Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

TONSILOFARINGITIS

Disusun oleh :

dr. EKA KRISTIAN BREMA TARIGAN

Pembimbing:

dr. Wakhidah Liliana

PUSKESMAS KECAMATAN KRAMAT JATI

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

PROVINSI DKI JAKARTA

PERIODE 5 FEBRUARI 2019 – 3 MEI 2020


LAPORAN KASUS
Data Umum Pasien
Nama : An.I
Umur : 14 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Batu ampar V rt 007 rw 002
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Jawa
Status : Single
No. RM : 03400232
Pemeriksaan :
Anamnesis
a. Keluhan Utama
Nyeri tenggorokan

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RS bersama orangtuanya dengan keluhan sakit
tenggorokan yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sakit
tenggorokan dirasakan hilang timbul. Pasien mengeluhkan tenggorokan
terasa mengganjal dan terasa kering. Pasien mengeluhkan rasa sakit saat
menelan makanan, namun tidak mengalami kesulitan dalam menelan
makanan (padat/lunak) dan minum. Pasien mengalami demam yang
dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan terus
menerus. Pasien mengeluhkan badannya terasa lemas dan pusing. Karena
rasa sakit saat menelan, pasien mengaku nafsu makannya juga menurun

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama, namun pasien sering
mengalami pilek.

2
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama dengan
pasien.

e. Riwayat Penggunaan Obat


Pasien belum ada meminum obat apapun

f. Riwayat Alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat dan makanan

Pemeriksaan Fisik

a. Status Present
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : E4 M6 V5
Tekanan Darah :-
Nadi : 63 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 39,10C (aksila)
Berat Badan : 26 kg
Tinggi Badan : 90 cm

B. Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Kembali cepat
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)

3
Kepala
Bentuk : Kesan Normocephali
Rambut : Tersebar rata, sukar dicabut.
Mata : Cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
konj.palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), nafas cuping hidung (-)
Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Faring : Hiperemis (+)
Tonsil : T2-T2 tampak hiperemis

Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : (-), R -2 cmH2O
Axilla
Pembesaran KGB (-)

Thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Thoraco abdomminal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
- Pergerakan dada simetris
- Nyeri tekan (-/-)
- Suara fremitus taktil kanan dan kiri normal
3. Perkusi
- Sonor (+/+)

4
4. Auskultasi
Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V Linea Midclavicularis Sinistra
Perkusi : Batas jantung atas : di ICS III
Batas jantung kanan : di ICS V Linea Parasternalis dekstra
Batas jantung kiri : di ICS V 2 cm ke arah lateral linea
axilaris anterior sinistra.
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan Epigastrium (-)
Perkusi : Timpani (+) seluruh lapangan abdomen
Auskultasi : Peristaltik usus kesan normal

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan


Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas :

Superior Inferior
Ekstremitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan N N N N
Tonus otot N N N N
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -

5
Diagnosa
tonsilofaringitis
Diagnosa Banding
Mumps
Limfadenitis
Penatalaksanaan
3.6.1 Medikamentosa
- Amoksisilin 500mg 3x1
-Parasetamol 500 mg 3x1
- deksamethason 0,5 mg 2x1
- Vit B. kompleks 2x1

Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Makan dan minum obat yang teratur
- Pasien dan keluarga diberi edukasi mengenai penyakit yang diderita
pasien dan penatalaksanaannya serta pencegahannya
- Jika pasien sudah diperbolehkan pulang pasien harus tetap sering konsul
ke pelayanan medis terdekat

Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad funcionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

6
Nama Peserta : dr. Eka Kristian Brema Tarigan
Nama Wahana: Puskesmas kecamatan Kramat Jati
Topik: TONSILOFARINGITIS
Tanggal (kasus) : 26 MARET 2020
Tanggal Presentasi : 31 April 2020 Pendamping : 1. dr. Warkhida Liliana
Tempat Persentasi : Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Perempuan, 9 tahun, nyeri tenggorokan
Tujuan: Menegakkan diagnosis Tonsilofaringitis dan melakukan terapi yang tepat
Bahan Bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
diskusi
Data Pasien: Nama: An.I No.Registrasi: 03400232
Nama klinik Poli umum Puskesma kecamatan
Kramat Jati
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Gambaran Klinis
Pasien datang ke RS bersama orangtuanya dengan keluhan sakit tenggorokan yang dirasakan
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sakit tenggorokan dirasakan hilang timbul. Pasien
mengeluhkan tenggorokan terasa mengganjal dan terasa kering. Pasien mengeluhkan rasa sakit
saat menelan makanan, namun tidak mengalami kesulitan dalam menelan makanan
(padat/lunak) dan minum.Pasien mengalami demam yang dirasakan sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, demam dirasakan terus menerus. Pasien mengeluhkan badannya terasa
lemas dan pusing. Karena rasa sakit saat menelan, pasien mengaku nafsu makannya juga
menurun.
2. Riwayat pengobatan: tidak ada
3. Riwayat penyakit Dahulu: ISPA
4. Riwayat penyakit keluarga: tidak ada
5. Riwayat pekerjaan: tidak ada

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO


SUBJEKTIF

7
Pasien datang ke RS bersama orangtuanya dengan keluhan sakit tenggorokan
yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sakit tenggorokan
dirasakan hilang timbul. Pasien mengeluhkan tenggorokan terasa mengganjal
dan terasa kering. Pasien mengeluhkan rasa sakit saat menelan makanan, namun
tidak mengalami kesulitan dalam menelan makanan (padat/lunak) dan
minum.Pasien mengalami demam yang dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit, demam dirasakan terus menerus. Pasien mengeluhkan badannya
terasa lemas dan pusing. Karena rasa sakit saat menelan, pasien mengaku nafsu
makannya juga menurun.

OBJEKTIF
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 63 x/menit Suhu : 39,10C
Tekanan darah :- Respirasi : 20x/menit

STATUS GENERALIS
 Kepala : - Mata: Konjungtiva anemis (-/-), Sclera ikterik (-/-)
- Pupil: Isokor, diameter 3 mm, RC (+/+)
- THT: Tidak dijumpai kelainan
- Mulut : Tonsil T2-T2, faring tampak hiperemis
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
 Thorax : - Inspeksi : Simetris Fusiformis
- Palpasi : Stem fremitus paru kanan dan paru kiri
sama
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+)
- Jantung : S1,S2 (N), gallop(-), murmur (-)
 Abdomen : - Inspeksi : Simetris
- Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (-)

8
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : Peristaltik (+) normal
 Ekstremitas : - Superior: Pulse 63 x/i, reg, akral hangat, CR <2”
Fraktur (-), Edema (-)
- Inferior : Fraktur (-), Edema (-)

Tonsilofaringitis

I. Definisi
Istilah faringitis akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut
pada faring, termasuk tonsilitis (tonsiloffaringitis) yang berlangsung hingga 14
hari. Faringitis merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan struktur
lain di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil,
jarang terjadi hanya infeksi lokal pada faring atau tonsil. Oleh karena itu,
pengertian faringitis secara luas mencakup tonsilitis, nasofaringitis, dan
tonsilofaringitis. Infeksi pada daerah faring dan sekitarnya ditandai dengan

9
keluhan nyeri tenggorok. Faringitis Streptokokus Beta Hemolitikus grup A
(SBHGA) adalah infeksi akut orofaring dan atau nasofaring oleh SBHGA.

II. Etiologi
Berbagai bakteri dan virus dapat menjadi etiologi faringitis, baik faringitis
sebagai manifestasi tunggal ataupun sebagai bagian dari penyakit lain. Virus
merupakan etiologi terbanyak faringitis akut, terutama pada anak berusia <3 tahun
(prasekolah). Virus penyebab penyakit respiratori seperti adenovirus, Rhinovirus,
dan virus Parainfluenza dapat menjadi penyebab faringitis.
Virus Epstein Barr (EBV) dapat menyebabkan faringitis, tetapi disertai
dengan gejala infesi mononukleosis seperti splenomegali dan limfadenopati
generalisata. Infeksi sistemik seperti infeksi virus campak, cytomegalovirus
(CMV), virus Rubella, dan berbagai virus lainnya juga dapat menunjukkan gejala
faringitis akut. Streptokokus Beta Hemolitikus Grup A adalah bakteri penyebab
terbanyak faringitis/tonsilofaringitis akut.
Virus penyebab penyakit respiratori seperti Adenovirus, Rhinovirus,
Parainfluenza virus, dapat menjadi penyebab tonsilofaringitis. Virus Epstein Barr
(EBV) dapat menyebabkan tonsilofaringitis, tetapi disertai dengan gejala
infeksimononukleosis seperti splenimegali dan limfadenopati generalisata. Infeksi
sistemik seperti infeksi virus campak, virus Rubella, Citomegalovirus (CMV), dan
berbagai virus lainnya juga dapat menyebabkan gejala tonsilofaringitis akut.

Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA) adalah penyebab


terbanyak tonsilofaringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15-30% dari
tonsilofaringitisakut pada anak, sedangkan pada dewasa hanya sekitar 5-10%
kasus. Strptokokus grup A biasanya bukan penyebab yang umum pada anak usia
prasekolah, tetapi pernah dilaporkan terjadi di tempat penitipan anak.

Patogenesis
Nasofaring dan orofaring adalah tempat untuk organisme ini, kontak
langsung dengan mukosa nasofaring atau orofaring yang terinfeksi atau dengan

10
benda yang terkontaminasi seperti sikat gigi merupakan cara penularan yang
kurang berperan, demikian juga penularan melalui makanan.
Penyebaran SBHGA memerlukan pejamu yang rentan dan difasilitasi
dengan kontak yang erat. Infeksi jarng terjadi pada nak berusia di bawah 2 tahun,
mungkin karena kurang kuatnya SBHGA melekat pada sel-sel epitel. Remaja
biasany telah menalami kontak dengan organisme beberapa kali sehingga
terbentuk kekebalan, oleh karena itu infeksi SBHGA jarang terjadi pada
kelompok ini.
Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring
yang kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan
iritasi mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan
melibatkan nasofaring, uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah
terjadi inokulasi dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan
lokal, sehingga menyebabkan eritema faring, tonsil, atau keduanya. Infeksi
streptokokus ditandai dengan invasi lokal serta penglepasan toksin ekstraselular
dan protease. Transmisi dari virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi
akibat kontak tangan dengan sekret hidung dibandingkan dengan kontak oral.
Gejala akan tampak setelah masa inkubasi yang pendek, yaitu 24-72 jam.

III. Manifestasi Klinis

Gejala faringitis yang khas akibat bakteri Streptokokus berupa nyeri


tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala yang
biasanya dikeluhkan oleh anak berusia di atas 2 tahum adalah nyeri kepala, nyeri
perut, dan muntah. Selain itu juga didapatkan demam yang dapat mencapai suhu
400C, beberapa jam kemudian terdaat nyeri tenggorok. Gejala seperti rinorea,
suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya disebabkan oleh virus.
Kontak dengan pasien rinitis juga dapat ditemukan pada anamnesis.

Pada pemeriksaan fisis, tidak semua pasien tonsilofaringitis akut


Streptokokus menunjukkan tanda infeksi Streptokokus, yaitu eritema pada tonsil

11
dan faring yang disertai dengan pembesaran tonsil.
Faringitis Streptokokus sangat mungkin jika dijumpai gejala dan tanda berikut:

- Awitan akut, disertai mual dan muntah


- Faring hiperemis

- Demam
- Nyeri tenggorokan
- Tonsil bengkak dengan eksudasi
- KGB leher anterior bengkak dan nyeri
- Uvula bengkak dan merah
- Ekskoriasi hidug disertai lesi impetigo sekunder
- Ruam skarlatina
- Patekhiae palatum mole

Tanda khas faringitis difteri adalah membran asimetris, mudah berdarah,


dan berwana kelabu pada faring. Membran tersebut dapat meluas dari batas
anterior tonsil hingga ke palatum mole dan atau ke uvula. Pada faringitis akibat
virus, dapat juga ditemukan ulkus di palatum mole dan dinding faring serta
eksudat di palatum dan tonsil, tetapi sulit dibedakan dengan eksudat faringits
Streptokokus. Gejala yang timbul dapat menghilang dalam 24 jam, berlangsung
4-10 hari (self limiting disease), jarang menimbulkan komplikasi, dan prognosis
yang baik.

IV. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis, dan


pemeriksaan laboratorium. Sulit untuk membedakan antara faringitis
Streptokokus dan faringitis virus hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisis. Baku emas penegakan diagnosis faringitis bakteri atau virus adalah melalui
pemeriksaan kultur dari apusan tenggorok. Apusan tenggorok yang adekuat pada

12
area tonsil diperlukan untuk menegakkan adanya Streptococcus pyogenes.

V. Tatalaksana

Usaha untuk membedakan faringitis bakteri dan virus bertujuan agar


pemberian antibiotik sesuai indikasi. Faringitis Streptokokus Grup A merupakan
satu-satunya faringitis yang memiliki indikasi kuat dan aturan khusus dalam
penggunaan antibiotik (selain difteri yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphteriae).
Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada faringitis virus, karena tidak
akan mempercepat waktu penyembuhan atau mengurangi derajat keparahan.
Istirahat cukup dan pemberian cairan yang sesuai merupakan terapi suportif yang
dapat diberikan. Selain itu, pemberian gargles (obat kumur) dan lozenges (obat
hisap), pada anak cukup besar dapat meringankan keluhan nyeri tenggorok.
Apabila terdapat nyeri yang berlebih atau demam, dapat diberikan parasetamol
atau ibuprofen. Pemberian aspirin tidak dianjurkan, tertama pada infeksi
influenza, karena insidens Sindrom Reye kerap terjadi.
Pemberian antibiotik pada faringitis harus berdasarkan pada gejala klinis
dan hasil kultur positif pada pemeriksaan usapan tenggorok. Akan tetapi, hingga
saat ini masih terdapat pemberian antibiotik yang tidak rasional untuk kasus
faringitis akut. Salah satu penyebabnya adalah terdapat overdiagnosis
faringitis.menjadi faringitis Streptokokus, dan memberikan antibiotik karena
khawatir dengan salah satu komplikasinya, berupa demam reumatik.
Antibiotik pilihan pada terapi faringitis akut Streptokokus grup A adalah
Penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari atau benzatin
penisilin G IM dosis tunggal dengan dosis 600.000 IU (BB<30 kg) dan 1.200.000
IU (BB>30 kg).
Amoksisilin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin pada anak yang
lebih kecil, karena selain efeknya sama, amoksisilin juga memiliki rasa yang lebih
enak. Amoksisilin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari,
efektivitasnya sama dengan penisilin V oral selama 10 hari.

13
Untuk anak yang alergi penisilin dapat diberikan eritromisin etil suksinat
40 mg/kgBB/hari, eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari, dengan pemberian 2,
3, atau 4 kali per hari selama 10 hari; atau dapat juga diberikan makrolid baru
misalnya azitromisin dengan dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari, selama 3 hari
berturut-turut.
Antibiotik golongan sefalosporin gnerasi I dan II dapat juga memberikan
efek yang sama, tetapi pemakaiannya tidk dianjurkan, karena selain mahal risiko
resistensinya juga lebih besar.

Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik per oral selama 10 hari.Jika
anak mengalami kesulitan menelan bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
- Penisilin 500 mg 3 x sehari.
-Pilihan lain adalah eritromisin 500 mg 3 x sehari atau amoksisilin 500 mg 3x
sehari yang diberikan selama 5 hari.
Dosis pada anak : eritromisin 40 mg/kgBB/ hari, amoksisilin 30 – 50
mg/kgBB/hari.2
Tak perlu memulai antibiotik segera, penundaan 1 – 3 hari tidak meningkatkan
komplikasi atau menunda penyembuhan penyakit. Antibiotik hanya sedikit
memperpendek durasi gejala dan mengurangi risiko demam rematik.
Bila suhu badan tinggi, penderita harus tirah baring dan dianjurkan
untuk banyak minum. Makanan lunak diberikan selama penderita masih nyeri
menelan. Analgetik (parasetamol dan ibuprofen adalah yang paling aman) lebih
efektif daripada antibiotik dalam menghilangkan gejala. Nyeri faring bahkan
dapat diterapi dengan spray lidokain. Bila dicurigai adanya tonsilitis difteri,
penderita harus segera diberi serum anti difteri (ADS), tetapi bila ada gejala
sumbatan nafas, segera rujuk ke rumah sakit.4
Pada tonsilitis kronik, penting untuk memberikan edukasi agar
menjauhi rangsangan yang dapat menimbulkan serangan tonsilitis akut, misalnya
rokok, minuman/makanan yang merangsang, higiene mulut yang buruk, atau
penggunaan obat kumur yang mengandung desinfektan.9

Operatif

14
9
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh
tonsil palatina dengan eksisi surgikal tonsil palatina untuk mencegah tonsilitis
rekuren. Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun
hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap
memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam
pelaksanaannya.1.3
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun
terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada
saat ini.Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan
berulang.Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan
hipertrofi tonsil. Indikator klinis untuk prosedur surgikal adalah seperti berikut:9

a. Indikasi Absolut 9
a. Tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal
b. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam
c. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase
d. Difteri career
e. Upper Respiratory Obstruction and Swallowing disorders (OSAS)
f. Kecurigaan pada keganasan

b. Indikasi Relatif 9
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten
d. Rhinitis kronis
e. Infeksi saluran pernapasan atas yang berulang
f. Otalgia yang berulang

15
g. Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan

Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi,
namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap
memperhitungkan imbang “manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut adalah:
1. Gangguan perdarahan

2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat

3. Anemia

4. Infeksi akut yang berat

VI PENCEGAHAN
Bakteri dan virus penyebab tonsilofaringitis dapat dengan mudah
menyebar dari satu penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan
dengan mencegah terpapar dari penderita tonsilofaringitis atau yang memiliki
keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan
tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang
bersabun sebelum digunakan kembali.Sikat gigi yang telah lama sebaiknya diganti
untuk mencegah infeksi berulang. Orang – orang yang merupakan karier tonsilitis
semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi
pada orang lain.

VII PROGNOSA
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat
dan pengobatan suportif.Menangani gejala – gejala yang timbul dapat
membuat penderita tonsilitis lebih nyaman.Bila antibiotik diberikan untuk
mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi
penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami
perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala – gejala yang tetap ada dapat

16
menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya,
infeksi yang paling sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada
kasus – kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi
serius seperti demam rematik atau pneumonia.

17

Anda mungkin juga menyukai