NIM : J1A018067
SOAL B
JAWABAN
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://sinta.unud.ac.id/upl
oads/dokumen_dir/363d96f39a06fb2bf6697fab6f8e23dc.pdf&ved=2ahUKEwiEq8Sm
6ILwAhVcILcAHW7dBmUQFjAFegQICBAC&usg=AOvVaw3riW9x0apuLezlT2CP
7CVF&cshid=1618577977357.
3. Kasus terkait pelanggaran regulasi pangan yang terjadi di Indonesia dalam beberapa
tahun terakhir!
a. Susu Kental Manis
Jenis pelanggaran yang dilakukan produsen SKM yaitu Perka BPOM 21/2016 tentang
Kategori Pangan dan Standar Nasional Indonesia Nomor 2971: 2011 tentang susu kental
manis. Serta Pasal 100 ayat (1) dan Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang nomor 18 tahun
2012 tentang Pangan serta mengacu pada Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 44 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan, seharusnya
pencantuman kandungan gula, produsen memberi informasi konsumsi produk yang aman.
Berdasarkan UUD RI Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen BAB IV
perbuatan yang “dilarang untuk memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa
yang tidak sesuai dengan label, etika, keterangan, ilkan dan promosi penjualan barang
atau jasa”. Berdasarkan UUD Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
dalam ketetentuan umum pasal 1 ayat (6) yaitu “promosi adalah kegiatan pengenalan
atau penyebar luasan informasi suatu barang atau jasa”. Peraturan BPOM No. 31 tahun
2018 tentang label pangan olahan, tidak memberikan dampak signifikan terhadap
peredaran dan penggunaan susu kental manis. Pasal 54 memuat kewajiban produsen
untuk menyelesaikan tulisan pada label yang berbunyi :perhatikan! Tidak dapat
digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi”. Berdasarkan UU perlindungan konsumen
pasal 62 ayat 1 jika pelaku usaha melanggar ketentuan-ketentuan dan menimbulkan
kerugian bagi konsumen perbuatan tersebut ditindak pidana ancaman 5 tahun penjara
dengan denda paling banyak Rp. 2000.000.000,00 (dua miliar). Kerugian yang dialami
konsumen adalah konsumen rugi akan kandungan gizi yang terdapat dalam susu kental
mani, rugi atas penipuan produk dari label yang dilakukan oleh produsen, dan rugi secara
ekonomis karena membeli produk tersebut yang diiklankan berbeda dengan kegunaannya.
Misal, produsen memberi indikasi maksimal konsumsi per hari dan akibatnya jika
dikonsumsi berkepanjangan. Terkait tidak perlu melakukan penarikan produk,
Kesalahpahaman yang terjadi disini disebabkan oleh proses komunikasi visual dalam
advertising, hal yang perlu dilakukan oleh pihak SKM yaitu melakukan Rebranding
produk mereka dengan mengubah target market dan mengikuti surat edaran BPOM.
b. Bebiluck produk makanan bayi
Jenis pelanggaran produsen melanggar Undang-undang No.18/2012 tentang Pangan,
Pasal 140 mengenai standar keamanan pangan dan pasal 142 mengenai izin edar.
Produsen mengalami kerugian ditaksir mencapai milyaran rupiah serta penyitaan item
produk dan penarikan produk tersebut yang terkait dengan sanksi yang diberikan oleh
BPOM. Pelanggaran UU Nomor 8 tahun 1999 pasal 52 tentang perlindungan konsumen
dengan ancaman penjara paling lama 5 tahun dengan denda maksimal 2 miliar.
Pelanggaran UU pasal 58 yang mencantumkan nomor PIRT palsu ataupun yang sudah
kadaluarsa dengan tindak pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak
Rp. 360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta). Dampak bagi konsumen terkait indikasi
bakteri yang ada pada produk produsen dapat menyebabkan diare. Produk tersebut harus
ditarik peredaran karena belum memiliki izin edar dan tidak memenuhi syarat higenis.