4 Pemeriksaan Khusus
Terdapat berbagai sistem yang dapat digunakan untuk menilai aktifitas LES
yang mengombinasikan kondisi klinis dan hasil laboratorium, antara lain the systemic
lupus activity measure (SLAM), systemic lupus erythematosus disease activity index
(SLEDAI), the European consensus lupus activity measurement (ECLAM) dan the
British isles lupus assessment group (BILAG. Namun sistem skor yang praktis dan
banyak digunakan dalam aplikasi klinis adalah SLEDAI. Sistem skor ini mudah
digunakan, bahkan pemantau pemula sekalipun. Sistem ini memiliki variabel yang
relatif sedikit dan sederhana sehingga dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat.
Meskipun mudah dilakukan, skor SLEDAI sensitif terhadap perubahan aktivitas
penyakit. Pemantauan skor SLEDAI dapat dilakukan setiap 3-6 bulan atau ketika
adanya perubahan aktivitas penyakit. Berikut adalah sistem skor SLEDAI. (Saleh
dkk., 2016)
Apabila ditemukan bahwa tes ANA positif, dapat dilakukan tes lainnya yang
digunakan untuk lebih menegakan diagnosis. Tes tersebut adalah tes antibody
terhadap antigen nuklear spesifik termasuk antibodi anti Sm, RO/SS-A dan La/SS-B.
Pemeriksaan ini dikenal dengan profil ANA/ENA. (Akib dkk., 2010; Kuhn dkk.,
2015)
3.6 Diagnosis
Berbagai kriteria diagnosis klinis penyakit lupus telah diajukan akan tetapi yang
paling banyak digunakan adalah kriteria menurut American College of Rheumatology
(ACR). Doagnosis LESditegakan apabila terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria
ACR tersebut. (Akib dkk., 2010; Bersias dkk., 2011)
Kriteria Batasan
Gangguan renal
Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+ bila tidak
dilakukan pemeriksaan kuantitatif Atau
Silinder seluler : dapat berupa silinder eritrosit, hemoglobin,
granular, tubular atau campuran.
Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer,
Penyakit LES adalah penyakit kronik yang ditandai dengan remisi dan relaps.
Terapi suportif terhadap pasian dengan LEStidak dapat dianggap remeh, Edukasi bagi
orangtua dan anak penting dalam merencanakan program terapi yang dilakukan.
Selain itu program rehabilitasi terhadap pasien dengan LES dapat membantu pasien
kembali dengan pekerjaan sehari sehari. Selain kedua terapi tersebut, terapi
farmakologi berperan paling penting dalam tatalaksana pasien dengan SLE.
Penurunan masa otot hingga lebih dari 30% dapat terjadi pada pasien dengan
LES karena kondisi immobilitas selama kurang lebih 2 minggu. Latihan latihan untuk
mempertahankan stabilitas sendi sangatlah diperlukan agar pasien LES dapat
beraktifitas sebagaimana mestinya. (Akib dkk., 2010; Kuhn dkk., 2015; Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2011)
2. Glukokortikoid
Glukokortikoid digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien
dengan LES. Meski dihubungkan dengan munculnya banyak laporan efek
samping, glukokortikoid tetap merupakan obat yang banyak dipakai
sebagai antiinflamasi dan imunosupresi. Pada manifestasi minor LES,
seperti arthritis, serositis dan gejala konstitusional. Dosis dan frekuensi
terapi inisial bergantung pada keparahan penyakit dan sistem organ yang
terkena. Dosis rendah dapat mengatasi demam, dermatitis, artritis dan
serrositis, sedangkan dosis tinggi dapat mengatasi anemia hemolitik akut,
gangguan SSP, penyakit paru dan lupus nefritis. Setelah mengatasi
manifestasi akut, dosis glukokortikoid harus diturunkan secara perlahan
disertai pemantauan klinis dan laboratorium.
3. Siklofosfamid
Dapus
Akib, A., Munasir, Z. and Kurniati, N., 2010. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. 2nd
ed. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, pp.345-372.
Bersias G, Cervera R, Boumpas DT. Systemic Lupus Erythematosus: Pathogenesis
and Clinical Features. EULAR Textbook on Rheumatic DIseases. 2012:p476-505.
Available at:
https://www.eular.org/myuploaddata/files/sample%20chapter20_mod%2017.pdf
Kuhn A, Bonsmann G, Anders HJ, Herzer P, Tenbrock K, Schneider M. The
Diagnosis and Treatment of Systemic Lupus Erythematosus. Deutsches Azteblatt
International. 2015; 112:423-32
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus
Sistemik. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2011