Makalah Kristin Rista 401200227
Makalah Kristin Rista 401200227
Resume ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Study Islam
Disusun Oleh :
Kristin Rista Rahmadani ( 401200227 )
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji-puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT. Hanya kepada-Nya
lah kami memuji dan hanya kepada-Nya lah kami memohon pertolongan. Tidak
lupa shalawat serta salam kami haturkan pada junjungan nabi agung kita, Nabi
Muhammad SAW. Risalah beliau lah yang bermanfaat bagi kita semua sebagai
petunjuk menjalani kehidupan.
Kami ucapkan banyak banyak terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen pengampu kami yang telah membimbing dalam menulis makalah
ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Kristin Rista R
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
BAB 1
A. Latar belakang penulisan makalah .......................................................iii
B. Rumusan masalah ....................................................................................iv
C. Tujuan penulis ..........................................................................................iv
BAB 2
1. Pendekatan Historis Budaya Sekaten.........................................................5
2. Pendekatan Sosiologis Budaya Sekaten…................................................11
3. Pendekatan Normatif Budaya Sekaten.....................................................13
BAB 3
A. Kesimpulan ..............................................................................................16
B. Analisis .....................................................................................................17
C. Daftar Pustaka......................................................................................... 19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Sekaten merupakan salah satu tradisi yang masih bertahan di kota Yogyakarta dan
Solo hingga sekarang. Namun apakah semua orang tahu makna di balik kata sekaten yang
sebenarnya?.Kata sekaten berasal dari beberapa kata yang sarat makna, yaitu :
6
3. Sakhatain: menghilangkan perkara dua, yaitu watak hewan dan sifat setan,
karena watak tersebut sumber kerusakan;
5. Sekati: menimbang, orang hidup harus bisa menimbang atau menilai hal-
hal yang baik dan buruk; dan
6. Sekat: batas, orang hidup harus membatasi diri untuk tidak berbuat jahat
serta tahu batas-batas kebaikan dan kejahatan.
Atas saran Wali Songo, upacara pengorbanan raja itu dihidupkan kembali,
namun diberi warna keislaman. Hewan kurban disembelih menurut peraturan
agama Islam. Awal dan akhir doa selamatan, berupa doa Islam yang dipanjatkan
oleh Sunan Giri dan Sunan Bonang. Maka setelah kerajaan menyelenggarakan
upacara kurban itu, tak berapa lama kemudian menghilanglah wabah penyakit
menular, dan ketenteraman pulih kembali. Sesudah aman tenteram dan makmur,
7
para Wali Songo menggiatkan usaha untuk mensyiarkan agama Islam di kalangan
rakyat. Untuk mendukung syiar Islam tersebut, maka didirikanlah Masjid Besar
sebagai pusat peribadatan umum. Menurut candrasengkala yang berbunyi geni
mati siniram ing janmi, Masjid Besar itu selesai pembangunannya pada tahun
1408.
Meski telah ada Masjid Besar dan para Wali Songo giat berdakwah,
penyebaran agama Islam tidak banyak mengalami kemajuan. Jumlah para santri
masih sangat sedikit. Sebagian besar rakyat terutama masyarakat pedesaan, masih
enggan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai pemyataan memeluk
agama Islam. Maka para Wali Songo lalu bermusyawarah. Mereka sependapat
bahwa untuk menginsyafkan rakyat dan kebenaran ajaran agama Islam, haruslah
dilakukan secara bertahap dan dengan penuh kearifan. Bersikap sopan-santun,
ramah-tamah dalam berdakwah, dan tanpa mencela adat serta unsur-unsur
kebudayaan rakyat, bahkan memanfaatkan unsur-unsur kebudayaan rakyat
sebagai sarana dakwah, terutama dengan memanfaatkan bahasa, adat-istiadat dan
kesenian rakyat.
Untuk lebih menarik simpati rakyat, pada malam menjelang hari kelahiran nabi
yang bertepatan dengan tanggal 12 bulan Rabiulawal, sultan berkenan mengikuti
upacara keagarnaan di Masjid Besar. Sultan keluar dari keraton diiring (bahasa
Jawa ginarebeg) para putra dan segenap pembesar kerajaan. Selepas sholat Isya,
sultan dan para pengiringnya duduk di serambi masjid untuk mendengarkan
riwayat hidup nabi yang diuraikan oleh para wali disusul dengan selawatan. Baru
pada tengah malam, sultan dan para pengiringnya kembali ke keraton. Gamelan
yang selama seminggu ditaruh dan dibunyikan di halaman Masjid Besar, juga di
bawa ke kraton sebagai tanda berakhirnya perasaan, keramaian sekaten dan
upacara peringatan hari kelahiran nabi.
Islam masuk tanah Jawa melalui sosio culture. Pelaksanaan syariat Islam
agar mudah diterima, maka yang dilakukan adalah melalui penyesuaian dengan
budaya masyarakat Jawa. Islam dengan nilai-nilainya yang tidak bertentangan
dengan budaya masyarakat Jawa (culture) merupakan sub culture yang
selanjutnya dengan mudahnya Islam dapat diterima dengan baik oleh
masyarakat.16 salah satunya adalah melalui sekaten.
Sekaten di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat telah dilaksanakan sejak
kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono I. Sekaten pada masa itu
merupakan sekaten yang dilakukan sebagai bentuk pengenalan Islam sebagai
agama baru. Harapannya agar masyarakat yang pada saat itu masih menganut
kepercayaan Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme dan kepercayaan nenek
9
moyang mengetahui dan mengenal Islam lebih dalam kemudian menjadikan Islam
agama yang mereka anut menggantikan kepercayaan-kepercayaan sebelumnya.
bahwasannya unsur dakwah harus dibenahi yakni dengan cara mengemas model-
model dakwah yang tidak hanya dilakukan di Masjid Agung saja.
Sekaten, yang saat ini sedang dirayakan oleh sebagian besar masyarakat
Yogyakarta merupakan sebuah rangkaian kegiatan perayaan Maulid Nabi Muhammad
12
Memandang Sekaten, oleh karena itu, jangan hanya dalam bingkai perspektif
agama atau dalam kacamata budaya lokal dan budaya Jawa belaka. Cara pandang yang
demikian akan mengakibatkan distorsi yang cenderung memunculkan perdebatan yang
tak kunjung berhenti. Perdebatan tersebut akan bermuara pada masalah tafsir terhadap
agama – dimensi normatif dan historis serta Islam sebagai das sein dan das sollen – serta
berujung pada perpecahan dan perselisihan pendapat bila perbedaan tersebut tidak
dibingkai dalam upaya untuk memperoleh dan memperkuat jalinan ”ukhuwah” Islamiyah,
Wathoniyah, dan Basyariah.
Hubungan dan kolaborasi antara, Islam sebagai ”teks besar” atau ”grand
narrative” dengan budaya lokal tidak lagi dapat dipandang dalam frame penundukkan–
Islam menundukkan (atau) ditundukkan oleh budaya lokal – tetapi harus dipandang
bahwa proses akulturasi tersebut malah semakin menunjukkan kekayaan atau
keberagaman ekspresi budaya Islam setelah bersinggungan atau bertemu dengan
bangunan budaya lokal. Islam tidak melulu dipandang dalam dimensi
keuniversalitasannya–walaupun pada titik ini orang yang beragama Islam harus tetap
berkeyakinan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang paripurna dan universal–tetapi juga
bahasa dan sikap akomodatif ”Islam” dalam menerima dan mengapresiasi budaya lokal.
Di sisi lain, budaya lokal tidak pula melulu kita pandang sebagai bagian yang
harus selalu mengalah kepada Islam, namun ia–budaya lokal–pasti mempunyai kacamata
sendiri dalam membahasakan Islam menurut perspektifnya sendiri. Cara pandang yang
seperti ini akan menghasilkan konstruksi pemahaman baru yang peranannya sangat
signifikan dalam proses pembauran dan perpaduan antara dua unsur budaya yang berbeda
13
Upacara Sekaten termasuk jenis upacara ritual. Dalam menjalankan suatu ritual
terdapat kriteria, antara lain:
Tradisi peringatan ini kemudian dilestarikan oleh para raja-raja Jawa berikutnya,
yang hingga kini sangat populer dinamakan Garebeg Malud. Dengan upacara Sekaten
ini, kraton Yogyakarta 10 mempunyai tujuan untuk merayakan dan memperingati hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW, serta menghormati kehadirannya di dunia, serta
mengambil makna ketauladanan dari pola kehidupannya. Usaha dakwah agama Islam
melalui upacara Sekaten yang dilakukan oleh kraton Yogyakarta sekarang, masih
mematuhi kaidah-kaidah yang diterapkan oleh Kesultanan Demak, baik mengenai
waktu, tempat dan pelaksanaan. Temasuk dalam hal ini tatacara membunyikan gamelan
di pelataran masjid besar untuk mengundang massa dari berbagai lapisan masyarakat.
oleh para raja Jawa sekarang, baik di Kasultanan Yogyakarta, Kasunan Surakarta,
maupun Kesepuhan Cirebon. Dalam menghormati kehadiran Nabi Muhammad SAW di
dunia, memetik suri tauladan kehidupannya, dan melakukan dakwah agama merupakan
substansi upacara Sekaten. Pandangan masyarakat dalam melihat upacara ini tampaknya
banyak positipnya. Oleh karena itu masyarakat di luar kraton Yogyakarta juga
melestarikan tradisi peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Setiap menjelang dan sesudah tanggal 12 Maulud, banyak warga masyarakat dari
segenap lapisan menyelenggarakan upacara selamatan (kenduri), yang disebut muludan.
Peringatan ini kadang-kadang diramaikan dengan selawatan, yaitu menyajikan lagu-lagu
yang berisi puji-pujian terhadap Nabi Muhammad SAW, baik dengan menggunakan
iringan musik rebana maupun tanpa iringan sama sekali. Di masjid-masjid, surau-surau,
bahkan di rumah diadakan pengajian, biasanya bertema riwayat hidup Nabi Muhammad
SAW.
raja, serta mendengarkan dhawuh (amanat raja). Kedua, masjid besar yaitu masjid yang
didirikan di sebelah barat alun-alun, atau dari depan kraton Yogyakarta menuju arah barat
laut kurang lebih 100 meter. Masjid ini dapat menampung 5.000 orang jamaah. Di
pelataran depan serambi masjid adalah tempat untuk menaruh gamelan Sekaten, yang
berlangsung selama satu minggu. Di sekitar pelataran ini termasuk tempat yang luas,
sehingga dapat menampung ribuan orang untuk mendengarkan bunyi gamelan Sekaten.
Bagian paling depan serambi masjid terdapat ambang pintu, yang dipergunakan
untuk upacara penerimaan sesaji selamatan negara, berupa gunungan, yang sebelumnya
diusung dari kraton Yogyakarta. Patih (setara perdana menteri) kraton Yogyakarta atas
nama Sultan Hamengkubuwono menyerahkan gunungan kepada kyai penghulu, untuk
memanjatkan doa upacara. Dalam upacara penerimaan ini, kyai penghulu kraton
memanjatkan doa berisi tentang keselamatan dan kesejahteran ditujukan kepada raja,
keluarga raja, negara (kerajaan) beserta rakyatnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sekaten merupakan hajad dalem yang dilakukan untuk memperingati hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW setiap tanggal 5 sampai 11 Maulud. Pada
awalnya sekaten merupakan salah satu cara yang dilakukan para wali sebagai
sarana dakwah atau proses Islamisasi agar lebih mudah diterima oleh masyarakat
yang saat itu masih menganut kepercayaan-kepercayaan dari nenek moyang.
Sekaten merupakan suatu bentuk akulturasi atau pembauran antara
kebudayaan lokal dengan agama Islam yang kemudian menjadi suatu kebudayaan
baru. Dalam hal ini, sekaten menjadi suatu media yang menyiratkan bahwasannya
budaya Jawa adalah suatu yang inklusif atau terbuka dalam menerima Islam dan
kemudian terjadilah suatu pembauran. Pada dasarnya gamelan atau sekati adalah
suatu bentuk kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Jawa, sedangkan prosesi
sekaten sendiri merupakan hal-hal bernafaskan Islam yang kental, seperti
pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW, ataupun gending-gending yang
dinyanyikan bersamaan dengan pemukulan gamelan.
Dalam aspek komunikasi, sekaten merupakan suatu media yang digunakan
para wali sebagai sarana dakwah atau menyampaikan Islam sebagai ajaran agama
yang benar. Masyarakat Jawa yang memiliki sifat inklusivisme mampu menerima
dengan mudah ajaran dan kebudayaan baru yang disampaikan oleh para wali
secara berangsur-angsur. Perubahan sosial mempengaruhi perubahan sekaten.
Baik dari pemaknaan, dan pemanfaatan.Pergeseran makna sekaten juga tidak
luput dari beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain :
1. Berkembangnya teknologi sehingga menimbulkan inovasi-inovasi baru yang
menyebabkan perubahan dalam rangkaia kegiatan sekaten khususnya pelaksanaan
pasar malam sekaten yang saat dikenal dengan istilah Jogja Expo Sekaten (JES)
2. Meningkatnya kebutuhan masyarakat sehingga banyak masyarakat yang
memanfaatkan keramaian atau antusiasme sekaten menjadi sarana mengais rezeki
(ekonomi).
17
B. Analisis
Sebuah momentum besar yang di dalamnya terdapat berbagai muatan
historis, peristiwa upacara ritual, simbol, makna dan tujuan, pisisi aktivitas
perayaan sekaten yang menjadi tempat berkumpulnya ribuan manusia dari
berbagai penjuru, dapat memberikan daya dan kekuatan manusia yakni kekuatan
magis dalam kehidupan masyarakat Jawa. Dengan demikian eksistensi aktivitas
kultural ini akan selalu menjadi pemicu secara spiritual kehidupan manusia
terutama bagi komunitas Kraton Yogyakarta beserta masyarakat pendukungnya.
Pandangan saya pribadi dalam menanggapi tradisi sekaten ini tentu dengan
amat sangat positif karena melihat antusiasme warga Yogyakarta yang begitu
hebat. Oleh karena itu, masyarakat di luar kraton Yogyakarta juga ikut serta
melestarikan tradisi peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Setiap
menjelang dan sesudah tanggal 12 Maulud, banyak warga masyarakat dari
segenap lapisan menyelenggarakan upacara selamatan (kenduri), yang disebut
18
DAFTAR PUSTAKA