Anda di halaman 1dari 15

Nama : Fani Nanda Irana

NPM : 400200002
No Absen : 7
Mata kuliah : Epidemiologi dan Biostatistik
1. Reservoir
 TBC: Tuberkulosis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh
mycobacterium, yang berkembang biak di dalam bagian tubuh dimana terdapat
banyak aliran darah dan oksigen.
 Rabies: Rabies pada satwa liar umumnya melibatkan satwa karnivora dan
kelelawar. Satwa-satwa ini adalah reservoir utama penyakit Rabies yang
menularkan ke hewan-hewan peliharaan dan ternak.
 Influenza: Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu, merupakan penyakit
menular yang disebabkan oleh virus RNA dari familia Orthomyxoviridae (virus
influenza), yang menyerang unggas dan mamalia. influenza ditularkan melalui
udara lewat batuk atau bersin, yang akan menimbulkan aerosol yang mengandung
virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan tinja
burung atau ingus, atau melalui kontak dengan permukaan yang telah
terkontaminasi.
 HIV: Pada penyakit AIDS yang menjadi sumber infeksi adalah Human
reservoir(manusia) yang mengandung virus HIV dalam tubuhnya yang sewaktu-
waktu dengan cara tertentu dapat menular kepada orang lain. Human reservoir
dapat berupa orang sakit dengan gejala-gejala yang jelas (kasus klinis), orang sakit
dengan gejala-gejala yang tidak jelas (kasus sub klinis) dan karier, yaitu orang
yang tidak sakit tetapi tubuhnya mengandung dan mengeluarkan hama penyakit.
2. Portal exit
 TBC: Saluran pernafasan, saluran pencernaan, perkemihan dan melalui kulit.
 Rabies: Pada Manusia
Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium.
a). Stadium Prodromal: Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang
susunan saraf pusat adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala,
gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di
tenggorokan selama beberapa hari.
b). Stadium Sensoris: Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada
tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang
berlebihan terhadap ransangan sensoris.
c). Stadium Eksitasi: Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi
dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan
terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu
merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak
nyaman dan ketidak beraturan. Kebingungan menjadi semakin hebat dan
berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar
atau kaku kejang.
d). Stadium Paralis: Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium
eksitasi. Kadangkadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi,
melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan
sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
 Influenza: virus influenza A meninggalkan tubuh melalui saluran pernapasan
(dengan cara bersin atau batuk), telur cacing melalui tinja, dan tungau Sarcoptes
scabiei melalui luka kulit.
 HIV: portal exit virus HIV dapat melalui alat kencing dan kelamin . Secara
mekanik : seperti suntikan atau gigitan.
3. Mode Transmisi
 TBC: Penularan TBC umumnya terjadi melalui udara. Ketika penderita TBC
aktif memercikkan lendir atau dahak saat batuk atau bersin, bakteri TB akan
ikut keluar melalui lendir tersebut dan terbawa ke udara. Selanjutnya, bakteri
TB akan masuk ke tubuh orang lain melalui udara yang dihirupnya.
 Rabies: penularan rabies kepada manusia maupun hewan lainnya melalui luka
gigitan, jilatan pada kulit yang lecet, selaput lendir mulut, hidung, mata, anus
dan genitalia. Kedua, penularan dari orang ke orang (langsung) mungkin dapat
terjadi melaui saliva atau air liur penderita rabies.
 Influenza: influenza ditularkan melalui udara lewat batuk atau bersin, yang
akan menimbulkan aerosol yang mengandung virus. Influenza juga dapat
ditularkan melalui kontak langsung dengan tinja burung atau ingus, atau
melalui kontak dengan permukaan yang telah terkontaminasi.
 HIV: HIV adalah virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia
Virus HIV dapat menyerang orang yang rentan ketika orang yang rentan itu
melakukan kontak dengan penderita virus HIV hingga terinfeksi virus HIV
pada akhirnya dapat menderita AIDS atau seropositif non-AIDS. Dengan
asumsi-asumsi tentang penularan virus HIV dapat diformulasikan suatu model
matematika tentang perpindahan antar orang-orang rentan ke infeksi HIV,
penderita AIDS dan seropositif non-AIDS.
4. Portal entri
 TBC: Saluran pernafasan, saluran pencernaan, perkemihan dan melalui kulit.
 Influenza: Saluran Pernapasan atau Mata
 Rabies: Pada Manusia
Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium.
a). Stadium Prodromal: Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang
susunan saraf pusat adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala,
gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di
tenggorokan selama beberapa hari.
b). Stadium Sensoris: Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada
tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang
berlebihan terhadap ransangan sensoris.
c). Stadium Eksitasi: Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi
dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan
terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu
merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak
nyaman dan ketidak beraturan. Kebingungan menjadi semakin hebat dan
berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar
atau kaku kejang.
d). Stadium Paralis: Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium
eksitasi. Kadangkadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi,
melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan
sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
 HIV: Jarum suntik, lewat cairan sperma dan cairan vagina dan melalui air susu
ibu.
5. Faktor-faktor suseptibilitas pejamu
 TBC: Faktor genetik, imunitas, kemampuan bertahan terhadap infeksi,
membran mukosa, asiditas gastrik.
 Influenza: Faktor genetik, imunitas, kemampuan bertahan terhadap infeksi,
membran mukosa, asiditas gastrik.
 Rabies: Keturunan, mekanisme pertahan tubuh, umur, jenis kelamin, ras,
status perkawinan, perkerjaan dan kebiasaan hidup.
 HIV: Keturunan, mekanisme pertahan tubuh, umur, jenis kelamin, ras,
perkerjaan dan gaya hidup.
6. jelaskan menurut

- HOST (Faktor intrinsik: umur,ras,jenis kelamin,perilaku)

- AGENT (Biologik, kimia, nutrisi, mekanik, fisika)

- Environment (fisik, bilogik. Sosio ekonomi)

Jawaban :

1. TBC
 Faktor Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak
kejadian dan kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua
penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan
pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3)
puncak sedang pada usia lanjut. Dalam perkembangannya, infeksi pertama
semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria
dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko
infeksi.

Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan
tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi
memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang
disebabkan rendahnya kondisi sosio ekonomi. Aspek keturunan dan distribusi
secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada
kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam
keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi
TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi
kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai
mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik
dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit
untuk dievaluasi.

 Faktor Agent
Agen adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent
dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak, suasana
sosial, yang dalam jumlah yang berlebih atau kurang merupakan penyebab
utama/esensial dalam terjadinya penyakit (Soemirat, 2010).

Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman


Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi.

a. Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit


pada host. Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah.

b. Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan
berkembangbiak di dalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman
tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah.

c.Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang
sama virulensi kuman tuberkulosis termasuk tingkat tinggi.

TB disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bakteri gram positif, berbentuk


batang halus, mempunyai sifat tahan asam dan aerobic (4). Karakteristik alami
dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika
dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang
lama (5). Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara
Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Pathogenesis hamper rendah dan daya
virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya
merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi
modern, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru (5).
Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang
terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung,
serta transmisi congenital yang jarang terjadi (5).

 Faktor Environment
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang
besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun
berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis Keadaan sosial-
ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis
menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang
mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan
tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi
dan urbanisasi komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga
fisik, pengangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat
juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini. Pada
lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan
hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar dari host (pejamu), baik benda
tidak hidup, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat
interaksi semua elemen-elemen tersebut, termasuk host yang lain (Soemirat,
2010). Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama
lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan
salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan
penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh
rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis
paru antara lain :

1. Lingkungan yang tidak sehat (kumuh) sebagai salah satu reservoir atau tempat
baik dalam menularkan penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis. Peranan
faktor lingkungan sebagai predisposing artinya berperan dalam menunjang
terjadinya penyakit pada manusia, misalnya sebuah keluarga yang berdiam dalam
suatu rumah yang berhawa lembab di daerah endemis penyakit tuberkulosis.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan tempat percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman (Keman, 2005) .

2. Kepadatan Penghuni Rumah

Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis
paru. Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat
kesimpulan secara statistik bahwa kejadian tuberkulosis paru paling besar
diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas
ruangannya. Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di
dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang
semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan
tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya
kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh dan
berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis. Dengan demikian akan
semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah melalui saluran
pernafasan. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, kepadatan
penghuni diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan jumlah
penghuni, dengan ketentuan untuk daerah perkotaan 6 m²  per orang daerah
pedesaan 10 m²   per orang.

3. Kelembaban Rumah

Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu ruangan yang
ideal antara 18C – 30C. Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya
terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya
untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu dingin akan tidak
menyenangkan dan pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan alergi.

Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah
berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan
virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain
itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi
kering seingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban
udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-baktri termasuk
bakteri tuberkulosis (Keman, 2005).
Kelembaban di dalam rumah dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :

a.         Kelembaban yang naik dari tanah ( rising damp )

b.        Merembes melalui dinding ( percolating damp )

c.         Bocor melalui atap ( roof leaks )

Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau saluran air
di sekeliling rumah, lantai harus kedap air, sambungan pondasi dengan dinding
harus kedap air, atap tidak bocor dan tersedia ventilasi yang cukup.

4.      Ventilasi

Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga
sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah
tersebut tetap segar. Menurut indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang
memenuhi syarat kesehatan adalah = 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi
yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10%luas lantai rumah. Luas
ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan)
akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan bertambahnya
konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu,
tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan
karena terjadinya proses penguapan cairan dai kulit dan penyerapan. Kelembaban
ruangan yan tinggi akam menjadi media yang baik untuk tumbuh dan
berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis. Tidak
adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan semakin membahayakan kesehatan
atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran oleh bakteri
seperti oleh penderita tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik atau anorganik.

Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan uadar ruangan dari bakteri-bakteri,


terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karenadi ventilasi selalu terjadi
aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu
mengalir. Selain itu,  luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran udara dan sinar matahari yang
masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah
tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan (Keman, 2005).

5.      Pencahayaan Sinar Matahari

Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai daya
untuk membunuh bakteri. Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan
penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi
ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau
genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang
dapat mematikan kuman.

Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila
terkena sinar matahari , sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak
dapat di masuki sinar matahari maka penguninya mempunyai resiko menderita
tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dapat dimasuki sinar
matahari.

6.      Lantai rumah

Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak
lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis
paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan
kelembaban, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat
menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya.

7.      Dinding

Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan maupun angin
serta melindungi dari pengaruh panas dan debu dari luar serta menjaga
kerahasiaan (privacy) penghuninya. Beberapa bahan pembuat dinding adalah dari
kayu, bambu, pasangan batu bata atau batu dan sebagainya. Tetapi dari beberapa
bahan tersebut yang paling baik adalah pasangan batu bata atau tembok
(permanen) yang tidak mudah terbakar dan kedap air sehingga mudah dibersihkan
(Keman, 2005).
2. RABIES
 Faktor Host
Faktor Host pada penyakit rabies merupakan hewan-hewan yang terkena virus
rabies (anjing, kucing, monyet, musang, kelelawar, tupai) dan juga manusia.
Semua mamalia pada dasarnya peka terhadap infeksi virus rabies tetapi terdapat
urutan kepekaan dari berbagai spesies dari mamalia. Mamalia yang paling peka
dan seringkali merupakan kasus rabies spontan adalah golongan anjing misalnya
anjing domestikasi (anjing peliharaan), anjing hutan, serigala dan rubah. Beberapa
spesies lain digolongkan ke dalam kepekaan sedang yaitu musang, sigung dan
kelelawar. Sedangkan yang kurang kepekaannya adalah golongan tupai.

Manusia umumnya tertular karena gigitan hewan penderita rabies, dimana virus
rabies akan berada dalam kelenjar ludah hewan yang terinfeksi sekitar lima
sampai tujuh hari sebelum gejala klinis terlihat. Terdapat dua bentuk epizootic
rabies yaitu urban rabies yang terjadi pada jenis mamalia pet animal dan sylvatic
rabies yang terjadi pada jenis mamalia liar.

Kepekaan terhadap infeksi rabies dan masa inkubasinya tergantung pada latar
belakang genetik dari host, strain virus rabies, konsentrasi reseptor virus pada
host cell, jumlah inokulum, serta jarak antara tempat masuknya virus ke host cell
dengan central nervous system.

 Faktor Agent
Faktor Agent dari penyakit rabies disebabkan oleh Rhabdovirus atau virus rabi
dari genus Lyssavirus. Rhabdovirus berasal dari bahasa Yunani yaitu Rhabdo
yang berarti berbentuk batang dan Virus yang berarti virus. Jadi Rhabdovirus
merupakan virus yang mempunyai bentuk seperti batang. Virus tersusun dari
ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membrane selubung (amplop)
dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang
jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat
kandungan lemak yang tinggi. Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm,
tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm. Virus peka terhadap
sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %, yodium, fenol dan klorofrom.
Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu
600 C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering beku
(freezedried) atau pada suhu 40 C dapat tahan selama bebarapa tahun.

 Faktor Evironment
Penyakit ini sering terjadi di lingkungan dimana hewan yang dapat terkontaminasi
virus rabies lebih banyak daripada orang yang tinggal di lingkungan tersebut.
Penyebaran penyakit rabies terjadi dimana-mana dari daerah kutub hingga daerah
tropis dengan demikian kondisi iklim dan musim tidak mempengaruhi secara
langsung kejadian rabies di suatu daerah. Kejadian rabies akan sangat tinggi pada
saat hewan mulai bergerak dan beraktivitas mencari makan atau perkawinan,
semakin luas dan jauh wilayah yang dijelajahi induk semang rabies kemungkinan
tersebarnya rabies semakin besar. Direktorat Jenderal Produksi Peternakan,
Departemen Pertanian menyatakan bahwa daerah kota lebih jarang terjadinya
kasus rabies daripada daerah pedesaan.
3. INFLUENZA
 HOST
Faktor intristik pada flu burung diantaranya kekebalan tubuh (imunitas) dan pola
pikir seseorang. Flu burung sebenarnya tidak mudah menular dari hewan yang
telah terinfeksi, namun jalan untuk penularan itu akan semakin mudah apabila
seseorang itu berada dalam kondisi yang lemah dan tidak memiliki system imun
yang baik, begitu pula dengan pola pikir orang yang masih tidak percaya dan
terkesan meremehkan bahaya penyakit ini. 

 AGENT
Virus penyebab flu burung tergolong family orthomyxoviridae2. Virus terdiri atas
3 tipe antigenik yang berbeda, yaitu A, B, dan C. Virus influenza A bisa terdapat
pada unggas, manusia, babi, kuda, dan kadang-kadang mamalia yang lain,
misalnya cerpelai, anjing laut, dan ikan paus. Namun, sebenarnya horpes
alamiahnya adalah unggas liar. Sebaliknya, virus influenza B dan C hanya
ditemukan pada manusia1. Penyakit flu burung yang disebut pula avian influenza
disebabkan oleh virus influenza A2. Virus ini merupakan virus RNA dan
mempunyai aktivitas haemaglutinin (HA) dan neurominidase (NA). Pembagian
subtipe virus berdasarkan permukaan antigen, permukaan hamagluinin, dan
neurominidase yang dimilikinya.

 ENVIRONMENT
Faktor lingkungan ini dibagi menjadi tiga:

a) Lingkungan Biologis Faktor


lingkungan biologis pada penyakit flu burung yaitu agent. Agent merupakan
sesuatu yang merupakan sumber terjadinya penyakit yang dalam hal ini adalah
virus aviant influenza (H5N1). Sifat virus ini adalah mampu menular melalui
udara dan mudah bermutasi. Daerah yang diserang oleh virus ini adalah organ
pernafasan dalam, hal itulah yang membuat angka kematian akibat penyakit ini
sangat tinggi.

b) Lingkungan Fisik Suhu


Pada suhu lingkungan yang tidak optimal baik suhu yang terlalu tinggi maupun
terlalu rendah akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh seseorang pada saat
itu sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap mudah tidaknya virus
menjangkiti seseorang. Selain itu virus flu burung juga memerlukan suhu yang
optimal agar dapat bertahan hidup. Musim Faktor musim pada penyakit flu burung
terjadi karena adanya faktor kebiasaan burung untuk bermigrasi ke daerah yang
lebih hangat pada saat musim dingin. Misalkan burung-burung yang tinggal di
pesisir utara Cina akan bermigrasi ke Australia dan Asia Tenggara pada musim
dingin, burung-burung yang telah terjangkit tersebut akan berperan menularkan
flu burung pada hewan yang tinggal di daerah musim panas atau daerah tropis
tempat burung tersebut migrasi. Tempat tinggal Faktor tempat tinggal pada
penyakit flu burung misalnya apakah tempat tinggal seseorang dekat dengan
peternakan unggas atau tidak, di tempat tinggalnya apakah ada orang yang sedang
menderita flu burung atau tidak.

c) Lingkungan sosial
Faktor lingkungan sosial meliputi kebiasaan sosial, norma serta hukum yang
membuat seseorang berisiko untuk tertular penyakit. Misalnya kebiasaan
masyarakat Bali yang menggunakan daging mentah yang belum dimasak terlebih
dahulu untuk dijadikan sebagai makanan tradisional. Begitu pula dengan orang-
orang di eropa yang terbiasa mengonsumsi daging panggang yang setengah
matang atau bahkan hanya seper-empat matang. Selain itu juga pada tradisi
sabung ayam akan membuat risiko penyakit menular pada pemilik ayam .
4. HIV
 Host
Factor host atau factor pejamu dari penyakit HIV/AIDS adalah manusia. Manusia
yang menjadi korban penyakit ini tidak menentu bisa laki-laki bisa juga
perempuan. Namun biasanya penyakit ini menyerang lebih banyak pada
perempuan karena faktor anatomis biologis dan faktor sosiologis gender.
Perempuan cenderung menjadi korban tindakan asusila seperti pemerkosaan,
selain itu banyak kaum wanita yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial.
Salah satu situs berita internet “dream.co.id” pernah memberitakan seorang pria
playboy yang meninggal karena HIV memiliki mantan kekasih sebanyak 40
orang, kemungkinan tertularnya HIV pada 40 wanita tersebut sangatlah besar.
Sangat jelas wanita lebih rentan terkenan penyakit HIV/AIDS. Ratio jenis kelamin
pria dan wanita di negara pola I adalah 10 :1. karena sebagian besar penderita
adalah kaum homoseksual sedangkan di negara pola II rationya adalah 1 : 1.

Dari segi umur remaja lebih rentan terjangkit virus HIV dibandingkan dengan
anak-anak ataupun orang dewasa, hal ini disebabkan karena pergaulan bebas.
Perilaku yang penuh dengan kebebasan seringkali mengarah pada kenakalan yang
sangat mencemaskan dan Sangat menyedihkan saat perilaku ini mengakibatkan
tingginya jumlah penyimpangan dikalangan remaja. Penyimpangan-
penyimpangan yang kasusnya makin marak adalah pergaulan bebas atau lebih
spesifiknya disebut seks bebas. Sedangkan distribusi golongan umur penderita
AIDS Di Amerika Serikat Eropah, Afrika dan Asia tidak jauh berbeda. Kelompok
terbesar berada pada umur 30-39 tahun. Mereka termasuk kelompok umur yang
aktif melakukan bubungan seksual. Hal ini membuktikan bahwa transmisi seksual
baik homo maupun heteseksual merupakan pola transmisi utama. Mengingat masa
inkubasi AIDS yang berkisar dari 5 tahun ke atas maka infeksi terbesar terjadi
pada kelompok umur muda/seksual paling aktif yaitu 20-30 tahun. Pada tahun
2000 diperkirakan Virus AIDS menular pada 110 juta orang dewasa dan 110 juta
anak-anak. Hampir 50% dari 110 juta orang itu adalah remaja dan dewasa muda
usia 13 -25 tahun. Informasi yang diperoleh dari Pusat AIDS International fakultas
Kesehatan Masyarakatat Universitas Harvard, Amerika Serikat sejumlah orang
yang terinfeksi virus AIDS yang telah berkembang secara penuh akan meningkat
10 kali lipat.
Kelompok masyarakat beresiko tinggi adalah mereka yang melakukan hubungan
seksual dengan banyak mitra seks (promiskuitas). kaum homoseksual/biseksual.
kaum heteroseksual golongan pernyalahguna narkotik suntik. Penerima transfusi
darah termasuk penderita hemofilia dan penyakit-penyakit darah, anak dan bayi
yang lahir dari ibu pengidap HIV. Kelompok homoseksual/biseksual adalah
kelompok terbesar pengidap HIV di Amerika Serikat. Prevalensi HIV dikalangan
ini terus meningkat dengan pesat.Di SanFransisco pada tahun 1978 hanya 4%
kaum homoseksual yang mengidap HIV. 3 tahun kemudian menjadi 24% dan 8
tahun kemudian menjadi 80%. Kelompok heteroseksual lebih menonjol di Afrika
dimana prevalensi. HIV pada kaum laki-laki dan wanita hamil di Afrika pada
tahun 1981 mencapai 18%. Kelompok penyalahguna narkotik suntik di Eropah
meliputi 11% dan di Amerika Serikat 25% dari seluruh kasus AIDS.  

 Agent
HIV merupakan virus penyebab AIDS termasuk Retrovirus yang mudah
mengalami mutasi sehingga sulit untuk membuat obat yang dapat membunuh
virus tersebut. Daya penularan pengidap HIV tergantung pada sejumlah virus
yang ada didalam darahnya, semakin tinggi/semakin banyak virus dalam darahnya
semakin tinggi daya penularannya sehingga penyakitnya juga semakin parah.
Virus HIV atau virus AIDS, sebagaimana Virus lainnya sebenarnya sangat lemah
dan mudah mati di luar tubuh. Virus akan mati bila dipanaskan sampai temperatur
60° selama 30 menit, dan lebih cepat dengan mendidihkan air. Seperti kebanyakan
virus lain, virus AIDS ini dapat dihancurkan dengan detergen yang
dikonsentrasikan dan dapat dinonaktifkan dengan radiasi yang digunakan untuk
mensterilkan peralatan medis atau peralatan lain.

Faktor pembawa dari penyakit AIDS adalah virus HIV (Immunodeficiency


Virus).  Virus ini dapat ditularkan melalui hubungan badan dengan seorang yang
telah positif terjangkit virus HIV sebelumnya, dapat pula ditularkan melalui jarum
suntik yang tidak steril dan melalui transfuse darah.

 Enviroment
Lingkungan biologis, sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat menentukan
penyebaran AIDS. Lingkungan biologis adanya riwata ulkus genitalis, Herpes
Simpleks dan STS (Serum Test for Sypphilis) yang positip akan meningkatkan
prevalensi HIV karena luka-luka ini menjadi tempat masuknya HIV. Faktor
biologis lainnya adalah penggunaan obat KB. Pada para WTS di Nairobi terbukti
bahwa kelompok yang menggunakan obat KB mempunyai prevalensi HIV lebih
tinggi

Lingkungan sosial yang buruk seperti pergaulan bebas dapat meningkatkan resiko
terkena HIV/AIDS. Pergaulan bebas di pengaruhi oleh laju budaya yang
berpindah, yaitu budaya barat termasuk seks bebas yang masuk ke budaya timuran
termasuk Indonesia atau di sebut juga globalisasi.

lingkungan agama sangat mempengaruhi penyebaran HIV. Orang yang


pengetahuan agamanya rendah biasanya suka melakukan perbuatan-perbuatan
yang dilarang di dalam ajaran agama seperti zina, maksiat dan lain-lain. di
Indonesia penyakit HIV/AIDS dipandang sebagai penyakit akibat dosa.

Lingkungan sosial ekonomi seperti pekerjaan juga ikut andil dalam penyebaran
HIV. Pekerja seks komersial atau PSK cenderung mudah terkena penyakit ini
karena seringnya bergonta-ganti pasangan seksual.

Faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat berpengaruh terhadap perilaku
seksual masyarakat. Bila faktor-faktor ini mendukung pada perilaku seksual yang
bebas akan meningkatkan penularan HIV dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai