Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK PRA PROFESI


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN
HIPERBILIRUBIN

Pembimbing Akademik:
Firdaus, S. Kep., Ns., M.Kes

Disusun Oleh:
M. Adi Resa Junaedi (1130017052)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Konsep Dasar Hiperbilirubin
1.1.1 Definisi
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana meningkatnya kadar
bilirubin dalam darah secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan
perubahan pada bayi baru lahir yaitu warna kuning pada mata, kulit, dan
mata atau biasa disebut dengan jaundice. Hiperbilirubinemiamerupakan
peningkatan kadar bilirubin serum yang disebabkan oleh salah satunya yaitu
kelainan bawaan sehingga menyebabkan ikterus (Imron, 2015).
Hiperbilirubinemia atau penyakit kuning adalah penyakit yang disebabkan
karena tingginya kadar bilirubin pada darah sehingga menyebabkan bayi
baru lahir berwarna kuning pada kulit dan pada bagian putih mata (Mendri
dan Prayogi, 2017).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan proses fisiologis atau patologis dan
dapat juga disebabkan oleh kombinasi keduanya. Hiperbilirubinemia
menyebabkan bayi baru lahir tampak kuning, keadaan tersebut timbul akibat
akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 15Z bilirubin IX alpha) yang berwarna
ikterus atau kuning pada sklera dan kulit (Kosim, 2012).
1.1.2 Klasifikasi
a. Hiperbilirubinemia Fisiologis
Hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi baru lahir tidak muncul pada
24 jam pertama setelah bayi dilahirkan. Biasanya pada
hiperbilirubinemia fisiologis peningkatan kadar bilirubin total tidak
lebih dari 5mg/dL per hari. Pada bayi cukup bulan, hiperbilirubinemia
fisiologis akan mencapai puncaknya pada 72 jam setelah bayi dilahirkan
dengan kadar serum bilirubin yaitu 6 – 8 mg/dL. Selama 72 jam awal
kelahiran kadar bilirubin akan meningkat sampai dengan 2 – 3 mg/dL
kemudian pada hari ke-5 serum bilirubin akan turun sampai dengan
3mg/dL (Hackel, 2004). Setelah hari ke-5, kadar serum bilirubin akan

1
turun secara perlahan sampai dengan normal pada hari ke-11 sampai hari
ke-12. Pada Bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kurang
bulan (premature) bilirubin mencapai puncak pada 120 jam pertama
dengan peningkatan serum bilirubin sebesar 10 – 15 mg/dL dan akan
menurun setelah 2 minggu (Mansjoer, 2013)
b. Hiperbilirubinemia Patologis
Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut dengan ikterus pada
bayi baru lahir akan muncul dalam 24 jam pertama setelah bayi
dilahirkan. Pada hiperbilirubinemia patologis kadar serum bilirubin total
akan meningkat lebih dari 5 mg/dL per hari. Pada bayi cukup bulan,
kadar serum bilirubin akan meningkatsebanyak 12 mg/dL sedangkan
pada bayi kurang bulan (premature) kadar serum bilirubin total akan
meningkat hingga 15 mg/dL. Ikterus biasanya berlangsung kurang lebih
satu minggu pada bayi cukup bulan dan lebih dari dua minggu pada bayi
kurang bulan (Imron, 2015).
1.1.3 Etiologi
Hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin
karena tingginya jumlah sel darah merah, dimana sel darah merah
mengalami pemecahan sel yang lebih cepat. Selain itu,
hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan karena penurunan uptake
dalam hati, penurunan konjugasi oleh hati, dan peningkatan sirkulasi
enterohepatik (IDAI, 2013).
Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir
disebabkan oleh disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati
pada bayi tidak dapat berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin ke
dalam air yang selanjutkan disalurkan ke empedu dan diekskresikan ke
dalam usus menjadi urobilinogen. Hal tersebut meyebabkan
kadarbilirubin meningkat dalam plasma sehingga terjadi ikterus pada
bayi baru lahir (Anggraini, 2016).

2
Menurut Nelson (2011) secara garis besar etiologi ikterus atau
hiperbilirubinemia pada neonatus dapat dibagi menjadi :
a. Produksi bilirubin yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan
neonatus untuk mengeluarkan zat tersebut. Misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0,
golongan darah lain, defisiensi enzim G6-PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini
dapat disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-
Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam
hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi bilirubin. Bilirubin dalam darah terikat pada
albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan
albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat
obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar
heparbiasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab
lain.

3
1.1.4 Manifestasi Klinis
a. Kulit berwarna kuning sampe jingga
b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Reflek hisap kurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran lien dan hati
h. Gangguan neurologic

4
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl
k. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
l. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
m. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada
hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice
fisiologi.
1.1.5 Patofisiologi
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah
rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar
dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi)
kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus
yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah, sehingga
pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus
bersirkulasi (Atika dan Jaya, 2016).
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial,
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.
Neonatus mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap
bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan
molar yang kurang. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat
memasuki susunan syaraf pusat dan bersifat toksik (Kosim, 2012).
Pigmen kuning ditemukan di dalam empedu yang terbentuk dari
pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin, reduktase,
dan agen pereduksi non enzimatik dalam sistem retikuloendotelial. Setelah
pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein
intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran
darah hepatik dan adanya ikatan protein. Bilirubin tak terkonjugasi dalam
hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin disfoglukuronat

5
(uridine disphoglucuronid acid) glukurinil transferase menjadi bilirubin
mono dan diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melaui
ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melaui membran
kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh
bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin
diabsorbsi kembali menjadi sirkulasi enterohepatik (Suriadi dan Yuliani
2010).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah
diekskresikan dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga
dapat disebabkan oleh obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi
bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka bilirubin akan tertimbun di dalam
darah. Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke dalam jaringan yang
kemudian akan menyebabkan kuning atau ikterus (Khusna, 2013).
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang
larut lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan
hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak
aktifnya glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik
kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan
darah hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).
Berikut ini adalah tabel hubungan kadar bilirubin dengan daerah ikterus
menurut Kramer (Mansjoer, 2013).

6
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak
bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi empat sampai tujuh hari setelah
lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25
– 30 mg/dL selama minggu kedua sampai ketiga. Jika pemberian ASI
dilanjutkan hiperbilirubinemia akan menurun berangsurangsur dapat
menetap selama tiga sampai sepuluh minggu pada kadar yang lebih rendah.
Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan
cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI
selama satu sampai dua hari dengan penggantian ASI dengan susu formula
mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat. (Suriadi dan
Yuliani 2010).

7
1.1.6 WOC

5
1.1.7 Komplikasi
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila tidak segera diatasi
dapat mengakibatkan bilirubin encephalopathy (komplikasi serius). Pada
keadaan lebih fatal, hiperbilirubinemia pada neonatusdapat menyebabkan
kern ikterus, yaitu kerusakan neurologis, cerebral palsy, dan dapat
menyebabkan retardasi mental, hiperaktivitas, bicara lambat, tidak dapat
mengoordinasikan otot dengan baik, serta tangisan yang melengking
(Suriadi dan Yuliani, 2010). Menurut American Academy of
Pediatrics (2004) manifestasi klinis kern ikterus pada tahap kronis bilirubin
ensefalopati, bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa
bentuk atheoid cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran, paralisis
upward gaze, dan dysplasia dental enamel. Kern ikterus merupakan
perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada
beberapa daerah otak terutama di ganglia basalis, pons, dan cerebellum.
Bilirubin ensefalopati akut menurut American Academy of Pediatrics
(2004) terdiri dari tiga fase, yaitu :
a. Fase inisial, ditandai dengan letargis, hipotonik, berkurangnya gerakan
bayi, dan reflek hisap yang buruk.
b. Fase intermediate, ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan
peningkatan tonus (retrocollis dan opisthotonus) yang disertai demam.
c. Fase lanjut, ditandai dengan stupor yang dalam atau koma, peningkatan
tonus, tidak mampu makan, high-pitch cry, dan kadang kejang
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
1. Test Coomb pada tali pusat BBL
1) Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody
Rh-positif,anti-A, anti-B dalam darah ibu.
2) Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya
sensitisasi ( Rh- positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.

6
2. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas
ABO.
3. Bilirubin total.
1) Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5
mg/dl yangmungkin dihubungkan dengan sepsis.
2) Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl
dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi
cukup bulan atau 1,5mg/dl pada bayi praterm tegantung pada
berat badan.
4. Protein serum total
1) Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatanterutama pada bayi praterm.
5. Hitung darah lengkap
1) Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
2) Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (<45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6. Glukosa
1) Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30
mg/dl atautest glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulaimenggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
7. Daya ikat karbon dioksida
1) Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
8. Meter ikterik transkutan
1) Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
9. Pemeriksaan bilirubin serum
1) Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih
6mg/dl antara 2-4hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari
10mg/dl tidak fisiologis.

7
2) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih
dari 14mg/dl tidakfisiologis
10. Smear darah perifer
1) Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis
pada penyakitRH atau sperositis pada incompabilitas ABO
11. Test Betke-Kleihauer
1) Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin. b.
b. Pemeriksaan radiologyDiperlukan untuk melihat adanya
metastasis di paru atau peningkatandiafragma kanan pada pembesaran
hati, seperti abses hati atau hepatoma.
c. UltrasonografiDigunakan untuk membedakan antara kolestatis intra
hepatic denganekstra hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukarseperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selainitu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.
1.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) penatalaksanaan terapeutik pada
bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia yaitu :
a. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi
baru lahir disebabkan oleh infeksi.
b. Fototerapi Tindakan fototerapi dapat dilakukan apabila telah
ditegakkan hiperbiliribunemia pada bayi baru lahir bersifat patologis.
Fototerapi berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melaui
tinja dan urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.
c. Fenobarbital Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin dalam
hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik

8
glukoronil transferase yang dapat meningkatkan bilirubin konjugasi
dan clearance hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein
dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. Akan
tetapi fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan untuk mengatsi
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
d. Transfusi Tukar Transfusi tukar dilakukan apabila
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sudah tidak dapat ditangani
dengan fototerapi.

9
BAB 2
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
1.1 Pengkajian
1.1.1 Identitas umum
Identitas umum meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, alamat,
tanggal dan jam masuk rumah sakit, sumber informasi, diterima dari, dan
cara dating.
1.1.2 Riwayat perawatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa dirasakan klien postpartum adalah nyeri
seprti ditusuk-tusuk, panas, perih, mules, dan sakit pada jahitan
perineum (Mohamed & Saied, 2012).
2. Riwayat penyakit sekarang
Kapan timbul masalah, riwayat trauma, ppenyebab, gejala timbul tiba-
tiiba/perlahan, lokasi, obat yang diiminum, dan cara penanggulangan.
(Suratun, 2008).
3. Riwayat penyakit keluarga
Meliputi penyakit yang pernah diderita keluarga baik penyakit kronis,
keturunan, maupun menular. (Potter &Perry, 2009).
4. Riwayat seksualitas/reproduksi
Kebanyakan klien enggann diajak untuk berhubungan dengan pasangan.
Frekuensi untuk melakukan hubungan juga berkurang, karena pasien
masih merasakan sakit pda area bekas operasi.
a. Usia menarche, siklus haid, lama haid, haid terakhir.
b. Masalah dalam mentruasi, apakah ibu pernah pap smear.
c. Penggunan kontrasepsi sebelumnya (IUD, suntik, implant, oral)
d. Riwayat reproduksi
1.1.3 Pengkajian psikososial
Pengkajian factor emosional, perilaku, dan social pada masa pascapartum
memungkinkan perawat mengidentifikasi kebutuhan ibu dan keluarga

10
terhadap dukungan, penyuluhan, dan bimbingan antisipasi, respons mereka
terhadap pengalaman kehamilan dan persalinan dan perawattan pascapartum
dan faktor-faktor yang memengaruhi pengembanan tanggung jawabb
menjadi orang tua baru. Perawat juga mengkaji pengetaahuan dan
kemampuan ibu yang terkait dengan perawatan diri, perawatan bayi baru
lahir, dan pemeliharaan kesehatan serta perasaan tentang diri dan gambaran
dirinya
1.1.4 Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tannda vital
Suhu tubuh diukur setiap 4 sampai 8 jam selama beberapa hari pasca
partum karena demam biasanya merupakan gejala awal infeksi. Suhu
tubuh 38ºC mungkin disebabkan oleh dehidrasi atau karena awitan
laktasi dalam 2 sampaii 4 hari. Demam yang menetap atau berulang
diatas angka ini pada 24 jam pertama dapat menandakann adanya
infeksi.
Brakikardi merupakan perubahan fisiologis normal selama 6 sampai
10 hari pascapartum dengan frekuensi nadi 40 sampai 70 kali/ menit.
Frekuensi diatas 100 kali/menit (takikardi) dapat menunjukkan adannya
infeksi, hemoragi, nyeri, arau kecemasan. Nadi yang cepat dan dangkal
yang dihubungkan dengan hipotensi menunjukkan hemoragi, syok, atau
emboli. Tekanan darah umumnya tetap dalam batasan normal selama
kehamilam. Wanita pascapartum dapat mengalami hipotensi ortostik
karena diuresis dan diaphoresis, yang menyebabkan pergeseran volume
cairan kardiovaskuler. Hipotensi menetap atau berat dapat merupakan
tanda syok atau emboli. Peningkatan tekanan darah menunjukkan
hipertensii akibat kehamilan, yang dapat muncul pertama kali pada masa
pascapartum. Kejang eklamsia dilaporkan terjadi sampai lebih dari 10
hari pascaparum (Cuningham, et al, 1993 dalam Sharon J, dkk 2011).
Nadi dan tekanan darah diukur setiap 4 sampai 8 jam, kecuali jika ada
penyimpangan dari nilai normal sehingga perlu diukur lebih sering.

11
2. Pernafasan
Menurut sholikah (2011) klien post operasi Secticaesarea terjadi
peningkatan pernafasan, lihat adannya tarikan dinding dada, frekuensi
pernapasan, irama nafas serta kedalaman bernapas.
3. Kepala dan muka
Amati kesimetrisan muka, amati ada atau tidaknya hiperpigmentasi pada
wajah ibu (cloasmagravidanum), amati warna dari keadaan rambut, kaji
kerontokan dan kebersiihan rambut, kaji pembengkakan pada muka.
4. Mata
Amati ada atau tidaknya peradangan pada kelopak mata, kesimetrisan
kanan dan kiri, amati keadaan konjungtiva (konjungtivitis atau anemis),
sclera (ikterik atau indikasi hiperbilirubin atau gangguan pada hepar),
pupil (isokor kanan dan kiri (normal), reflek pupil terhadap cahaya
miosis atau mengecil, ada atau tidaknya nyeri tekan atau peningkatan
tekanan intraokuler pada kedua bola mata.
5. Hidung
Amati keadaan septum apakah tepat di tengah, kaji adanya masa
abnormal dalam hidung dan adanya skret, kaji adanya nyeri tekan pada
hidung
6. Telinga
Amati kesimetrisan, warna dengan daerah sekitar, ada atau tidaknya
luka, kebersihan telinga amati ada tidaknya serumendan otitis media
7. Mulut
Amati bibir apa ada kelainan kogenital (bibir sumbing), warna,
kesimetrisan, sianosis atauu tidak, pembengkakan, lesi, amati adanya
stomatitis pada mulut, amati jumlah dan bentuk gigi, warna dan
kebersihan gigi.
8. Leher

12
Amati adanya luka, kesimetrisan dan masa abnormal, kaji adanya
distensi vena jugularis, dan adanya pembesaran kelenjar tiroid.

9. Paru-paru
Kesimetrisan bentuk/postur dada, gerakann nafas (frekuensi irama,
kedalaman, dan upaya pernafasan/pengggunaan otot-otot bantu
pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/penonjolan, kaji
pergerrakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus apakah normal
kanan dan kiri, perkusi (normalnya berbunyi sonor), kaji bunyi
(normalnya kanan dan kiri terdengar vesiikuler).
10. Cardiovaskuler
Terjadi peningkatan frekuensi nadi, irama tidak teratur, serta
peningkatan tekanan darah
11. Payudara
Pengkajian payudara selama masa pascapartum meliputu inspeksi
ukuran, bentuk, warna, dan kesimetrisan serta palpasi konsistensi apakah
ada nyeri tekan guna menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari
pertama pascapartum, payudara tidak banyak berubah kecil kecuali
skresi kolostrum yang banyak. Pada ibu menyusui, saat ASI mulai
diproduksi, payudara menjadi lebih besar, keras, dan hangat dan
mungkin terasa berbenjol-benjol atau bernodul. Wanita sering
mengalami ketidaknyamanan dengan awitan awal laktasi. Pada wanita
yang tidak menyusui, perubahan ini kurang menonjol dan menghilang
dalam beberapa hari. Banyak wanita mengalami pembengkakan nyata
seiring dengan awitan menyusui. Payudara menjadi lebih besar dan
teraba keras dan tegang, dengan kulit tegang dan mengkilap serta
terlihatnya pembesaran vena berwarna biru. Payudara dapat terasa
sangat nyeri dan teraba panas saat disentuh.
12. Abdomen

13
Apakah kembung, asites, terdapat nyeri tekan, lokasi massa, lingkar
abdomen, bising usus, tampak linea nigra attau alba, striae livida atau
albican, terdapat bekas luka operasi Sectiocaesarea. (Anggraini, 2010)
mengkaji luka jahitan post Sectiocaesarea yang meliputi kondisi luka
(melintang atau membujur, kering atau basah, adanya nanah atau tidak),
dan mengkaji kondisi jahitan (jahitan menutup atau tidak, terdapat
tanda-tanda infeksi serta warna kemerahan pada sekitar area jahitan luka
post Sectiocaesarea atau tidak).
13. Ekstermitas bawah
Pengkajian pascapartum pada ekstermitas bawah meliputi inspeksi
ukuran, bentuk, kesimetrisan, warna, edema, dan varises. Suhu dan
pembengkakan dirasakan dengan palpasi. Tanda-tanda tromboflebitis
adalah bengkak unilateral, kemerahan, panas, dan nyeri tekan, biasanya
terjadi pada betis. Trombosis pada vena femoralis menyebabkan nyeri
dan nyeri tekan pada bagiian distal pahha dan daerah popliteal. Tanda
homan, muncunya nyeri betis saat gerakan dorsofleksi
14. Genetalia
Melihat kebersihan dari genetalia pasien, adanya lesi atau nodul dan
mengkaji keadaan lochea. Lochea yang berbau menunjukkan tanda-
tanda resiiko infeksi. (Handayani, 2011)
1.1.5 Nutrisi
Ibu yang menyusui harus mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, pil
zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya 40 hari pasca
bersalin, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral
dan vitamin yang cukup, mengonsumsi kapsul vitamin A 9200.000) unit,
agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui asinya (Saifuddin,
2001 dalam Siti, dkk 2013). Makanan bergizii terdapat pada sayur hijau,
lauk pauk dan buahh. Konsumsi sayur hijau seperti bayam, sawi, kol dan
sayur hijau lainnya menjadi sumber makanan bergizi. Untuk lauk pauk
dapat memilih daging ayamm, ikan, telur, dan sejenisnya. Ibu post Sectio

14
Caesarea harus menghindari makanan dan minuman yang mengandung
bahan kimia, pedas dan menimbulkan gas karena gas perut kaddanng-
kadang menimbulkan masalah sesudah Sectio Caesarea. Jika ada gas dalam
perut, ibu akan merasakan nyeri yang menusuk. Gerak fisik dan bangun dari
tempat tidur, pernapasan salam, dan bergoyanng dikursi dapat membantu
mencegah dan menghilanngkan gas. (Simkin dkk, 2007 dalam Siti dkk,
2013).
1.1.6 Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan BAB dan BAK
meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi, bau serta masalah eliminasi
(Anggraini, 2010). Pada klien post SC biasanya 2-3 hari mengalami
kesulitan buang air besar (konstipasi) hal ini dikarenakan ketakutan akan
rasa sakit pada daerah sekitar post operasi, takut jahitan terbuka karena
menngejan. (handayani, 2011).
1.1.7 Pemeriksaan laboratorium
Untuk mengkaji apakah ada anemia, pemeriksaan hitung darah lengkap,
hematokrit atau haemoglobin dilakukan dalam 2 sampai 48 jam setelah
persalinan. Karena banyaknya adaptasi fisiologis saat wanita kembali ke
keadaan sebelum hamil, nilai darah berubah setelah melahirkan. Dengan
rata-rata kehilangan darah 400-500 ml, penurunan 1g kadar haemoglobin
atau 30% nilai hemmatokrit masih dalam kisaran yang diharapkan.
Penurunan nilai yang lebih besar disebabkan oleh perdarahan hebat saat
melahirkan, hemoragi, atau anemia prenatal. Selama 10 hari pertama
pascapartum, jumlah sel darah putih dapat meningkat sampai 20.000/mm3
sebelum akhirnya kembali ke nilai normal (Bond, 1993 dalam Sharon J dkk,
2011). Karena komponen selular lekosit iini mirip denngan komponen
selular selama infeksi, peningkatan ini dapat menutupi proses infeksi kecuali
jika jumlah sel darahh putih lebih tinggi dari jumlah fisiologis.
1.2 Diagnosa
1. Nyeri Akut b/d Agen pencedera fisik (Sectio Caesarea)

15
2. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b/d sekret yang tertahan
3. Resiko Infeksi faktor resiko efek prosedur invasif

16
1.3 Intervensi
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
Definisi : Pengalaman sensorik atau Kode : L. 08066 Kode : I. 08238
emosional yang berkaitan dengan kerusakan 1. Kemampuan menuntaskan 1. Identifikasi lokasi,
jaringan actual atau fungsiional, dengan
aktivitas dari skala 1 (menurun) karakteristik, durasi
onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang menjadi skala 4 (cukup frekuensi, kualitas, intensitas
berlangsung kurang dari 3 bulan meningkat) nyeri
Penyebab: 2. Keluhan nyeri dari skala 2 2. Ide ntifikasi skala nyeri
1. Agen pencedera fisiologis (mis. (cukup meningkat) menjadi 3. Identifikasi respon nyeri non
Inflamasi, iskemia, neoplasma) skala 4 (cukup menurun) verbal
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, 3. Meringis dari skala 2 (cukup 4. Identifikasi factor yang
bahan kimia iritan)
meningkat) menjadi skala 4 memperberat dan
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses,
amputasi, terbakar, terpotong, (cukup menurun) memperingan nyeri
mengangkat berat, prosedur operasi, 4. Gelisah dari skala 2 (cukup 5. Monitor keberhasilan terapi
trauma, latihan fisik berlebihan) meningkat) menjadi skala 4 komplementer yang sudah
Gejala dan tanda mayor (cukup menurun) diberikan
Subjektif : mengeluh nyeri 5. Kesulitan tidur dari skala 3 6. Berikan teknik non
Objektif: (sedang) menjai skala 4 (cukup farmakologis untuk
1. Tampak meringis
menurun) mengurangi rasa nyeri
2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi
menghindari nyeri) 6. Mual dari skala 3 (cukup 7. Control lingkungan yang
3. Gelisah menurun) menjadi skala 4 memperberat rasa nyeri
4. Frekuensi nadi meningkat (cukup meningkat) 8. Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Sulit tidur 7. Muntah dari skala 3 (cukup 9. Jelaskan strategi meredakan
Gejala dan tanda minor menurun) menjadi skala 4 nyeri
Subjektif : -

16
Objektif : (cukup meningkat) 10. Anjurkkan monitor nyeri
1. Tekanan darah meeningkat secara mandiri
2. Pola nafas berubah Anjurkan menggunakan
3. Nafsu makan berubah
analgetik secara tepat
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
Kondisi klinis terkait
1. Kondisi Pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
Glaukoma
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif Bersihan jalan nafas Manajemen jalan nafas
Definisi : ketidakmampuan membersihkan Kode : L.01001 Kode : I.01011
secret atau obstruksi jalan nafas untuk 1. Batuk efektif dari skala 3 1. Monitor pola nafas (frekuensi
mempertahankan jalan nafas tetap paten
(sedang) menjadi skala 4 (cukup kedalaman usaha nafas)
Penyebab :
a. Fisiologis meningkat) 2. Monitor sputum (jumlah,
1) Spasme jalan nafas 2. Produksi sputum skala 3 warna, aroma)
2) Hipersekresi jalan nafas (sedang) menjadi skala 4 (cukup 3. Posisikan semi fowler atau
3) Disfungsi neuromuskuler menurun) fowler
4) Benda asing dalam jalan nafas 3. Frekuensi nafas skala 3 4. Berikan minum hangat
5) Adanya jalan nafas buatan (sedang) menjadi skala 4 (cukup 5. Berikan oksigen
6) Sekresi yang tertahan
membaik) 6. Anjurkan asupan cairan 2000
7) Hiperplasia dinding jalan nafas
8) Proses infeksi ml/hari
9) Respon alregi

17
10) Efek agen farmakologis (mis.
anastesi)
b. Situasional
1) Merokok aktif
2) Merokok pasif
3) Terpajan palutan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : -
Objektif :
a. Batuk tidak efektif
b. Tidak mampu batuk
c. Sputum berlebihan
d. Mengi, wheezing dan / atau ronkhi
kering
e. Mekonium dijalan nafas (pada neonatus)
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
a. Dispnea
b. Sulit berbicara
c. Ortopnea
Objektif :
a. Gelisah
b. Sionasis
c. Bunyi nafas menurun
d. Frekuensi nafas berubah
e. Pola nafas berubah
Kondisi klinis terkait :
a. Gullian barre syndrome
b. Sklerosis multiple

18
c. Myathenia gravis
d. Prosedur diasnostik
e. Depresi sistem saraf pusat
f. Cidera kepala
g. Stroke
h. Kuadriplegia
i. Syndrome aspirasi mekonium
j. Infeksi saluran nafas
3. Resiko infeksi Tingkat infeksi Perawatan luka
Definisi : beresiko mengalami peningkatan Kode : L.14137 Kode : I.14564
terserang oragnisme patogenik 1. Demam dari skala 3 (sedang) 1. Monitor karateristik luka
Faktor resiko :
menjadi skala 4 (cukup (mis. drainase, warna, ukura,
a. Penyakit kronis (mis. diabetes mellitus)
b. Efek prosedur invasif menurun) bau)
c. Malnutrisi 2. Kemerahan dari skala 3 2. Monitor tanda – tanda infeksi
d. Peningkatan paparan organisme patogen (sedang) menjadi skala 4 (cukup 3. Lepaskan balutan dan plester
lingkungan menurun) secara perlahan
e. Ketidakadekuatan pertahan tubuh primer: 3. Nyeri dari skala 3 (sedang) 4. Bersihkan dengan cairan
1) Gangguan perstaltik menjadi skala 4 (cukup NaCl atau cairan non toxic
2) Kerusakan integritas kulit
menurun) 5. Bersihkan jaringan nekrotik
3) Perubahan sekresi PH
4) Penurunan kerja siliaris 4. Bengkak dari skala 3 (sedang) 6. Berikan salep yang sesuai ke
5) Ketuban pecah lama menjadi skala 4 (cukup kulit
6) Ketuban pecah sebelum waktunya menurun) 7. Pasang balutan sesuai jenis
7) Merokok 5. Kultur area luka dari skala 2 luka
8) Stasis cairan tubuh (cukup memburuk) menjadi 8. Pertahankan teknik steril saat
f. Ketidakadekuatan pertahan tubuh skala 4 (cukup membaik) melakukan perawatan luka
sekunder
9. Jelaskan tanda dan gejala
1) Penurunan hemoglobin
infeksi

19
2) Imununosupresi 10. Ajarkan prosedur perawatan
3) Leukopenia luka secara mandiri
4) Supresi respon inflamasi 11. Kolabirasi pemberian
5) Vaksinasi tidak adekuat
antibiotik
Kondisi klinis terkait
a. AIDS
b. Luka bakar
c. Penyakit paru obstruktif kronis
d. Diabetes mellitus
e. Tindakan invasif
f. Kondisi penggunaan terapi steroid
g. Penyalahgunaan obat
h. Ketuban pecah sebelum waktunya
i. Kanker
j. Gagal ginjal
k. Immunosupresi
l. Lymphdema
m. Leukositopenia
n. Gangguan fungsi ginjal

20
1.4 Implementasi
Pengelolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan. Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana
perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung
terhadap klien.
1.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk
menentukan intervensi keperawatan telah berhasil memungkinkan kondisi klien.
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawtan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak.

21
LAPORAN KASUS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PRA PROFESI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
PERIOPERATIF (SECTIO CAESAREA)

Pembimbing Akademik:
Sulistyorini, S. Kep., Ns., M. Tr. Kep

Disusun Oleh:
M. Adi Resa Junaedi (1130017052)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021

Anda mungkin juga menyukai