Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN

OLEH :
I Komang Cakra Wibawa Yuti
NIM: 1914201140

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROPESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori Kebutuhan


1. Definisi
a. Pengertian Rasa Nyaman
Nyaman adalah perasaan senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,
psikospiritual, lingkungan dan sosial (SDKI, 2016). Kenyamanan fisik (status
fungsional tubuh) harus dipastikan dalam batas normal sebagai syarat operasi.
Kenyamanan psikospiritual mencakup kepercayaan diri dan motivasi agar pasien
lebih tenang ketika menjalani prosedur invasif yang menyakitkan. Kenyamanan
lingkungan ruang rawat inap juga penting karena dapat membangkitkan
optimisme kesembuhan pasien (Rahmawati, Widyawati & Hidayati, 2014).
b. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang tidak nyaman baik
secara sensori maupun emosional yang dapat ditandai dengan kerusakan jaringan
ataupun tidak (Syamsiah & Muslihat, 2015). Selanjutnya nyeri seringkali
merupakan tanda yang menyatakan ada sesuatu yang secara fisiologis terganggu
yang menyebabkan seseorang meminta pertolongan. Nyeri juga merupakan
masalah yang serius yang harus direspons dan di intervensi dengan memberikan
rasa nyaman, aman dan bahkan membebaskan nyeri tersebut.Nyeri akut
merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Nyeri kronis merupakan pengalaman sensori dan emosi yang tidak
menyenangkan, akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan
dengan istilah kerusakan (International Association for the Study of Pain) ;
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau diramalkan dan durasinya lebih dari enam bulan
(NANDA, 2015).
2. Anatomi fisiologi terkait KDM
a. Fisiologi Nyeri
Nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum sepenuhnya
dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga mana derajat
nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara system algesia
tubuh dan transmisi system saraf serta interprestasi stimulus.
1) Nosisepsi
System saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus
bertugas mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi
sentuhan, panas, dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas
merambatkan sensasi nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung-
ujung saraf perifer yang bebas dan tidak bermielin atau sedikit bermielin.
Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus mekanis, suhu, atau
kimiawi. Sedangkan proses fisiologis terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses
tersebut terdiri atas empat fase, yaitu :
a) Transduksi
Pada fase transduksi, stimulus atau rangsangan yang
membahayakan (mis: bahan kimia, suhu, listrik, atau mekanis) memicu
pelepasan mediator biokimia (mis: prostaglandin, bradikinin, histamine,
substansi P) yang mensensitisasi nosiseptor.
b) Transmisi
Fase transmisi nyeri terbagi atas 3 bagian. Pada bagian pertama
nyeri merambat dari serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Dua jenis
serabut nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut adalah serabut C,
yang mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, serta serabut A-
Delta yang mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Bagian
kedua adalah transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak
dan thalamus melalui jaras spinotalamikus (spinothalamic tract). STT
merupakan suatu system diskriminatif yang membawa informasi
mengenai sifat dan lokasi melalui stimulus dan thalamus. Selanjutnya
pada bagian ketiga, sinyal tersebut diteruskan ke korteks sensori somatic.
c) Modulasi
Fase ini disebut juga system desenden. Pada fase ini neuron di
batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis.
Serabut desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid, serotonin,
dan norepineprin yang akan menghambat impuls asenden yang
membahayakan dibagian dorsal medulla spinalis.
d) Persepsi
Pada fase ini individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya
persepsi nyeri tersebut terjadi di stuktur korteks sehingga memungkinkan
munculnya berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi
komponen sensorik dan afektif nyeri (Brunner &Suddarth, 2013).

3. Faktor predisposisi (pendukung) dan Presipitasi (pencetus)


a. Faktor Predisposisi
1) Trauma
a) Mekanik : rasa nyeri timbul akibat ujung saraf bebas mengalami
kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan, luka.
b) Thermis : nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas, dingin, misalnya api atau air panas.
c) Khermis : nyeri timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam
atau basa kuat
d) Elektrik : nyeri timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar
e) Peradangan
f) Neoplasma, bersifat jinak maupun ganas
g) Kelainan pembuluh darah dan gangguan sirkulasi darah
h) Trauma psikologis
2) Faktor Presipitasi
a) Lingkungan
b) Suhu ekstrim
c) Kegiatan
d) Emosi
3) Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nyeri :
a) Arti Nyeri.
Nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti
nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak, dan
lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman.
b) Persepsi Nyeri.
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif dari seseorang
yang merasakan nyeri. Dikarenakan perawat tidak mampu merasakan
nyeri yang dialami oleh pasien.
c) Toleransi Nyeri.
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alcohol, obat-
obatan, hipnotis, gerakan atau garakan, pengalihan perhatian, kepercayaan
yang kuat dan sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi
antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung
hilang, sakit, dan lain-lain.
d) Reaksi terhadap Nyeri.
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon seseorang terhadap nyeri,
seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini
merupakan bentuk respon nyeri yang dapat di pengaruhi oleh beberapa
faktor, seperi arti nyeri, tingkat perspepsi nyeri, pengalaman masa lalu,
nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas,
usia, dan lain-lain.(Brunner &Suddarth, 2013).
4. Gangguan terkait KDM
a. Etiologi
1) Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah
atau cidera.
2) Iskemik jaringan, kurangnya suplai darah ke jaringan atau organ karena
permasalahan dengan pembuluh darah misalnya hasil kerusakan atau
disfungsi jaringan.
3) Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau tak
terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi pada
otot yang kelelahan dan  bekerja berlebihan, khususnya ketika otot teregang
berlebihan atau diam menahan beban pada  posisi yang tetap dalam waktu
yang lama.
4) Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan lokal
dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
5) Post operasi setelah dilakukan pembedahan.
b. Proses terjadi
1) Teori pemisahan (Specificity theory)
Rangsangan nyeri masuk ke medulla spinalis (spinal card) melalui
karnu dorsalis yang bersinapsis dari daerah posterior, kemudian naik ke
tractus lissur dan menyilang dari garis median ke garis/ ke sisi lainnya dan
berakhir dari korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
2) Teori pola (Pathern theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla
spinalis dan merangsang sel T. Hal ini mengakibatkan suatu reson yang
merangsang ke bagian yang lebih tinggi yaitu korteks serebri serta kontraksi
menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri.
3) Teori pengendalian gerbang (Gate control theory)
Nyeri tergantung dari kerja saraf besar dan kecil yang keduanya
berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serabut saraf besar
akan mengakibatkan aktivitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan
tutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan
menyebabkan hantaran rangsangan akut terhambat. Rangsangan saraf besar
dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini akan
dikembalikan dalam medula spinalis melaui serat eferen dan reaksinya
mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan
menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme,
sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan
rangsangan nyeri.
4) Teori transmisi dan inhibisi
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls
saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls
saraf. Pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls lamban dan
endogen opials system supresif.
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah
zat-zat kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian
zat-zat tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan
rangsangan tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf
asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan dipersiapkan sehingga individu
mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat
menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitif pada termosensitif
sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri.
c. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala
1) Gangguan tidur
2) Posisi menghindari nyeri
3) Gerakan menghindari nyeri
4) Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
5) Perubahan nafsu makan
6) Tekanan darah meningkat
7) Depresi.

d. Komplikasi
1) Oedema Pulmonal
2) Kejang
3) Masalah Mobilisasi
4) Hipertensi
5) Hipertermi
6) Takikardi
7) Gangguan pola istirahat dan tidur.(Brunner &Suddarth, 2013).
6. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan penunjang terkait KDM
a. Jenis Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan USG, untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di abdomen
2) Pemeriksaan laboratorium, sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya
3) Sinar – X (Rontgen), untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang
abnormal
4) CT-Scan (cidera kepala), untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang
pecah di otak
5) MRI
b. Parameter Yang Diperiksa
1) Skala nyeri
2) Tanda-tanda vital
3) Ekspresi wajah pasien
4) Respon pasien
c. Hasil Temuan (yang tidak normal) dan Interpretasi hasil
1) Face Pain Assessment Scale (Faces of Pain Scale )
2) Verbal Rating Scale (VRS)

3) Numeric Rating Scale ( NRS)

(Hidayat, 2014)
7. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
1) Farmakologi
a) Pemberian analgesic
Pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu dan
memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara
mengurangi nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika dan bukan
narkotika. Jenis narkotika digunakan untuk menurunkan tekanan darah
dan menimbulkan depresi pada fungsi vital,seperti respirasi. Jenis bukan
narkotika yang paling banyak ditemukan dimasyarakat adalah aspirin,
asetaminofen, dan bahan antiinflamasi nosteroid. Golongan aspirin
(asetysalicylic acid) digunakan untuk memblok rangsangan pada sentral
dan perifer,kemungkinan menghambat sintesis prostaglandin yang
memiliki khasiat setelah 15-20 menit dengan efek puncak obat sekitar 1-
2 jam. Aspirin juga menghambat agregasi trombosit dan antagonis
lemah terhadap vitamin K, sehingga dapat meningkatkan waktu
peredaran darah dan protombin bila diberikan dalam dosis yang tinggi.
Golongan asetaminofen sama seperti aspirin,akan tetapi tidak
menimbulkan perubahan kadar protombin dan jenis Nonsteroid Anti
Inflammatory Drugs (NSAID), juga dapat menghambat prostaglandin
dan dosis rendah dapat berfungsi sebagai analgesi.Kelompok obat ini
meliputi ibuprofen, mefenamic acid, fenoprofen, naprofen, zomepirac,
dan lain-lain.
b) Plasebo
Plasebo merupakan obat yang mengandung komponen obat
analgesik seperti gula, larutan garam/normal saline, atau air. Terapi ini
dapat menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan
pasien
2) Non Farmakologi
a) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik
dari ketegangan dan setress, sehingga dapat meningkatkan toleransi
terhadap nyeri. Contoh tindakan relaksasi adalah nafas dalam dan
relaksasi otot.
b) Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai
sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi
audio (mendengar musik), distraksi sentuhan (massase, memegang
mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur).
c) Anticipatory guidance
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri.
Contoh tindakan: sebelum klien menjalani prosedur pembedahan,
perawat memberikan penjelasan/informasi pada klien tentang
pembedahan, dengan begitu klien sudah punya gambaran dan akan lebih
siap menghadapi nyeri.
d) Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
e) Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi
tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter
terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan
otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
f) Stimulasi kutaneus
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah
cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi
nyeri. Bisa dilakukan dengan massase, mandi air hangat, kompres
dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/
transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi
pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan
melalui elektroda luar.
b. Penatalaksanaan Operatif
Dengan melakukan pembedahan atau pengangkatan pada faktor yang
menyebabkan nyeri.
c. Penatalaksaan dengan pemberian kompres hangat/dingin
1) Pemberian kompres hangat
Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu
dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada
bagian tubuh yang memerlukan.tindakan ini selain untuk melancarkan
sirkulasi darah juga untuk menghilangkan rasa sakit serta memebrikan
ketenangan dan kesenangan pada klien. Pemberian kompres dilakukan pada
radang persendian, kekejangan otot, perut kembung dan kedinginan.
2) Kompres dingin
Kompres dingin adalah memberi rasa dingin pada daerah setempat
dengan menggunakan kain yang dicelupkan pada air biasa atau air es
sehingga memberi efek rasa dingin pada daerah tersebut. Tujuan diberikan
kompres dingin adalah menghilangkan rasa nyeri akibat odema atau trauma,
mencegah kongesti kepala, memperlambat denyut jantung, mempersempit
pembuluh darah dan mengurangi arus darah lokal. Tempat yang diberikan
kompres dingin tergantung lokasinya. Selama pemberian kompres, kulit
klien diperiksa setelah 5 menit pemberian, jika dapat di toleransi oleh kulit
diberikan selama 20 menit. (Brunner & Suddarth, 2013).

B. Tinjauan Teori Askep Kebutuhan Dasar


1. Pengkajian
a. Perilaku non verbal : Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati
antara lain ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah, dll.
b. Kualitas : Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dan nyeri.
Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui.
c. Faktor presipitasi : Beberapa faktor presipitasi yang meningkatkan nyeri
antara lain lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba.
d. Intensitas : Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan, atau
dapat menggunakan skala dari 0-10.
e. Waktu dan lama : Perawat perlu mengetahui, mencatat kapan nyeri mulai,
berapa lama, bagaimana timbulnya, juga interval tanpa nyeri, kapan nyeri
terakhir timbul.
f. Hal yang perlu dikaji lainnya adalah karakteristik nyeri (PQRST):
1) P (provokatif) : faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
2) Q (quality) : seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau tersayat)
3) R (region) : daerah perjalanan nyeri
4) S (Skala nyeri) : keparahan/intensitas nyeri
5) T (time) : lama/waktu serangan/frekuensi nyeri.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
Definisi : Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Gejala dan Tanda Mayor :

1) Subyektif :
(1) Mengeluh nyeri
2) Objektif :
(1) Tampak meringis
(2) Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri)
(3) Gelisah
(4) Frekuensi nadi meningkat
(5) Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor :
1). Subyektif (tidak tersedia)
2). Objektif
(1) Tekanan darah meningkat
(2) Pola napas berubah
(3) Nafsu makan berubah
(4) Proses berpikir tertanggu
(5) Menarik diri
(6) Berfokus pada diri sendiri
(7) Diaforesis
Kondisi klinis terkait :
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaukoma
b. Nyeri kronis
Definisi : Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari 3 bulan.

Gejala dan Tanda Mayor :

1) Subyektif :
(1) Mengeluh nyeri
(2) Merasa depresi (tertekan)
2) Objektif :
(1) Tampak meringis
(2) Gelisah
(3) Tidak mampu menuntaskan aktivitas
Gejala dan Tanda Minor :
1). Subyektif
(1) Merasa takut mengalami cedera berulang
2). Objektif
(1) Bersikap protektif (misalnya posisi menghindari nyeri)
(2) Waspada
(3) Pola tidur berubah
(4) Anoreksia
(5) Fokus menyempit
(6) Berfokus pada diri sendiri
Kondisi klinis terkait :
1) Kondisi kronis (misalnya arthritis rheumatoid)
2) Infeksi
3) Cedera medula spinalis
4) Kondisi pasca trauma
5) Tumor
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi


.

1 2 3

1. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :


agen pencedera fisiologis ….x24 jam, maka tingkat nyeri menurun
dengan kriteria hasil : 1. Manajemen Nyeri
(misalnya inplamasi, iskemia, 1) Observasi
1. Keluhan nyeri menurun a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
neoplasma), agen pencedera 2. Sikap protektif menurun durasi, frekuensi, kualitas dan
kimiawi (misalnya terbakar, 3. Gelisah menurun intensitas nyeri
4. Kesulitan tidur menurun b. Identifikasi skala nyeri
bahan kimia iritan), agen c. Identifikasi respons nyeri non
5. Frekuensi nadi membaik
pencedera fisik (misalnya abses, verbal
d. Identifikasi faktor yang
amputasi, terbakar, terpotong, memperberat dan memperingan
mengangkat berat, prosedur nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan
operasi, trauma, latihan fisik keyakinan tentang nyeri
berlebihan) ditandai dengan f. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
pasien mengeluh nyeri, tampak g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
meringis, bersikap protektif kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi
(misalnya waspada, posisi komplementer yang diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan
menghindari nyeri), gelisah,
analgetik
frekuensi nadi meningkat, sulit 2) Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis
tidur, tekanan darah meningkat,
untuk mengurangi rasa nyeri
pola napas berubah, nafsu makan (misalnya TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
berubah, proses berpikir
biofeedback, terapi pijat,
tertanggu, menarik diri, berfokus aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/
pada diri sendiri, diaforesis.
dingin, terapi bermain)
b. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (misalnya
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3) Edukasi
a. Menjelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Jelaskan monitor nyeri secara
mendiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
4) Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik
(bila perlu)
2. Pemberian analgetik
1) Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri
(misalnya pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
b. Identifikasi riwayat alergi obat
c. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic (misalnya narkotika,
non-narkotik, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan nyeri
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesic
e. Monitor efektifitas analgesic
2) Terapeutik
a. Diskusikan jenis analgesic yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal jika perlu
b. Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu atau bolus oploid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
c. Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk mengoptimalkan
respons pasien
d. Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
3) Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
4) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesic sesuai indikasi
2 Nyeri kronis berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
musculoskeletal kronis, kerusakan ….x24 jam, maka tingkat nyeri menurun
dengan kriteria hasil : 1. Manajemen Nyeri
sistem saraf, penekanan saraf, 1) Observasi
1. Keluhan nyeri menurun a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
infiltrasi tumor, 2. Sikap protektif menurun durasi, frekuensi, kualitas dan
ketidakseimbangan 3. Gelisah menurun intensitas nyeri
4. Kesulitan tidur menurun b. Identifikasi skala nyeri
neurotransmitter, neuromodulator, c. Identifikasi respons nyeri non
5. Frekuensi nadi membaik
dan reseptor, gangguan imunitas, verbal
d. Identifikasi faktor yang
gangguan fungsi metabolic, memperberat dan memperingan
riwayat posisi kerja statis, nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan
peningkatan imt, kondisi pasca keyakinan tentang nyeri
trauma, tekanan emosional, f. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
riwayat penganiayaan, riwayat g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
penyalahgunaan obat/zat ditandai kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi
dengan pasien mengeluh nyeri, komplementer yang diberikan
merasa depresi (tertekan), tampak i. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
meringis, gelisah, tidak mampu 2) Terapeutik
menuntaskan aktivitas, merasa a. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
takut mengalami cedera berulang, (misalnya TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
bersikap protektif (misalnya posisi biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
menghindari nyeri), waspada, pola
terbimbing, kompres hangat/
tidur berubah, anoreksia, fokus dingin, terapi bermain)
b. Control lingkungan yang
menyempit, berfokus pada diri
memperberat rasa nyeri (misalnya
sendiri. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3) Edukasi
a. Menjelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Jelaskan monitor nyeri secara
mendiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
4) Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik
(bila perlu)
2. Perawatan kenyamanan
1) Observasi
a. Identifikasi gejala yang tidak
menyenangkan (misalnya mual,
muntah, nyeri, gatal, sesak)
b. Identifikasi pemahaman tentang
kondisi, situasi, dan perasaannya
c. Identifikasi masalah emosional
dan spiritual
2) Terapeutik
a. Berikan posisi yang nyaman
b. Berikan kompres dingin, atau
hangat
c. Ciptakan lingkungan yang nyaman
d. Berikan pemijatan
e. Berikan terapi akupresur
f. Berikan terapi hipnosis
g. Dukung keluarga dan pengasuh
terlibat dalam terapi atau
pengobatan
h. Diskusikan mengenai situasi dan
pilihan terapi atau pengobatan
yang dinginkan
3) Edukasi
a. Jelaskan mengenai kondisi dan
pilihan terapi atau pengobatan
b. Ajarkan terapi relaksasi
c. Ajarkan terapi pernapasan
d. Ajarkan teknik distraksi, dan
imajinasi terbimbing
4) Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgesic,
antipruritus, antihistamin (bila
perlu)
3. Terapi relaksasi
1) Observasi
a. Identifikasi penurunan tingkat
energy, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain
yang mengganggu kemampuan
kognitif
b. Identifikasi teknik relaksasi yang
pernah efektif digunakan
c. Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
d. Periksa ketegangan otot, frekuensi
nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah latihan
e. Monitor respons terhadap terapi
relaksasi
2) Terapeutik
a. Ciptakan lingkungan yang tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang yang
nyaman
b. Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
3) Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi yang
tersedia
b. Anjurkan mengambil posisi yang
nyaman
c. Anjrkan rileks dan merasan
sensasi relaksasi
4. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan yang telah ditentukan). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui
berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak
pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua
tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.

5. Evaluasi
Evaluasi dapat di bedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi
proses dievaluasi selesai melakukan tindakan, dan evaluasi hasil berdasarkan
rumusan tujuan terutama kriteria hasil. Hasil evaluasi memberikan acuan tentang
perencanaan lanjutan terhadap masalah nyeri yang di alami oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2013). KeperawatanMedikal Bedah. EGC: Jakarta

Hidayat, A. A (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan


Proses Keperawatan, Buku 1, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA Internasional Inc. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi


2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat PPNI.

PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat PPNI.

PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat PPNI.

Rahmawati, I. R., Widyawati, I. Y., & Hidayati, L. (2019). Kenyamanan Pasien Pre
Operasi Di Ruang Rawat Inap Bedah Marwah Rsu Haji Surabaya. Critical,
Medical and Surgical Nursing Journal, 4(1).

Syamsiah, N., & Muslihat, E. (2015). Pengaruh terapi relaksasi autogenik


terhadaptingkat nyeri akut pada pasien abdominal pain Di IGD RSUD
Karawang 2014. Jurnal Keperawatan BSI, 3(1).
Pathway

Mekanik

1. Kerusakan
intergument Kram abdomen, diare,
Stimulus Nyeri
2. Trauma jaringan dan muntah
3. Perubahan

Tumor/kanker Spasme Otot Termal

Dingin Panas

Impuls Nyeri

Konsus Dorsalis

Medula Spinalis

Thalamus
Skala Nyeri

Korteks Selebri

Timbul Nyeri

Nyeri Akut Nyeri Kronis

Anda mungkin juga menyukai