Anda di halaman 1dari 24

Kompetensi Dasar :

1. Memahami dan menerapkan demokrasi,hak asasi manusia,dan bela negara


2. Memahami dan menjelaskan wawasan nusantara dan geopolitik

Sub Kompetensi/Pokok Bahasan :

5.2 Landasan hubungan UUD 1945 dengan NKRI

5.3 Perkembangan pendidikan Bela Negara

6.1 Pengertian wawasan nusantara dan geopolitik,faktor-faktor yang mempengaruhi wawasan


nusantara

6.2 Implementasi dan tantangan implementasi wawasan nusantara

Pembahasan

5.2 Landasan hubungan UUD 1945 dengan NKRI

I. LANDASAN HUBUNGAN UUD 1945 dan NEGARA KESATUAN REPUBLIK


INDONESIA

1. Pancasila Sebagai Ideologi Negara


Telah disebutkan bahwa Pancasila merupakan falsafah bangsa sehingga ketika Indonesia
menjadi negara, falsafah Pancasila ikut masuk dalam negara. Cita-cita bangsa tercermin dalam
Pembukaan UUD 1945, sehingga dengan demikian Pancasila merupakan Ideologi Negara.

2. UUD 1945 Sebagai Landasan Konstitusi


Kemerdekaan Indonesia merupakan momentum yang sangat berharga dimana bangsa kita bisa
terlepas dari penjajahan. Tetapi kemerdekaan ini bukan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia karena :
a.  Teks Proklamasi secara tegas menyatakan bahwa yang merdeka adalah bangsa Indonesia, bukan
negara (karenatidak memenuhi syarat adanya negara dalam hal ini tidak adanya pemerintahan).
b.  Mengingat kondisi seperti ini, maka dengan segera dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) yang bertugas untuk membuat undang-undang. Maka, pada 18 Agustus 1945
telah terbentuk UUD 1945 sehingga secara resmi berdirilah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Jadi, UUD 1945 merupakan landasan konstitusi NKRI.

3. Implementasi konsepsi UUD 1945 sebagai landasan konstitusi

-     Pancasila : cita-cita dan ideologi negara


-     Penataan : supra dan infrastruktur politik negara
-     Ekonomi : peningkatan taraf hidup melalui penguasaan bumi dan air oleh negara untuk
kemakmuran bangsa.
- Kualitas bangsa : mencerdaskan bangsa agar sejajar dengan bangsa-bangsa lain.
- Agar bangsa dan negara ini tetap berdiri dengan kokoh, diperlukan kekuatan pertahanan dan
keamanan melalui pola politik strategi pertahanan dan kemanan.

4. Konsepsi pertama tentang Pancasila sebagai cita-cita dan ideologi Negara


a.  Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan bertentangan dengan hak asasi
manusia.
b. Kehidupan berbangsa dan bernegara ini harus mendapatkan ridho Allah SWT karena
merupakan motivasi spiritual yang harus diraih jika negara dan bangsa ini ingin berdiri dengan
kokoh.
c.   Adanya masa depan yang harus diraih.
d.  Cita-cita harus dicapai oleh bangsa Indonesia melalui wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

5. Konsepsi UUD 1945 dalam mewadahi perbedaan pendapat dalam masyarakat


Paham Negara RI adalah demokratis, karena itu idealisme Pancasila yang mengakui adanya
perbedaan pendapat dalam kelompok bangsa Indonesia. Hal ini telah diatur dalam undang -
undang pelaksanaan tentang organisasi kemasyarakatan yang tentunya berdasarkan falsafah
Pancasila.
6. Konsepsi UUD 1945 dalam infrastruktur politik
Infrastruktur politik adalah wadah masyarakat yang menggambarkan bahwa masyarakat ikut
menentukan keputusan politik dalam mewujudkan cita-cita nasional berdasarkan
falsafah bangsa. Pernyataan bahwa tata cara penyampaian pikiran warga negara diatur dengan
undang-undang.

KETAHANAN NASIONAL

A. LATAR BELAKANG
Setiap bangsa sudah pasti mempunyai cita-cita yang ingin diwujudkan dalam hidup dan
kehidupan nyata. Cita-cita itu merupakan arahan dan atau tujuan yang sebenar-benarnya dan
mempunyai fungsi sebagai penentu arah dari tujuan nasionalnya. Namun demikian, pencapaian
cita-cita dan tujuan nasional itu bukan sesuatu yang mudah diwujudkan karena dalam
perjalanannya ke arah itu akan muncul energi baik yang positif maupun negatif yang memaksa
suatu bangsa untuk mencari solusi terbaik, terarah, konsisten, efektif, dan efisien.
Energi positif bisa muncul dari dua situasi kondisi yaitu dalam negeri dan luar negeri. Kedua
situasi kondisi itu akan menjadi motor dan stimulan untuk membangkitkan kesadaran pada
bangsa untuk membangun ketahanan nasional yang holistik dan komprehensif. Di sisi lain, energi
negatif juga akan muncul dari dua situasi kondisi tadi, yang biasanya menjadi penghambat dan
rintangan untuk membangun ketahanan nasional. Energi negatif biasanya muncul secara parsial
tetapi tidak bisa dipungkiri dalam banyak hal merupakan suatu produk yang tersistem dan
terstruktur dengan rapi dalam sistem operasional yang memakan waktu lama.
Energi positif tersebut di atas dalam banyak wacana biasanya disebut dengan daya dan upaya
penguatan pembangunan suatu bangsa dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya.
Sementara itu, energi negatif cenderung untuk menghambat dengan tujuan akhir melemahkan
bahkan menghancurkan suatu bangsa.
Kemampuan, kekuatan, ketangguhan dan keuletan sebuah bangsa melemahkan dan atau
menghancurkan setiap tantangan, ancaman, rintangan dan gangguan itulah yang yang disebut
dengan Ketahanan Nasional. Oleh karena itu, ketahanan nasional mutlak senantiasa untuk dibina
dan dibangun serta ditumbuhkembangkan secara terus-menerus dengan simultan dalam upaya
mempertahankan hidup dan kehidupan bangsa. Lebih jauh dari itu adalah makin tinggi tingkat
ketahanan nasional suatu bangsa maka makin kuat pula posisi bangsa itu dalam pergaulan dunia.

Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 pun tidak lepas
dan luput dari persoalan yang berkaitan dengan ketahanan nasional karena dalam perjalanan
sejarahnya, Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami pasang surut dalam menjaga
eksistensi dan kelangsungan hidup sebagai sebuah bangsa dan negara yang merdeka dan
berdaulat. Apabila dilihat dari geopolitik dan geostrategi yang kemudian dikaitkan dengan
potensi-potensi yang dimilikinya maka bangsa Indonesia berada pada posisi yang rawan dengan
instabilitas nasional yang diakibatkan dari berbagai kepentingan seperti persaingan dan atau
perebutan pengaruh balk dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Hal itu sudah dipastikan akan
memberikan dampak bagi hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.
Indonesia adalah negara yang bersandar pada kekuatan hukum sehingga kekuasaan dan
penyelenggaraan hidup dan kehidupan kenegaraan diatur oleh hukum yang berlaku. Dengan kata
lain, hukum sebagai pranata sosial disusun untuk kepentingan seluruh rakyat dan bangsa yaitu
menjaga ketertiban bagi seluruh rakyatnya. Kondisi kehidupan nasional itu menjadi salah satu
kekuatan ketahanan nasional karena adanya jaminan kekuasaan hukum bagi semua pihak yang ada
di Indonesia dan lebih jauh daripada itu adalah menjadi cermin bagaimana rakyat Indonesia
mampu untuk tumbuh dan berkembang dalam suatu wilayah yang menempatkan hukum sebagai
asas berbangsa dan bernegara dengan menyandarkan pada kepentingan dan aspirasi rakyat.

B. POKOK-POKOK PIKIRAN

Upaya pencapaian ketahanan nasional sebagai pijakan tujuan nasional yang disepakati


bersama didasarkan pada pokok-pokok pikiran berikut :
1. Manusia Berbudaya
Manusia adalah mahluk Tuhan yang pertama-tama berusaha menjaga, mempertahankan
eksistensi dan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, manusia berusaha memenuhi kebutuhan
hidupnya dari yang paling pokok sampai yang paling mutakhir baik yang bersifat materi maupun
kejiwaan.
Manusia dikatakan mahluk Tuhan yang sempurna karena memiliki naluri, kemampuan
berpikir, akal dan berbagai ketrampilan, senantiasa berjuang. Untuk keperluan itu maka manusia
hidup berkelompok (homo socius)  dan menghuni suatu wilayah tertentu yang dibinanya dengan
kemampuan dan kekuasaannya (zoon politicon).  Oleh karena itu, manusia berbudaya
senantiasa selalu mengadakan hubungan-hubungan sebagai berikut :
a.         Manusia dengan Tuhan dinamakanAgama/ Kepercayaan.
b.         Manusia dengan cita-cita dinamakan Ideologi.
c.         Manusia dengan kekuatan/kekuasaan dinamakan Politik.
d.         Manusia dengan pemenuhan kebutuhan dinamakan Ekonomi.
e.         Manusia dengan penguasaan/pemanfaatan alam dinamakan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
f.          Manusia dengan manusia dinamakan Sosial
g.         Manusia dengan rasa Keindahan dinamakan Seni/ Budaya.
h.        Manusia dengan rasa aman dinamakan Pertahanan dan Keamanan.

Dari uraian tersebut di atas diperoleh suatu kesimpulan bahwa manusia bermasyarakat untuk
mendapatkan kebutuhan hidupnya yaitu kesejahteraan, keselamatan dan keamanan. Ketiga hal
itu adalah hakekat dari ketahanan nasional yang mencakup dan meliputi kehidupan nasional
yaitu aspek alamiah dan aspek sosial/kemasyarakatan sebagai berikut :

Aspek alamiah adalah :


a.       Posisi dan lokasi geografi negara.
b.       Keadaan dan kekayaan alam.
c.       Keadaan dan kemampuan penduduk.
Aspek sosial/kemasyarakatan adalah :
a.       Ideologi.
b.       Politik.
c.       Sosial.
d.       Budaya.
e.       Pertahanan dan Keamanan.
Aspek alamiah bersifat statis dan sering disebut dengan istilah Trigatra, sedangkan aspek
sosial/kemasyarakatan bersifat dinamis disebut juga dengan istilah Pancagatra. Kedua aspek itu
biasanya disebut dengan Astagatra. Aspek-aspek di atas mempunyai hubungan timbal balik
antargatra yang sangat erat yang disebut dengan istilah keterhubungan (korelasi) dan
ketergantungan (interdependensi).

2. Tujuan Nasional, Falsafah Bangsa dan Ideologi Negara


Tujuan nasional menjadi pokok pikiran dalam ketahanan nasional karena suatu organisasi
apapun bentuknya dalam proses kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya akan
selalu berhadapan dengan masalah-masalah yang internal dan ekternal, demikian pula dengan
negara dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu situasi dan kondisi yang
slap untuk menghadapinya.
Untuk Indonesia, falsafah dan ideologi menjadi pokok pikiran ketahanan nasional diperoleh
dari Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:

a.       Alinea Pertama, menyebutkan bahwa "sesungguhnya kemerdekaan itu hak segala bangsa
dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan" mempunyai makna : "merdeka adalah hak semua bangsa",
"penjajahan bertentangan dengan hak asasi manusia".
b.       Alinea Kedua, menyebutkan "dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat adil dan makmur"
mempunyai makna : "adanya masa depan yang harus diraih (cita-cita).
c.        Alinea Ketiga, menyebutkan "atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan
didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya" mempunyai makna :"bila negara ingin
mencapai cita-cita maka kehidupan berbangsa dan bernegara harus mendapat ridho Allah yang
merupakan dorongan spiritual"
d.       Alinea Keempat, menyebutkan "kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Alinea itu mempunyai makna yaitu mempertegas
cita-cita yang harus dicapai oleh bangsa Indonesia melalui wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

5.3 Perkembangan pendidikan Bela Negara

A.   Situasi NKRI terbagi dalam periode–periode:


Tahun 1945 sejak NKRI diproklamasikan sampai 1965 disebut periode lama atau Orde Lama.
Ancaman yang dihadapi datangnya dari dalam maupun dari luar, langsung maupun tidak
langsung, menumbuhkan pemikiran mengenai cara menghadapinya. Pada tahun 1954, terbitlah
produk Undang–Undang tentang Pokok–Pokok Perlawanan Rakyat (PPPR) dengan Nomor 29
Tahun 1954. Sehingga terbentuklah organisasi–organisasi perlawanan rakyat pada tingkat desa
(OKD) dan sekolah-sekolah  (OKS).
       Tahun 1965 sampai 1998 disebut periode baru atau Orde Baru. Ancaman yang dihadapi
dalam periode ini adalah tantangan non fisik. Pada tahun 1973 keluarlah Ketetapan MPR dengan
Nomor IV/MPR/1973 tentang GBHN, dimana terdapat penjelasan tentang Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional. Lalu pada tahun 1982 keluarlah UU No. 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan–Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, dengan adanya
penyelenggaraan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara dari Taman Kanak–Kanak hingga
Perguruan Tinggi.
         Tahun 1998 sampai sekarang disebut periode Reformasi, untuk menghadapi perkembangan
jaman globalisasi maka diperlukan undang–undang yang sesuai maka keluarlah Undang–Undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur kurikulum Pendidikan
kewarganegaraan, yang kemudian pasal ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah hubungan negara dengan warga negara, antara warga
negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan
Tinggi harus terus ditingkatkan guna menjawab tantangan masa depan, sehingga keluaran peserta
didik memiliki semangat juang yang tinggi dan kesadaran bela negara sesuai bidang profesi
masing-masing demi tetap tegak dan utuhnya NKRI.
        Perguruan Tinggi perlu mendapatkan Pendidikan Kewarganegaraan karena Perguruan
Tinggi sebagai institusi ilmiah bertugas secara terus menerus mengembangkan ilmu pengetahuan
dan Perguruan Tinggi sebagai instrumen nasional bertugas sebagai pencetak kader-kader
pemimpin bangsa.
       Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi diberikan pemahaman filosofi secara
ilmiah meliputi pokok-pokok bahasan, yaitu : Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Politik
dan Strategi Nasional.
 B. Era reformasi membawa banyak perubahan di hampir segala bidang di Republik Indonesia.
Ada perubahan yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat, tapi tampaknya ada juga yang
negatif dan pada gilirannya akan merugikan bagi keutuhan wilayah dan kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Suasana keterbukaan pasca pemerintahan Orde Baru
menyebabkan arus informasi dari segala penjuru dunia seolah tidak terbendung. Berbagai
ideologi, mulai dari ekstrim kiri sampai ke ekstrim kanan, menarik perhatian bangsa kita,
khususnya generasi muda, untuk dipelajari, dipahami dan diterapkan dalam upaya mencari jati
diri bangsa setelah selama lebih dari 30 tahun merasa terbelenggu oleh sistem pemerintahan yang
otoriter.
    Salah satu dampak buruk dari reformasi adalah memudarnya semangat nasionalisme dan
kecintaan pada negara. Perbedaan pendapat antar golongan atau ketidaksetujuan dengan
kebijakan pemerintah adalah suatu hal yang wajar dalam suatu sistem politik yang demokratis.
Namun berbagai tindakan anarkis, konflik SARA dan separatisme yang sering terjadi dengan
mengatas namakan demokrasi menimbulkan kesan bahwa tidak ada lagi semangat kebersamaan
sebagai suatu bangsa. Kepentingan kelompok, bahkan kepentingan pribadi, telah menjadi tujuan
utama. Semangat untuk membela negara seolah telah memudar.
 Bela Negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah kewajiban
dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada Tentara Nasional Indonesia.
Padahal berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap
warga negara Republik Indonesia. Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk
mempertahankan Republik
Indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam negeri.
UU no 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara RI mengatur tata cara penyelenggaraan
pertahanan negara yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun oleh seluruh
komponen bangsa. Upaya melibatkan seluruh komponen bangsa dalam penyelenggaraan
pertahanan negara itu antara
lain dilakukan melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Di dalam masa transisi menuju
masyarakat madani sesuai tuntutan reformasi, tentu timbul pertanyaan apakah Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara masih relevan dan masih dibutuhkan. Makalah ini akan mencoba
membahas tentang relevansi Pendidikan Pendahuluan Bela Negara di era reformasi dan dalam
rangka menghadapi era globalisasi abad ke 21.

Hakekat Ancaman Terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia


Ancaman Dari Luar
    Dengan berakhirnya Perang Dingin pada awal tahun 1990an, maka ketegangan regional di
dunia umumnya, dan di kawasan Asia Tenggara khususnya dapat dikatakan berkurang.
Meskipun masih terdapat potensi konflik khususnya di wilayah Laut Cina Selatan, misalnya
sengketa Kepulauan Spratly yang melibatkan beberapa negara di kawasan ini, masalah Timor
Timur yang menyebabkan ketegangan antara Indonesia dan Australia, dan sengketa Pulau
Sipadan/Ligitan antara Indonesia dan Malaysia, namun diperkirakan semua pihak yang terkait
tidak akan menyelesaikan masalah tersebut melalui kekerasan bersenjata. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa dalam jangka waktu pendek ancaman dalam bentuk agresi dari luar relatif
kecil. Potensi ancaman dari luar tampaknya akan lebih berbentuk upaya menghancurkan moral
dan budaya bangsa melalui disinformasi, propaganda, peredaran narkotika dan obat-obat
terlarang, film-film porno atau berbagai kegiatan kebudayaan asing yang mempengaruhi bangsa
Indonesia terutama generasi muda, yang pada gilirannya dapat merusak budaya bangsa. Potensi
ancaman dari luar lainnya adalah dalam bentuk “penjarahan” sumber daya alam Indonesia
melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol yang pada gilirannya dapat merusak
lingkungan atau pembagian hasil yang tidak seimbang baik yang dilakukan secara “legal”
maupun yang dilakukan melalui kolusi dengan pejabat pemerintah terkait sehingga meyebabkan
kerugian bagi negara.
Semua potensi ancaman tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan Ketahanan Nasional melalui
berbagai cara, antara lain:
a. Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh-
pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa Indonesia
b. Upaya peningkatan perasaan cinta tanah air (patriotisme) melalui pemahaman dan
penghayatan (bukan sekedar penghafalan) sejarah perjuangan bangsa.
c. Pengawasan yang ketat terhadap eksploitasi sumber daya alam nasional serta terciptanya suatu
pemerintahan yang bersih dan berwibawa (legitimate, bebas KKN, dan konsisten melaksanakan
peraturan/undang-undang).
d. Kegiatan-kegiatan lain yang bersifat kecintaan terhadap tanah air serta menanamkan semangat
juang untuk membela negara, bangsa dan tanah air serta mempertahankan Panca Sila sebagai
ideologi negara dan UUD 1945 sebagai landasan berbangsa dan bernegara.
e. Untuk menghadapi potensi agresi bersenjata dari luar, meskipun kemungkinannya relatif
sangat kecil, selain menggunakan unsur kekuatan TNI, tentu saja dapat menggunakan unsur
Rakyat Terlatih (Ratih) sesuai dengan doktrin Sistem Pertahanan Semesta.
Dengan doktrin Ketahanan Nasional itu, diharapkan bangsa Indonesia mampu mengidentifikasi
berbagai masalah nasional termasuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan terhadap
keamanan negara guna menentukan langkah atau tindakan untuk menghadapinya.

Ancaman Dari Dalam


Meskipun tokoh-tokoh LSM banyak yang menyatakan hal ini sebagai sesuatu yang mengada-
ada, pada kenyataannya potensi ancaman yang dihadapi negara
Republik Indonesia tampaknya akan lebih banyak muncul dari dalam negeri, antara lain dalam
bentuk:
a. disintegrasi bangsa, melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan sentimen kesukuan atau
pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat
b. keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran Hak Azasi Manusia
yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru-hara/kerusuhan massa
c. upaya penggantian ideologi Panca Sila dengan ideologi lain yang ekstrim atau yang tidak
sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia
d. potensi konflik antar kelompok/golongan baik akibat perbedaan pendapat dalam masalah
politik, maupun akibat masalah SARA
e. makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional Di masa transisi ke arah
demokratisasi sesuai dengan tuntutan reformasi saat ini, potensi konflik antar
kelompok/golongan dalam masyarakat sangatlah besar. perbedaan pendapat yang justru adalah
esensi dari demokrasi malah merupakan potensi konflik yang serius apabila salah satu pihak
berkeras dalam mempertahankan pendiriannya sementara pihak yang lain berkeras memaksakan
kehendaknya. Dalam hal ini, sebenarnya cara yang terbaik untuk mengatasi perbedaan pendapat
adalah musyawarah untuk mufakat. Namun cara yang sesungguhnya merupakan ciri khas budaya
bangsa Indonesia itu tampaknya sudah dianggap kuno atau tidak sesuai lagi di era reformasi ini.
Masalahnya, cara pengambilan suara terbanyakpun (yang dianggap sebagai cara yang paling
demokratis dalam menyelesaikan perbedaan pendapat) seringkali menimbulkan rasa tidak puas
bagi pihak yang “kalah”, sehingga mereka memilih cara pengerahan massa atau melakukan
tindak kekerasan untuk memaksakan kehendaknya. Tidak adanya kesadaran hukum di sebagian
kalangan masyarakat serta ketidak pastian hukum akibat campur tangan pemerintah dalam sistem
peradilan juga merupakan potensi ancaman bagi keamanan dalam negeri. Apalagi di masa
transisi saat ini ada kelompok/golongan yang secara terbuka menyatakan tidak mengakui
Peraturan/perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah transisi yang berkuasa saat ini.
Pelecehan terhadap hukum/undang-undang ini jelas menimbulkan kekacauan/anarki dan
merupakan potensi konflik yang serius.
Contoh yang paling nyata adalah insiden Semanggi di mana para pengunjuk rasa yang jelas-jelas
tidak mematuhi UU no 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
akhirnya bentrok dengan aparat keamanan yang justru ingin menegakkan hukum. Terlepas dari
berbagai faktor psikologis dan politis yang memicu terjadinya insiden tersebut, kenyataannya
adalah seandainya semua pihak menyadari pentingnya kepatuhan terhadap hukum, tentunya
insiden itu tidak akan terjadi. Keragu-raguan aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan
maupun pengadilan) dalam menangani berbagai tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat
tinggi negara juga potensial untuk menyulut huru-hara akibat kekecewaan masyarakat. Tidak
adanya kesadaran hukum, di samping aspek sosial-psikologis yang perlu diteliti lebih lanjut dan
dicarikan penyelesaiannya, juga menyebabkan sering timbulnya tawuran antar warga atau
tawuran antar pelajar yang pada gilirannya menimbulkan keresahan masyarakat dan
menyebabkan instabilitas keamanan lingkungan.Maka, sosialisasi berbagai peraturan dan
perundang-undangan serta penegakan hukum yang tegas, adil dan tanpa pandang bulu adalah
satu-satunya jalan untuk mengatasi potensi konflik ini. Potensi ancaman dari dalam negeri ini
perlu mendapat perhatian yang serius mengingat instabilitas internal seringkali mengundang
campur tangan pihak asing, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk kepentingan
mereka.

Memudarnya Nasionalisme dan Kecintaan Pada Bangsa dan Tanah Air


Sebagai produk dari faktor politik, ekonomi, sosial dan intelektual pada suatu tahapan sejarah,
nasionalisme adalah “suatu kondisi pikiran, perasaan atau keyakinan sekelompok manusia pada
suatu wilayah geografis tertentu, yang berbicara dalam bahasa yang sama, memiliki
kesusasteraan yang mencerminkan aspirasi bangsanya, terlekat pada adat dan tradisi bersama,
memuja pahlawan mereka sendiri dan dalam kasus-kasus tertentu menganut agama yang sama”
Nasionalisme adalah produk langsung dari konsep bangsa. Ia merujuk kepada perasaan “kasih
sayang” pada satu sama lain yang dimiliki oleh anggota bangsa itu dan rasa kebanggaan yang
dimiliki oleh bangsa itu sendiri. Dia adalah semangat kebersamaan yang bertujuan memelihara
kesamaan pandangan, kesamaan masyarakat dan kesamaan bangsa dalam suatu kelompok orang-
orang tertentu. Dia adalah suatu idelogi abstrak yang mengakui kebutuhan akan suatu
pengalaman bersama, kebudayaan bersama, dasar sejarah, bahasa bersama dan lingkungan
politik yang homogen. Nasionalisme dapat diungkapkan dengan berbagai cara, misalnya
keinginan untuk mencapai taraf kehidupan yang tinggi, keinginan untuk memenangkan medali
emas lebih banyak dari negara lain dalam Olympiade, atau bahkan menundukkan wilayah lain
yang berbatasan.
Akhir-akhir ini ditengarai bahwa semangat nasionalisme dan patriotisme, khususnya di kalangan
generasi muda Indonesia telah memudar.
Beberapa indikasi antara lain adalah munculnya semangat kedaerahan seiring dengan
diberlakukannya otonomi daerah; ketidakpedulian terhadap bendera dan lagu kebangsaan;
kurangnya apresiasi terhadap kebudayaan dan kesenian daerah; konflik antar etnis yang
mengakibatkan pertumpahan darah.
Ketidak mampuan pemerintah pasca Orde Baru untuk mengatasi krisis multidimensional sering
dijadikan “kambing hitam” penyebab memudarnya nasionalisme. Banyak orang yang tidak
merasa bangga menjadi orang Indonesia akibat citra buruk di dunia internasional sebagai “sarang
koruptor” dan “sarang teroris”. Banyak orang yang enggan membela negara dengan alasan “saya
dapat dari negara?” Presiden John F. Kennedy dari Amerika Serikat pernah mengatakan, “don’t
ask what your country can do for you, ask what can you do for your country!” (jangan tanyakan
apa yang dapat dilakukan oleh negaramu untukmu, tapi tanyakan apa yang dapat kamu lakukan
untuk negaramu!) Semangat seperti itu seharusnya juga berlaku bagi semua warga negara
Indonesia. Ada semacam kekeliruan pandangan bahwa negara identik dengan pemerintah. Setiap
warga negara boleh saja tidak setuju dengan kebijakan pemerintah, tapi dia tetap berhak dan
wajib membela negaranya.
Memudarnya nasionalisme dan patriotisme mungkin juga disebabkan oleh tiadanya penghayatan
atas arti perjuangan para pahlawan kemerdekaan. Perayaan hari Kemerdekaan setiap tanggal 17
Agustus selama berpuluh tahun terkesan hanya sebagai ritual upacara bendera yang
membosankan. Tradisi “hura-hura” lomba makan krupuk dan panjat pinang, panggung hiburan
yang dari tahun ke tahun hanya diisi oleh vocal group remaja setempat di setiap RT di seluruh
tanah air dan gapura yang mencantumkan slogan-slogan kosong di setiap ujung gang. Yang lebih
memprihatinkan, di tengah krisis ekonomi yang berlarut-larut ini, hari Kemerdekaan dirayakan
dengan kembang api. Betapa tidak nasionalis dan tidak patriotisnya, membakar uang puluhan
juta rupiah sementara sebagian besar rakyat tengah menderita. Sedikit sekali kelompok
masyarakat yang merayakan hari Kemerdekaan dengan acara syukuran dan do’a bersama
mengingat jasa para pahlawan yang telah mengorbankan nyawa mereka untuk mencapai
kemerdekaan ini.
Demikian pula Sumpah Pemuda, yang sebenarnya adalah modal awal persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia jauh sebelum kemerdekaan, kini seolah hanya merupakan pelajaran sejarah
yang tidak pernah dihayati dan diamalkan. Munculnya gerakan separatisme dan konflik antar
etnis membuktikan. tidak adanya kesadaran bahwa kita adalah satu tanah air, satu bangsa, dan
satu bahasa. Harus diakui bahwa ada faktor-faktor politis, ekonomi dan psikologis yang
menyebabkan gerakan-gerakan separatis maupun konflik antar etnis itu, misalnya masalah
ketidak adilan sosial dan ekonomi, persaingan antar kelompok dan sebagainya. Kurang
tanggapnya pemerintah baik di pusat maupun daerah untuk mengantisipasi atau segera
menangani berbagai permasalahan itu menyebabkan tereskalasinya suatu masalah kecil menjadi
konflik yang berkepanjangan.

Bela Negara Sebagai Hak dan Kewajiban Warga Negara


Konsep Bela Negara
Pasal 30 UUD 1945 menyebutkan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pembelaan negara”. Konsep Bela Negara dapat diuraikan yaitu secara fisik maupun
non-fisik. Secara fisik yaitu dengan cara “memanggul bedil” menghadapi serangan atau agresi
musuh. Bela Negara secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar. Sedangkan
Bela Negara secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai “segala upaya untuk mempertahankan
negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan
bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif dalam memajukan
bangsa dan negara”.

Bela Negara Secara Fisik


Keterlibatan warga negara sipil dalam upaya pertahanan negara merupakan hak dan kewajiban
konstitusional setiap warga negara Republik Indonesia. Tapi, seperti diatur dalam UU no 3 tahun
2002 dan sesuai dengan doktrin Sistem Pertahanan Semesta, maka pelaksanaannya dilakukan
oleh Rakyat Terlatih (Ratih) yang terdiri dari berbagai unsur misalnya Resimen Mahasiswa,
Perlawanan Rakyat, Pertahanan Sipil, Mitra Babinsa, OKP yang telah mengikuti Pendidikan
Dasar Militer dan lainnya. Rakyat Terlatih mempunyai empat fungsi yaitu Ketertiban Umum,
Perlindungan Masyarakat, Keamanan Rakyat dan Perlawanan Rakyat. Tiga fungsi yang disebut
pertama umumnya dilakukan pada masa damai atau pada saat terjadinya bencana alam atau
darurat sipil, di mana unsur-unsur Rakyat Terlatih membantu pemerintah daerah dalam
menangani Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, sementara fungsi Perlawanan Rakyat
dilakukan dalam keadaan darurat perang di mana Rakyat Terlatih merupakan unsur bantuan
tempur bagi pasukan reguler TNI dan terlibat langsung di medan perang.
Apabila keadaan ekonomi nasional telah pulih dan keuangan negara memungkinkan, maka dapat
pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengadakan Wajib Militer bagi warga negara yang
memenuhi syarat seperti yang dilakukan di banyak negara maju di Barat. Mereka yang telah
mengikuti pendidikan dasar militer akan dijadikan Cadangan Tentara Nasional Indonesia selama
waktu tertentu, dengan masa dinas misalnya sebulan dalam setahun untuk mengikuti latihan atau
kursus-kursus penyegaran. Dalam keadaan darurat
perang, mereka dapat dimobilisasi dalam waktu singkat untuk tugas-tugas tempur maupun tugas-
tugas teritorial. Rekrutmen dilakukan secara selektif, teratur dan berkesinambungan. Penempatan
tugas dapat disesuaikan dengan latar belakang pendidikan atau profesi mereka dalam kehidupan
sipil misalnya dokter ditempatkan di Rumah Sakit Tentara, pengacara di Dinas Hukum, akuntan
di Bagian Keuangan, penerbang di Skwadron Angkutan, dan sebagainya. Gagasan ini bukanlah
dimaksudkan sebagai upaya militerisasi masyarakat sipil, tapi memperkenalkan “dwi-fungsi
sipil”. Maksudnya sebagai upaya sosialisasi “konsep bela negara” di mana tugas pertahanan
keamanan negara bukanlah semata-mata tanggung jawab TNI, tapi adalah hak dan kewajiban
seluruh warga negara Republik Indonesia.

Bela Negara Secara Non-Fisik


     Di masa transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntutan reformasi saat ini, justru
kesadaran bela negara ini perlu ditanamkan guna menangkal berbagai potensi ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan baik dari luar maupun dari dalam seperti yang telah diuraikan
di atas. Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, bela negara tidak selalu harus berarti
“memanggul bedil menghadapi musuh”. Keterlibatan warga negara sipil dalam bela negara
secara non-fisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa dan dalam segala
situasi, misalnya dengan cara:
a. meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati arti demokrasi
dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak
b. menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian yang tulus kepada masyarakat
c. berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan berkarya nyata (bukan retorika)
d. meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/undang-undang dan menjunjung
tinggi Hak Azasi Manusia
e. pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh-
pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa Indonesia
dengan lebih bertaqwa kepada Allah swt melalui ibadah sesuai agama/kepercayaan masing-
masing
    Apabila seluruh komponen bangsa berpartisipasi aktif dalam melakukan bela negara secara
non-fisik ini, maka berbagai potensi konflik yang pada gilirannya merupakan ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan bagi keamanan negara dan bangsa kiranya akan dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali. Kegiatan bela negara secara non-fisik sebagai
upaya peningkatan Ketahanan Nasional juga sangat penting untuk menangkal pengaruh budaya
asing di era globalisasi abad ke 21 di mana arus informasi (atau disinformasi) dan propaganda
dari luar akan sulit dibendung akibat semakin canggihnya teknologi komunikasi.
6.1 Pengertian wawasan nusantara dan geopolitik,faktor-faktor yang mempengaruhi
wawasan nusantara

Wawasan Nusantara adalah gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak di antara samudra
pasifik dan samudra Indonesia serta di antara benua asia dan benua australia.Istilah wawasan
berasal dari kata “wawas” yang berarti pandangan,tinjauan,penglihatan indrawi.sedangkan
wawasan berarti cara pandang,cara tinjau atau cara melihat.Istilah nusantara berasal dari kata
“Nusa” yang berarti kepulauan dan antara,yang berarti diapit oleh dua hal.

Istilah Nusantara digunakan untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan
pulau-pulau yang ada di Indonesia yang terletak diantara dua samudra dan dua benua yaitu
samudra Indonesia yang sebelumnya dikenal samudra Hindia,samudra pasifik, dan dua benua
yaitu benua asia dan benua australia.

Wawasan nasional bangsa Indonesia adalah wawasan Nusantara.setiap bangsa-bangsa


mempunyai wawasan nasional yang merupakan visi bangsa tersebut untuk menuju masa
depan.Kehidupan berbangsa dalam suatu negara memerlukan suatu konsep cara pandangan atau
wawasan nasional yang bertujuan untuk menjamin kelangsungan kehidupan,keutuhan bangsa
dan wilayah serta jati diri bangsa itu.secara umum wawasan nasional berarti cara pandang suatu
bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu
sesuai dengan kondisi geografis negaranya untuk mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya.
Wawasan Nusantara mempunyai arti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan
lingkungannya berdasarkan pancasila dan Undang-undang dasar 1945 serta sesuai dengan
geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-
cita nasional.

Wawasan nusantara berperan untuk membimbing bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan


kehidupan dan serta sebagai rambu-rambu dalam mengisi kemerdekaan.wawasan Nusantara
sebagai cara pandang mengajarkan bagaimana pentingnya membina persatuan dan kesatuan
dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan negara dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa
indonesia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi wawasan nusantara yaitu:

1. Wilayah
2. Geopolitik dan Geostrategi
3. Perkembangan wilayah Indonesia dan dasar hukumnya.

1.Faktor Wilayah

Wawasan Nusantara dipengaruhi oleh faktor wilayah yaitu asas kepulauan (Archipelogic
principle) yang berasal dari bahasa Italia “Archipelagos” yang berarti lautan terpenting.Istilah
Archipelago berarti wilayah lautan dengan pulau-pulau didalamnya.lahirnya asas Archipelago
mengandung pengertian bahwa pulau-pulau tersebut selalu dalam satu kesatuan yang utuh
,sementara unsur lautan antara pulau-pulau berfungsi sebagai unsur penghubung,bukan sebagai
unsur pemisah.

Asas dan wawasan kepulauan tersebut ditemukan ditemukan dalam pengertian  The Indian
Archipelago.kata tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda Indische Archipel. Bagian
wilayah Indische Archipel yang dikuasai Belanda dinamakan Nederlandsch Oost Indische
Archipelago.itulah wilayah jajahan Belanda yang kemudian menjadi wilayah Negara Republik
Indonesia.
Nusantara berarti Kepulauan Indonesia yang terletak antara benua asia dan benua australia dan di
antara Samudra Pasifik dan Samudra Indonesia yang terdiri dari 17.508 Pulau.Kepulauan
Indonesia berada pada batas-batas astronomi :

Utara     : 6º 08‘ LU

Selatan : 11º 15′ LS

Barat     : 94º 45′ BT

Timur   : 141º 05′ BT

Jarak dari Utara ke selatan sekira 188 Km, sedangkan jarak dari barat ke Timur sekira 5.110 Km.
Luas wilayah Indonesia adalah 5.193.250 KM², yang terdiri dari luas daratan 2.027.087 Km² dan
luas Perairan 3.166.163 Km².

2.Faktor Geopolitik dan Geostrategi

Pandangan Geopolitik bangsa Indonesia didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan
yang luhur dan dengan jelas dan tegas tertuang di dalam Pembukaan Undang-undang dasar
1945,Bangsa Indonesia adalah bangsa yang menolak segala bentuk penjajahan karena tidak
sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.

Bangsa Indonesia juga menolak paham rasialisme karena semua manusia mempunyai ,martabat
yang sama dan memiliki hak dan kewajiban yang sama berdasarkan nilai ketuhanan dan
kemanusiaan yang Universal.

Dalam hubungan Internasional bangsa Indonesia berpijak pada paham kebangsaan dan selalu
terbuka untuk ,menjalin kerjasama antar bangsa untuk saling menolong dan saling
menguntungkan dalam rangka mewujudkan perdamaian abadi dan ketertiban dunia.
Geostrategi yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan
keinginan politik.dalam melaksanakan geostrategi bangsa Indonesia adalah kenyataan posisi
silang Indonesia dari berbagai yaitu :

 Geoografi : Wilayah Indonesia terletak di antara dua benua yaitu benua asia dan benua
australia, dan di antara dua samudra yaitu Samudra Indonesia dan samudra pasifik.
 Demografi :Penduduk Indonesia terletak diantara penduduk jarang di Selatan
(Australia) dan Penduduk padat (negara RRC)
 Ideologi : Ideologi indonesia yaitu Pancasila terletak di antara liberalisme di selatan
(Australia dan selandia baru)  dan Komunisme di Utara (RRC,vietnam dan Korea
utara).
 Politik : Demokrasi pancasila terletak diantara demokrasi liberal di Selatan dan
demokrasi rakyat di utara
 Ekonomi : Ekonomi Indonesia terletak di antara Ekonomi kapitalis di selatan dan
ekonomi sosialis di utara.
 Sosial :Masyarakat Indonesia terletak di antara masyarakat Individualisme di selatan
dan masyarakat sosialisme di Utara.
 Budaya : Bangsa Indonesia terletak di antara budaya barat di Selatan dan budaya
timur di utara.
 Pertahanan dan keamanan: Indonesia terletak di antara kawasan kekuatan maritim di
selatan dan kekuatan kontinental di utara.

3.Perkembangan wilayah Indonesia dan dasar hukumnya

Perkembangan wilayah Indonesia sejak 17 Agustus 1945 sampai 13 Desember 1957,wilayah


Indonesia ketika merdeka meliputi wilayah bekas Hindia Belanda berdasarkan ketentuan dalam
“Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie” tahun 1939 tentang batas wilayah laut
teritorial Indonesia.Ordonansi tersebut menetapkan batas wilayah laut teritorial sejauh 3 mil dari
garis pantai ketika surut,dengan asas pulau demi pulau secara terpisah-pisah.sebagian besar
wilayah perairan dalam pulau-pulau merupakan perairan bebas.hal tersebut tidak sesuai dengan
kepentingan keselamatan dan keamanan negara Indonesia.
Pada tanggal 13 Desember 1957 dikeluarkan deklarasi juanda yang dinyatakan sebagai pengganti
Ordonansi tahun 1939 dengan tujuan yaitu :

1. Perwujudan bentuk wilayah negara kesatuan republik Indonesia yang utuh dan bulat.
2. Penentuan batas-batas wilayah negara Indonesia disesuaikan dengan asas negara
kepulauan (Archipelagic state principles).
3. Pengaturan lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keselamatan dan
keamanan negara kesatuan republik Indonesia.

Dengan berdasarkan asas kepulauan maka wilayah Indonesia adalah satu kesatuan kepulauan
nusantara termasuk perairannya yang utuh dan bulat.

Sejak 17 Februari 1969 dilakukan Deklarasi landas kontinen Negara Republik Indonesia yang
merupakan konsep politik yang berdasarkan konsep wilayah.deklarasi tersebut dipandang
sebagai upaya mengesahkan wawasan nusantara,dan juga untuk mewujudkan pasal 33 ayat (3)
UUD 1945.Asas-asas pokok yang termuat dalam Deklarasi landas kontinen yaitu :

1. Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam Landas kontinen Indonesia adalah
milik Eklusif negara Republik Indonesia.
2. Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landas kontinen dengan
negara-negara tetangga melalui perundingan.
3. Jika tidak ada garis batas ,maka landas kontinen adalah suatu garis yang ditarik
ditengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan wilayah terluar negara
tetangga.
4. Klaim tersebut tidak mempengaruhi sifat serta status dari perairan di atas landas
kontinen Indonesia maupun udara di atasnya.

Pada 21 Maret 1980 Pemerintah mengumumkan Zona ekonomi eksklusif (ZEE).adapun alasan-
alasan yang mendorong pemerintah mengumumkan Zona ekonomi eksklusif (ZEE) tersebut
adalah :

1. Persediaan ikan yang semakin terbatas


2. Kebutuhan untuk pembangunan nasional Indonesia
3. ZEE mempunyai kekuatan hukum Internasional.

Pada 30 April 1982 dilaksanakan konferensi PBB tentang hukum laut II di new York yang
menerima “The United Nation Convention on the law of the sea” (UNCLOS), yang kemudian di
tandatangani pada 10 Desember 1982 di Montego Bay,Jamaica oleh 117 Negara dan termasuk
Indonesia.Konvensi tersebut mengakui asas negara kepulauan (Archipelagic state Principle)
serta menetapkan asas-asas pengukuran ZEE.kemudian pemerintah dan DPR menetapkan
Undang-undang nomor 5 tahun 1983 tentang Zona ekonomi eksklusif (ZEE),dan Undang-
undang nomor 17 tahun 1985 tentang ratifikasi UNCLOS .sejak tanggal 3 Februari 1986
Indonesia telah tercatat sebagai salah satu dari 25 negara yang telah meratifikasinya.

6.2 Implementasi dan tantangan implementasi wawasan nusantara

Dalam dunia ini, yang abadi dan kekal itu adalah perubahan. Berkaitan dengan wawasan
nusantara yang syarat dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dan dibentuk dalam proses
panjang sejarah perjuangan bangsa, apakah wawasan bangsa Indonesia tentang persatuan dan
kesatuan itu akan terhanyut tanpa bekas atau akan tetap kokoh dan mampu bertahan dalam
terpaan nilai global yang menantang Wawasan Persatuan bangsa. Tantangan itu antara lain
adalah pemberdayaan rakyat yang optimal, dunia yang tanpa batas, era baru kapitalisme, dan
kesadaran warga negara.
Penerapan Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang
senantiasa mendahulukan kepentingan negara.
 Implementasi dalam kehidupan politik, adalah menciptakan iklim penyelenggaraan
negara yang sehat dan dinamis, mewujudkan pemerintahan yang kuat, aspiratif, dipercaya.
 Implementasi dalam kehidupan ekonomi, adalah menciptakan tatanan ekonomi yang
benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
secara merata dan adil.

 Implementasi dalam kehidupan sosial budaya, adalah menciptakan sikap batiniah dan


lahiriah yang mengakui, menerima dan menghormati segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan
yang hidup di sekitarnya dan merupakan karunia Sang Pencipta.

 Implementasi dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, adalah menumbuhkan


kesadaran cinta tanah air dan membentuk sikap bela negara pada setiap WNI.

Beberapa Tantangan Implementasi Wawasan Nusantara : 

         Pemberdayaan Masyarakat 
            John Naisbit dalam bukunya GLOBAL PARADOX menyatakan : negara harus dapat
memberikan peranan sebesar-besarnya kepada rakyatnya.

            Pemberdayaan masyarakat dalam arti memberikan peranan dalam bentuk aktivitas dan
partisipasi masyarakat untuk mencapai tujuan nasional hanya dapat dilaksanakan oleh negara-
negara maju dengan Buttom Up Planning, sedang untuk negara berkembang dengan Top Down
Planning karena adanya keterbatasan kualitas sumber daya manusia, sehingga diperlukan
landasan operasional berupa GBHN. 

            Kondisi nasional (Pembangunan) yang tidak merata mengakibatkan keterbelakangan dan


ini merupakan ancaman bagi integritas. Pemberdayaan masyarakat diperlukan terutama untuk
daerah-daerah tertinggal.

         Dunia Tanpa Batas 


a. Perkembangan IPTEK 

            Mempengaruhi pola fikir , pola sikap dan pola tindak masyarakat dalam aspek kehidupan.
Kualitas sumber daya Manusia merupakan tantangan serius dalam menghadapi tantangan global. 

b. Kenichi Omahe

            Dalam bukunya “Borderless Word” dan “The End of Nation State” menyatakan : dalam
perkembangan masyarakat global, batas-batas wilayah negara dalam arti geografi dan politik
relatif masih tetap, namun kehidupan dalam satu negara tidak mungkin dapat membatasi
kekuatan global yang berupa informasi, investasi, industri dan konsumen yang makin individual.
Untuk dapat menghadapi kekuatan global suatu negara harus mengurangi peranan pemerintah
pusat dan lebih memberikan peranan kepada pemerintah daerah dan masyarakat. 

            Perkembangan Iptek dan perkembangan masyarakat global dikaitkan dengan dunia tanpa
batas dapat merupakan tantangan Wawasan Nusantara, mengingat perkembangan tsb akan dapat
mempengaruhi masyarakat Indonesia dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak di dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

         Era Baru Kapitalisme 


a. Sloan dan Zureker 

            Dalam bukunya “Dictionary of Economics” menyatakan Kapitalisme adalah suatu sistim


ekonomi yang didasarkan atas hak milik swasta atas macam-macam barang dan kebebasan
individu untuk mengadakan perjanjian dengan pihak lain dan untuk berkecimpung dalam
aktivitas-aktivitas ekonomi yang dipilihnya sendiri berdasarkan kepentingan sendiri serta untuk
mencapai laba guna diri sendiri.

            Di era baru kapitalisme,sistem ekonomi untuk mendapatkan keuntungan dengan


melakukan aktivitas-aktivitas secara luas dan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat
sehingga diperlukan strategi baru yaitu adanya keseimbangan. 

b. Lester Thurow 

            Dalam bukunya “The Future of Capitalism” menyatakan : untuk dapat bertahan dalam era
baru kapitalisme harus membuat strategi baru yaitu keseimbangan (balance) antara paham
individu dan paham sosialis. 

            Di era baru kapitalisme, negara-negara kapitalis dalam rangka mempertahankan


eksistensinya dibidang ekonomi menekan negara-negara berkembang dengan menggunakan isu-
isu global yaitu Demokrasi, Hak Azasi Manusia, Lingkungan hidup. 

    Kesadaran Warga Negara 


a. Pandangan Indonesia tentang Hak dan Kewajiban 

            Manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Hak dan
kewajiban dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan.
b. Kesadaran bela negara

            Dalam mengisi kemerdekaan perjuangan yang dilakukan adalah perjuangan non fisik
untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, memberantas KKN,
menguasai Iptek, meningkatkan kualitas SDM, transparan dan memelihara persatuan. 

            Dalam perjuangan non fisik, kesadaran bela negara mengalami penurunan yang tajam
dibandingkan pada perjuangan fisik

Anda mungkin juga menyukai