Anda di halaman 1dari 9

3.

4 Pemeriksaan Khusus

Terdapat berbagai sistem yang dapat digunakan untuk menilai aktifitas LES
yang mengombinasikan kondisi klinis dan hasil laboratorium, antara lain the systemic
lupus activity measure (SLAM), systemic lupus erythematosus disease activity index
(SLEDAI), the European consensus lupus activity measurement (ECLAM) dan the
British isles lupus assessment group (BILAG. Namun sistem skor yang praktis dan
banyak digunakan dalam aplikasi klinis adalah SLEDAI. Sistem skor ini mudah
digunakan, bahkan pemantau pemula sekalipun. Sistem ini memiliki variabel yang
relatif sedikit dan sederhana sehingga dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat.
Meskipun mudah dilakukan, skor SLEDAI sensitif terhadap perubahan aktivitas
penyakit. Pemantauan skor SLEDAI dapat dilakukan setiap 3-6 bulan atau ketika
adanya perubahan aktivitas penyakit. Berikut adalah sistem skor SLEDAI. (Saleh
dkk., 2016)

Gambar ... Sistem Skoring SLEDAI


3.5 Pemeriksaan Penunjang

Apabila berdasarkan pemeriksaan didapatkan manifestasi klinis yang


menyerupai dengan SLE, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat
membantu untuk menegakan diagnosis. Beberapa pemeriksaan penunjang
laboratorium yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis dari LESadalah:
(1) Pemeriksaan Indikator Inflamasi: fase akut akan menunjukan peningkatan
indicator inflamasi, seperti laju endap darah, hipergamaglobulinemia
poliklonal dan alfa 2-globulin serum.
(2) Hematologi: anemia ringan sampai sedang sering dijumpai pada anak
dengan SLE, dan biasanya sesuai dengan tipe penyakit kronik, disertai
dengan penurunan serum besi. Selain itu sering dijumpai trombositopenia
serta leukopenia.
(3) Pemeriksaan Serum Kreatinin
(4) Urinalisis
(5) Serologi Antinuklear antibody (ANA test), anti-dsDNA, komplemen (C3,
C4)
(6) Foto polos thorax

Apabila ditemukan bahwa tes ANA positif, dapat dilakukan tes lainnya yang
digunakan untuk lebih menegakan diagnosis. Tes tersebut adalah tes antibody
terhadap antigen nuklear spesifik termasuk antibodi anti Sm, RO/SS-A dan La/SS-B.
Pemeriksaan ini dikenal dengan profil ANA/ENA. (Akib dkk., 2010; Kuhn dkk.,
2015)

3.6 Diagnosis

Berbagai kriteria diagnosis klinis penyakit lupus telah diajukan akan tetapi yang
paling banyak digunakan adalah kriteria menurut American College of Rheumatology
(ACR). Doagnosis LESditegakan apabila terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria
ACR tersebut. (Akib dkk., 2010; Bersias dkk., 2011)

Tabel ... Diagnosis LESberdasarkan American College of Rheumatology (ACR)

Kriteria  Batasan

Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar


Ruam malar
dan cenderung tidak melibatkan lipat nasolabial.
Palt eritema menonjol dengan keratotik dan sumbattan folikular.
Ruam discoid
Pada LES lanjut dapat ditemukan parut atrofik.

Ruam kulit yang diakbibatkan reaksi abnormal terhadap sinar


Fotosentitifitas matahari, baik dari anamnesis pasien atau dilihat oleh dokter
pemeriksa.

Serosiis Pleuritis Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritc friction rub yang di dengar


  oleh dokter pemeriksa atau terdapat bukti efusi pleura

Perikarditis Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial friction rub atau


  terdapat bukti efusi pericardium.

Gangguan renal
Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+ bila tidak
  dilakukan pemeriksaan kuantitatif Atau
   Silinder seluler : dapat berupa silinder eritrosit, hemoglobin,
granular, tubular atau campuran.
 

Kejang yang bukan disebabkan oelh obat-obatan atau gangguan


Gangguan neurologi meabolik (misal uremia, ketoasidesis, atau ketidak-seimbangan
elektrolit).atau Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan
atau gangguan metabolic (misal uremia, ketoasidesis, atau
ketidak-seimbangan elektrolit).

Anemia hemolitik dengan retikulosis atau  


Lekopenia <4.000/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau lebih
atau
Gangguan Hematologik
Limfopenia <1.500/mm3 Pada dua kali pemeriksaan atau lebih
 
atau
Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa disebabkan oleh obat-
obatan

Gangguan imunologik Anti-DNA: antibody terhadap notive DNA dengan titer yang


abnormal atau
 
 Anti-Sm: terdapatnya antobodi terhadap anigen nuclear Sm atau
 Semua positif terhadap anibodi antifosfolipid yang didasarkan
atas :
1.   Kadar serum antibodi anikardiolipin abnormal baik lgG   atau
lgM
2.   Tes lupus antikoagulan positif menggunakan metode standar,
atau
3.   Hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis sekurang-
kurangnya selama 6 bulan dan dikonfimrasi dengan test
imobilisasi Treponema pallidum atau tes fluoresensi absorpsi
antibodi treponema.

Tier abnormal dari antibodi anti-nuklear berdasarkan


Antibodi antinuclear pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada
Positif (ANA) setiap kurun waktu perjalanan penyakit tanpa keterlibatan obat
  yang diketahui berhubungan dengan sindroma lupus yang di
induksi obat.

Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer,

  ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau efusia.

3.7 Tatalaksana SLE

Penyakit LES adalah penyakit kronik yang ditandai dengan remisi dan relaps.
Terapi suportif terhadap pasian dengan LEStidak dapat dianggap remeh, Edukasi bagi
orangtua dan anak penting dalam merencanakan program terapi yang dilakukan.
Selain itu program rehabilitasi terhadap pasien dengan LES dapat membantu pasien
kembali dengan pekerjaan sehari sehari. Selain kedua terapi tersebut, terapi
farmakologi berperan paling penting dalam tatalaksana pasien dengan SLE.

3.7.1 Edukasi dan Konseling

Pasien memerlukan pengetahuan akan masalah aktivitas fisik, mengurangi


atau mencegah kekambuhan dengan ,elindungi kulit dari paparan sinar matahari serta
melakukan latihan teratur. Berikut adalah tabel edukasi terhadap pasien dengan LES
yang dibuat oleh Perhimpunan Reumatologi Indonesia
Tabel... Edukasi terhadap pasien dengan SLE

3.7.2 Program Rehabilitasi

Penurunan masa otot hingga lebih dari 30% dapat terjadi pada pasien dengan
LES karena kondisi immobilitas selama kurang lebih 2 minggu. Latihan latihan untuk
mempertahankan stabilitas sendi sangatlah diperlukan agar pasien LES dapat
beraktifitas sebagaimana mestinya. (Akib dkk., 2010; Kuhn dkk., 2015; Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2011)

3.7.3 Tatalaksana Farmakologis

1. Obat anti-inflamasi non steroid (OAINS)

Peran utama OAINS dalam LES adalah mengatasi keluhan


muskuloskeletal seperti mialgia, artralgia atau artritis. Slsilat cenderung
menimbulkan peningkatan kadar transaminase serum maka fungsi hati
harus dipantau secara teratur. Salisilat merupakan kontra-indikasi unutuk
trombositopenia dan gangguan hemostasis. (Akib dkk., 2010; Kuhn dkk.,
2015; Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011)

2. Glukokortikoid
Glukokortikoid digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien
dengan LES. Meski dihubungkan dengan munculnya banyak laporan efek
samping, glukokortikoid tetap merupakan obat yang banyak dipakai
sebagai antiinflamasi dan imunosupresi. Pada manifestasi minor LES,
seperti arthritis, serositis dan gejala konstitusional. Dosis dan frekuensi
terapi inisial bergantung pada keparahan penyakit dan sistem organ yang
terkena. Dosis rendah dapat mengatasi demam, dermatitis, artritis dan
serrositis, sedangkan dosis tinggi dapat mengatasi anemia hemolitik akut,
gangguan SSP, penyakit paru dan lupus nefritis. Setelah mengatasi
manifestasi akut, dosis glukokortikoid harus diturunkan secara perlahan
disertai pemantauan klinis dan laboratorium.

Kortikosteroid dipilih berdasarkan potensi dan waktu paruh yang


disesuaikan dengan kondisi penderita. Pada prinsipnya dipilih jenis obat
yang mempunyai efek antiinflamasi yang kuat dengan waktu paruh
sependek mungkin, dan efek samping yang sesedikit mungkin, dalam
dosis minimum dan mudah dipergunakan. Obat yang paling memenuhi
kriteria diatas adalah prednisolon dengan alternatif prednison atau
metilprednisolon. Berikut adalah tabel terapi glukokortikoid pada anak
dengan SLE. (Akib dkk., 2010; Kuhn dkk., 2015; Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2011)

Tabel ... Pemberian glukokortikoid pada anak dengan SLE

Terapi inisial (4-6 Minggu pertama)


Prednisolon oral 15-60mg/hari (0.5-
2mg/KgBB/hari), minimal dalam
2 dosis terbagi (tergantung pada
keparahan dan tipe organ yang
terlibat)
Metilprednisolon IV Indikasi untuk penyakit berat 30
mg/KgBB/hari, selama 60 menit,
3 hari berturut turut, dilanjutkan
pemberian prednisolon oral setiap
hari
Dosis tapering prednison
Apabila dosis 20-60 mg/hari Diturunkan 2,5-5 mg/minggu
Apabila dosis 10-20 mg/hari Diturunkan 1-2,5 mg/minggu
Apabila dosis <10mg/hari DIturunkan 0,5-1mg/minggu

3. Siklofosfamid

Indikasi pemberian siklofosfamid pada pasien dengan LES adalah


sebagai berikut:
a) Penderita LES yang membutuhkan steroid dosis tinggi (steroid
sparing agent)
b) Penderita LES yang dikontraindikasikan terhadap steroid dosis tinggi
c) Penderita LES kambuh yang telah diterapi dengan steroid jangka
lama atau berulang
d) Glomerulonefritis difus awal
e) LES dengan trombositopenia yang resisten terhadap steroid
f) Penurunan laju filtrasi glomerulus atau peningkatan kreatinin serum
tanpa adanya faktor-faktor ekstrarenal lainnya
g) LES dengan manifestasi susunan saraf pusat
Bolus siklofosfamid intravena 0,5-1 gr/m2 dalam 150 ml NaCl 0,9%
selama 60 menit diikuti dengan pemberian cairan 2-3 liter/24 jam
setelah pemberian obat, banyak digunakan secara luas pada terapi
LES. Siklofosfamid diberikan selama 6 bulan dengan interval 1 bulan,
kemudian tiap 3 bulan selama 2 tahun. Selama pemberian
siklofosfamid, dosis steroid diturunkan secara bertahap dengan
memperhatikan aktifitas lupusnya. Pada penderita dengan penurunan
fungsi ginjal sampai 50%, dosis siklofosfamid diturunkan sampai 500-
750 mg/m
Setelah pemberian siklofosfamid, jumlah leukosit darah harus
dipantau. Bila jumlah leukosit mencapai 1500/ml, maka dosis
siklofosfamid berikutnya diturunkan 25%. Kegagalan menekan jumlah
leukosit sampai 4000/ml menunjukkan dosis siklofosfamid yang tidak
adekuat sehingga dosisnya harus ditingkatkan 10% pada pemberian
berikutnya. (Akib dkk., 2010; Kuhn dkk., 2015; Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2011)

Dapus
Akib, A., Munasir, Z. and Kurniati, N., 2010. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. 2nd
ed. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, pp.345-372.
Bersias G, Cervera R, Boumpas DT. Systemic Lupus Erythematosus: Pathogenesis
and Clinical Features. EULAR Textbook on Rheumatic DIseases. 2012:p476-505.
Available at:
https://www.eular.org/myuploaddata/files/sample%20chapter20_mod%2017.pdf
Kuhn A, Bonsmann G, Anders HJ, Herzer P, Tenbrock K, Schneider M. The
Diagnosis and Treatment of Systemic Lupus Erythematosus. Deutsches Azteblatt
International. 2015; 112:423-32
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus
Sistemik. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2011

Saleh A, Kurniati N, Syarif B. Penilaian Aktivitas Penyakit Lupus Eritematosus


Sistemik dengan Skor SLEDAI di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Sari
Pediatri. 2016;16(4):292.

Anda mungkin juga menyukai