Anda di halaman 1dari 8

1. PT Go-Jek Indonesia dan PT Blue Bird Tbk (BIRD) akan menjalin kerjasama.

Dua perusahaan
ini akan menjalin kerjasama dalam hal penyediaan pemesanan taksi secara online.
“Kami memiliki tujuan dan misi yang sama yaitu memberikan layanan kelas dunia kepada
masyarakat Indonesia, khususnya dalam bidang transportasi, melalui mobile solution yang solid
dan nyaman untuk memudahkan pelanggan dalam kehidupan sehari-harinya,” kata Manajemen
Go-Jek dalam keterangan tertulisnya kepada Okezone, Selasa (10/5/2016).
PT Go-Jek Indonesia dan PT Blue Bird Tbk (BIRD) akan menjalin kerjasama. Dua perusahaan
ini akan menjalin kerjasama dalam hal penyediaan pemesanan taksi secara online.
“Kami memiliki tujuan dan misi yang sama yaitu memberikan layanan kelas dunia kepada
masyarakat Indonesia, khususnya dalam bidang transportasi, melalui mobile solution yang solid
dan nyaman untuk memudahkan pelanggan dalam kehidupan sehari-harinya,” kata Manajemen
Go-Jek dalam keterangan tertulisnya kepada Okezone, Selasa (10/5/2016).
Penyedia layanan transportasi Blue Bird dan GO-JEK Indonesia, hari ini menghadirkan kerja
sama yang disebut sebagai Kolaborasi Anak Bangsa. Turut hadir dalam peluncuran tersebut
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia Luhut Binsar Panjaitan, Menteri
Perhubungan Republik Indonesia Budi Karya Sumadi, serta Menteri Komunikasi dan Informatika
Republik Indonesia Rudiantara. “Kolaborasi ini menggambarkan komitmen jangka panjang kami
baik dari GO-JEK dan Blue Bird untuk selalu berinovasi dalam memberikan layanan terbaik ke
masyarakat dan membantu meningkatkan kesejahteraan mitra driver,” ujar Nadiem Makarim,
CEO GO-JEK Indonesia seperti dikutip dalam siaran persnya. Dalam kerja sama ini, Blue Bird
dan GO-JEK akan meluncurkan layanan GO-BLUEBIRD yang memungkinkan masyarakat untuk
memesan taksi Blue Bird secara khusus dalam aplikasi GO-JEK. Sebelumnya, pelanggan GO-
JEK hanya bisa mendapatkan taksi Blue Bird dari menu GO-CAR. “GO-BLUEBIRD adalah
kelanjutan dari kerjasama antara kami dan Blue Bird. Dengan adanya menu khusus ini, pengguna
aplikasi GO-JEK memiliki pilihan tambahan berkendara dari layanan salah satu brand taksi
kebanggaan Indonesia,” tambah Nadiem.
Dengan peluncuran GO-BLUE BIRD, ini tentu akan memperkuat layanan Blue Bird, sehingga
pelanggan makin mudah dalam mendapatkan jasa Blue Bird. “Kami melihat bahwa Blue Bird dan
GO-JEK memiliki misi yang sama yaitu terus meningkatkan kemudahan dan kenyamanan
pelanggan. Dengan GO-BLUE BIRD, kami harap ini dapat menjadi salah satu tambahan channel
order yang semakin memudahkan masyarakat dalam mendapatkan layanan Blue Bird” ujar
Adrianto Djokosoetono, Direktur PT Blue Bird Tbk. Selain itu, kerja sama ini juga dharapakan
dapat membantu meningkatkan kesejahteraan pengemudi. “Karena bertambahnya channel order
kami, selain menyetop di jalan, pangkalan, aplikasi My Blue Bird, dan kini ditambah GO-BLUE
BIRD, saya harap pengemudi Blue Bird semakin semangat dan semakin sejahtera", lanjut
Adrianto Djokosoetono, Direktur PT Blue Bird Tbk. Saat ini, Blue Bird memiliki sekitar 35,000
armada, sementara GO-JEK telah diunduh sebanyak lebih dari 40 juta kali. Kerja sama ini akan
memberikan akses bagi pengemudi Blue Bird dan armadanya dengan pengguna aplikasi GO-
JEK.
Menurut Peikani dan Golamzades (2017), ada 6 perspektif kemajuan yang dilakukan GOJEK
adalah :
1. Pekerja adalah sesuatu yang dijadikan aset bagi GOJEK karena Human
capital menempatkan sumber daya manusia pada level derajat yang lebih tinggi dari
sekadar sumber daya, tetapi aset berharga yang bernilai dan bermanfaat bagi organisasi
atau perusahaan.
2. Kepemimpinan, yang dilakukan oleh gaya kepemimpinan Nadiem Makariem yang
visioner, yang pada saat itu menjabat sebagai CEO GOJEK sudah sesuai dengan
perkembangan zaman yang sudah mengarah ke industri 4.0.

3. Budaya,
Untuk perusahaan Start-up sejenis Gojek ini sudah menerapkan Apa ciri-ciri perusahaan
dengan budaya organisasi yang baik yaitu :
- Memiliki identitas yang unik dan izin kerja yang resmi.
- Memiliki visi dan misi dalam mengejar profitabilitas.
- Menawarkan sistem kerja dan karier yang transparan.
- Memperhatikan kebutuhan dan imbalan karyawan.

4. Teknologi, Gojek sudah menggunakan sistem yang baik yaitu penyedia layanan on-
demand, Gojek mengandalkan mesin pembelajar (machine learning) dan kecerdasan
buatan (artificial intelligence/AI) untuk memitigasi order fiktif. Kedua teknologi ini juga
dipakai untuk mendeteksi kecurangan menggunakan aplikasi illegal.

5. Proses Bisnis pada Gojek sudah sistematis sesuai keinginan pelanggan yaitu PT. Aplikasi
Karya Anak Bangsa (GO-JEK Indonesia) memiliki kantor pusat yang berfungsi sebagai
tempat server, peralatan, dan juga tempat karyawan GO-JEK bekerja sebagai operator
serta tempat untuk service center yang menerima keluhan pelanggan atas keluhan yang
ada. Setelah resmi menjadi driver GO-JEK, Driver siap bekerja sebagai penerima jasa
antar GO-JEK. Customer yang membutuhkan jasa antar hanya perlu mengakses aplikasi
GO-JEK pada ponsel yang dapat diunduh secara gratis. Pelanggan melakukan log in
pada aplikasi GO-JEK agar dapat menggunakan fitur-fitur yang ada pada GO-JEK.
Setelah itu pelanggan dapat dengan mudah menggunakan jasa antar hanya dengan
menentukan tujuan kemana akan diantar, dengan cepat pelanggan akan mengetahui
posisi driver GO-JEK terdekat serta mengetahui berapa biaya yang akan dibayar kepada
driver.
6. Layanan, Go-Blue Bird menjadi jenis layanan baru di aplikasi Gojek. Dalam layanan ini,
pengguna aplikasi bisa memesan kendaraan khusus untuk taksi Blue Bird. CEO dan
pendiri Gojek, Nadiem Makarim, menyebut kerja sama mereka sebagai langkah strategis.
Ia menilai kompetisi dengan taksi konvensional sudah berubah menjadi koalisi.

sumber : https://ekonomi.bisnis.com/read/20170330/98/641283/perluas-kerjasama-
bluebird-dan-gojek-luncurkan-go-bluebird.
2. Kedua perusahaan itu telah bersinergi meluncurkan fitur bersama: Go-Blue Bird, yang
memungkinkan konsumen memesan taksi si Burung Biru melalui aplikasi Go-Jek. Sebelumnya,
keduanya juga telah bekerjasama: sebagian armada taksi Blue Bird disiapkan untuk mendukung
aplikasi Go-Car sehingga pemesan Go-Car sangat dimungkinkan dijemput taksi Blue Bird dengan
tarif Go-Car.
Sebagian orang mungkin masih ada yang menyayangkan mengapa Blue Bird sebagai raksasa
transportasi bersedia bermitra dengan Go-Jek, perusahaan kemarin sore yang masih mencari
bentuk dan belum ada bukti model bisnisnya akan menguntungkan serta berkelanjutan dalam
jangka panjang. Namun, manajemen Blue Bird tampaknya yakin bahwa jalan kolaborasi
merupakan pilihan tepat bila melihat konteks persaingan saat ini.
Ya, langkah kolaborasi itu dalam konteks persaingan mutakhir justru bisa dimengerti sebagai
siasat menghadapi lawan yang sangat kuat. Jadi, sikap itu lebih realistis meskipun agak pahit
ditelan. Faktanya memang cenderung sulit melawan secara frontal gelombang perusahaan
aplikasi seperti Go-Jek, Grab, dan Uber karena kehadirannya sedang menjadi tren.
Dan bukan cuma itu, ketiga pemain digital tersebut sungguh punya kekuatan yang tak mudah
dihadang. Pertama, mereka didukung modal yang sangat besar yang berani membakar uang,
bahkan hingga triliunan rupiah, dan siap rugi di tahun-tahun awal untuk menyubsidi serta
memberikan gimmick ke para mitra pengemudinya. Ini berbeda dengan Blue Bird yang
menjalankan model bisnis yang sudah mapan dan mesti untung tiap tahun, tidak bisa mungkin
sembarangan membakar uang.
konteks Kolaborasi Blue Bird dapat dikategorikan kolaborasi aplikasi ini merupakan Disruptive
Innovation, disrupt innovation adalah : Disruptive Innovation dalam bahasa Indonesia yang
disadur bebas berarti inovasi yang mengacau atau inovasi yang mengganggu. Kata mengganggu
pada konteks ini tidak dapat diambil maknanya secara bebas begitu saja.
Inovasi yang disruptif dimungkinkan karena mereka dimulai di dua jenis pasar yang diabaikan
oleh petahana.
• Pemikiran kelas bawah adalah karena petahana biasanya mencoba memberikan produk dan
layanan yang selalu meningkat kepada pelanggan mereka yang paling menguntungkan dan
sangat menuntut. Sebaliknya mereka kurang memperhatikan pelanggan yang tidak terlalu
menuntut.
• Faktanya, penawaran petahana sering melampaui persyaratan kinerja layanan atau produk
yang lebih mutakhir.
• Ini membuka pintu bagi pendisrupsi yang (pada awalnya) berfokus pada penyediaan produk
yang "cukup baik" kepada pelanggan kelas bawah tersebut.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, mengganggu dalam konteks ini bermakna bahwa
aplikasi ini menjadi New Architectural Innovation yang masuk ke Horizon 3 adalah ciptaan baru
kemampuan dan bisnis baru untuk diambil keuntungan dari atau menanggapi mengganggu
peluang atau untuk melawan gangguan, semua untuk Penopang Baru Inovasi (NSI). Alasan
pertama adalah mereka didukung modal yang sangat besar yang berani membakar uang, bahkan
hingga triliunan rupiah, dan siap rugi di tahun-tahun awal untuk menyubsidi serta memberikan
gimmick ke para mitra pengemudinya. Ini berbeda dengan Blue Bird yang menjalankan model
bisnis yang sudah mapan dan mesti untung tiap tahun, tidak bisa mungkin sembarangan
membakar uang.
3. dapat dikatakan perusahaan Blue Bird dengan pelanggan multigenerational yaitu bahwa trust
dari semua golongan dapat dijadikan sebagai predictor utama dari customer loyalty. Trust
terhadap suatu merek berujung pada loyalitas konsumen kepada sebuah merek dan juga
komitmen karena Trust membuat hubungan komunikasi menjadi lebih bermakna karena didasari
rasa saling percaya (Morgan dan Hunt, 1994). Oleh karena itu loyalitas dan komitmen mendasari
hubungan yang sukses, maka kemampuan pejabatnya untuk menjadi mitra para pelanggan dan
partner ini perlu selalu dibina.
pendekatan cross-generational leadership pada gojek pun dituntut untuk menjadi organisasi
pembelajaran yang agile dalam menghadapi kompleksitas (organizational agility) dan adaptif dari
satu permasalahan ke permasalahan yang lain. Dengan menyadari peran sumber daya manusia
yang kompeten dan mumpuni sangat diperlukan. Untuk itu, gojek mendorong perlunya
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pendekatan cross-generational leadership adalah penting dalam menciptakan kepemimpinan
inovatif yang dapat memberikan kontribusi positif dalam rangka bisnis yang continuie and
suistainable serta memeberikan Pembelajaran mengenai kepemimpinan ekonomi (economic
leadership) yang ditanamkan ke dalam setiap domain sehingga dapat menciptakan kesadaran
betapa pentingnya strategis leadership dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan.
4. Pengertian Core Competensi adalah sumber differensiasi bagi perusahaan yang
memampukan mereka untuk membuat dan menawarkan produk, layanan dan solusi yang unik
bagi pelanggan (Smith, 2008). Kemampuan yang dimiliki sebuah perusahaan dapat dikategorikan
sebagai kemampuan yang core (inti), hanya jika kemampuan tersebut dapat membedakan suatu
perusahaan dari pesaingnya secara strategis.
Model bisnis awal Go-Jek terbilang sangat sederhana, yakni berusaha menjawab persoalan yang
dialami pelanggan untuk transportasi orang secara cepat dan murah. Dalam perkembangannya
Go-Jek, dengan transportasi sebagai tulang punggung bisnis berkembang ke berbagai layanan
lainnya dan menjelma menjadi layanan aplikasi satu pintu. Aplikasi Go-Jek membantu para
pengemudi untuk mendapat akses kepada lebih banyak pelanggan. Perkembangan mau pun
inovasi model bisnis merupakan suatu langkah strategis bagi perusahaan, yang menjadi penentu
langkah sukses atau tidaknya suatu perusahaan dalam persaingan bisnis yang saat ini menjadi
semakin ketat untuk dapat tumbuh dan lestari. Kemitraan adalah sebuah Model bisnis yang baru
muncul untuk mendobrak/memacu model bisnis lama untuk berubah dan mengikuti
perkembangan jaman atau tergerus jaman.
Yang menjadi core competensi Gojek adalah :
- Memberikan orang kesempatan untuk menggunakan barang milik orang lain, seperti:
mobil, dapur,apartemen, dan properti lainnya; memungkinkan memanfaatkan aset
yang kurang dimanfaatkan, atau “modal mati" untuk digunakan dengan lebih produktif
- Menyatukan beberapa pembeli dan penjual; membuat kedua sisi penawaran dan sisi
permintaan pasar menjadi lebih kompetitif dan memungkinkan spesialisasi yang lebih
besar.
- Menurunkan biaya untuk menemukan pedagang yang bersedia, biaya yang lebih
kompetitif, dan area pemantauan kinerja; fleksibilitas akses dan memperluas ruang
lingkup perdagangan.
- Menggabungkan ulasan konsumen masa lalu dan produsen, serta menempatkan
mereka di ujung jari pelaku pasar baru; dapat secara berarti mengurangi masalah
informasi yang tidak berimbang antara produsen dan konsumen.
- Menawarkan pelarian terakhir di antara para pembuat kebijakan yang terperangkap
oleh produsen yang ada; memungkinkan pemasok untuk menciptakan nilai bagi
pelanggan yang lama.
- Kemitraan sebagai ujung tombak bisnis yang dengan cerdik meminimalkan resiko
biaya operasional dan biaya yang timbul karena asset.
5. pendekatan SOAR adakah kemungkinan Blue Bird menghasilkan arah strategi korporasi yang
berubah ke depan yaitu sesuai dengan strateginya seperti gambar di bawah ini :
Tidak bisa dihindari lagi, Jelas Kebijakan Blue Bird Akan Berubah dan tak hanya Blue Bird saja,
semua lini bisnis di seluruh perusahaan akan menyadari betapa pentingnya ekosistem digital
mereka masing-masing demi mempertahankan eksistensi perusahaan akan perubahan di era
disruptive ini.

Dalam konteks kerjasama dengan Go-Jek, ada dua pola yang selama ini dijalankan Blue Bird.
Pertama, di dalam aplikasi Go-Jek disediakan sub-aplikasi Go-Blue Bird yang memfasilitasi siapa
pun konsumen yang ingin memesan taksi dengan tarif Blue Bird (bukan tarif Go-Jek).
Yang kedua, menjadikan taksi Blue Bird sebagai bagian dari layanan Go-Car milik Grup Go-Jek.
Jadi, konsumen yang memesan Go-Jek bisa saja menjumpai mobil yang menjemputnya bukan
mobil pribadi, melainkan taksi Blue Bird, tetapi dengan tarif Go-Car (bukan tarif Blue Bird).
Potensi bisnis yang bisa diperoleh dari kolaborasi itu boleh dibilang menguntungkan Blue Bird. Si
Burung Biru tidak akan kehilangan pasar/konsumen secara total alias masih tetap bisa menikmati
pasar meski dalam hal ini harus mau berbagi pemasukan dengan Go-Jek. Tak hanya itu, tingkat
utilisasi armada taksinya pun akan menjadi lebih baik dan kalangan pengemudi masih bisa
memperoleh pendapatan.
Sejatinya, kolaborasi dengan Go-Jek merupakan bagian dari strategi Blue Bird agar bisa tetap
eksis di era disrupsi yang belakangan ini mengubah lanskap bisnis. Pemain taksi skala kecil di
luar Blue Bird sudah banyak yang ambruk. Pemain yang masih mampu bertahan mengalami
penurunan pendapatan dan margin. "Seperti bisa dilihat di laporan keuangan kami dua tahun
terakhir, kinerjanya memang turun," ungkap Sigit Priawan Djokosoetono, Direktur Blue Bird.
Kinerja PT Blue Bird Tbk. (BIRD) memang dalam tekanan. Hingga triwulan III/2017, pendapatan
turun 14,1% year on year menjadi Rp 3,1 triliun. Padahal, di periode yang sama tahun
sebelumnya, masih mampu meraup Rp 3,64 triliun. Beruntung, Blue Bird memiliki sistem
operasional yang cukup efisien dan basis pelanggan yang loyal sehingga penurunan kinerja
masih bisa dikendalikan. Laba juga masih dikantongi.
Di tengah hantaman pesaing seperti itu, Blue Bird punya tantangan yang berat. Skala
organisasinya cukup besar sehingga membuat perubahan tak semudah dilakukan perusahaan
kecil. Setidaknya ada 45 ribu pegawai dalam naungan si Burung Biru, termasuk 35 ribu
pengemudi. Blue Bird memiliki sekitar 35 ribu armada yang tersebar di 18 kota Indonesia. Selama
ini mereka selalu unggul bila bersaing dengan sesama pemain transportasi. "Tapi, kali ini bukan
hal yang mudah karena kami berhadapan dengan perusahaan aplikasi, suatu persaingan yang
baru bagi kami," kata Sigit mengakui.
Di tengah tekanan, kreativitas pun muncul. Selain berkolaborasi, diam-diam Blue Bird juga mulai
memperkuat lini bisnis digitalnya, khususnya dalam aspek channelling. Ada sejumlah langkah
penting yang sudah dilakukan. Salah satunya, membangun kembali aplikasi pemesanan taksi
berbasis digital milik sendiri, My Blue Bird, sejak awal 2017.
Manajemen Blue Bird menyadari ada segmen dari generasi sekarang, termasuk kalangan
milenial, yang lebih suka memesan taksi melalui aplikasi. Karena itu, mereka pun
menyempurnakan aplikasi lama yang mereka miliki dengan berbagai pengembangan kekinian.
My Blue Bird sejatinya merupakan penyempurnaan dari Blue Bird Taxi Mobile Reservation yang
sudah dioperasikan tahun 2011.
Aplikasi My Blue Bird yang baru memberikan lebih banyak kemudahan dan kenyamanan
dibandingkan pemesanan melalui telepon atau mencegat taksi di jalan. "Pemesan taksi
memungkinkan mengetahui titik keberadaan taksi yang menjemput melalui peta digital, rute
perjalanan juga terlihat, bisa memperkirakan kapan taksi akan datang, tracking call driver,
termasuk perkiraan biaya perjalanannya," Sigit menjelaskan.
Menguatnya gaya hidup digital di kalangan konsumen makin mendorong Blue Bird untuk all out.
Agar My Blue Bird cepat dikenal, Sigit dan jajarannya melakukan serangkaian program untuk
mendorong konsumen agar mau memesan taksi menggunakan aplikasi ini. Contohnya, dibuat
program promosi: konsumen yang memesan taksi melalui aplikasi My Blue Bird akan diberi
diskon biaya taksi dalam jumlah rupiah tertentu. Jumlah diskonnya disesuaikan dengan program,
jarak, dan lokasi.
Manajemen Blue Bird yakin seiring dengan sosialisasi yang intens, aplikasi yang bisa diunduh
dari AppStore ataupun Google Play ini akan makin banyak dikenal serta digunakan pelanggan.
Ini penting karena selama ini pilar utama order pemesanan taksi si Burung Biru memang dari
sentra panggilan (telepon) dan pola cegat di jalan.
Namun, kerjasama dengan Go-Jek dan pengembangan My Blue Bird tidak dirasa cukup oleh
manajemen Blue Bird. "Kerjasama dengan Go-Jek merupakan salah satu cara kami
mempermudah layanan pemesanan taksi ke konsumen. (Namun) Kami terus mengembangkan
strategi multichannel, bukan hanya dengan Go-Jek," ungkap Sigit.
Contoh konkret adalah promosi bekerjasama dengan Mastercard: bila pesan taksi via My Blue
Bird menggunakan Mastercard, hingga frekuensi tertentu, akan diikutkan untuk nonton bola di
Eropa, dsb. "Kami memang bisa memberi diskon tapi tak boleh membuat tarif sendiri yang sangat
murah karena di industri taksi, ini semua diatur," kata Sigit.
Selain dengan program diskon, Blue Bird juga melakukan kerjasama sinergis dengan pebisnis
lain agar frekuensi penggunaan My Blue Bird meningkat. Contohnya, kerjasama dengan
McDonald's Indonesia. Kedua pihak sepakat pelanggan mereka akan mendapatkan penawaran
khusus bila mengakses aplikasi My Blue Bird atau McDelivery online.
Pelanggan Blue Bird yang memesan taksi via aplikasi My Blue Bird dengan tarif minimal Rp 100
ribu akan mendapatkan benefit yang dapat digunakan untuk memesan melalui McDelivery online.
Sebaliknya, pelanggan McDonald’s yang bertransaksi melalui McDelivery online, baik web
maupun aplikasi mobile, dengan nilai minimal Rp100 ribu, akan mendapatkan benefit yang dapat
digunakan untuk memesan taksi melalui aplikasi My Blue Bird.
Fitur My Blue Bird terus disempurnakan dari waktu ke waktu. Dari sisi pembayaran, misalnya,
bisa dilakukan secara tunai atau kredit dengan menggesekkan kartu (cashless). Dalam hal ini,
My Blue Bird bekerjasama dengan Mastercard untuk pembayaran nontunai. Blue Bird pun sudah
menerbitkan e-voucher untuk mengganti pembayaran kartu kredit dengan elektronik.
Terobosan lainnya: fasilitas Easy Ride dalam My Blue Bird yang diluncurkan tahun lalu. Fasilitas
ini bermanfaat bagi penumpang taksi yang naik secara mencegat di jalan atau lokasi terdekat (on
the spot, bukan order) tetapi ingin membayarnya secara nontunai. Caranya: pelanggan cukup klik
ikon Easy Ride dan memasukkan nomor taksi di aplikasi My Blue Bird miliknya, lalu akan
mendapatkan passcode yang harus diinfokan ke pengemudi. Pelanggan tidak perlu memikirkan
uang kembalian, semua transaksi terintegrasi melalui aplikasi My Blue Bird. Di akhir perjalanan,
pelanggan akan menerima e-receipt melalui surel secara real-time.
Tentu saja, peningkatan utilisasi taksi berbasis digital tak hanya dilakukan dengan My Blue Bird
ataupun channeling dengan Go-Jek. Sejumlah proyek kolaborasi berbasis digital sudah dan akan
dijalankan Blue Bird. Semua program itu ditujukan untuk meningkatkan penjualan.
Contohnya, kerjasama dengan Traveloka. Blue Bird menggandeng situs melancong ini sebagai
penyedia kendaraan transportasi premium bandara yang bisa dipesan via aplikasi Traveloka.
Dalam hal ini Blue Bird Group mendedikasikan taksi khusus Golden Bird dan Big Bird. Fitur ini
bisa dimanfaatkan pengguna yang hendak melakukan perjalanan dari dan ke bandara sehingga
tak perlu mengantre saat di bandara.
Di luar langkah di atas, banyak yang tak tahu, Blue Bird pun memanfaatkan basis pelanggan di
kalangan korporat besar, khususnya mereka yang biasa menyewa mobil dalam jumlah banyak
untuk kepentingan transportasi karyawan. Di sini, si Burung Biru memperbarui aplikasi layanan
B2B ini dengan membuat interface dan fitur tersendiri untuk memudahkan pelanggan korporat
tersebut dalam menjaga optimalisasi penggunaan armada mobil. Menurut Sigit, pelanggan
korporat seperti ini relatif tak terkena imbas ojek online karena mementingkan kualitas layanan
yang selama ini diberikan Blue Bird.
Tentu saja, ini belum digabungkan dengan pendapatan dari penetrasi digital lain seperti
kolaborasi dengan Traveloka dan kanal-kanal B2B lainnya. Bisa dimengerti ketika ditanya berapa
persen jumlah order yang saat ini datang dari ranah digital, Sigit menginformasikan, "Sudah di
atas 20%." Hingga kuartal III/2017, pendapatan yang dikantongi mencapai Rp 3,13 triliun dan
memberikan laba bersih Rp 302,12 miliar.
Asnan Furinto, pakar manajemen dan dosen Manajemen Strategis Universitas Bina Nusantara,
memberikan catatan penting agar Blue Bird lebih waspada terhadap persaingannya dengan
kalangan ojek online. "Mereka saat ini masih mungkin memang pada tahap bakar duit, tetapi laba
bukan satu-satunya ukuran bagi investor atau pemodal ventura untuk mendanai perusahaan
rintisan digital. Di era sekarang, yang jadi alternatif ukuran adalah potensi pertumbuhan
perusahaan melalui penguasaan data pelanggan, customer analytics, yang valuasinya bisa jadi
sangat tinggi," Asnan menandaskan.
Dia lalu menganalisis, bermodal pengalaman operasionalnya yang mampu bertahan di era digital
saat ini --di mana banyak perusahaan taksi konvensional gulung tikar atau berkurang drastis
jumlah armadanya-- Blue Bird akan terus bisa eksis berbekal reputasi dan ekuitas mereknya yang
sangat tinggi di kota-kota besar Indonesia. Hanya saja, dia menengarai si Burung Biru masih
setengah hati dalam mengadopsi teknologi digital ke dalam strategi bisnisnya. "Teknologi digital
masih diposisikan sebagai komplementer, pelengkap dari strategi konvensional yang selama ini
sudah dimiliki. Harusnya bisa lebih jauh, pada integrasi aspek online dan offline," katanya.
Alhasil, Blue Bird disarankan Asnan untuk berinovasi dengan membuat sistem mileage/frequent
commuter bagi penumpangnya, seperti sudah lazim di industri penerbangan. Lalu, membangun
platform pembayaran, katakanlah namanya Blue Bird Pay (seperti Go-Pay milik Go-Jek) yang
bisa digunakan untuk membayar transaksi di gerbang tol atau untuk berbelanja di berbagai
merchant. "Intinya, mengadopsi aspek digital secara paripurna, tidak bisa lagi setengah-setengah
hanya digitalisasi pada sistem pemesanan/booking," dia menandaskan.

Anda mungkin juga menyukai