Anda di halaman 1dari 4

Kelompok 2

1. ajeng setyawati

2 sasky frimusdya

3. irani debora

4. monica

5. sahira desvebiola

6. putri oktaviani

7. putri sari

8. reihan aditya

Secara berkelompok sajikanlah sebuah kasus disintegrasi yangterjadi di Indonesia


dewasa ini. Selanjutnya analisislah beritatersebut berdasarkan aspek-aspek berikut ini :

1. Judul Berita dan Sumbernya


2. Isi Pokok Berita
3. Kaitannya dengan disintegrasi
4. Faktor penyebab disintegrasi
5. Alternatif penyelesaiannya

Memahami akar masalah Papua dan penyelesaiannya: “Jangan


gegabah”
Adriana Elisabeth,Indonesian Institute of Sciences (LIPI)
November 22, 2017 5.54pm WIB

Pada awal November, polisi melaporkan sebanyak 1.300-an warga “disandera” oleh
“Kelompok Kriminal Bersenjata” di desa-desa sekitar Tembagapura, Papua, wilayah tambang
emas dan tembaga yang termasuk terbesar di dunia milik Freeport-McMoran, perusahaan
tambang Amerika Serikat.
Media kemudian memberitakan TNI dan Polri “membebaskan” sekitar 300 warga
non-Papua. Namun, Komite Nasional Papua Barat, sebuah kelompok politik lokal yang
berkampanye untuk penentuan nasib sendiri (referendum) di Papua, mengatakan pemberitaan
mengenai penyanderaan tidak benar.

Berita soal Papua ini menggugah keingintahuan publik mengenai pelaku, motif, dan
kepentingan dalam kejadian itu. Banyak spekulasi muncul mulai dari alasan ideologi,
ancaman nasionalisme, politis berkait gerakan pro kemerdekaan, bahkan pragmatisme bisnis
keamanan perusahaan-perusahaan yang melibatkan banyak aktor.

Kalau saja hal itu tidak terjadi di Tanah Papua reaksi publik mungkin tidak akan
seramai ini. Sejak 1970-an di Papua terdapat gerakan pro kemerdekaan yang meminta
referendum ulang. Hasil referendum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969 yang
diikuti oleh 1.022 delegasi Papua pilihan pemerintahan di Jakarta mengesahkan masuknya
Papua sebagai bagian Indonesia. Tetapi banyak warga pro-kemerdekaan Papua merasa
Pepera dilaksanakan di bawah tekanan militer.

Kaitannya dengan Disintegrasi

Dikarenakan hal tersebut merupakan situasi yang tidak ada dalam peratuan serta juga
kesatuan yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Keadaan tersebut akan
mengancam adanya suatu perpecahan yang berakibat pada rusaknya tatanan/sistem
sosial yang sedang dijalankan yang berdalang pada perubahan sosial serta juga
lembaga sosial yang melakukan perombakan lantaran adanya sikap dan juga
tuntunan hidup manusia yang selalu berkembang dari waktu kewaktu, seperti halnya makna
dari “disintegrasi itu sendiri”

Penyebab Disintegrasi

Menentukan strategi yang paling tepat untuk mengatasi masalahkeamanan di Tanah


Papua dengan mengakhiri aksi-aksi kekerasan oleh siapapun dan dengan motif apa pun tidak
mudah.

Di dalam buku Papua Road Map yang diterbitkan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia pada 2009 telah dituliskan akar masalah Papua yang meliputi:
 peminggiran, diskriminasi, termasuk minimnya pengakuan atas kontribusi dan
jasa Papua bagi Indonesia,
 tidak optimalnya pembangunan infrastruktur sosial di Papua,khususnya
pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan rendahnya keterlibatan
pelaku ekonomi asli Papua,
 proses integrasi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang belumtuntas,
 siklus kekerasan politik yang belum tertangani, bahkan meluas,
 pelanggaran HAM yang belum dapat diselesaikan, khususnya kasusWasior,
Wamena, dan Paniai.

Solusi /Penyelesaian

Pertama, tidak perlu bersikap berlebihan. Kasus Tembaga pura kemungkinan besar
sarat dengan pragmatis medari pihak-pihak yang terlibat.
Kedua, pemerintah perlu mengimbangi pendekatan keamanan Negara dengan
pendekatan keamanan manusia. Keselamatan masyarakat yangtidak terlibat dalam konflik ini
secara langsung harus menjadi yang utama tanpa membeda-bedakan suku dan ras antara
penduduk asli dan pendatang.
Ketiga, dalam jangka panjang pemerintah perlu membangun dialogdan negosiasi
menuju rekonsiliasi. Secara bertahap atau simultan perlu diupayakan ruang-ruang dialog
untuk mencegah meluasnya kecurigaan danrasa tidak percaya, khususnya antara masyarakat
pendatang dan pendudukasli Papua maupun antara pihak aparat dengan masyarakat.
Pada 15 Agustus 2017,Presiden Joko Widodo dan para tokoh agama, adat,dan pegiat
HAM Papua bertemu di Istana Negara Jakarta. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan
HAM, Kepala Kantor Staf Presiden, danKoordinator Jaringan Damai Papua kemudian
ditetapkan sebagai “person incharge(PiC”) untuk mempersiapkan dialog sector alter kait
penyelesaian berbagai hal termasuk hak asasi manusia dan akar masalah keamanan
diPapua.Keempat, pemerintah daerah, baik gubernur dan bupati perlu lebih proaktif dan
bekerja sama dengan aparat kepolisian dalam mengembalikan dan menciptakan kembali
suasana yang kondusif.
Kelima, tiga pilar di Tanah Papua (pemerintah daerah, DPR Papua, Majelis Rakyat
Papua) perlu membangun koordinasi dan sinergi dalam membangun kesejahteraan seluruh
masyarakat di Papua, baik secara fisikmaupun non-fisik.

Anda mungkin juga menyukai