Anda di halaman 1dari 21

MODUL A.

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK

KP 1. Memehami karakteristik pembelajaran peserta didik yang berkaitan


dengan aspek fisik, intelektual, sosial – ekonomi, moral, spiritual, dan latar
belakang sosial-budaya
Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti tabiat watak, pembawaan,
atau kebiasaan yang dimiliki oleh individu yang relatif tetap. Karakteristik
mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang serta nilai-nilai yang
berkembang secara teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan
mudah di perhatikan. Peserta didik adalah setiap individu yang menerima
pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan pendidikan.
Mereka adalah unsur penting dalam kegiatan interaksi edukatif karena sebagai
pokok persoalan dalam semua aktivitas pembelajaran.

Karakateristik peserta didik merupakan keseluruhan pola kelakuan dan


kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dan pengaruh
lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-
citanya. Dengan kata lain karakteristik peserta didik adalah aspek-aspek atau
kualitas perseorangan siswa yang terdiri dari minat, sikap, motivasi belajar, gaya
belajar kemampuan berfikir, dan kemampuan awal yang dimiliki.

Kegiatan menganalisis kemampuan dan karakteristik pembelajaran siswa dalam


pengembangan pembelajaran merupakan pendekatan yang menerima siswa apa
adanya dan untuk menyusun sistem pembelajaran atas dasar keadaan siswa
tersebut. Dengan demikian, mengidentifikasi kemampuan awal dan karakteristik
siswa adalah bertujuan untuk mengolah bahan ajar dan menentukan strategi
pembelajaran yang tepat. Karena itu, kegiatan ini sama sekali bukan untuk
menentukan prasyarat dalam menyeleksi siswa sebelum mengikuti pembelajaran.

Dalam uraian materi mengenai karakteristik belajar peserta didik ini akan dibahas
tiga pendapat mengenai karakteristik peserta didik, yaitu karakteristik atau gaya
belajar menurut Dave Meier, Gaya belajar menurut David A de Kolb, dan Gaya
Belajar menurut Honey Mumford.
1. Gaya Belajar Menurut Dave Meier

Pengalaman Anda belajar selama ini pasti sudah memberitahu anda bagaimana
cara belajar yang paling nyaman anda lakukan, apakah dengan mendengar
ceramah, menonton video, atau melakukan percobaan sendiri. Mungkin ada
diantara anda yang mengantuk kalau mendengarkan ceramah, atau lebih senang
belajar melakukan sesuatu dengan cara melihat orang lain melakukannya, atau ada
yang merasa lebih puas kalau langsung melakukan sendiri. Hal ini erat kaitannya
dengan gaya/cara belajar anda masing-masing. Dave Meier membagi gaya belajar
menjadi empat, yaitu gaya belajar Somatis, gaya belajar auditorial, gaya belajar
visual, dan gaya belajar kinestetik.

Gaya Belajar Somatik.

Somatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh soma (seperti
Psikosomatis). Jadi, belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinestis,
praktis – melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu
belajar.Tentu saja ada beberapa karakteristik belajar seperti ini yang tak semua
orang bisa melakukannya.
Ada beberapa informasi yang hanya bisa disensor oleh tangan kita, misalnya saja
sifat fisik suatu benda berkenaan dengan kekerasan, tekstur, kemudah-patahan dll.
Dengan meraba menggunakan tangan kita, informasi mengenai sifat bahan
tersebut bias kita terima. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang
memiliki gaya belajar ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca
penjelasannya. Karakter berikutnya dicontohkan sebagai orang yang tak tahan
duduk manis berlama-lama mendengarkan penyampaian pelajaran. Tak heran
kalau individu yang memiliki gaya belajar ini merasa bisa belajar lebih baik kalau
prosesnya disertai kegiatan fisik. Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan
mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak
tubuh (athletic ability). Tak jarang, orang yang cenderung memiliki karakter ini
lebih mudah menyerap dan memahami informasi dengan cara menjiplak gambar
atau kata untuk kemudian belajar mengucapkannya atau memahami fakta. Untuk
menerapkannya dalam pembelajar/pendidik, kepada pesertadidik yang memiliki
karakteristik-karakteristik di atas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
model peraga, semisal bekerja

Gaya Belajar Auditorial

Pikiran auditori kita lebih kuat daripada yang kita sadari. Telinga kita terus
menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa kita sadari.
Dan ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di
otak kita menjadi aktif.

Mendengarkan atau mendengar adalah menangkap atau menerima suara melalui


indera pendengaran. Auditori adalah cara belajar dengan berbicara dan
mendengar.

Ciri-ciri gaya belajar auditorial adalah :

 Mampu mengingat dengan baik materi yang didiskusikan dalam kelompok atau
kelas.
 Mengenal banyak sekali lagu atau iklan TV, bahkan dapat menirukannya
secara tepat dan komplet.
 Cenderung banyak omong.
 Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena
kurang dapatmengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya.
 Kurang cakap dalam mengerjakan tugas mengarang/menulis.
 Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru di lingkungan sekitarnya, seperti
hadirnya peserta didik baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas dan
sebagainya.

Gaya belajar Visual

Ketajaman visual, meskipun lebih menonjol pada sebagian orang, sangat kuat
dalam diri setiap orang. Alasannya adalah bahwa didalam otak terdapat lebih
banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indra yang
lain. Adapun teknik yang dikembangkan dalam melaksanakan strategi visual
adalah peta konsep. Peta konsep atau peta pembelajaran adalah cara dinamik utuk
menangkap butir-butir pokok informasi yang signifikan. Mereka menggunakan
format global atau umum, yang memungkinkan informasi ditunjukkan dalam cara
mirip seperti otak kita berfungsi dalam pelbagai arah secara serempak.

Gaya belajar Intelektual:

Yang dimaksud dengan intelektual menurut Dave Meier adalah Belajar dengan
memecahkan masalah dan merenung. Kata intelektual menunjukkan apa yang
dilakukan pembelajar dalam fikiran mereka secara internal ketika mereka
menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan
hubungan, makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut.

Intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah


dan membangun makna. Intelektual adalah pencipta makna dalam fikiran; sarana
yang digunakan manusia untuk berfikir, menyatukan pengalaman, menciptakan
jaringan saraf baru, dan belajar. Ia menghubungkan pengalaman mental, fisik,
emosional dan intuitif tubuh untuk membuat makna baru bagi dirinya sendiri.
Itulah sarana yang digunakan fikiran untuk mengubah pengalaman menjadi
pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, dan pemahaman menjadi
kearifan.

Ketika suatu pembelajaran tidak dapat menantang sisi intelektual pembelajar,


pembelajaran tersebut akan kelihatan dangkal dan kekanak-kanakan. Inilah yang
terjadi dengan beberapa teknik “kreatif” yang mengajak orang untuk bergerak
secara fisik (S), mempunyai auditori (A) dan masukan visual (V), namun tidak
memiliki kedalaman intelektual (I), akhirnya anda akan menjalankan “SAVI”-
sangat menjanjikan diawal-awal pembelajaran, namun kemudian musnah begitu
hujan realitas turun.

Belajar bisa optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam satu peristiwa
pembelajaran. Misalnya, orang dapat belajar sedikit dengan menyaksikan
presentasi (V), tetapi mereka dapat belajar jauh lebih banyak jika mereka dapat
melakukan sesuatu ketika presentasi sedang berlangsung (S), membicarakan apa
yang sedang mereka pelajari (A), dan memikirkan cara menerapkan informasi
dalam presentasi tersebut pada pekerjaan mereka (I). Atau mereka dapat
meningkatkan kemampuan mereka memecahkan masalah (I) jika mereka secara
simultan menggerakkan sesuatu (S) untuk menghasilkan piktogram atau panjang
tiga dimensi (V) sambil membicarakan apa yang sedang mereka kerjakan (A).

2. Gaya belajar Menurut David A. Kolb

David A Kolb mengklasifikasikan gaya Belajar Siswa ke dalam empat


kecenderungan kegiatan pembelajaran utama yaitu ada peserta didik merasa
nyaman dalam kegiatan pembelajarannya kalau kegiatannya dilakukan melalui
proses mengalaminya secara konkrit (concrete experience/CE), ada juga yang
lebih nyaman dalam kegiatan pembelajarannya kalau kegiatan pembelajaran
dilakukan melalui pengkonsepan secara abstrak (abstract conceptualization/AC),
ada lagi yang merasa lebih nyaman dalam kegiatan pembelajarannya kalau proses
pembelajaran dilakukan melalui pengamatan refleksif (reflective observation/RO),
dan ada yang merasa lebih nyaman kalau kegiatan pembelajaran dilakukan
melalui eksperimentasi aktif (active experimentation/AE). Berikut adalah
deskripsi singkat dari keempat gaya belajar tersebut.

a. Concrete Experience (CE). Peserta didik belajar melalui perasaan


(feeling), dengan menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih
mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang
lain. Peserta didik melibatkan diri sepenuhnya melalui pengalaman baru,
cenderung lebih terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang
dihadapinya.

b. Abstract Conceptualization (AC). Siswa belajar melalui pemikiran


(thinking) dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan
sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi.
Siswa menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya
menjadi teori yang sehat, dengan mengandalkan pada perencanaan yang
sistematis.

c. Reflective Observation (RO). Siswa belajar melalui pengamatan


(watching), penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu
perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang
diamati. Siswa akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk
opini/pendapat, siswa mengobservasi dan merefleksi pengalamannya dari
berbagai segi.

d. Active Experimentation (AE). Siswa belajar melalui tindakan (doing),


cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani mengambil
resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Siswa akan
menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya
pada orang lain, dan prestasinya. Siswa menggunakan teori untuk memecahkan
masalah dan mengambil keputusan .

Selanjutnya Kolb mengemukakan, bahwa setiap individu tidak didominasi oleh


satu gaya belajar tertentu secara absolut, tetapi cenderung membentuk kombinasi
dan konfigurasi gaya belajar tertentu, yang diklasifikasikannya ke dalam 4
(empat) tipe sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 8 berikut.

Pengal
Accom aman
merasa Dive
odator Mengakokonkritkan Meluas rger
Merasak
modasi Merasak
Pers
epsi

an dan an dan Observ


Experim Pemro
melakuka mengam asi
entasi
melaku sesan menga
n
Mengeru Mengasi
ati reflekti
aktif
kan Berfikir Berfikir mati
cut milasi f
dan dan
Conv melakuka Konsepsmengam Assimi
erger n ualisasi
berfikir ati lator
abstrak
Gambar 8. Tipe belajar anak menurut David A de Kolb

Gaya Belajar Diverger.

Tipe ini perpaduan antara pengalaman konkrit dan observasi reflektif, atau dengan
kata lain kombinasi dari perasaan (feeling) dan pengamatan (watching). Siswa
dengan tipe Diverger memiliki keunggulan dalam kemampuan imajinasi dan
melihat situasi kongkret dari banyak sudut pandang yang berbeda, kemudian
menghubungkannya menjadi sesuatu yang bulat dan utuh. Pendekatannya pada
setiap situasi adalah “mengamati” dan bukan “bertindak”. Siswa seperti ini
menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide dan gemar
mengumpulkan berbagai informasi. Mereka biasanya lebih banyak bertanya
“Why?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini
adalah sebagai Motivator.

Gaya Belajar Assimilator.

Tipe kedua ini perpaduan antara konsepsualisasi abstrak dan pengamatan


refleksif atau dengan kata lain kombinasi dari pemikiran (thinking) dan
pengamatan (watching). Siswa dengan tipe Assimilator memiliki keunggulan
dalam memahami dan merespons berbagai sajian informasi serta
mengorganisasikan merangkumkannya dalam suatu format yang logis, singkat,
dan jelas. Biasanya siswa tipe ini cenderung lebih teoritis, lebih menyukai bekerja
dengan ide serta konsep yang abstrak, daripada bekerja dengan orang. Mata
pelajaran yang yang diminatinya adalah bidang sains dan matematika. Mereka
biasanya lebih banyak bertanya “What?”. Peran dan fungsi guru yang cocok
untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang Expert.

Gaya Belajar Converger.

Tipe ini perpaduan antara Konsepsualisasi abstrak dan eksperimentasi aktif. atau
dengan kata lain kombinasi dari berfikir (thinking) dan berbuat (doing). Siswa
mampu merespons terhadap berbagai peluang dan mampu bekerja secara aktif
dalam setiap tugas yang terdefinisikan secara baik. Siswa gemar belajar bila
menghadapi soal dengan jawaban yang pasti, dan segera berusaha mencari
jawaban yang tepat. Dia mau belajar secara trial and error hanya dalam
lingkungan yang dianggapnya relatif aman dari kegagalan.

Siswa dengan tipe Converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari
berbagai ide dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka juga cenderung lebih
menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif). Dia cenderung tidak emosional dan lebih
menyukai bekerja yang berhubungan dengan benda dari pada manusia, masalah
sosial atau hubungan antar pribadi.

Mata pelajaran yang yang diminati adalah bidang IPA dan teknik. Mereka
biasanya lebih banyak bertanya “How?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk
menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang Coach, yang dapat
menyediakan praktik terbimbing dan dapat memberikan umpan balik yang tepat.

Gaya Belajar Accomodator

Tipe ini perpaduan antara pengalaman nyata dan eksperimentasi aktif atau dengan
kata lain kombinasi antara merasakan (feeling) dengan berbuat (doing). Siswa tipe
ini senang mengaplikasikan materi pelajaran dalam berbagai situasi baru untuk
memecahkan berbagai masalah nyata yang dihadapinya. Kelebihan siswa tipe ini
memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang
dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat rencana dan melibatkan dirinya
dalam berbagai pengalaman baru yang menantang. Dalam usaha memecahkan
masalah, mereka biasanya mempertimbangkan faktor manusia (untuk
mendapatkan masukan/informasi) dibanding analisa teknis. Mereka cenderung
untuk bertindak berdasarkan intuisi/dorongan hati daripada berdasarkan analisa
logis, sering menggunakan trial and error dalam memecahkan masalah, kurang
sabar dan ingin segera bertindak. Bila ada teori yang tidak sesuai dengan fakta
cenderung untuk mengabaikannya. Mata pelajaran yang disukainya yaitu
berkaitan dengan lapangan usaha (bisnis) dan teknik.

Mereka biasanya lebih banyak bertanya “What if?”. Peran dan fungsi guru dalam
berhadapan dengan siswa tipe ini adalah berusaha menghadapkan siswa pada
“open-ended questions”, memaksimalkan kesempatan siswa untuk mempelajari
dan menggali sesuatu sesuai pilihannya. Penggunaan Metode Problem-Based
Learning tampaknya sangat cocok untuk siswa tipe yang keempat ini.

Pada prinsipnya belajar seseorang merupakan kombinasi keempat gaya belajar


diatas, tidak ada peserta didik yang 100 % belajar hanya dari pengamatan reflektif
saja, atau hanya melalui concrete experience saja. Namun ada gaya belajar yang
dominan misalnya melalui pengamatan reflektif. Untuk melihat kontribusi
masing-masing gaya belajar yang sesuai dengan anda, silakan anda memplot
persentase keempat gaya belajar anda pada gambar .

CONCRETE
EXPERIENCE
(CE)
20
18
17

16

15
100%
14
80%
13

12 60%

11
40%
10

ACTIVE 9 20% ABSTRACT


EXPERIMENTATION 20 19 18 17 16 15 14 11 17 18 CONSEPTUALISATION
13 11 9 10 12 13 14 16
(AE) (AC)
20% 13

40%
15
60%
17
80%
18
100%
19
20
21

22

23

REFLECTIVE
OBSERVATION
(RO)

Gambar . Kombinasi empat gaya belajar menurut de Kolb

Karena itu pada tulisan selanjutnya de Kolb menyarankan bahwa pada teori
belajar experiencial learning, pembelajar akan lebih menguasai objek belajarnya
kalau keempat pengalaman belajar dilakukan semua namun kegiatan
pembelajaran dimulai sesuai dengan langkah pembelajaran yang paling disukai
peserta didik (lebih rinci akan dibahas pada bahan ajar teori belajar dan prinsip-
prinsip pembelajaran).

3. Gaya Belajar menurut Honey dan Mumford

Honey dan Mumford membuat penggolongan peserta didik, menjadi empat


macam atau tipe peserta didik, yakni aktivis, reflektor, teoris, dan pragmatis.
Masing-masing dapat dideskripsikan seperti berikut.
Tipe, aktivis

Tipe aktivis adalah mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman-
pengalaman baru. Mereka cenderung berpikiran terbuka dan mudah diajak
berdialog. Pesertadidik semacam ini biasanya identik dengan sifat mudah
percaya. Dalam proses belajar, mereka menyukai metode yang mampu
mendorong seseorang menemukan hal-hal baru, seperti brainstrorming atau
problem solving. Tetapi mereka cepat merasa bosan dengan hal-hal yang
memerlukan waktu lama dalam implementasinya. Gaya belajar aktivis
mempunyai kekuatan; fleksibel, dan berpikiran terbuka.

Tipe Reflektor,

Tipe reflector sebaliknya, cenderung sangat berhati-hati mengambil langkah.


Dalam proses pengambilan keputusan, pesertadidik tipe ini cenderung konservatif,
dalam arti mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat baik-buruk suatu
keputusan.

Tipe Teoris,

Tipe teoris biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai
pendapat atau penilaian yang sifatnya subyektif. Bagi mereka, berfikir secara
rasional adalah suatau yang sangat penting. Mereka biasanya juga sangat skeptis,
dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.

Tipe Pragmatis

Tipe Pragmatis, pragmatis menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari
segala hal. Teori memang penting, kata mereka. Namun bila teori tidak dapat
dipraktikan, untuk apa? Mereka tidak suka bertele-tele membahas aspek-aspek
teoritis-filosofis dari sesuatu. Bagi mereka, sesuatu dikatakan ada gunanya dan
baik hanya jika bisa dipraktikan.

Keempat gaya belajar tadi diilustrasikan dalam Gambar berikut


Gambar Ilustrasi empat gaya belajar menurut Honey dan Mumford

KP2. Mengkategorikan potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang


diampu dalam ranah pengetahuan dan keterampilan.

Potensi peserta didik seringkali tidak mudah untuk diidentifikasi. Edgar Schein
1992: (Organizational Culture and Leadership) mengibaratkan bekal awal peserta
didik seperti fenomena gunung es (iceberg), sulit untuk diidentifikasi, karena
sebagian besar kasat mata. Namun demikian anda sebagai seorang guru, dengan
bekal interaksi sehari-hari dengan mereka akan dapat mengenal sifat masing-
masing gunung es tersebut, sebagaimana para pelaut yang sering menemuinya.
Kenampakan gunung es di permukaan laut sudah memberikan pelajaran kepada
manusia sebagaimana yang pernah didokumentasikan dalam film “Titanic”.
Dalam pelayaran perdananya kapal besar tersebut menabrak gunung es yang
dianggapnya kecil dan akhirnya karam. Potensi peserta didik digambarkan dalam
ilustrasi sebagaimana gunung es dalam gambar berikut.
Bongkahan es di laut
akan mengapung
dipermukaan dengan
proporsi kira-kira 10%
Artef Perilaku berada di atas
ak (behavior) permukaan, sedangkan
Norma dan sisanya kira-kira 90%
Nilai-nilai nilai yang berada di bawah
yang dianut dianut, permukaan sehingga
standar tidak kelihatan.

Asumsi yang jadi


Keyakinan Demikian juga dengan

dasar pedoman,
(belief), niat perilaku yang nampak
cara
(motives) merupakan pewujudan
pandang dari nilai-nilai yang
dianut, standar yang jadi
pedoman, dan cara
Gambar Potensi peserta didik kita seperti fenomena
gunung es pandang terhadap objek
yang dianutnya. Nilai-
nilai yang dianut
tersebut

didasari oleh asumsi dasar atau keyakinan yang menimbulkan niat atau motif
perilaku.

Individu memperoleh kecakapan tertentu bukan karena pembawaan kelahirannya


semata, melainkan juga karena perkembangan dan pengalamannya. Kemampuan
individu dibedakan menjadi dua kategori yaitu yang pertama adalah kecakapan
nyata yang merupakan kombinasi dari sifat bawaan dan hasil dari proses belajar
dari pengalaman hidupnya. Kecakapan ini diperagakan oleh individu dalam
kehidupannya sehari-hari. Yang kedua adalah kecakapan potensial yang
merupakan kecakapan bawaan, ada dalam setiap individu tetapi belum tentu
diperagakan dalam kehidupannya sehari-hari. Intelegensia, dan bakat adalah salah
satu contoh dari kemampuan bawaan individu tersebut.
Kecakapan potensial hanya dapat dideteksi dengan mengidentifikasi indicator-
indikator yang dimanifestasikan dalam kualifikasi perilaku. Sebagai contoh
indicator tersebut adalah sebagai berikut (dikutip dari Psikologi Pendidikan. Oleh
Abin Syamsudin. PT Remaja Rosdakarya Bandung 2004)

Kemudahan dalam menggunakan bilangan

Efisiensi dalam berbahasa

Kecepatan dalam pengamatan

Kemudahan dalam mengingat

Kemudahan dalam memahami hubungan

Daya imaginasi

Dengan mengetahui indicator-indikator perilaku ini para ahli mengembangkan


alat ukur yang sudah dibakukan, baik berupa potensi kecakapan dasar umum,
yang setara dengan kecakapan potensial, (general intelligence test), maupun
potensi kecakapan khusus (aptitude test). Alat ukur kecakapan dasar umum yang
paling banyak dikenal dan digunakan di Indonesia ialah tes Binet Simon (verbal
test) yang dikembangkan sejak tahun 1905 di Perancis dan dikembangkan di
Stanford (USA) sejak 1916. Dalam konteks ini indeks kecakapan dasar umum
dinyatakan dengan IQ singkatan dari Intelligent Quotient yang diperoleh dengan
membandingkan hasil jawaban pertanyaan-pertanyaan yang dipersiapkan untuk
tingkat umur tertentu, dengan umur orang yang diukur tersebut. Anda dapat
mendeteksi kecakapan dasar peserta didik anda meskipun hanya bersifat tentative.
Caranya dapat dilakukan secara longitudinal (mengikuti urutan waktu
perkembangan) atau secara cross sectional (membandingkan antar peserta didik
dalam satu kategori umur). Dengan cara ini peserta didik dapat dikelompokkan
seperti berikut.

a. Peserta didik yang cenderung lebih cepat dan mudah dalam menyelesaikan
pekerjaannya, dibandingkan dengan teman anggota kelas lainnya.
b. Peserta didik yang cenderung mencapai hasil rata-rata.
c. Peserta didik yang cenderung lebih lambat dan sulit dalam menyelesaikan
pekerjaannya, dibandingkan dengan teman anggota kelas lainnya.

Disamping kecakapan dasar umum dikenal juga kecakapan dasar khusus. Untuk
menandai kecakapan dasar khusus peserta didik, anda dapat melakukan observasi
khusus pada mata pelajaran atau bidang studi yang disukai peserta didik anda.
Secara konsepsual kecakapan dasar khusus tersebut dapat dikelompokkan
kedalam bidang studi sebagai berikut

a. Humaniora-filosofis, yang menyukai mata pelajaran-mata pelajaran PMP,


Agama.
b. Humaniora cultural, yang menyukai mata pelajaran bahasa, sastra, seni.
c. Social, yang menyukai mata pelajaran IPS, sejarah.
d. Eksakta, yang menyukai matematika, IPA
e. Teknologi, yang menyukai ketrampilan, prakarya, PKK.
f. Psikomotorik, yang menyukai olahraga.

Meskipun hanya bersifat tentative, anda akan dapat berbuat banyak untuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap kondisi objektif peserta didik anda.

KP 3. Mengkategorikan bekal ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran


yang diampu dalam ranah pengetahuan dan keterampilan.

Respon peserta didik berbeda dengan dugaan popular bahwa mengajar terdiri dari
hanya kompetensi spesifik atau sikap yang bisa diobservasi. Faham ini
mempercayai bahwa kalau semua komponen yang mendukung proses
pembelajaran dilakukan dengan sebaik-baiknya, maka dapat dijamin proses
pembelajaran otomatis akan berjalan dengan baik juga, atau yang baik akan
direspon dengan baik juga. Namun sebagaimana konsep B. F. Skinner, (akan
diuraikan lebih lanjut pada bahan ajar mengenai teori belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran) ternyata yang baik tersebut belum tentu direspon dengan baik juga.
Agar yang baik tersebut direspon dengan baik juga masih perlu pengkondisian
komponen-komponen pembelajaran (“operan conditioning”). Dengan demikian
anda sebagai guru, diharapkan dapat membimbing peserta didik dalam cara
merespon sesuatu. Satu contoh dari ketidakpastian mengajar diberikan oleh
catatan yang dibuat oleh guru magang dalam menanamkan kebiasaan membaca
mandiri dalam kelas. Disini diilustrasikan bahwa meskipun pengaturan kelas
maupun materi sudah dipersiapkan dengan baik, namun hasil pembelajaran tidak
dapat dijamin sesuai dengan yang diharapkan, karena hasil tersebut masih
ditentukan oleh kecocokan pemilihan metode pembelajaran dengan karakter
peserta didik.

Hofstede dalam “Cultures and Organizations: Software of the Mind” (Geert


Hofstede, 1997) menyatakan bahwa setiap orang sudah mempunyai bekal
kompetensi, baik secara kognitif psikomotorik maupun afektif melalui
interaksinya secara social dengan orang lain. Perilaku anda terhadap peserta didik
anda tersebut perlu dipertimbangkan dalam berinteraksi dengan peserta didik
anda, karena menurut penelitian yang dilakukan beberapa ahli (misalnya yang
ditulis oleh Rosenthal and Jacobson, Bamburg, Good and Brophy, Omatani,
Patriarca, and Purkey), persepsi siswa tentang dirinya sangat mempengaruhi
keberhasilan siswa anda. Sebagai seorang guru anda dapat membangun persepsi
peserta didik anda melalui tindakan anda terhadapnya. Kalau anda
memperlakukan siswa anda sebagai siswa yang pintar, maka lambat laun siswa
anda akan mempunyai persepsi bahwa dirinya memang pintar. Interaksi tersebut
digambarkan seperti gambar berikut
Tindak
an diri

Perse Persepsi
psi orang-
diri Efek Pygmalion/Self orang
(Rosenthal
Fulfilling and Jacobson,
Prophecy/ social lain
Bamburg, Good and
mirror kepada
Tindakan
Brophy, Omatani, kita
orang
Patriarca, andlain
Purkey)
kepada
kita
Gambar Perilaku peserta didik merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya
(dikutip dari http://www.slideshare.net/twfinn/the-expectation-
effect)

Bekal awal memang dapat diidentifikasi melalui tes, namun tes saja belum
menggambarkan motivasi peserta didik untuk mempelajari lebih jauh materi-
materi yang akan dikuasainya. Disinilah anda diharap mengenal potensi peserta
didik anda yang mencakup aspek nilai-nilai apa yang dianut dan asumsi dasar apa
yang menjadi motif peserta didik anda sebagaimana diuraikan dalam kegiatan
pembelajaran 1 potensi peserta didik. Menjadi pendidik tidak sekedar mentransfer
pengetahuan namun profesi yang diperuntukkan bagi orang yang dapat menjadi
panutan peserta didiknya. Ikatan emosi antara anda sebagai pengajar dengan
peserta didik anda akan membangun hubungan yang kuat dengan mereka.
Hubungan yang kuat melalui kontak sehari-hari anda dengan peserta didik anda
akan membangun komunikasi dan memahamkan kebutuhan pribadi dan akademik
peserta didik anda.
Sebagai seorang pendidik, anda dituntut untuk berinteraksi secara efektif dengan
para peserta didik anda dari berbagai latar belakang social cultural sekolah anda.
Salah satu tujuan perkembangan profesi anda adalah untuk melihat perbedaan
kebudayaan sebagai sebuah modal yang harus dilestarikan dan dihargai. Mengenal
bekal ajar peserta didik menjadi alat yang sangat berguna bagi anda untuk
mengenal karakteristik peserta didik anda.

Para peserta didik baru seringkali tidak sabar dengan keingintahuannya tentang
perpustakaan sekolah, laboratorium sekolah serta berbagai macam jenis layanan
yang didapatkan di sekolah. Hal demikian wajar mengingat lingkungan baru
sekolah yang lebih tinggi dibandingkan sekolah mereka sebelumnya,
menimbulkan persepsi lebih bagi peserta didik terhadap sekolah barunya.
Kelebihan-kelebihan demikian inilah yang segera ingin mereka ketahui.

Tidak jarang, peserta didik sebenarnya telah mengenal sekolah tersebut melalui
brosur-brosur, berita-berita di koran serta cerita dari teman-temannya. Oleh karena
itu, ia ingin tahu senyatanya terhadap sekolah tersebut, begitu ia diterima sebagai
peserta didiknya. Oleh karena itulah, pada hari-hari pertama di sekolah tersebut,
peserta didik diperkenalkan secara menyeluruh dan global mengenai sekolahnya,
personalianya, jenis-jenis layanan yang dapat dimanfaatkan dan sebagainya.
Perkenalan secara menyeluruh tersebut dilakukan bersamaan dengan penerimaan
secara resmi terhadap peserta didik oleh kepala sekolah.

Bekal ajar peserta didik juga dapat dipelajari oleh guru selama masa orientasi
peserta didik, Jika pada hari-hari pertama masuk sekolah, peserta didik
diperkenalkan dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial sekolah secara
global, maka pada pekan orientasi studi ini mereka diperkenalkan secara rinci
mengenai sekolah, baik kurikulum, guru, staf, dan lingkungan sekolah, maupun
budaya sekolah.

Adapun lingkungan sekolah yang diperkenalkan secara rinci tersebut adalah:


peraturan dan tata tertib sekolah, guru dan personalia sekolah, perpustakaan
sekolah, laboratorium sekolah, bengkel sekolah, kafetaria sekolah, bimbingan dan
konseling sekolah, layanan kesehatan sekolah, layanan asrama sekolah, orientasi
program studi, cara belajar yang efektif dan efisien di sekolah dan organisasi
peserta didik.

KP 4. Mengkategorikan kesulitan belajar peserta didik terhadap penguasaan


pengetahuan dan keterampilan pada mata pelajaran yang diampu.

Bagian sebelumnya sudah menguraikan kapasitas (tingkat kecerdasan, bakat) para


peserta didik yang berbeda-beda sehingga menuntut perlakuan yang berbeda-beda
pula. Tidak berarti bahwa dengan perlakuan berbeda tersebut, semua kebutuhan
mereka dapat anda penuhi. Kenyataannya meskipun kegiatan pembelajaran sudah
dirancang sesuai dengan kebutuhan mereka, masih tetap ada saja peserta didik
yang tertinggal, sebagaimana digambarkan oleh kurva distribusi normal di bawah
ini;

Tipe Tipe Tipe


susah rata- mudah
meneri rata meneri
ma dalam ma
materi meneri materi
ma
materi

Kesulitan belajar banyak disebabkan oleh beberapa factor, yaitu tidak


berfungsinya saraf, gangguan penglihatan, pendengaran, gangguan persepsi,
gangguan perhatian atau masalah ingatan. Atau bisa juga kombinasi dari factor-
faktor tersebut dan factor-faktor psikologis seperti rasa bosan, marah, sedih,
jengkel, cemas dan lain-lain.

Selain itu masalah sulit belajar juga bisa disebabkan anak tidak dapat melakukan
sesuatu secara maksimal. Misalnya tidak bisa mencatat dengan baik karena posisi
duduk dikelas tidak nyaman. Ini merupakan sebab dari factor eksternal.
Sedangkan factor internal penyebab sulit belajar adalah motivasi, sikap, minat,
persepsi (cara berpikir ataupun berpendapat), malas belajar pada anak dan
sebagainya.

Faktor Eksternal Penyebab Kesulitan Belajar Siswa

Faktor eksternal adalah segala faktor yang ada diluar diri siswa yang memberikan
pengaruh terhadap aktivitasdan hasil belajar yang dicapai siswa. Factor-faktor
ekstern yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain adalah:

Faktor Lingkungan social

Lingkungan social dapat memberikan pengaruh positif dan dapat pula


memberikan pengaruh negative pada siswa. Tidak sedikit siswa yang mengalami
peningkatan hasil belajar karena pengaruh teman sebaya/lingkungan yang mampu
memberikan motivasi kepadanya untuk belajar.

Kurikulum sekolah

Dalam rangkaian proses pembelajaran di sekolah, kurikulum merupakan panduan


yang dijadikan guru sebagai kerangka acuan untuk mengembangkan proses
pembelajaran. Perubahan kurikulum pada sisi lain juga menimbulkan masalah.
Terlebih lagi kalau dalam kurun waktu yang belum terlalu lama terjadi beberapa
kali perubahan, hal ini akan berdampak terhadap proses pembelajaran dan hasil
belajar siswa.

Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana pembelajaran merupakan factor yang turut memberikan


pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Oleh karena itu sarana dan prasarana
menjadi bagian penting untuk dicermati dalam upaya mendukung terwujudnya
proses pembelajaran yang diharapkan.

Faktor yang paling penting untuk dibahas dalam tulisan ini adalah kesulitan
belajar peserta didik yang diakibatkan oleh rancangan kegiatan pembelajaran yang
tidak sesuai dengan gaya belajar peserta didik anda.
Dalam pelaksanaan tugas pembelajaran, seorang pendidik tidak hanya
berkewajiban menyajikan materi pembelajaran dan mengevaluasi pekerjaan siswa,
akan tetapi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan bimbingan belajar. Sebagai
pembimbing seorang pendidik mengadakan pendekatan bukan saja
melaluipendekatan instruksional, akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang
bersifat pribadi (personal approach) dalam setiap proses belajar mengajar
berlangsung. Melalui pendekatan pribadi guru akan langsung mengenal dan
memahami siswa secara lebih mendalam, sehingga dapat memperoleh hasil
belajar yang optimal. Agar bimbingan belajar dapat lebih terarah dalam upaya
membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar, maka perlu diperhatikan
langkah-langkah sebagai berikut:

Identifikasi

Identifikasi adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk menemukan siswa yang
mengalami kesulitan belajar, yaitu mencari informasi tentang siswa dengan
melakukan kegiatan berikut:

 Dokumentasi data hasil belajar siswa


 Menganalisis absensi siswa di dalam kelas
 Mengadakan wawancara dengan siswa
 Menyebar angket untuk memperoleh data tentang permasalahan belajar
 Tes untuk memperoleh data tentang kesulitan belajar atau permasalahan
yang dihadapi

Diagnosis

Diagnosis adalah keputusan atau penentuan hasil dari pengolahan data tentang
siswa yang mengalami kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang dialami siswa.

Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagaiberikut:

 Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar siswa


 Keputusan mengenai factor-faktor yang menjadi sumber sebab-sebab
kesulitan belajar
 Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang menjadi kesulitan
belajar
 Kegiatan diagnosis dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai
prestasi individu

Anda mungkin juga menyukai