2020
i
KARAKTERISTIK INFEKSI METHICILIN
RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS (MRSA)
PADA PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT BALI
MANDARA TAHUN 2018 - 2019
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. dr. Komang Januartha Putra Pinatih, M.Kes Dr. dr. Ni Nyoman SriBudayanti,Sp.MK
NIP. 196701221996011001 NIP. 196810231998022001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
ii
Halaman Penetapan Panitia Penguji Usulan Penelitian
Usulan Penelitian Ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji
pada Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Pendidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana
pada Tanggal 26 November 2020
iii
KATA PENGANTAR
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nya, laporan skripsi yang berjudul
Rawat Inap Rumah Sakit Bali Mandara Tahun 2018-2019” ini dapat diselesaikan.
yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Komang Januartha Putra Pinatih, M.Kes
saran selama penyelesaian kajian pustaka ini. Ucapan terima kasih juga penulis
penguji yang telah menguji dengan memberikan kritik dan saran. Terima kasih
kepada rekan mahasiswa dan keluarga penulis yang telah memberikan semangat
dan dorongan selama menyelesaikan kajian pustaka ini. Tanpa semua pihak yang
telah membantu, maka kajian pustaka ini tidak akan terselesaikan dengan baik.
Harapan penulis semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian kajian pustaka ini.
Akhir kata, semoga usulan penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam
Penulis
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
tulis yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
v
KARAKTERISTIK INFEKSI METHICILIN RESISANT
STAPHYLOCOCCUS AUREUS (MRSA) PADA PASIEN RAWAT INAP
RUMAH SAKIT BALI MANDARA TAHUN 2018 - 2019
I Made Yogiswara Karang1, Komang Januartha Putra Pinatih2, Ni Nyoman Sri
Budayanti2
1. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2. Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
e-mail: karang.suara@me.com
ABSTRAK
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang dirawat di Ruang Rawat
Inap RSUD Bali Mandara didominasi oleh perempuan dengan proporsi sebesar
58,3% dan 41,7% berjenis kelamin laki-laki. Pasien dengan usia diatas 64 tahun
memiliki proporsi yang paling tinggi (33,3%). Pasien dengan penyakit penyerta
diabetes mellitus ditemukan paling banyak (50%). Sebanyak 83,3% dari 12 sampel
memiliki rentang lama perawatan lebih dari 2 hari dengan rata rata sebesar 8 hari.
Antibiotik golongan sefalosporin adalah antibiotik yang digunakan paling sering
pada kasus MRSA di RSUD Bali Mandara. Seluruh sampel (100%) menggunakan
antibiotik golongan ini. Tindakan invasif terapeutik lebih sering ditemukan pada
kasus infeksi MRSA dengan proporsi (83,3%) dan (50,0%) dengan tindakan invasif
diagnostik.
Simpulan : Kasus infeksi mrsa di Rumah Sakit Bali Mandara pada tahun 2018-
2019 paling banyak merupakan perempuan dengan rentang umur diatas 64 tahun
memiliki penyakit komorbid diabetes melitus.
vi
ABSTRACT
Introduction: Along with the development of science regarding the management
of hospital environments, the number of cases of mrsa infection has actually
increased. Regardless of whether the infection is a nosocomial mass infection (HA-
MRSA) or community acquired infection (CA-MRSA). However, HA-MRSA has
been reported to have a worse prognosis than CA-MRSA. Therefore, I aim to
describe the characteristics of MRSA infection patients, based on age, sex,
occupation, history of disease, length of stay, antibiotics, and invasive measures at
Bali Mandara Hospital, so that in the future it is hoped that it can help public health
workers in managing patients with MRSA infection especially in Denpasar.
Results: The results showed that the patients treated in the Inpatient Room at the
Bali Mandara Hospital were dominated by women with the proportion of 58.3%
and 41.7% male. Patients over 64 years of age had the highest proportion (33.3%).
Patients with comorbidities diabetes mellitus were found to be the most (50%). As
many as 83.3% of the 12 samples had a length of treatment of more than 2 days
with an average of 8 days. Cephalosporin antibiotics are the antibiotics used most
often in cases of MRSA at Bali Mandara Hospital. All samples (100%) used this
class of antibiotics. Therapeutic invasive measures were more frequently found in
cases of MRSA infection with a proportion (83.3%) and (50.0%) with diagnostic
invasive measures.
vii
DAFTAR ISI
viii
2.3.2 MEKANISME MRSA .................................................... 17
2.3.2.1 STAPHYLOCOCCAL CASSETE
CHROMOSOME ................................................. 17
2.3.2.2 mecA.................................................................... 18
2.3.3 IDENTIFIKASI .............................................................. 19
2.4 HOSPITAL ACQUIRED INFECTION ........................................ 20
2.4.1 DEFINISI HOSPITAL ACQUIRED INFECTION .......... 20
2.4.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ............................ 21
BAB III KERANGKA DAN KONSEP PENELITIAN ...................................... 18
3.1 KERANGKA BERFIKIR ........................................................... 24
3.2 KONSEP PENELITIAN ............................................................. 25
BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................... 26
4.1 RANCANGAN PENELITIAN ................................................... 26
4.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ..................................... 26
4.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN ................................ 26
4.3.1 POPULASI TARGET ..................................................... 26
4.3.2 POPULASI TERJANGKAU ........................................... 26
4.4 SAMPEL PENELITIAN............................................................. 27
4.4.1 KRITERIA INKLUSI ..................................................... 27
4.4.2 KRITERIA EKSLUSI ..................................................... 27
4.5 TEKNIK PENGUMPULAN SAMPEL PENELITIAN ............... 27
4.6 VARIABEL PENELITIAN ........................................................ 27
4.7 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL ................................... 27
4.8 INSTRUMEN PENELITIAN ..................................................... 31
4.9 CARA PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA ...................... 31
4.10 ALUR PENELITIAN ................................................................. 32
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 27
5.1 HASIL PENELITIAN ................................................................ 33
5.1.1 KARAKTERISTIK SAMPEL ......................................... 33
5.1.2 KARAKTERISTIK PASIEN INFEKSI MRSA
BERDASARKAN JENIS KELAMIN ............................. 35
ix
5.1.3 KARAKTERISTIK PASIEN INFEKSI MRSA
BERDASARKAN USIA ................................................. 36
5.1.4 KARAKTERISTIK PASIEN INFEKSI MRSA
BERDASARKAN PEKERJAAN .................................... 36
5.1.5 KARAKTERISTIK PASIEN INFEKSI MRSA
BERDASARKAN RIWAYAT PENYAKIT ................... 37
5.1.6 KARAKTERISTIK PASIEN INFEKSI MRSA
BERDASARKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ........ 37
5.1.7 KARAKTERISTIK PASIEN INFEKSI MRSA
BERDASARKAN TINDAKAN INVASIF ..................... 38
5.1.8 KARAKTERISTIK PASIEN INFEKSI MRSA
BERDASARKAN LAMA RAWAT INAP ..................... 39
5.2 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ..................................... 39
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 44
6.1 SIMPULAN ............................................................................... 44
6.2 SARAN ...................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 46
LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR SINGKATAN
aureus
Staphylococcus aureus
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak ditemukan pada tahun 1910 oleh Paul Enrich, antibiotik menjadi obat
morbiditas yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Infeksi yang disebabkan oleh
sebagainya dapat diatas dengan mudah karena antibiotik. Tidak hanya untuk
munculnya infeksi bakteri yang ditimbulkan oleh luka pasca operasi. Oleh karena
pengunaan antibiotik ke arah yang tidak tepat ataupun tidak rasional untuk penyakit
perkembangan bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Infeksi oleh bakteri yang
penanganan infeksi tersebut menjadi sulit diobati dan berpengaruh terhadap biaya
besar dalam dunia kesehatan. Resistensi antibiotik ini dipengaruhi oleh beberapa
1
faktor, diantaranya adalah meningkatnya frekuensi penggunaan antibiotik dalam
antibiotik di waktu yang akan datang. Salah satu bentuk dari resistensi antibiotik
aureus terhadap antibiotik golongan penisilin atau biasa disebut dengan bakteri
Pada tahun 1940-an dan 1950-an, infeksi Staphylococcus aureus, yang pada
awal ditemukan diakibatkan oleh infeksi nosoklomial pada luka operasi superficial,
dapat diobati dengan sukses hanya dengan menggunakan penisilin. Namun saat ini,
penisilin yang berlebihan dan tidak rasional, hampir semua galur telah resisten
terhadap penisilin, dan banyak yang resisten terhadap nafsilin, hanya menyisakan
pilihan antibiotik spektrum sempit, seperti vankomisin, yang masih berguna untuk
perubahan genetik yang disebabkan oleh paparan terapi antibiotik yang tidak
rasional. Oleh sebab itu sangat penting untuk mempelajari faktor predisposisi yang
terkait dengan infeksi MRSA baik itu MRSA nosokomial maupun MRSA
2
1.2 Rumusan Masalah
pekerjaan, riwayat penyakit, lama rawat inap, pemberian antibiotik, dan tindakan
2018 – 2019.
yang berupa usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat penyakit, lama rawat inap,
pemberian antibiotik, dan tindakan invasif, di RSUD Bali Mandara periode 2018 –
2019
kelamin, pekerjaan, riwayat penyakit, lama rawat inap, pemberian antibiotik, dan
yang dapat digunakan untuk merencanakan program ataupun strategi dalam upaya
3
3. Mendorong untuk diadakannya penelitian lebih lanjut mengenai infeksi
selanjutnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
anggur) dan coccus (bulat). Bakteri sering ditemukan sebagai flora normal
di kulit dan selaput lendir pada manusia. Beberapa jenis bakteri ini dapat
aureus bersifat tahan panas dan masih aktif setelah dipanaskan pada suhu
ditemukan sebagai bakteri flora normal manusia, yang terletak di kulit dan
biasanya tidak menyebabkan infeksi pada kulit yang sehat, namun jika
5
dibiarkan memasuki aliran darah atau jaringan internal, bakteri ini dapat
dalam kelompok yang berbentuk "seperti anggur." Pada media agar, koloni
ini sering berwarna keemasan atau kuning (aureus berarti emas atau
(fakultatif) dan pada suhu antara 18 C atau 40 C. Tes identifikasi biokimia
B. Epidemiologi
6
dapat ditularkan dari individu ke individu melalui kontak langsung atau
C. Patofisiologi
infeksi kulit dan jaringan lunak seperti, impetigo, folikulitis, furunkel, bisul,
selulitis, sindrom kulit tersiram air, dan lainnya. Hal ini bergantung pada
galur yang terlibat dan tempat infeksi. Bakteri ini dapat menyebabkan
diperantarai oleh protein yang terkait dengan dinding sel bakteri seperti
7
hemolysin, dan infeksi lebih umum terjadi setelah infeksi virus influenza
1. Katalase
Salah satu dari enzim yang dihasilkan, adalah katalase yang sangat berguna
antara beberapa organisme yang dapat tumbuh dengan oksigen. Hal ini
2. Koagulase
Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat, karena
adanya faktor koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan enzim
3. Hemolisin
8
hemolisin, beta hemolisin, dan delta hemolisin. Alfa hemolisin adalah toksin
koloni S. aureus pada medium agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan
nekrosis pada kulit hewan dan manusia. Beta hemolisin adalah toksin yang
menyebabkan lisis pada sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan delta
hemolisin adalah toksin yang dapat melisiskan sel darah merah manusia dan
kelinci, tetapi efek lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba
sebagai faktor virulensi penting dalam nekrosis penyakit. PVL adalah dua
komponen racun pembentuk pori, yang bekerja terutama pada neutrofil. Hal
ini diungkapkan oleh hanya sebagian kecil dari S. aureus tipe liar isolat (2-
3%), tetapi sangat lazim di S. aureus yang diisolasi dari infeksi nekrosis.
5. Toksin eksfoliatif
virulensi yang sangat menarik dari S. aureus. Protein serin yang sangat
9
manifestasi klinis dari Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS).
Terdapat dua serotipe dari Toksin Eksofoliatif yaitu ETA dan ETB. ETA
lebih sering ditemukan, dan dinyatakan oleh lebih dari 80% dari galur
penghasil racun. Hanya di Jepang, galur produksi ETB lebih umum daripada
Ini merupakan ekspresi yang paling fulminan dari spektrum penyakit yang
7. Enterotoksin Stafilokokus
terkait dan berbagi urutan homologi. Protein ini diketahui bersifat pirogenik
A. Definisi
Antibiotika, yang pertama kali ditemukan oleh Paul Ehlrich pada 1910,
sampai saat ini masih menjadi obat andalan dalam penanganan kasus-kasus
10
peningkatan yang luar biasa, hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi
juga menjadi masalah di negara maju seperti Amerika Serikat. The Center
antibiotik memberikan manfaat yang tidak perlu diragukan lagi. Namun bila
diganti dengan obat-obatan lini kedua atau bahkan lini ketiga. Hal ini jelas
akan merugikan pasien, karena antibiotika lini kedua maupun lini ketiga
terjadi kekebalan kuman terhadap antibiotika lini kedua dan ketiga. Disisi
berlanjut tersebar luas, dunia yang sangat telah maju dan canggih ini akan
11
kembali ke masa-masa kegelapan kedokteran seperti sebelum ditemukannya
dan penemuan antibiotika baru. Saat ini sedang digalakkan kampanye dan
tepat, lama penggunaan yang tepat serta biaya yang tepat (Frieri, 2011).
12
Plasmid dan episom adalah bentuk faktor kekebalan yang dipindahkan.
kromosom DNA, sehingga disebut DNA non kromosom. Bagian yang dapat
B. Mekanisme
mencapai target kedalam sel bakteri. Bakteri gram negatif mempunyai outer
lubang pori dari outer membrane tersebut tidak bersifat selektif maka satu
mutasi dari pori tersebut dapat menghambat masuknya lebih dari satu jenis
13
Ada berbagai mekanisme yang menyebabkan suatu populasi bakteri
beta laktam dari penisilin sehingga penisilin tidak aktif lagi bekerja. (Kapoor
merusak sistem ribosom sub unit 30S. Bila oleh suatu hal,tempat/lokus kerja
obat pada ribosom sub unit 30S berubah, maka bakteri tidak lagi sensitif
tidak memerlukan PABA dari luar sel, tapi dapat menggunakan asam folat,
14
lebih besar terhadap sulfonamida dibandingkan dengan PABA sehingga
A. Definisi
yang signifikan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Infeksi MRSA
kerap dihubungkan dengan waktu rawat inap yang lebih lama, yang dapat
morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan MRSA dapat dilihat ketika
lainnya (Gambar 1A) dan lebih banyak kematian per tahun daripada AIDS
(Green, 2012).
15
Gambar 1A. Grafik A menunjukan kasus infeksi di Amerika Serikat, Grafik B menunjukan kasus kematian di Amerika Serika
(Green, 2012)t
olahraga, klinik, dan masyarakat. Galur MRSA yang terkait dengan rumah
Kondisi terkait MRSA invasif yang paling sering dilaporkan termasuk syok
dan selulitis (6%). Galur yang terkait dengan masyarakat disebut sebagai
16
penggunaan penicillin. Awal tahun 1950, dikembangkan satu jenis pencillin
methicillin dan mulai digunakan pada tahun 1959. Satu tahun setelah itu,
MRSA pertama kali dideteksi dan terjadi kegagalan terapi pertama dari
B. Mekanisme
bakteri dengan menghambat sintesis dinidng sel. Hal ini disebabkan oleh
membawa kompleks gen mec (mec); (2) membawa kompleks gen ccr (ccr);
17
pengulangan langsung, di kedua ujungnya; dan (4) diintegrasikan pada
mecA
2a adalah protein pengikat penisilin (PBP), atau enzim dinding sel bakteri
(dan antibiotik lain yang berasal dari penisilin) bila dibandingkan dengan
PBP lain, sehingga PBP-2A terus mengkatalisasi sintesis dinding sel bakteri
hampir di atas ambang batas MIC dari strain yang rentan. Namun, sub-
populasi sel yang sangat resisten juga hadir dalam kultur ini dengan nilai-
18
nilai dan frekuensi MIC yang merupakan karakteristik dari strain MRSA
stabil dari strain MRSA tertentu. Isolat awal MRSA awal dari Inggris dan
diidentifikasi di antara isolasi kontemporer MRSA baik dari rumah sakit dan
C. Identifikasi
200 isolat S. aureus oleh difusi cakram oxacillin, difusi cakram cefoxitin,
oxacillin screen agar test, uji aglutinasi lateks dan pertumbuhan pada
CHROMagar. PCR untuk deteksi gen mecA diambil sebagai gold standart.
metode yang dapat diandalkan untuk deteksi MRSA tetapi harus dilengkapi
oxacillin screen agar testing sehingga tidak ada MRSA yang terlewat (Datta
et al., 2011)
19
Tabel 2.1 Perbedaan HA-MRSA dengan CA-MRSA (Weigelt, 2010)
kecuali beta-laktam
A. Definisi
infeksi yang didapat selama perawatan di rumah sakit yang tidak ada atau
diinkubasi saat masuk rumah sakit. Infeksi yang terjadi lebih dari 48 jam
20
melakukan kultur dari mikro-organisme yang meng-infeksi tersebut.
(WHO, 2012)
maju dan negara yang miskin sumber daya. Infeksi yang diperoleh dalam
Mereka adalah masalah yang signifikan baik untuk pasien dan untuk
nosokomial. Saat ini, ebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita
masing-masing 7,7 dan 9,0% di Wilayah Eropa dan Pasifik Barat. (WHO,
2012)
infeksi saluran kemih, dan infeksi saluran pernapasan bawah. Studi WHO,
21
Microbial Agent
infektif. (WHO,2012)
bagian dari flora bakteri normal pada manusia, tetapi dapat menjadi patogen
22
dapat dimasukkan secara langsung ke jaringan atau tempat yang biasanya
steril seperti saluran kemih dan saluran pernapasan bawah. (WHO, 2012)
Resistensi Antibiotik
digunakan, bakteri yang kebal terhadap obat ini akhirnya muncul dan dapat
23
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN KERANGKA KONSEP
perubahan genetik yang disebabkan oleh paparan terapi antibiotik yang tidak
menginfeksi apabila terjadi suatu kondisi dimana dunia luar yang tidak steril
Galur MRSA yang terkait dengan rumah sakit disebut sebagai Hospital
didapat di rumah sakit. HA-MRSA dapat menyebabkan infeksi yang serius, seperti
infeksi pada aliran darah (bakteremia) dan paru-paru (pneumonia). Selain itu, HA-
MRSA memperpanjang waktu rawat inap dirumah sakit, meningkatkan biaya medis
sakit meliputi waktu rawat inap di rumah sakit tersebut, penggunaan antibiotik, dan
tindakan invasif. Faktor predisposisi yang berpengaruh secara tidak langsung ialah
Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk mengetahui seberapa besar
prevalensi serta faktor predisposisi apa saja yang besar mempengaruhi jumlah kasus
24
infeksi MRSA pada instalasi rawat inap Rumah Sakit Bali Mandara yang baru
Pasien MRS
MRSA
25
BAB IV
METODE PENELITIAN
Denpasar dengan sumber data yang diambil dari bulan januari 2018 sampai dengan
desember 2019.
dengan infeksi MRSA yang tercatat di instalasi rekam medis di RSUD Bali
Mandara.
26
Sampel dalam penelitian ini adalah populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yaitu
sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
b. Kriteria Eksklusi
dengan total sampling. Total sampling merupakan cara dalam pengambilan sampel
dimana penentuan jumlah sampel menggunakan populasi yang ada dalam batas
waktu yang telah ditentukan. Data yang digunakan adalah data rekam medis pasien
Adapun variabel yang akan diukur yaitu usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat
27
Definisi : Durasi rawat inap pasien terhitung dari hari pertama rawat inap
sampai terdiagnosis MRSA yang tercatat pada rekam medis. Waktu rawat
inap sepenuhnya memiliki faktor yang besar dalam infeksi MRSA. Ini
dikarenakan semakin lama waktu rawat inap pasien tersebut maka semakin
Acquired MRSA.
b. ≥ 2 hari
2. Penggunaan Antibiotik
b. Sefalosporin
c. Glikopeptida
d. Fluorokuinolon
e. Aminoglikosida
f. Meropenem
4. Tindakan Invasif
terapeutik.
2. Terapeutik
28
5. Usia
Definisi : Usia yang tercatat pada rekam medis pasien, dimana pembagian
b. 26 – 35 tahun
c. 36 – 45 tahun
d. 46 – 55 tahun
e. 56 – 64 tahun
f. ≥ 65 tahun
6. Jenis Kelamin
b. Perempuan
7. Riwayat Penyakit
Definisi : Riwayat penyakit lain yang menyertai selain dari penyakit utama
b. Diabetes melitus
d. Sepsis
29
e. Infeksi HIV
f. Pneumonia
8. Pekerjaan
Definisi : Mata pencaharian pasien dalam kehidupan sehari hari sebagai apa.
Apabila pasien bekerja di Rumah Sakit, tentu akan menambah faktor resiko.
b. Guru
c. PNS
d. Nelayan
e. Buruh
f. Wiraswasta
9. MRSA
medis tersebut disertai hasil kultur. Apabila dalam rekam medis tersebut
tidak disertai hasil kultur positif MRSA, data rekam medis dianggap tidak
30
Definisi : Merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
Hasil ukur : a. Rekam medis yang lengkap yaitu rekam medis pasien MRSA
di Rumah Sakit Bali Mandara tahun 2018 - 2019 yang berisikan data
mengenai usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat penyakit, lama rawat inap,
menggunakan perangkat lunak SPSS 22. Data yang sudah terkumpul akan diolah
dan disajikan dalam bentuk tabel yaitu tabel distribusi pasien dengan infeksi MRSA
berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat penyakit, lama rawat inap,
31
4.10 Alur Penelitian
Penyusunan Proposal
32
BAB V
Total pasien yang tercatat dalam rekam medis RSUD Bali Mandara yang
mengalami infeksi MRSA pada periode 2018-2019 serta telah memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi adalah sebanyak 12 orang. Pengambilan data pasien dicatat
SPSS ver. 23 untuk mengetahui karakteristik pasien infeksi MRSA di RSUD Bali
Mandara.
Tabel 5.1
Jenis Kelamin
Laki-Laki 5 (41,7)
Perempuan 7 (58.3)
Usia
<17 1 (8,3)
26-35 1 (8,3)
36-45 2 (16,7)
46-55 2 (16,7)
56-64 2 (16,7)
64> 4 (33,3)
Pekerjaan
33
Wiraswasta 3 (25)
Riwayat Penyakit
Hipertensi 2 (16,7)
Sepsis 3 (25)
Pneumonia 3 (25)
≥2 Hari 10 (83,3)
Penicilin 1 (8,3)
Sefalosporin 12 (100)
Glikopeptida 4 (33,3)
Fluorokuinolon 6 (50,0)
Glikopeptida 4 (33,3)
Meropenem 1 (8,3)
Diagnostik 6 (50,0)
Terapeutik 10 (83,3)
34
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang dirawat di Ruang Rawat
Inap RSUD Bali Mandara didominasi oleh perempuan dengan proporsi sebesar
58,3% dan 41,7% berjenis kelamin laki-laki. Pasien dengan usia diatas 64 tahun
memiliki proporsi yang paling tinggi yaitu 4 orang (33,3%). Pasien dengan penyakit
penyerta diabetes mellitus ditemukan paling banyak yaitu 6 orang (50%). Sebanyak
10 orang (83,3%) dari 12 sampel memiliki rentang lama perawatan lebih dari 2 hari
dengan rata rata sebesar 8 hari. Antibiotik golongan sefalosporin adalah antibiotik
yang digunakan paling sering pada kasus MRSA di RSUD Bali Mandara. Seluruh
invasif terapeutik lebih sering ditemukan pada kasus infeksi MRSA dengan
proporsi 10 orang (83,3%) dan 6 orang (50,0%) dengan tindakan invasif diagnostik.
khusunya di ruang instalasi rawat inap. Dari 12 sampel tersebut, didapatkan 5 orang
(42,7%) berjenis kelamin laki laki dan 7 (58,3%) orang berjenis kelamin
perempuan.
Laki-Laki
5 Orang (42,7%)
Perempuan
7 Orang (58,3%
35
5.1.3 Karakteristik Infeksi MRSA Berdasarkan Usia
Berdasarkan data yang didapat, usia termuda pada pasien yang mengalami
infeksi MRSA adalah 8 bulan, sedangkan usia tertua adalah 78 tahun. Dari seluruh
data yang terkumpul, rata-rata terbanyak pasien yang mengalami infeksi MRSA
0
<17 26-35 36-45 46-55 56-64 64>
Kelompok Usia
sebagai wiraswasta, 5 orang (41,7%) tidak bekerja dan 4 orang (33,3%) memiliki
pekerjaan selain variabel. Hal ini menunjukan bahwa dipopulasi tersebut, tidak
terdapat pasien dengan pekerjaan yang berisiko tinggi terpapar bakteri MRSA
5
4
3
2
1
0
Wiraswasta Tidak Bekerja Selain Pekerjaan Diatas
Pekerjaan
36
5.1.5 Karakteristik Infeksi MRSA berdasarkan Riwayat Penyakit
(50,0%) mengalami diabetes mellitus. Lalu diikuti oleh infeksi luka pasca operasi
yaitu sebanyak 5 orang (41,7%). Jumlah riwayat penyakit paling sedikit adalah
infeksi HIV dimana hanya terdapat 1 orang (8,3%) dari 12 sampel yang mengalami
infeksi MRSA.
6
5
4
3
2
1
0
Hipertensi Diabetes Infeksi Luka Sepsis Infeksi HIV Pneumonia Selain
Melitus Pasca Komorbid
Tindakan Diatas
Riwayat Penyakit
37
Grafik 5.5 Karakteristik Infeksi MRSA Berdasarkan Penggunaan Antibiotik
12
10
8
6
4
2
0
Golongan Antibiotik
penanganan yaitu berupa tindakan invasif terapeutik. Lalu, terdapat 6 orang (50%)
Diagnostik
6 Orang (37,5%
Terapeutik
10 Orang (62,5%)
38
5.1.8 Karakteristik Infeksi MRSA Berdasarkan Lama Rawat Inap
lebih dari sama dengan 2 hari. Sebanyak 2 orang (16,7%) dirawat kurang dari 2
hari. Hal ini menunjukan bahwa 10 orang (83,7%) tersebut memiliki risiko yang
<2 Hari
2 Orang (16,7%
≥2 Hari
10 Orang (83,7%)
5.2 Pembahasan
didapatkan 12 orang dengan infeksi MRSA di ruang instalasi rawat inap. Dari 12
sampel tersebut, didapatkan 5 orang (42,7%) berjenis kelamin laki laki dan 7
(58,3%) orang berjenis kelamin perempuan. Data yang didapatkan di Rumah Sakit
Bali Mandara, berbanding terbalik dengan data yang didapatkan oleh Pangestuti et
al, (2020) di RSUP dr, Sardjito Yogyakarta dimana didaptkan proporsi jenis
kelamin laki laki sebesar 57,3% dan 42,7% untuk perempuan. Namun Pangestuti et
al, (2020) tidak menyebutkan adanya hubungan yang kuat antara jenis kelamin dan
faktor risiko terjadinya infeksi MRSA. Hal ini juga berbanding terbalik dengan
penelitian yang dilakukan Kupfer et al, (2010) mengenai jenis kelamin laki laki
39
sebagai faktor risiko dari infeksi MRSA. Kupfer et al, (2010) menyebutkan, jenis
64 tahun keatas yaitu sebanyak 4 orang (33,3%). Meskipun pada penelitian yang
sebelumnya tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara umur dan faktor
risiko MRSA, namun menurut Siddiqui et al, (2020), umur lebih dari 65 tahun
memiliki risiko yang tinggi untuk dirawat di instalasi rawat inap karena penyakit
degeneratif. Hal ini tentu saja meningkatkan risiko untuk mendapatkan infeksi
MRSA dapatan rumah sakit (HA-MRSA). Oleh sebab itu, penelitian ini mendukung
wiraswasta, 5 orang (41,7%) tidak bekerja dan 4 orang (33,3%) memiliki pekerjaan
selain variabel. Namun penelitian ini tidak menunjukan bahwa dipopulasi tersebut,
terdapat pasien dengan pekerjaan yang berisiko tinggi terpapar bakteri MRSA.
Menurut Popovich et al, (2020), tenaga medis adalah salah satu pekerjaan dengan
risiko tinggi untuk terpapar MRSA. Hal ini dikarenakan, tenaga medis seringkali
infeksi MRSA. Dari penelitian Popovich et al, (2020), dari 66 tenaga medis yang
bekerja di ICU Rush Medical Center di Chicago, Amerika serikat yang diteliti, 6
orang menunjukan positif MRSA. Namun karena jumlah sampel yang sedikit,
(50,0%) mengalami diabetes mellitus. Dari 6 orang tersebut, terdapat 3 orang yang
40
disertai dengan diabetic foot. Menurut penelitian yang dilakukan Akhi et al, (2016)
secara keseluruhan, sebesar 15% pasien dengan diabetes mellitus memiliki risiko
tinggi untuk mengalami ulkus pada bagian kaki yang dimana hal tersebut sangat
adalah patogen yang sering ditemukan pada pasien diabetes dengan diabetic foot.
Apabila hal ini ditemani dengan penggunaan antibiotik yang tidak rasional, risiko
untuk bakteri tersebut menjadi resisten terhadap antibiotik sangatlah tinggg. Dari
penyakit kedua terbanyak setelah diabetes mellitus adalah infeksi luka pasca
operasi. Dari 12 sampel, terdapat 5 orang (41,7%) mengalami infeksi MRSA pada
luka pasca operasi. Hal ini terjadi karena kebiasaan rawat luka yang tergolong tidak
baik dan tidak higienis sehingga bakteri seperti MRSA akan sangat mudah
menginfeksi. Menurut Abdalla et al, (2019), infeksi luka pasca operasi adalah salah
satu kasus infeksi nosokomial yang paling sering terjadi di rumah sakit. Menurut
terdapat 42 sampel merupakan galur MRSA. Hal ini menunjukan bahwa infeksi
generasi ketiga ditemukan paling banyak. Ini berarti seluruh pasien dengan infeksi
MRSA di RSUD Bali Mandara dalam jangka waktu rawat inap, pernah mendapat
antibiotik tersebut. Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan landasan teori
41
MRSA. Namun karena penelitian ini tidak menyelidiki waktu dan alasan pemberian
antibiotik tersebut, maka hipotesis ini dapat ditolak. Kombinasi dengan penggunaan
tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gao et al, (2018), antibiotik
memiliki potensi yang baik dalam melawan bakteri MRSA baik secara in vitro
maupun in vivo. Penelitian ini membuktikan bahwa teori yang disebutkan oleh Gao
et al, (2018) benar adanya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUD Bali
sefalosporin dan glikopeptida pada dosis yang sesuai, dapat memiliki karakteristik
antimikroba secara in vitro dan dapat melawan bakteri seperti MRSA. Lalu juga
menurut guideline oleh CDC, pemberian antibiotik untuk MRSA yang memberikan
angka kesembuhan yang tinggi adalah vancomycin yang masuk kedalam golongan
Tindakan invasif terapeutik. Tindakan invasif ini berisiko tinggi untuk menularkan
terapeutik ini adalah faktor risiko yang sering dihubungkan dengan kasus kejadian
42
Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 10 orang (83,3%) menjalani rawat
inap selama lebih dari atau sama dengan 2 hari. Rawat inap yang diperpanjang dapat
Andreassen et al, (2017), pasien dengan infeksi MRSA memiliki waktu rawat inap
yang lebih lama dibandingkan pasien tanpa infeksi MRSA. Selain itu, pasien infeksi
43
BAB VI
6.1 Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang dirawat di Ruang Rawat Inap
RSUD Bali Mandara didominasi oleh perempuan dengan proporsi sebesar 58,3%
dan 41,7% berjenis kelamin laki-laki. Pasien dengan usia diatas 64 tahun memiliki
proporsi yang paling tinggi yaitu 4 orang (33,3%). Pasien dengan penyakit penyerta
diabetes mellitus ditemukan paling banyak yaitu 6 orang (50%). Sebanyak 10 orang
(83,3%) dari 12 sampel memiliki rentang lama perawatan lebih dari 2 hari dengan
rata rata sebesar 8 hari. Antibiotik golongan sefalosporin adalah antibiotik yang
digunakan paling sering pada kasus MRSA di RSUD Bali Mandara. Seluruh sampel
terapeutik lebih sering ditemukan pada kasus infeksi MRSA dengan proporsi 10
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian dengan sampel yang lebih besar dan beragam.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola resistensi antibiotik dan
44
1
DAFTAR PUSTAKA
Ako-Nai II, AD. Roberts GLS, E. Shankar VM, M. Zubair AM, R. Gadepalli BD,
MT. Akhi RG, et al. Frequency of MRSA in diabetic foot infections
[Internet]. International Journal of Diabetes in Developing Countries.
Springer India; 2016 [cited 2020Jan13]. Available from:
https://link.springer.com/article/10.1007%2Fs13410-016-0492-7
Abdalla AE, Kabashi AB, Elobaid ME, et al. Methicillin and Inducible
Clindamycin-Resistant Staphylococcus aureus Isolated from Postoperative
Wound Samples [Internet]. JPAM. 2019 [cited 2020]. Available from:
https://www.researchgate.net/profile/Hasan_Ejaz2/publication/336204437_
Methicillin_and_Inducible_Clindamycin-
Resistant_Staphylococcus_aureus_Isolated_from_Postoperative_Wound_Sa
mples/links/5d973a3c92851c2f70e9f80d/Methicillin-and-Inducible-
Clindamycin-Resistant-Staphylococcus-aureus-Isolated-from-Postoperative-
Wound-Samples.pdf
Andreassen AES, Jacobsen CM, de Blasio BF, White R, Kristiansen IS, Elstrøm P.
The impact of methicillin-resistant S. aureus on length of stay, readmissions
and costs: a register based case-control study of patients hospitalized in
Norway [Internet]. Antimicrobial resistance and infection control. BioMed
Central; 2017 [cited 2021Jan13]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5501579/?report=reader
Balaban NQ, Helaine S, Lewis K, Ackermann M, Aldridge B, Andersson DI, et al.
Definitions and guidelines for research on antibiotic persistence [Internet].
Nature News. Nature Publishing Group; 2019 [cited 2021Jan13]. Available
from: https://www.nature.com/articles/s41579-019-0196-3
Bhatia R, Narain JP. The growing challenge of antimicrobial resistance in the
South-East Asia Region--are we losing the battle? [Internet]. The Indian
journal of medical research. Medknow Publications; 2010 [cited 2021Jan13].
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3028949/
Bukowski M, Wladyka B, Dubin G. Exfoliative Toxins of Staphylococcus aureus
[Internet]. MDPI. Molecular Diversity Preservation International; 2010 [cited
2021Jan13]. Available from: https://www.mdpi.com/2072-6651/2/5/1148
Bukowski M, Wladyka B, Dubin G. Exfoliative Toxins of Staphylococcus aureus
[Internet]. MDPI. Molecular Diversity Preservation International; 2010 [cited
2021Jan13]. Available from: https://www.mdpi.com/2072-6651/2/5/1148
Cuervo G, Camoez M, Shaw E, Dominguez MÁ, Gasch O, Padilla B, et al.
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) catheter-related
bacteraemia in haemodialysis patients [Internet]. BMC infectious diseases.
2
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Frequencies
Statistics
Jen P Hi Dia
is ek pe bet
U Kel erj rte es
si ami aa ns Mel
a n n i itus
N V 1 12 12 11 12
al 2
id
M 0 0 0 1 0
is
si
n
g
Frequency Table
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <17 1 8.3 8.3 8.3
26-35 1 8.3 8.3 16.7
36-45 2 16.7 16.7 33.3
46-55 2 16.7 16.7 50.0
56-64 2 16.7 16.7 66.7
64> 4 33.3 33.3 100.0
Total 12 100.0 100.0
7
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-Laki 5 41.7 41.7 41.7
Perempuan 7 58.3 58.3 100.0
Total 12 100.0 100.0
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Wiraswasta 3 25.0 25.0 25.0
Tidak Bekerja 5 41.7 41.7 66.7
Selain Pekerjaan Diatas 4 33.3 33.3 100.0
Total 12 100.0 100.0
Hipertensi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 9 75.0 81.8 81.8
Ya 2 16.7 18.2 100.0
Total 11 91.7 100.0
Missing System 1 8.3
Total 12 100.0
Diabetes Melitus
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 6 50.0 50.0 50.0
Ya 6 50.0 50.0 100.0
Total 12 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 7 58.3 58.3 58.3
Ya 5 41.7 41.7 100.0
Total 12 100.0 100.0
Sepsis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 9 75.0 75.0 75.0
Ya 3 25.0 25.0 100.0
Total 12 100.0 100.0
Infeksi HIV
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 11 91.7 91.7 91.7
Ya 1 8.3 8.3 100.0
Total 12 100.0 100.0
Pneumonia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 9 75.0 75.0 75.0
Ya 3 25.0 25.0 100.0
Total 12 100.0 100.0
Penicilin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 11 91.7 91.7 91.7
Ya 1 8.3 8.3 100.0
Total 12 100.0 100.0
Sefalosporin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 12 100.0 100.0 100.0
Glikopeptida
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 8 66.7 66.7 66.7
Ya 4 33.3 33.3 100.0
Total 12 100.0 100.0
Fluorokuinolon
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 6 50.0 50.0 50.0
Ya 6 50.0 50.0 100.0
Total 12 100.0 100.0
10
Aminoglikosida
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 8 66.7 66.7 66.7
Ya 4 33.3 33.3 100.0
Total 12 100.0 100.0
Meropenem
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 11 91.7 91.7 91.7
Ya 1 8.3 8.3 100.0
Total 12 100.0 100.0
Diagnostik
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 5 41.7 45.5 45.5
Ya 6 50.0 54.5 100.0
Total 11 91.7 100.0
Missing System 1 8.3
Total 12 100.0
Terapeutik
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 2 16.7 16.7 16.7
Ya 10 83.3 83.3 100.0
Total 12 100.0 100.0
Multiple Response
Case Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
$Riwayat_Penyakita 12 100.0% 0 0.0% 12 100.0%
$Penggunaan_Antibiotika 12 100.0% 0 0.0% 12 100.0%
a
$Tindakan_Invasif 11 91.7% 1 8.3% 12 100.0%
$Riwayat_Penyakit Frequencies
Responses Percent of
N Percent Cases
a
$Riwayat_Penyakit Hipertensi 2 8.0% 16.7%
Diabetes Melitus 6 24.0% 50.0%
Infeksi Luka Pasca Tindakan 5 20.0% 41.7%
Sepsis 3 12.0% 25.0%
Infeksi HIV 1 4.0% 8.3%
Pneumonia 3 12.0% 25.0%
Selain Komorbid Diatas 5 20.0% 41.7%
Total 25 100.0% 208.3%
$Penggunaan_Antibiotik Frequencies
Responses Percent of
N Percent Cases
$Penggunaan_Antibiotika Penicilin 1 3.6% 8.3%
Sefalosporin 12 42.9% 100.0%
Glikopeptida 4 14.3% 33.3%
Fluorokuinolon 6 21.4% 50.0%
Aminoglikosida 4 14.3% 33.3%
Meropenem 1 3.6% 8.3%
Total 28 100.0% 233.3%
$Tindakan_Invasif Frequencies
Responses Percent of
N Percent Cases
a
$Tindakan_Invasif Diagnostik 6 37.5% 54.5%
Terapeutik 10 62.5% 90.9%
Total 16 100.0% 145.5%