Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit ginjal kronik atau cronic kidney disease yang sering disingkat

CKD adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif, bersifat irreversible dan

menyebabkan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme serta

keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga mengakibatkan terjadi uremia

(Smeltzer, et al., 2008). Penyakit ginjal kronik terdiri dari beberapa tahap akhir

(End State renal Disease / ESRD). ESRD ditunjukkan dengan ketidakmampuan

ginjal dalam mempertahankan homeostatis tubuh (Ignatavicius & Workman,

2006) dengan nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 15mL/menit/1,73 m 2

(Suwitra, 2006).

Angka kejadian penyakit ginjal kronik cukup tinggi. Diperkirakan di

Amerika Serikat dalam setahun terdapat 100 hingga 150 kasus baru untuk setiap 1

juta penduduk, begitu juga di negara – negara Eropa. Angka ini lebih rendah di

Asia, diduga karena perbedaan pola makan dan gaya hidup. Angka kejadian

penyakit ginjal kronik juga cukup tinggi di negara – negara dimana banyak

ditemukan juga penyakit kencing manis, hipertensi, kegemukan dan kolesterol

tinggi. Menurut data Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pada tahun

2009, dengan mengadakan penelitian di empat tempat besar di Indonesia yaitu,


Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali, terdapat angka kejadian penyakit ginjal

kronik antara 2,6% hingga 7,5% sekitar 60.000 orang. (Suwitra, 2010, 23).

Jumlah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis juga cukup

tinggi. Di Jepang dengan jumlah penduduk sekitar 127 juta orang terdapat kurang

lebih 20.000 orang gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis reguler.

Menurut Indonesia Renal Registrasi dari PERNEFRI, terdapat sekitar 8.000 orang

saat ini dengan hemodialisis reguler yang tersebar di kota – kota yang mempunyai

Rumah Sakit dengan fasilitas hemodialisis di Indonesia jumlah pasien gagal ginjal

kronik diperkirakan 5.000 orang setiap tahunnya (Suwitra, 2010 : 23 -24).

Tindakan hemodialisis sangat erat hubungannya dengan kualitas hidup

klien. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Yu & Petrini di Cina (2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien hemodialisis menunjukkan

peningkatan kemampuan fisik, namun mengalami ketidakstabilan dalam emosi.

Study kualitatif tentang pengalaman hidup klien hemodialisis juga dilakukan

Krueger di Texas (2009). Hasil studi menunjukkan bahwa kesedihan yang

mendalam merupakan tema yang konsisten.

Menurut data kunjungan pasien di RSUD Wangaya dari 13 Juli 2012 hingga

11 November 2012 jumlah klien hemodialisa 2.870 orang dan di setiap tahunnya

mengalami peningkatan hingga 100%. Penyakit gagal ginjal kronik termasuk

dalam 10 besar penyakit dalam di poliklinik hemodialisa. Data dari RSUD

Wangaya menyebutkan bahwa di Poliklinik Hemodialisa lebih dari 4,7% klien

dengan gagal ginjal kronik mendapatkan terapi hemodialisa (Rekam Medik,

2012).

2
Komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang

klien hemodialisis di RSUD Wangaya menyimpulkan bahwa setelah klien

dinyatakan harus menjalani hemodialisis, klien mengatakan awalnya takut

terhadap tindakan hemodialisis namun lama kelamaan menjadi hal yang biasa

(positif), sulit menahan haus karena harus membatasi minum, badan terasa lemah,

tidak dapat melakukan pekerjaan yang berat, sejak menjalani hemodalisis klien

dipindahkan kerja dan hanya mampu mengerjakan tugas administrasi ringan

(negatif).

Dampak hemodialisis terhadap fisik menjadikan klien lemah dan lelah

dalam menjalani kehidupan sehari-hari terutama setelah hemodialisis (Sullivan,

2009). Kelemahan dan kelelahan pada klien hemodialisis akibat karena anemia

yang disebabkan oleh menurunnya produksi eritropoetin akibat kerusakan fungsi

ginjal. Anemia pada klien hemodialisis kronik terjadi akibat tertinggalnya darah

pada dialyzer atau blood line meskipun jumlahnya tidak signifikan (Thomas,

2003). Kondisi ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Ritman (1993), bahwa

beberapa klien setelah menjalani hemodialisis, cenderung akan menghabiskan

hari-harinya untuk beristirahat dikarenakan energi mereka terkuras selama

menjalani hemodialisis.

Selain kelelahan dan kelemahan, dampak yang terjadi saat berlangsungnya

hemodialisis yaitu Dialysis disquilibrium syndrome (DSS). DSS dapat terjadi

akibat proses pengeluaran cairan dan urea dari dalam darah yang terlalu cepat

selama hemodialisis. Tanda dari DSS berupa sakit kepala tiba-tiba, penglihatan

kabur, pusing, mual, muntah, jantung berdebar-debar, disorientasi dan kejang.

3
Ross dan Kearney (2000) mengatakan bahwa DSS dapat berlanjut selama

intradialisis, bila tidak terdeteksi dan tidak diatasi maka klien dapat menjadi koma

yang berakhir dengan kematian.

Disfungsi seksual juga dapat terjadi pada klien penyakit ginjal tahap akhir

dengan hemodialisis kronis. Pada klien hemodialisis kronis umumnya

mendapatkan terapi antidepresan, dimana obat ini dapat berefek menurunkan

libido dan menunda orgasme pada wanita, menurunkan ereksi dan ejakulasi pada

laki-laki (Marques, et al, 2006). Selain obat antidepresan faktor lain yang dapat

berkontribusi pada disfungsi seksual adalah body image, defisiensi Zinc dan

gangguan hormonal (Diaz, et al, 2006).

Dampak psikologi atau spiritual dari tindakan hemodialisis sangat kompleks

dan berhubungan dengan faktor fisiologi. Depresi berhubungan dengan status

kesehatan fisik, masalah tidur dan kecemasan. Dampak psikologis dan spiritual ini

sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup klien. Hal ini didukung oleh studi

yang dilakukan oleh Curtin tahun 2000 yang menyimpulkan bahwa klien

hemodialisis mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dan menolak strategi

koping dibandingkan dengan klien yang dilakukan Continous Ambulatory

Peritonial Dialysis (CAPD). Hemodialisis juga berdampak terhadap kehidupan

sosial dan ekonomi klien. Hemodialisis umumnya dilakukan dengan frekuensi 2-3

kali dalam seminggu selama 4-5 jam sepanjang hidupnya (Suwitra, 2006 dalam

Smeltzer, 2008).

Dari uraian yang telah dipaparkan, tampak jelas bahwa tindakan

hemodialisis merupakan salah satu tindakan yang sangat diperlukan bagi klien

4
gagal ginjal tahap akhir dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan

menggantikan fungsi ginjal, namun di sisi lain dapat mengakibatkan perubahan

hampir di seluruh segi kehidupan klien seperti : Aspek fisik dan mental, aspek

sosial ekonomi, seksual dan spiritual yang dapat mempengaruhi kualitas hidup

klien.

Berdasar fenomena yang telah dijelaskan dan penelitian yang telah dibahas

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tindakan hemodialisis dapat

mempengaruhi kualitas hidup klien yang menjalaninya. Penelitian tentang kualitas

hidup klien hemodialisis di Indonesia umumnya dan di Bali khususnya dilakukan

dengan metode kuantitatif, sehingga perlu dilakukan penelitian secara kualitatif

untuk meggali dan mengetahui kualitas hidup klien hemodialisis. Dengan

demikian peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan metode kualitatif

untuk menggali lebih dalam tentang pengalaman klien hemodialisis terhadap

kualitas hidup dalam konteks asuhan keperawatan di RSUD Wangaya. Mengingat

semakin banyaknya penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis, selain itu

agar perawat lebih bisa memahami kondisi fisik dan psikologis klien.

B. Rumusan Masalah

Dengan permasalahan tersebut, maka peneliti merasa perlu untuk menggali

dan memahami fenomena serta mengetahui pengalaman klien hemodialisis

terhadap kualitas hidup melalui metode kualitatif. Rumusan masalah dalam studi

ini adalah “Bagaimana pengalaman hidup klien hemodialisis terhadap kualitas

hidup dalam konteks asuhan keperawatan di RSUD Wangaya.

5
C. Tujuan

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam

tentang pengalaman klien hemodialisis terhadap kualiatas hidup dalam konteks

asuhan keperawatan dan bagaimana klien memaknai pengalaman tersebut.

2. Tujuan khusus

a. Diperolehnya gambaran tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam

kehidupan klien yang mejalani hemodialisis.

b. Tereksplorasinya gambaran tentang dampak hemodialisis terhadap kualitas

hidup.

c. Tereksplorasinya gambaran pelayanan keperawatan yang diterima oleh klien

hemodialisis.

d. Tereksplorasinya kebutuhan klien hemodialisis terhadap pelayanan

hemodialisis.

D. Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada

1. Pelayanan keperawatan medikal bedah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

pengalaman klien hemodialisis terhadap kualitas hidup dalam konteks asuhan

keperawatan, sehingga dapat diindetifikasi kebutuhan akan pelayanan

keperawatan yang spesifik dan konkrit, intervensi keperawatan yang optimal yang

semestinya diberikan terhadap klien hemodialisis. Hasil peneliti ini juga

6
diharapkan dapat mengindetifikasi gambaran pelayanan keperawatan di unit

hemodialisis dan pelaksanaan pelayanan hemodialisis, sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup klien hemodialisis.

2. Perkembangan ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan masukan bagi

pendidikan dalam proses pembelajaran mahasiswa keperawatan, khususnya

keperawatan medikal bedah, sehingga dapat diperoleh gambaran yang nyata

tentang pengalaman klien penyakit ginjal tahap akhir yang menjalani

hemodialisis.

3. Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar bagi peneliti

selanjutnya terkait topik yang berkaitan atau berhubungan dengan pengalaman

klien hemodialisis terhadap kualitas hidup.

Anda mungkin juga menyukai