar 3.7 secara umum mengindikasikan kuarsa dalam fasa
menunjukkan adanya perbedaan spektra kristalin yang muncul di sekitar panjang
matriks batu bata pada suhu 600ºC (biru) gelombang 779 cm-1 (Palanivel and Velraj,
dan suhu 1000ºC (hitam). Spektra pada 2007).

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 8


Gambar 3.8 merupakan analisis FT dalam matriks batu bata, menyebabkan
IR batu bata yang disintesis pada 600 °C percabangan, dispersi, penjembatanan
tanpa penambahan grafena serta pada ataupun defleksi pada retakan (Wang dkk,
1000°C dengan penambahan grafena 10 2016). Modulus elastisitas grafena yang
mg/ml dan 30 mg/ml. Interaksi yang tinggi dapat menyebabkan dispersi tekanan
terjadi antara grafena terhadap matriks (stress dispersion) yaitu dengan
batu bata diketahui untuk mengetahui mengurangi konsentrasi tegangan pada
keefektifan grafena didalam matriks matriks dan mengalihkan tegangan secara
tersebut. Adapun spektrum FTIR dapat seragam ke bagian matriks lainnya
dilihat pada Gambar 3.8. (Ranjbar dkk, 2015). Berdasarkan analisa
dan uraian tersebut, maka dapat
diperkirakan mekanisme penguatan batu
bata setelah penambahan grafena seperti
pada Gambar 3.9.

Gambar 3.8 Analisis FTIR pada (a)


tanpa grafena, suhu 600ºC, (b) 10 mg/ml
grafena, suhu 600°C (c) 10 mg/ml Gambar 3.9 Perkiraan mekanisme
grafena, suhu 1000ºC (d) 30 mg/ml penguatan pada batu bata (a) batu bata
grafena, suhu 1000ºC tanpa grafena diberikan tekanan (b) batu
bata dengan penambahan grafena diberi
Gambar 3.8 secara umum tekanan (c) pori-pori batu bata tanpa
menunjukkan penambahan grafena pada grafena (d) penutupan pori oleh grafena
matriks batu bata memberikan perubahan (Wang dkk, 2016)
terhadap spektrum FT IR yang diperoleh,
yaitu munculnya puncak pada bilangan 4. Kesimpulan
gelombang sekitar 2803 cm-1 dan 2628 cm- Berdasarkan hasil penelitian dan
1 pembahasan yang telah diuraikan dapat
. Bilangan gelombang ini
mengindikasikan gugus C-C dan C=C, diambil kesimpulan sebagai berikut:
dimana puncak tersebut tidak terlihat pada 1. Batu bata telah berhasil disintesis
matriks tanpa penambahan grafena (a) dengan melakukan penambahan
(Vazquez dkk, 2016). grafena dari pensil bekas sebagai
aditif.
3.6 Perkiraan Mekanisme Penguatan 2. Peningkatan suhu pembakaran dan
Pada Batu Bata Setelah penambahan grafena sebagai aditif
Penambahan Grafena pada pembuatan batu bata dapat
Secara umum penambahan grafena meningkatkan kuat tekan dan
dapat meningkatkan sifat mekanik dan menurunkan porositas dari batu
menutupi pori pada batu bata. Pada bata yang dihasilkan.
matriks tanpa penambahan grafena, ketika 3. Semakin tinggi suhu pembakaran
diberikan tekanan maka terjadi keretakan dan konsentrasi grafena, maka kuat
yang berpusat di bagian tengah matriks tekan batu bata yang dihasilkan
dan menyebabkan patahan langsung ke
bagian bawah. Penambahan grafena ke
Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 9
semakin tinggi, dan porositas Scientific and Applied Chemistry
semakin rendah. Journal, 11(3), 63–69.
4. Kuat tekan tertinggi dan porositas Liu, H., Dong, M., Huang, W., Gao, J.,
terendah yaitu pada batu bata yang Dai, K., Guo, J., Guo, Z. (2016).
disintesis dengan suhu 1000ºC dan Lightweight Conductive
penambahan grafena 30 mg/ml Graphene/Thermoplastic
sebesar 9 MPa dan 6,11%, Polyurethane Foams with Ultrahigh
Compressibility for Piezoresistive
Daftar Pustaka Sensing. Royal Society of Chemistry,
Abdeen, H. H. (2016). Properties of Fired 10(1039), 1–29.
Clay Bricks Mixed with Waste Novoselov, K. S., Geim, A. K., Morozov,
Glass. The Islamic University– S. V., Jiang, D. Katnelson, (2004).
Gaza Research. Electric field effect in atomically
Alnawafleh, M. A. (2009). Mechanical and thin carbon films, journal of
Physical Properties of Silica Bricks Science, 306, 666.
Produced from Local Materials. Nuryadin, B. W., and Khairurrijal, K.
Australian Journal of Basic and (2009). Sintesis Keramik Berbasis
Applied Sciences, 3(2), 418–423. Komposit Clay-Karbon dan
Akinshipe, O., and Kornelius, G. (2017). Karakterisasi Kekuatan
Journal of Pollution Effects and Mekaniknya. Nanosains and
Control Chemical and Nanoteknologi, 2(2), 83–89.
Thermodynamic Processes in Clay Palanivel, R., and Velraj, G. (2007). FTIR
Brick Firing Technologies and and FT-Raman spectroscopic
Associated Atmospheric Emissions
studies of fired clay artifacts
Metrics-A Review. Pollutions recently excavated in Tamilnadu ,
Effect and Control, 5(2), 1–12. . India, Journal of Pure and Applied
Bhatnagar, J.M., and Goel, R.K. (2002). Physics, 45(June), 501–508.
Thermal changes in clay products Ranjbar, N., Mehrali, M., Mehrali, M.,
from alluvial deposits of the indo- Alengaram, U. J., and Zamin, M.
gangetic plains. Cons build Mat, (2015). Graphene Nanoplatelet- Fly
16, 113-122. Ash Based Geopolymer
Huda, M., and Hastuti, E. (2012). Composites. Cement and Concrete
Pengaruh temperatur pembakaran Research Journal, 76, 222–231.
dan penambahan abu terhadap Rosalia, R., and Asmi, D. (2016).
kualitas batu bata. Journal of Preparasi dan Karakterisasi
science. 4(2),142-152. Keramik Silika (SiO2) Sekam Padi
Karaman, S., Ersahin, S., and Gunal, H. dengan Suhu Kasinasi 800°C -
(2006). Firing temperature and 1000ºC. Teori Dan Aplikasi Fisika,
firing time influence on mechanical 04(01), 101–106.
and physical properties of clay Saafi, M., Tang, L., Fung, J., and Rahman,
bricks, Journal of Scientific and M. (2014). Graphene/Fly Ash
Industrial Research 65(February), Geopolymeric Composites as Self-
153–159. Sensing Structural mMaterials.
Kartika, A., and Darmawan, A. (2008). Smart Materials and Structures,
Pengaruh Serbuk Kaca dan Variasi 065006, 2–11.
Suhu Pembakaran pada Pembuatan SNI 15-2094-1991, Mutu dan Cara Uji
Genteng Lempung Sedimentasi Batu bata Pejal, Departermen
Banjir Kanal Timur Kota Semarang Pemukiman dan Prasarana
terhadap Kuat Tekan serta Daya Wilayah.
Serapnya terhadap Air. Journal of

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 10


SNI 15-2094-2000, Mutu dan Cara Uji
Batu bata Pejal, Departermen
Pemukiman dan Prasarana
Wilayah.
Stankovich, S. (2007). Synthesis Of
Graphene Based Nanosheets Via
Chemical Reduction Of Exfoliated
Graphite Oxide. Journal carbon.
7(45):1558-1565.
Varrla, E., Paton, keith R., Backes, C.,
Harvey, A., Smith, R. J.,
McCauley, J., and Coleman, J. N.
(2014). Turbulence-assisted Shear
Exfoliation of Graphene Using
Household Detergent and a Kitchen
Blender. Nanoscale, 10, 1–22.
Vazquez, N., Alexander, E., and Javier, F.
(2016). Analysis Spectroscopy of
the Absorption of Calcium
Carbonate on Graphene /
Polyurethane Composites Applied
Computational Simulation and
Artificial Neuronal Networks.
Nanomedicine Research, 3(4), 1–7.
Wisnumurti, (2013). Struktur Dinding
Pasangan Batu Merah Lokal
Dengan Perkuatan Bilah Bambu Di
Daerah Rawan Gempa, Program
Doktor Teknik Sipil, Universitas
Brawijaya Malang, November
2013.
Wang, B., Jiang, R., and Wu, Z. (2016).
Investigation of The Mechanical
Properties and Microstructure of
Graphene Nanoplatelet-Cement
Composite. Nanomaterials, 200, 2–
15.
Zhang, L. (2013). Production of bricks
from waste materials–a review.
Construction Building Material,
47, 643–55.

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 11

Anda mungkin juga menyukai