Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI NAPZA & HIV/AIDS

(Napza Suntik & Harm Reduction)

Oleh :

Kelompok 6

1. Rizky Febryan Samal (14120180164)


2. Merlyani Basir (14120180171)

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Muslim Indonesia

Makassar

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Napza Suntik
& Harm Reduction” ini dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi NAPZA & HIV/AIDS. Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Makassar, 25 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................
2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi HIV/AIDS.................................................................................... 3
B. Defenisi NAPZA & Penasun.................................................................... 5
C. Kaitan HIV/AIDS dan Napza Suntik...................................................... 6
D. Definsi Harm Reduction............................................................................ 6
E. Peran Harm Reduction terhadap NAPZA Suntik................................. 8
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................. 10
B. Saran......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di


seluruh dunia, dan berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan morbidilitas.
WHO telah mengidentifikasi penggunaan alkohol, tembakau, dan obat terlarang
merupakan 20 faktor risiko tertinggi penyakit (Raharjo dan Setyowati, 2011).
Data epidemiologi diperoleh dari berbagai penelitian epidemiologis yang
dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Pusat
Penelitian Kesehatan UI (Puslitkes UI) pada tahun 2008 menunjukkan data
estimasi 3,6 juta penduduk Indonesia berusia 15-64 tahun (1,99% dari total
penduduk Indonesia) menggunakan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya ( NAPZA) secara teratur, di mana 31% dari kelompok ini atau
sekitar 900,000 orang mengalami ketergantungan heroin dan lebih dari
setengahnya adalah pengguna heroin suntik (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010). Sejak tahun 1999 penggunaan narkoba dengan jarum suntik
telah menjadi pendorong utama peningkatan kasus epidemi HIV/AIDS di
Indonesia. Infeksi HIV/AIDS menular dari para pengguna narkoba suntik
(penasun) kepada mitra mereka yang bukan merupakan pengguna narkoba suntik
(non penasun)

Pengguna Napza suntik (penasun) merupakan salah satu populasi berisiko


tinggi yang rawan terinfeksi HIV. Penasun tidak hanya menyumbang kasus HIV
melalui perilaku menyuntik yang tidak aman, tetapi juga melalui perilaku seksual
berisiko. Prevalensi HIV di kalangan penasun di Indonesia masih menempati
posisi tertinggi diantara kelompok berisiko lainnya yaitu sebanyak 41% pada
tahun 2011. Di Provinsi Jawa Tengah persentase faktor risiko penularan HIV
melalui penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun tergolong masih tinggi
yaitu sebanyak 7,7%. Tingginya jumlah kasus HIV pada kelompok penasun akan

1
sangat mengkhawatirkan jika tidak segera ditangani, maka dapat diprediksi bahwa
kasus infeksi HIV beberapa tahun mendatang akan menyerang masyarakat umum
(generalized level epidemic).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi HIV/AIDS
2. Apa definisi NAPZA & Penasun ?
3. Apa hubungan NAPZA suntik dengan HIV/AIDS ?
4. Apa definisi Harm Reduction?
5. Apa peran Harm Reduction Terhadap NAPZA suntik ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi HIV/AIDS
2. Untuk mengetahui defenisi NAPZA & Penasun
3. Untuk mengetahui kaitan HIV/AIDS dengan NAPZA suntik?
4. Untuk mengetahui Apa definisi Harm Reduction
5. Untuk mengetahui peran Harm Reduction Terhadap NAPZA suntik

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. HIV/AIDS

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus (HIV)


merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia
(terutama CD4 positif T-sel dan makrofag– komponenkomponen utama sistem
kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang
akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap
defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi
infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien
(Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang
sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi
kekebalan.

Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah


dikenal sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut
memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.18 Pada tahun-tahun
pertama setelah terinfeksi tidak ada gejala atau tanda infeksi, kebanyakan orang
yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi. Segera
setelah terinfeksi, beberapa orang mengalami gejala yang mirip gejala flu selama
beberapa minggu. Penyakit ini disebut sebagai infeksi HIV primer atau akut.
Selain itu tidak ada tanda infeksi HIV. Tetapi, virus tetap ada di tubuh dan dapat
menular pada orang lain.

Menurut Depkes RI (2003), definisi HIV yaitu virus yang menyebabkan


AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga

3
dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Gejala-gejala timbul tergantung
dari infeksi oportunistik yang menyertainya. Infeksi oportunistik terjadi oleh
karena menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) yang disebabkan rusaknya
sistem imun tubuh akibat infeksi HIV tersebut.

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh infeksi


HIV dan ditandai dengan berbagai gejala klinik, termasuk immunodefisiensi berat
disertai infeksi oportunistik dan kegananasan, dan degenerasi susunan saraf pusat.
Virus HIV menginfeksi berbagai jenis sel sistem imun termasuk sel T CD4+ ,
makrofag dan sel dendritik. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai
infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang
menjadi AIDS.

Menurut Depkes RI (2003), AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune


Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan
virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Sindrom AIDS timbul akibat melemah
atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh karena sel CD4 pada sel darah putih
yang banyak dirusakoleh Virus HIV. Pada tahun 1993, CDC memperluas definisi
AIDS, yaitu dengan memasukkan semua orang HIV positif dengan jumlah CD4+
di bawah 200 per μL darah atau 14% dari seluruh limfosit.

Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang


memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila dilihat jumlah
kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya sangat meningkat secara signifikan.
Menurut Menkes, sejak pertama kali ditemukan (1987) sampai dengan Juni 2012,
kasus HIV / AIDS tersebar di 378 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh (33)
provinsi di Indonesia. Namun, saat ini sudah diwaspadai telah terjadi penularan
HIV yang meningkat melalui jalur parental (ibu kepada anaknya), terutama di
beberapa ibu kota provinsi. Menurut laporan perkembangan HIV AIDS di
Indonesia yang dilakukan oleh Menkes dari tahun 1987-Juni 2012 kasus AIDS
terbanyak dilaporkan dari DKI Jakarta (5.118 kasus), Papua (4865 kasus), Jawa
timur (4664 kasus), Jawa Barat (4043 kasus), Bali (2775 kasus), Jawa Tengah
(1948 kasus), Kalimantan Barat (1358 kasus), Sulawesi Selatan (999 kasus), Riau

4
(731 kasus), DIY (712 kasus). Tetapi, angka kematian AIDS menurun dari 3,7%
pada tahun 2010 menjadi 0.2% pada tahun 2012.

Penyebaran HIV AIDS menurut Menkes, presentasi kasus AIDS pada


tahun 1987 – Juni tahun 2012 dilaporkan berdasarkan kelompok umur tertinggi
pada kelompok umur 20-29 tahun (41,5%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun
(30,8%), kelompok umur 40-49 tahun (11,6%) , kelompok umur 15-19 tahun
(4,1%) dan umur 50-59 tahun (3,7%). Sedangkan presentasi kasus AIDS lebih
banyak terdapat pada laki-laki (70%) dari pada perempuan (29%)

B. Definsi NAPZA dan Penasun

NAPZA secara umum adalah semua zat kimiawi yang jika dimasukkan ke


dalam tubuh manusia, baik secara oral (diminum, dihisap, dihirup dan disedot)
maupun disuntik, dapat mempengaruhi kejiwaan/ psikologis dan kesehatan
seseorang, serta menimbulkan kecanduan atau ketergantungan.

Penggunaan NAPZA umumnya dilakukan pada dunia medis atau bidang


kesehatan. Penyalahgunaan pemakaian NAPZA yang bukan untuk tujuan
pengobatan dan tidak dalam pengawasan dokter akan menyebabkan kecanduan
dan ketergantungan secara fisik maupun mental.

Penasun atau pengguna narkoba suntik sering disebut juga dengan IDU
(Injecting Drug User) berarti individu pengguna obat-obatan terlarang (narkotika)
yang digunakan dengan cara disuntikkan menggunakan alat suntik ke dalam aliran
darah.

Secara umum penggunaan narkoba suntik adalah penyalahgunaan


narkotika yang cara mengkonsumsinya dengan cara memasukkan ke dalam tubuh
melalui alat bantu jarum suntik. Narkotika yang sering dipakai adalah jenis
narkotika yang masuk pada golongan I yaitu heroin yang pada kadar lebih rendah
dikenal dengan sebutan putaw.

5
C. Kaitan HIV/AIDS dan Napza Suntik

Penyebaran HIV di kalangan pengguna napza suntik atau penasun


(Injecting Drug User atau IDU) menjadi kasus paling menonjol di sejumlah
negara maju dan berkembang. Di kalangan penasun penyebaran HIV terjadi
manakala peralatan suntik dipakai secara Pengurangan Dampak Buruk Napza
Suntik 1 bergantian oleh banyak orang.

Penggunaan jarum suntik secara bergantian merupakan salah satu cara


yang paling efisien menularkan HIV, virus penyebab AIDS. Dampaknya,
penularan HIV di kalangan penasun bukan saja berlangsung dengan sangat cepat,
tetapi juga menjadi inti bagi gelombang penularan ke kelompok masyarakat lain,
terutama ke kelompok-kelompok yang aktif secara seksual hingga mengenai anak-
anak mereka. Pencegahan penggunaan narkoba adalah cara yang paling penting
dalam mengatasi penyebaran HIV/AIDS. Namun, kendati berbagai upaya
pencegahan telah dilakukan, penggunaan narkoba tetap menyebar di seluruh
dunia, termasuk Indonesia.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa intervensi untuk menghentikan


penggunaan narkoba ternyata hanya memberi sedikit dampak. Ada bukti bahwa
angka kambuh pengguna narkoba dalam masa pemulihan yang kembali pada
kebiasaannya adalah sangat tinggi, rata-rata 80-90 persen.

D. Definsi Harm Reduction


Harm Reduction merupakan suatu metode dengan tujuan untuk
mengurangi dampak buruk narkoba, di Indonesia sendiri telah lahir sejak 1999
pertama kali di Bali dan telah digunakan dalam berbagai cara untuk mengatasi
persoalan kesehatan masyarakat. Ledakan infeksi HIV pada kalangan penasun
(pemakai narkoba suntik) pada beberapa Negara barat pada tahun 80’an telah
menjadi jalan bagi Harm Reduction untuk diadopsi oleh kebijakan resmi
mengenai Napza di beberapa Negara termasuk Indonesia.

Harm Reduction dalam kaitannya dengan penggunaan Napza berarti


mengurangi resiko bahaya dari penggunaan Napza, seperti bagi orang yang tidak

6
mampu atau tidak mau untuk mengurangi konsumsi Napza mereka. Konsekuensi
terbesar dari penggunaan Napza adalah penularan virus melalui darah seperti
HIV/AIDS, Hepatitis B dan C, serta overdosis dan keterlibatan dalam persoalan
kriminalitas dan kegiatan antisosial lainya.

Jumlah pengguna narkoba pada saat ini semakin meningkat dan jumlah
yang telah terinfeksi virus Hepatitis C dan HIV/AIDS juga semakin bertambah.
Jika kita melihat realita yang ada pada saat ini adalah bahwa pengguna jarum
suntik pun semakin bertambah dan tidak melihat dari segi usia yang ada, karena
jumlah pengguna yang semakin bertambah dan tidak melihat dari segi umur, jenis
kelamin dan ras. Semakin meningkatnya jumlah pengguna tersebut kebanyakan 2
dari mereka tidak mengetahui bahaya dari narkoba tersebut, sehingga kebanyakan
dari mereka terus menggunakan drugs sampai sekian lama.

Untuk menahan serta menghalangi laju penyebaran HIV di kalangan


penasun, maka dikembangkanlah suatu pendekatan yang disebut “Pengurangan
Dampak Buruk” atau Harm Reduction.
Pengurangan dampak buruk napza dapat dipandang sebagai suatu
pendekatan kesehatan masyarakat yang bertujuan mencegah dampak buruk napza
tanpa perlu mengurangi jumlah penggunaannya. Dengan kata lain, harm reduction
lebih mengutamakan pencegahan dampak buruk napza, bukan pencegahan
penggunaan napza.
Secara lebih spesifik, tujuan pendekatan pengurangan dampak buruk adalah:
 mencegah penyebaran HIV/AIDS di kalangan populasi beresiko tinggi
(penasun dan pasangannya).
 mencegah penyebaran HIV/AIDS ke dalam masyarakat umum
(generalized population).
Sebagai suatu pendekatan kesehatan masyarakat dan dengan merujuk
sistem kesehatan nasional, maka upaya pengurangan dampak buruk sudah
seharusnya dilaksanakan oleh puskesmas.
Strategi Harm Reduction Napza Suntik

7
Untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS akibat penggunaan napza suntik,
maka pendekatan Pengurangan Dampak Buruk (harm reduction) menggunakan
strategi sebagai berikut:
 Pertama, penasun didorong untuk berhenti memakai narkoba;
 Kedua, jika penasun bersikeras untuk tetap memakai narkoba, maka ia
didorong untuk berhenti mamakai cara menyuntik;
 Ketiga, jika penasun bersikeras memakai cara menyuntik, maka ia
didorong dan dipastikan tidak memakai atau berbagi peralatan suntiknya
secara bergantian dengan pengguna lain
 Keempat, jika tetap terjadi penggunaan bergantian, maka penasun
didorong dan dilatih untuk menyucihamakan peralatan suntiknya

E. Peran Harm Reduction terhadap NAPZA Suntik


Beberapa program yang dilaksanakan secara simultan untuk mendukung
strategi tersebut di atas adalah sebagai berikut:
 Program Penyediaan Jarum Suntik Steril dan Pemusnahan (PERJASUN).
 Program Pelayanan Kesehatan Dasar Program Penjangkauan,
Komunikasi Informasi-Edukasi, dan Rujukan.
 Program Terapi Substitusi Napza Program-program tersebut diharapkan
mampu mengubah perilaku pengguna sehingga mengurangi resiko
infeksi HIV di antara penasun.

Pro Kontra Harm Reduction Napza Suntik


Di banyak tempat, termasuk Indonesia, pendekatan harm reduction
menimbulkan kontroversi karena dipandang oleh sebagian kalangan sebagai
tindakan melegitimasi penggunaan napza. Kontroversi ini muncul karena
kalangan penentang belum memahami secara utuh maksud, tujuan, dan peran
strategis harm reduction dalam konteks penanggulangan narkoba dan HIV/AIDS
Harm reduction sesungguhnya bertujuan untuk mencegah penyebaran HIV
sesegera mungkin di kalangan penasun. Kalau pendekatan ini tidak dilakukan,
maka semua tujuan jangka panjang seperti penghentian penggunaan napza dan

8
rehabilitasinya akan sia-sia belaka. Oleh karena itu, pendekatan ini seharusnya
dipandang sebagai pendekatan penting dalam mewujudkan kesehatan masyarakat
secara lebih luas.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perilaku berisiko HIV pada penasun terdiri dari perilaku penggunaan
peralatan suntik secara bersama-sama (sharing) tanpa tidak disertai dengan
bleaching dan perilaku seks berisiko yaitu berganti-ganti pasangan dan
tidak menggunakan kondom. Harm reduction merupakan metode untuk
mengurangi dampak dari penyalahgunaan NAPZA suntik
B. Saran
Semoga melalui makalah ini pembaca dapat memahami dan mengetahui
apa itu defenisi NAPZA, Penasun, dan juga Harm Reduction agar
menambah wawasan pembaca tentang NAPZA suntik dan Harm
Reduction

10
DAFTAR PUSTAKA

Cahyani, A. E., Widjanarko, B., & Laksono, B. (2015). Gambaran Perilaku


Berisiko HIV pada Pengguna Napza Suntik di Provinsi Jawa Tengah.
Gambaran Perilaku Berisiko HIV Pada Pengguna Napza Suntik Di Provinsi
Jawa Tengah, 10(1), 1–16. https://doi.org/10.14710/jpki.10.1.1-16

Djafri, D. (2017). Pemodelan Epidemiologi Penyakit Menular. Jurnal Kesehatan


Masyarakat Andalas, 10(1), 1. https://doi.org/10.24893/jkma.v10i1.172

Endoscopy, S. A. (1999). No Title 血清及尿液特定蛋白检测在糖尿病肾病早期


诊断中的意义. 1–9.

Ii, B. A. B., & Pustaka, K. (2004). Injecting Drug User). 1–10.

Minarik, M., Bambang Baroto, M., Bin Abdullah, M. M., Wan, H. L., Finance, C.
D., Dold, L., Manuals, S., Powell, T. C., Lovallo, D., Fox, C. R., Mantere, S.,
Porter, Anon, Ulwick, a W., Greenwood, J., Dess, G. G., Davis, P. S.,
Zeleny, M., Singtel, A., … Newton, E. J. (2011). No Title (‫ ث ققثق‬,‫ ثبثبثب‬.‫بیبیب‬
‫ ثقثقثقثق‬,)1. https://doi.org/10.4018/jsds.2010103001

Scharfstein, M., & Gaurf. (2013). 済無 No Title No Title. Journal of Chemical


Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

11

Anda mungkin juga menyukai