Anda di halaman 1dari 24

A.

JUDUL

SISTEM TEMU BALIK CITRA DENGAN EKSTRAKSI FITUR BERBASIS

TEKSTUR MENGGUNAKAN HISTOGRAM.

B. LATAR BELAKANG

Kemajuan teknologi di bidang pencitraan digital sekarang ini semakin pesat.

Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya bidang dalam kehidupan manusia yang

memanfaatkan kemajuan digital ini sebagai salah satu peluang dalam mencapai

tujuannya. Semakin banyaknya bidang yang menggunakan kemajuan teknologi

ini, menyebabkan kebutuhan akan efisiensi pengelolaan data citra semakin

meningkat.

Jumlah citra yang semakin meningkat menyebabkan proses penyimpanan dan

pengelolaan data berbentuk citra menjadi hal tidak bisa diremehkan begitu saja.

Jumlah data yang bertambah setiap harinya menyebabkan masalah dalam proses

penemuan kembali citra yang diinginkan.

Teknik awal penemuan kembali citra pada database didasarkan dengan

pencarian melalui teks untuk me-retrieve citra, dimana citra yang berada dalam

database diberi anotasi terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan kendala pada

penemuan kembali citra karena pemberian anotasi teks pada citra lebih bersifat

subyektif, terkadang anotasinya tidak akurat, tidak lengkap, dan juga memakan

banyak waktu dalam proses pemberian anotasi pada database citra yang

berukuran besar. Untuk mengatasi masalah tersebut maka muncul suatu metode

penemuan kembali citra berbasis konten yang disebut Content-Based Image

Retrieval (CBIR). Keuntungan utama dari metode ini adalah kemampuannya

1
untuk mendukung query visual. Secara prinsip, cara kerja CBIR berbeda dengan

metode pencarian citra menggunakan kata kunci (keyword), karena CBIR

membandingkan citra query dan citra dalam database dengan cara mengekstrak

fitur visual dari citra, seperti tekstur, warna, dan bentuk.

Untuk dapat menemukan kembali citra berbasis konten dalam hal ini konten

tekstur, citra yang berada dalam database dan citra yang akan menjadi citra query

harus melalui proses ekstraksi fitur untuk mendapatkan nilai vektor fiturnya. Fitur

visual dari citra dapat diekstraksi dengan berbagai metode. Salah satu metode

yang bisa digunakan untuk analisis tekstur adalah metode ekstraksi ciri statistik

orde pertama, yang merupakan metode pengambilan ciri yang didasarkan pada

karakteristik histogram. Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan

penyebaran nilai-nilai intensitas pixel dari suatu citra. Dari sebuah histogram,

dapat diketahui frekuensi kemunculan nilai derajat keabuan pada citra, tingkat

kehalusan atau kekasaran citra, kompleksitas citra dan kecerahan citra.

Penelitian sebelumnya yang terkait dengan sistem temu balik citra berdasarkan

tekstur pernah dilakukan oleh Suciati (2014) dengan judul penelitian “Ekstraksi

Fitur Berbasis Wavelet Pada Sistem Temu Kembali Citra Tekstur”. Penelitian ini

akan mengimplementasikan suatu sistem temu balik citra dengan ekstraksi fitur

berbasis tekstur menggunakan histogram. Fitur tekstur dari citra diekstraksi

dengan menghitung rerata intensitas, deviasi standar, nilai skewness, energi,

entropi dan smoothness dari citra. Selanjutnya kemiripan antara kedua citra

dihitung dengan menggunakan perhitungan jarak Canberra.

2
C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan penjelasan yang telah dijelaskan di latar belakang, maka rumusan

masalahnya adalah terdapatnya kesulitan dalam menemukan kembali suatu citra

dengan menggunakan anotasi teks karena anotasi lebih bersifat subyektif,

tergantung pemberi anotasinya, tidak lengkap dan juga memakan banyak waktu

dalam proses pemberian anotasinya.

D. BATASAN MASALAH

Adapun dalam penelitian ini terdapat batasan-batasan sebagai berikut:

1. Metode untuk ekstraksi fitur berbasis tekstur menggunakan histogram.

2. Fungsi hitung kemiripan antara citra query dan citra database dihitung

menggunakan perhitungan jarak Canberra.

3. Data citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra kain.

E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sebuah sistem temu balik

citra dengan ekstraksi fitur berbasis tekstur menggunakan histogram, dimana

sistem ini dapat menerima query berupa citra dan menghitung kemiripan

berdasarkan konten visual citra, sehingga kelemahan yang ada pada penemuan

kembali citra berdasarkan anotasi teks dapat diatasi.

F. TINJAUAN PUSTAKA

1. Perbandingan Dengan Penelitian Sebelumnya

Beberapa penelitian tentang sistem temu balik citra sebelumnya,

dilakukan oleh Rahman (2009) dengan judul “Sistem Temu-Balik Citra

Menggunakan Jarak Histogram Dalam Model warna YIQ”. Dalam

3
penelitian ini, proses ekstraksi fitur warna dilakukan berbasis histogram.

Hasil percobaan pada program yang dibuat menunjukan bahwa citra yang

memiliki kemiripan distribusi warna masuk dalam ranking atas dan citra

yang sama persis masuk di ranking satu dengan selisih jarak sama dengan

nol.

Penelitian yang dilakukan oleh Mukti et al, (2013) dengan judul

“Sistem Temu Kembali Citra Berbasis Warna Menggunakan Transformasi

Wavelet Haar Dan Histogram Warna” mendapatkan kesimpulan bahwa

penggunaan metode histogram warna sebagai metode ekstraksi fitur sistem

temu kembali citra cukup efektif, terbukti dengan didapatkan nilai rata-rata

persepsi kemiripan total dari tiga responden yaitu sebesar 66.35% baik

untuk citra query berformat .jpg maupun citra query berformat .bmp.

Penelitian yang dilakukan oleh Aziz (2013) dengan judul penelitian

“Sistem Temu-Kembali Citra Kain Berbasis Tekstur Dan Warna”

menggunakan metode ekstraksi ciri warna histogram interseksi dan

ekstraksi ciri tekstur menggunakan metode ekstraksi ciri statik orde dua

dengan menggunakan matrik kookurensi. Kesimpulan yang didapat dari

penelitian ini adalah pada temu kembali citra berbasis tekstur, tidak

bekerja dengan baik karena menemu-kembalikan citra yang tidak sesuai

dengan citra query. Selain itu, ukuran dan jumlah citra sangat berpengaruh

pada proses index.

Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Suciati (2014), dengan judul

penelitian “Ekstraksi fitur berbasis wavelet pada sistem temu kembali citra

4
tekstur”, memberikan sebuah hasil penelitian bahwa tidak ada kaitan

antara kedalaman dekomposisi (panjang vektor fitur) dengan performance

sistem temu kembali citra, dan kombinasi antara vektor fitur berbasis

wavelet dan perhitungan jarak Canberra dapat menghasilkan sistem temu

kembali citra tekstur dengan performance yang cukup baik.

Permadi dan Murinto (2015) juga melakukan penelitian dengan

judul penelitian “Aplikasi pengolahan citra untuk identifikasi kematangan

mentimun berdasarkan tekstur kulit buah menggunakan metode ekstraksi

ciri statistik”. Penelitian ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa adanya

kemiripan tekstur kulit mentimun antara yang matang dengan yang belum

matang sehingga mengakibatkan kesulitan dalam mengidentifikasi

mentimun matang dari segi ciri tekstur kulit buah. Dari hasil uji coba

yang dilakukan terhadap aplikasi ini, hasil deteksi kematangan untuk

pengujian mentimun matang mencapai 70%, mentimun belum matang

mencapai 80% dan secara keseluruhan tingkat keberhasilan aplikasi

pengolahan citra ini sebesar 75%. Dan dari lima parameter ekstraksi ciri

yang digunakan yaitu Mean (𝜇), Variance (𝜎2), Skewness (𝛼3),

Kurtosis (𝛼4), dan Entropy (H), disimpulkan bahwa parameter Variance

(𝜎2) adalah parameter yang paling berpengaruh dalam penentuan ciri citra

karena terlihat pada ukuran nilainya yang sangat fluktuatif.

Penelitian ini merujuk dari penelitian yang dilakukan oleh Suciati

(2014) dimana dalam penelitian tersebut, fitur yang digunakan untuk

menemukan kembali citra adalah fitur tekstur. Metode yang digunakan

5
untuk analisis citra berdasarkan tekstur adalah dengan menggunakan

transformasi wavelet diskrit. Sedangkan penelitian ini akan

mengimplementasikan sistem temu balik citra dengan ekstraksi fitur

berbasis tekstur menggunakan histogram. Fitur tekstur dari citra

diekstraksi dengan menghitung rerata intensitas, deviasi standar, nilai

skewness, energi, entropi dan smoothness dari citra. Selanjutnya kemiripan

antara kedua citra dihitung dengan menggunakan perhitungan jarak

Canberra.

Penelitian-penelitian sebelumnya terkait sistem temu balik citra

tekstur dan histogram dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan terhadap penelitian sebelumnya

No Nama Judul Metode yang Hasil


penelitian digunakan
1 Arif Sistem Temu Histogram Hasil percobaan pada
Rahman Balik Citra program yang dibuat
(2009) Menggunakan menunjukkan bahwa citra
Jarak yang memiliki kemiripan
Histogram distribusi warna masuk
Dalam Model dalam ranking atas dan
Warna YIQ citra yang sama persis
masuk diranking satu
dengan selisih jarak sama
dengan nol.

2 Ario Mukti, Sistem Temu Transformasi Penggunaan metode


Eko Kembali Citra wavelet histogram warna sebagai
Sarwoko, Berbasis diskrit dan metode ekstraksi fitur
Beta Warna histogram sistem temu kembali citra
Noranita Menggunakan warna cukup efektif, terbukti
(2013) Transformasi dengan didapatkan nilai
Wavelet Haar rata-rata persepsi
Dan kemiripan total dari tiga
Histogram responden yaitu sebesar
Warna 66.35% baik untuk citra
query berformat .jpg

6
Tabel 1 Perbandingan terhadap penelitian sebelumnya (lanjutan)

No Nama Judul Metode yang Hasil


Penelitian digunakan
maupun citra query
berformat .bmp.
3 Fauzi Aziz Sistem Temu- Histogram Persentase tingkat
(2013) Kembali Citra dan Gray keberhasilan sistem
Kain Berbasis Level Co- menggunakan pengujian
Tekstur Dan Occurrence subjektif
Warna Matrix mendapatkan hasil
100% dan pada
pengujian objektif
mendapatkan nilai
PSNR tertinggi dengan
nilai 96,127 db.
4 Nanik Ekstraksi Wavelet Tidak ada kaitan antara
Suciati Fitur Berbasis kedalaman dekomposisi
(2014) Wavelet Pada (panjang vektor fitur)
Sistem Temu dengan performance
Kembali Citra sistem temu kembali citra
Tekstur
5 Yuda Aplikasi Ekstraksi Tingkat keberhasilan
Permadi, Pengolahan Ciri Statistik aplikasi pengolahan
Murinto Citra Untuk (Histogram) citra untuk identifikasi
(2015) Identifikasi kematangan mentimun
Kematangan berdasarkan
Mentimun tekstur kulit buah dengan
Berdasarkan metode ekstraksi ciri
Tekstur Kulit statistik yaitu sebesar
Buah 75%.
Menggunakan
Metode
Ekstraksi Ciri
Statistik
6 Inten Sistem Temu Histogram
Kapitan Balik Citra
(2017) Dengan
Ekstraksi
Fitur Berbasis
Tekstur
Menggunakan
Histogram.

7
2. Pengertian Aplikasi

2.1 Pengertian Citra

Dalam pengertian yang umum, citra adalah gambar. Dalam

pengertian yang lebih khusus, citra adalah gambaran visual mengenai

suatu objek atau beberapa objek (Kadir, 2013). Citra juga dapat

didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y), dimana x dan y

adalah koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap pasangan

koordinat (x,y) disebut intensitas atau level keabuan (gray level) dari

gambar di titik itu( Hermawati, 2013).

2.2 Konsep Tekstur

Tekstur adalah sifat-sifat atau karakteristik yang dimiliki oleh suatu

daerah yang cukup besar sehingga secara alami, sifat-sifat tadi dapat

berulang dalam daerah tersebut. Tekstur juga merupakan keteraturan pola-

pola tertentu yang terbentuk dari susunan piksel-piksel dalam citra digital.

Syarat terbentuknya tekstur setidaknya ada dua, yaitu :

1. Adanya pola-pola primitif yang terdiri dari satu atau lebih

piksel. Bentuk-bentuk pola primitif ini dapat berupa titik, garis

lurus, garis lengkung, luasan, dan lain-lain yang merupakan

elemen dasar dari sebuah bentuk.

2. Pola-pola primitif tadi muncul berulang-ulang dengan interval

jarak dan arah tertentu sehingga dapat diprediksi atau

ditemukan karakteristik pengulangannya.

8
Syarat pertama berarti setiap tekstur harus mempunyai elemen

tekstur di dalamnya, walaupun seandainya elemen tekstur tersebut hanya

terdiri dari sebuah piksel. Syarat kedua mempunyai arti harus ada

seperangkat aturan yang dapat menjelaskan bagaimana elemen-elemen

tekstur ini muncul secara berulang-ulang (Prasetyo, 2011).

2.3 Temu Balik Citra Berbasis Konten

Sistem temu balik citra (image retrieval) pada awal

pengembangannya yaitu sekitar tahun 1970-an, masih menggunakan teks

untuk menandai atau memberi keterangan (annotation) pada citra.

Pertama, citra diberi keterangan berbentuk teks kemudian untuk

melakukan proses temu kembali menggunakan DBMS (Database

Management System) berbasis teks. Pemberian keterangan tersebut

memiliki kelemahan yaitu jika koleksi citra memiliki jumlah yang sangat

besar, maka menjadi tidak efisien karena proses dilakukan secara manual

dan keterangan yang diberikan pada citra bersifat subjektif, sangat

tergantung pada persepsi pemberi keterangan.

Untuk mengatasi masalah tersebut maka pada awal 1990-an mulai

dikembangkan CBIR (Content-Based Image Retrieval), yang melakukan

proses temu-balik berdasarkan muatan visual berupa komposisi warna

yang dimiliki citra. Temu kembali citra (image retrieval) merupakan

proses untuk mendapatkan sejumlah citra berdasarkan masukan satu citra

(Kadir, 2013).

Prinsip temu kembali citra di tunjukkan pada gambar di bawah ini.

9
Prapemrosesan
Citra Masukan
dan Segmentasi

Database
Database
Citra
Ekstraksi Fitur

Perhitungan
Jarak Fitur

Pengurutan
Jarak

Pemilihan n
Citra Hasil

Gambar 1. Prinsip temu kembali citra (Kadir, 2013)


Fitur sejumlah objek telah disimpan didalam database.

Selanjutnya, ketika suatu citra dijadikan sebagai bahan query, fitur akan

dihitung setelah melalui prapemrosesan dan segmentasi. Fitur yang

diperoleh dibandingkan dengan fitur semua objek yang terdapat di dalam

database melalui perhitungan jarak fitur. Objek-objek yang menghasikan

skor rendah adalah citra yang mirip dengan citra query.

2.4 Konsep Histogram Citra

Histogram citra adalah diagram yang menggambarkan frekuensi

setiap nilai intensitas yang muncul di seluruh piksel citra (Kadir, 2013).

10
Pengertian lain dari histogram citra adalah grafik yang menggambarkan

penyebaran nilai-nilai intensitas pixel dari suatu citra atau bagian tertentu

di dalam citra. Histogram juga dapat dikatakan sebagai diagram yang

menunjukkan jumlah kemunculan nilai gray-level pada suatu citra, dimana

sumbu-x dari diagram ini menggambarkan nilai gray-level dan sumbu-y

mewakili jumlah kemunculan gray-level tertentu (Hermawati, 2013).

Komponen fitur yang dihitung secara statistis adalah rerata

intensitas. Persamaan untuk rerata intensitas (Kadir, 2013) adalah:

L−1
m=∑ i . p(i) … … … .… … … … … … ….. … … … .. … … … … … . … … …(1)
i=0

Pada persamaan 1, i adalah aras keabuan pada citra f dan p(i)

menyatakan probabilitas kemunculan I dan L menyatakan nilai aras

keabuan tertinggi.

Fitur berikutnya yang dihitung adalah deviasi standar. Perhitungan

untuk deviasi standar (Kadir, 2013) adalah:

L−1
σ= √∑
i=0
(i−m)2 p ( i ) … … … … … … … … … … … …. … … … . … … … …(2)

Dimana σ 2 dinamakan varians atau momen orde dua ternormalisasi

karena p(i) merupakan fungsi peluang. Fitur ini memberikan ukuran

kekontrasan.

Fitur skewness merupakan ukuran ketidaksimetrisan terhadap

rerata intensitas. Definisinya (Kadir, 2013):

11
L−1
3
skewness=∑ ( i−m ) p ( i ) … … … … … … … … … … … … … … … … …(3)
i=1

Skewness sering disebut momen orde tiga ternormalisasi. Nilai

negatif menyatakan bahwa distribusi kecerahan condong ke kiri terhadap

rerata dan nilai positif menyatakan bahwa distribusi kecerahan condong ke

kanan terhadap rerata.

Deskriptor energi adalah ukuran yang menyatakan distribusi

intensitas piksel terhadap jangkauan aras keabuan. Energi didefinisikan

sebagai berikut (Kadir, 2013):

L−1
Energi= ∑ ¿¿
i=1

Citra yang seragam dengan satu nilai aras keabuan akan memiliki

nilai energi yang maksimum, yaitu 1. Citra dengan sedikit aras keabuan

akan memiliki energi yang lebih tinggi daripada yang memiliki banyak

nilai aras keabuan.

Entropi mengindikasikan kompleksitas citra. Semakin tinggi nilai

entropi, semakin kompleks citra tersebut. Entropi dan energi

berkecenderungan berkebalikan. Entropi juga merepresentasikan jumlah

informasi yang terkandung di dalam sebaran data.

Entropi didefinisikan sebagai berikut (Kadir, 2013):

L−1
Entropi=−∑ p(i) . log 2 ( p(i)) … … … … … … … … … … … … … … … …(5)
i =1

12
Properti kehalusan atau smoothness biasa disertakan untuk

mengukur tingkat kehalusan/kekasaran intensitas pada citra. Definisinya

sebagai berikut (Kadir, 2013):

1
R=1− … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …(6)
1+ σ 2

σ adalah deviasi standar. Nilai R yang rendah menunjukkan bahwa

citra memiliki intensitas yang kasar. Untuk menghitung kehalusan, varians

perlu dinormalisasikan sehingga nilainya berada pada jangkauan [0 1]

dengan cara membaginya dengan (L-1)2.

Contoh sederhana dari perhitungan fitur dengan histogram adalah

misalkan terdapat sebuah citra berukuran 10 x 10 dengan resolusi gray-

level L=8 dinyatakan dalam matriks berikut:

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 3 1 2 3 1 1 3 3 3
4 4 4 4 4 5 5 5 5 5
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 3 1 1 1 1 1 1 4 4
5 1 1 1 1 1 1 1 1 3
7 0 1 1 1 1 1 7 7 0
2 3 1 1 1 1 1 1 5 6

Untuk mendapatkan histogram dari citra di atas, maka harus menghitung

jumlah kemunculan atau frekuensi masing-masing gray-level. Adapun

nilai frekuensi gray-level ditunjukkan pada tabel 4.

Tabel 2. Tabel frekuensi gray level citra

Nilai gray level (0-7) Frekuensi

13
0 22
1 48
2 4
3 8
4 7
5 7
6 1
7 3

Frekuensi dari nilai gray level citra diatas, diimplementasikan dalam

bentuk histogram, yang dapat dilihat pada gambar 2.

Histogram
60
F
50
r
e 40
k 30
u
20
e
10
n
s 0
i 0 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 2. Grafik Histogram Citra


Perhitungan histogram dan komponen fitur. Nilai peluang untuk masing-

masing gray level ditunjukkan pada tabel 5.

Tabel 3. Tabel peluang gray level

i N(i) p(i)=N(i)/N (N=100)


0 22 0.22
1 48 0.48
2 4 0.04
3 8 0.08
4 7 0.07
5 7 0.07

14
6 1 0.01
7 3 0.03

a. Menghitung rerata intensitas (m).

Rerata intensitas dihitung dengan menggunakan persamaan 1.

m=¿

( 4∗0.07 ) + ( 5∗0.07 ) + ( 6∗0.01 ) +(7∗0.03) ¿

m=¿ 1.7

b. Menghitung deviasi standar.

Deviasi standar dihitung dengan menggunakan persamaan 2. Adapun

perhitungan untuk deviasi standar ditunjukkan pada tabel 6.

Tabel 4. Perhitungan deviasi standar

i p(i) m (i-m)2 (i-m)2 * p(i)


0 0.22 1.7 2.89 0.6358
1 0.48 1.7 0.49 0.2352
2 0.04 1.7 0.09 0.0036
3 0.08 1.7 1.69 0.1352
4 0.07 1.7 5.29 0.3703
5 0.07 1.7 10.89 0.7623
6 0.01 1.7 18.49 0.1849
7 0.03 1.7 28.09 0.8427
JUMLAH 3.17
DEVIASI STANDAR 1.780449381

c. Menghitung nilai skewness

Nilai skewness dihitung menggunakan persamaan 3. Perhitungan nilai

skewness ditunjukkan pada tabel 7.

Tabel 5. Perhitungan nilai skewness

15
i p(i) M (i-m)3 (i-m)3 * p(i)
0 0.22 1.7 -4.913 -1.08086
1 0.48 1.7 -0.343 -0.16464
2 0.04 1.7 0.027 0.00108
3 0.08 1.7 2.197 0.17576
4 0.07 1.7 12.167 0.85169
5 0.07 1.7 35.937 2.51559
6 0.01 1.7 79.507 0.79507
7 0.03 1.7 148.877 4.46631
SKEWNESS 7.56

d. Menghitung nilai energi.

Nilai energi dihitung dengan menggunakan persamaan 4. Perhitungan

nilai energi ditunjukkan pada tabel 8.

Tabel 6. Perhitungan nilai energi

I p(i) p(i)2
0 0.22 0.0484
1 0.48 0.2304
2 0.04 0.0016
3 0.08 0.0064
4 0.07 0.0049
5 0.07 0.0049
6 0.01 0.0001
7 0.03 0.0009
ENERGI 0.2976

e. Menghitung nilai smoothness

Untuk menghitung smoothness digunakan persamaan 6, dan varians

perlu dinormalisasikan dengan cara membaginya dengan (L-1)2

sehingga nilai varians= 1.913112647/ 72 = 0.036336.

16
1
R=1− =0.03506198
1+ 0.036336

2.5 Perhitungan Jarak Antar Dua Citra

Jarak biasa digunakan untuk mewujudkan pencarian citra.

Fungsinya adalah untuk menentukan kesamaan atau ketidaksamaan dua

vektor fitur. Tingkat kesamaan dinyatakan dengan suatu skor atau ranking.

Semakin kecil nilai ranking, semakin dekat kesamaan kedua vektor

tersebut (Kadir, 2013). Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah jarak Canberra.

Jarak Canberra didefinisikan sebagai berikut (Kadir, 2013):

N
|v 1 ( k )−v 2 ( k )|
j ( v 1 , v 2 ) =∑ … … … … … … … … … … … … … … …(7)¿
k=1 ¿ v 1 ( k )+ v 2 (k )∨¿

Dalam hal ini, v1 dan v2 adalah dua vektor yang jaraknya akan

dihitung dan N menyatakan panjang vektor. Contohnya dua buah vektor

( v1 =[4,3,6] dan v2 =[2,3,7] ), jarak Canberra kedua vektor tersebut

berupa:

Jarak =

¿ 4−2∨ ¿ ¿
¿ 4+2∨¿+¿ 3−3∨ ¿ ¿¿
¿ 3+3∨¿+¿ 6−7∨ ¿ ¿¿
2 0 1
¿ 6+7∨¿= + + =0,4103 ¿
6 6 13

17
G. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan

penelitian agar hasil yang dicapai tidak menyimpang dari tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi metode

pengumpulan data dan pengembangan sistem.

1. Pengumpulan data

Salah satu pendekatan yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

studi pustaka. Studi pustaka dilakukan dengan cara membaca buku-buku,

jurnal ilmiah dan skripsi-skripsi yang berhubungan dengan sistem temu

balik citra, representasi fitur tekstur menggunakan histogram, pengolahan

citra, metode perhitungan jarak antar dua citra dalam hal ini perhitungan

jarak Canberra dan metode-metode ekstraksi fitur pada tekstur.

2. Metode pengembangan sistem

Metode pengembangan sistem yang digunakan pada penelitian ini adalah

Software Development Life Cycle (SDLC). SDLC atau yang sering disebut

System Development Life Cycle adalah proses mengembangkan atau

mengubah suatu sistem perangkat lunak dengan menggunakan model-

model dan metodologi yang digunakan orang untuk mengembangkan

sistem-sistem perangkat lunak sebelumnya. SDLC memiliki beberapa

model dalam penerapan tahapan prosesnya. Model yang digunakan dalam

penelitian ini adalah model sekuensial linier. Model ini menyediakan

18
pendekatan alur hidup perangkat lunak secara sekuensial atau terurut

dimulai dari analisis, desain, pengkodean, pengujian, dan tahap pendukung

(support). Model sekuensial linier dapat dilihat pada gambar 3.

Sistem/
Rekayasa
Informasi

Analisis Desain Pengkodean Pengujian

Gambar 3. Model sekuensial linier (Rosa dan Shalahiddin, 2015)

Tahapan-tahapan dalam model sekuensial linier adalah sebagai berikut:

1. Analisis

Pada tahapan ini dilakukan analisa terhadap hal-hal atau

kebutuhan yang diperlukan untuk pembuatan aplikasi sistem

temu balik citra dengan ekstraksi fitur berbasis tekstur

menggunakan histogram.

a. Analisis Kebutuhan Sistem

Proses pengumpulan kebutuhan dilakukan secara intensif

untuk menspesifikasikan kebutuhan perangkat lunak, agar

dapat dipahami perangkat lunak seperti apa yang

dibutuhkan oleh user.

b. Analisis Peran Sistem

Sistem yang dibangun mempunyai peranan yaitu dapat

menyediakan form bagi user untuk melakukan query dalam

19
bentuk citra, dan menampilkan kembali citra dari dalam

basis data, yang mempunyai selisih nilai kemiripan yang

sedikit dengan citra query.

c. Analisis Peran Pengguna

Sistem ini hanya memiliki dua peran pengguna yaitu

admin dan user, dimana tugas admin adalah memasukkan

data citra ke dalam database dan user yang melakukan

query terhadap sistem dalam bentuk citra.

Adapun langkah - langkah yang dilakukan untuk temu balik citra

dengan ekstraksi fitur berbasis tekstur menggunakan histogram terbagi

menjadi dua proses yaitu proses penyimpanan citra dan proses temu

kembali citra.

1. Penyimpanan citra

Langkah – langkah dalam proses ini yaitu : admin menyimpan

data citra RGB ke dalam database.Pada langkah ini, citra yang di

inputkan oleh admin akan melalui proses konversi dari RGB

menjadi grayscale. dan selanjutnya diekstraksi berbasis tekstur

menggunakan histogram sehingga menghasilkan vektor fitur dari

citra. Vektor fitur inilah yang akan disimpan di dalam database

citra.

2. Temu balik citra

Langkah – langkah dalam proses ini terdiri dari:

a. User melakukan query berupa citra RGB pada sistem.

20
b. Citra query dikonversikan menjadi citra grayscale.

c. Proses ekstraksi fitur berbasis histogram dilakukan terhadap

citra query. Dalam proses ini akan dihitung nilai dari fitur

tekstur yaitu rerata intensitas, varians, skewness, energi,

entropi dan smoothness dari citra.

d. Hitung kemiripan antara vektor fitur citra query dengan

vektor fitur citra dalam database menggunakan perhitungan

jarak Canberra.

e. Hasil perhitungan kemiripan diurutkan berdasarkan

jaraknya, dari nilai yang terkecil sampai terbesar.

f. Hasil pengurutan ditampilkan pada user.

3. Desain

Desain perangkat lunak adalah proses multi langkah yang fokus

pada desain pembuatan program perangkat lunak termasuk struktur

data, arsitektur perangkat lunak, representasi antar muka, dan

prosedur pengodean. Dalam pembuatan sistem ini, penggambaran

untuk model data menggunakan Entity Relationship Diagram

(ERD), dan model proses digambarkan dengan menggunakan Data

Flow Diagram (DFD).

4. Pengkodean

Desain harus ditranslasikan ke dalam program perangkat lunak.

Hasil dari tahap ini adalah program komputer sesuai dengan desain

21
yang telah dibuat pada tahap desain. Bahasa pemrograman yang

digunakan dalam pembuatan sistem temu balik citra ini

menggunakan Matlab.

5. Pengujian

Dalam penelitian ini proses uji coba dilakukan dengan metode

pengujian black box. Pengujian black box hanya mengamati hasil

eksekusi dan memeriksa fungsional dari perangkat lunak. Tujuan

metode pengujian ini adalah mencari kesalahan pada fungsi yang

salah atau hilang sehingga menemukan cacat yang mungkin terjadi

pada saat pengkodingan.

H. HASIL YANG DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah sistem temu balik citra

dengan ekstraksi fitur berbasis tekstur menggunakan histogram yang dibangun,

dapat menampilkan kembali citra yang mempunyai kemiripan dengan citra query.

22
I. JADWAL PELAKSANAAN

Rencana pelaksanaan penelitian ini selama 6 (enam) bulan, dengan perincian

kegiatannya sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Rencana kegiatan penelitian.

Kegiatan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan

I II III IV V VI

Perencanaan:

Studi literatur
Analisis
Desain sistem
Pengkodean
Pengujian

DAFTAR PUSTAKA

23
Aziz, F., 2013, Sistem Temu Kembali Citra Kain Berbasis Tekstur Dan Warna,
Tugas Akhir, Unpublished, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau Pekanbaru.
Darma, P., 2010, “Pengolahan Citra Digital”, Yogyakarta, ANDI.
Hermawati, F. A., 2013 “Pengolahan Citra Digital Konsep Dan Teori”,
Yogyakarta, Andi
Kadir, A., 2013, “Dasar Pengolahan Citra Dengan Delphi”, Yogyakarta, ANDI.
Karmilasari, Agus Sumarna, “Temu Kenali Citra Berbasis Konten Warna”,
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI), 2011.
Mukti, A.S., Sarwoko, E.A., Noranita, B.,”Sistem Temu Kembali Citra Berbasis
Warna Menggunakan Transformasi Wavelet Haar Dan Histogram
Warna”, Journal Of Informatics And Technology Vol 2, No 3, Tahun
2013, Universitas Diponegoro.
Overbeek, M.V., Kaesmetan, Y.R., “Ekstraksi Teksur Benih Jagung Lokal Pulau
Timor Dengan Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM)”,
Prosiding SEMMAU 2015, Stikom Uyelindo Kupang.
Permadi, Y., Murinto, “Aplikasi Pengolahan Citra Untuk Identifikasi
Kematangan Mentimun Berdasarkan Tekstur Kulit Buah
Menggunakan Metode Ekstraksi Ciri Statistik”, Jurnal Informatika
2015, Universitas Ahmad Dahlan.
Prasetyo, E.,2011,”Pengolahan Citra Digital Dan Aplikasinya Menggunakan
Matlab”, Yogyakarta, Andi.
Rosa, Shalahiddin, M., 2015, ”Rekayasa Perangkat Lunak Terstuktur Dan
Berorientasi Objek”, Bandung, Informatika
Suciati, N.,”Ekstraksi Fitur Berbasis Wavelet Pada Sistem Temu Kembali Citra
Tekstur”, 2014, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

24

Anda mungkin juga menyukai