Anda di halaman 1dari 19

IDENTITAS PASIEN

Nama : Fitri Yuliani


Usia : 10 tahun
BB : 27 Kg
TB : 121 cm
Alamat: Desa Pucang Anom RT 13 RW 1, Ngawi

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien kiriman Poli jantung dengan diagnosis Rhematoid Heart Disease &
Regurgitasi Mitral berat. Pasien merasakan sesak yang dirasakan sejak 6 hari yang
lalu, sesak disertai rasa berdebar di dada, sesak timbul setiap melakukan aktivitas
sehari-hari seperti berjalan atau berlari ke sekolah dengan jarak 2 km, naik turun
tangga di sekolah, mengikuti kegiatan olahraga di sekolah dan saat bermain
bersama teman-temannya, sesak dirasakan berkurang ketika istirahat. Dalam 3
bulan terakhir ini pasien mengaku mudah lelah sehingga malas untuk beraktivitas
seperti biasanya. Pasien juga mengeluhkan dalam beberapa bulan terakhir sering
terbangun saat tidur malam karena sesak.
Sekitar 3 minggu yang lalu pasien mengeluhkan demam disertai batuk
pilek. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak seminggu yang lalu, batuk tidak
disertai dahak, batuk cenderung malam hari. Kemudian 2 hari setelahnya demam
tidak kunjung turun dan muncul keluhan nyeri pada tangan dan kaki sehingga
pasien berobat ke puskesmas. Setelah dirawat 2 hari kemudian pasien dirujuk ke
RSUD Sayidiman Magetan dengan alasan butuh penanganan lebih baik. Saat
dirawat di RSUD Magetan pasien masih mengeluh demam, nyeri sendi dan
muncul sesak, sesak ini dirasakan semakin memberat setiap harinya. Keluhan
sesak ini lebih ringan jika pasien tidur dengan posisi setengah duduk, pasien
dirawat 6 hari dengan diagnosis sepsis+mitral stenosis yang akhirnya dirujuk ke
Poliklinik jantung RSSM.
Saat ini pasien masih mengeluhkan demam yang hilang timbul sejak 3
minggu lalu, pasien selalu merasa lemas semenjak mederita sakit ini. Nafsu
makan menurun. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Anamnesis Sistem
Cerebrospinal : Demam (+), kejang (-), penurunan kesadaran (-)
Respirasi : Pilek (-), batuk (+), dahak (-), sesak (-),
Kardiovaskular : Berdebar-debar (-)
Gastrointestinal : Nyeri perut (-), nafsu makan minun turun, BAB normal
Urogenital : BAK normal
Muskuloskeletal : Lemas (+), nyeri sendi (-)
Integumentum : Pucat (+), ruam (-)

Riwayat kelahiran
Pasien anak ke 3 dari 4 bersaudara, Pasien lahir normal spontan di Bidan dengan
berat 3000.
Riwayat ASI
Minum ASI hingga usia 3 tahun
Riwayat imunisasi
Lengkap
Riwayat tumbuh kembang
1,3 tahun sudah bisa berjalan dan usia 1,5 tahun sudah mulai berbicara.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa disangkal
Riwayat MRS tahun lalu dengan demam, batuk, pilek, dan nyeri seluruh tubuh
Riwayat sakit asma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang menderita serupa
Riwayat sakit asma disangkal
Riwayat sakit jantung disangkal
Riwayat HT dan DM disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Status Gizi : Z-Score
BB/U : -1.13 (gizi baik)
TB/U : -2.7 (pendek)
BB/TB : 1.4 (normal)
Keadaan umum : lemah
Vital sign : TD : 106/68
HR : 155 kali/menit
RR : 28 kali/menit
T : 38 °C
Kepala/ leher : A+ I- C- D+
Cupping hidung (-)
Pembesaran limfonodi (-)
JVP 5 + 2
Thorax :
Cor :
Inspeksi  Ictus cordis (+)
Palpasi  Teraba ictus cordis di SIC VI (+)
Teraba adanya thrill di SIC V-VII (+)
Perkusi  Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi  Apeks : Bising sistolik (blowing) di SIC V derajat 4, Axilla
Trikuspid : Bising sistolik (blowing) di SIC IV-V derajat 4, Axilla
Septal : dbn SIC III sternal kiri
Pulmonal : SIC II kiri dbn
Aorta : SIC II kanan dbn
Karotis : kanan/kiri dbn

Pulmo :
Inspeksi  simetris (+) retraksi dinding dada (-)
Palpasi  Nyeri tekan (-)
vocal fremitus dalam batas normal
Perkusi  sonor pada seluruh lapang paru(+)
Auskultasi  suara dasar vesikuler +/+ Rh -/- Wh -/-

Abdomen :
Inspeksi  sikatrik (-), striae (-), distented (-), massa (-)
Auskultasi  Bising usus (+) 7X/ menit
Palpasi  Nyeri tekan (-), hepar dan splen dalam batas normal
Perkusi  timpani pana seluruh lapang abdomen

Ekstremitas :
Akral hangat (+), clubbing finger (-), sianosis(-), edema (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Lekosit 17.11 103/μL MCH 22.5 pg
Trombosit 501 103/μL
HB 7.8 g/dl MCHC 30.7 g/dl
HCT 25.4 % MCV 73.2 fL
Kimia darah
Albumin 3.08 g/dl SGPT 152 U/L
Creatinin 0.75 mg/dl SGOT 91 U/L
BUN 87 mg/dl
Imuno-serologi
ASTO : positif
Widal
Typhi O : 1/160
Typhi H : negatif
Parathyphi OA : 1/160
Paratyhpi OB : 1/60

EKG : Sinus Takikardi, LVH,


Foto Thorax : Kardiomegali
Echocardiografi : Mitral Regurgitasi
DIAGNOSIS
Penyakit Jantung Rematik dengan regurgitasi mitral berat DCFC III

PENATALAKSANAAN
1. O2 nasal 4 L/Menit
2. Diet TKTPRG
3. Injeksi Penisilin Prokain 1.2 juta unit single dose
4. Injeksi furosemid 1 X 20 mg/hari
5. Prednison 1 X 50 mg/hari
6. Aspirin 4 X 675 mg/hari
7. Digoxin 1/2 X 0.125 mg/hari
8. Spironolacton 1 X 25 mg/hari
9. Captopril 3 X 6.25 mg/hari

MONITORING & FOLLOW UP


1. Observasi tanda-tanda vital dan SpO2
2. Injeksi BPG IM setiap 28 hari sampai usia 35-40 tahun
3. Konsul ke Bedah Jantung
PENYAKIT JANTUNG REMATIK

DEFINISI
Penyakit jantung rematik merupakan komplikasi serius dari demam
rematik, dimana 0,3% demam rematik pada kasus faringitis yang disebabkan oleh
Streptococcus β- hemolitycus grup A pada anak-anak.
Penyakit jantung rematik adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh
adanya suatu reaksi imunologi terhadap infeksi oleh bakteri stertokokus Grup A
yang menyebakan adanya cacat pada katup jantung. Penyakit jantung reumatik
merupakan penyebab kematian pada 100 tahun yang lalu pada usia 5-20 tahun di
Amerika. 90.000 orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit ini.

EPIDEMIOLOGI
Insidensi ternjadinya demam rematik dan penyakit jantung rematik di
Amerika dan negara maju kini mulai menurun sejak 80 tahun belakangan.
Prevalensi penyakit jantung remati di Amerika saat ini kurang dari 0.05/1000
populasi. Pada awal tahun 1900, insidensi dilaporkan 5-10 kasus per 1000
populasi. Penurunan insidensi ini terjadi ketika ditemukannya penicilin.
Namun berbeda pada beberapa negara berkembang tidak terdapat
penurunan angka kejadian penyakit jantung rematik. Diseluruh dunia terdapat
lebih 15 juta kasus penyakit jantung rematik dengan 282.000 kasus baru dan
233.000 kematian tiap tahunnya.
Penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama morbiditas dari
demam rematik dan penyebab utama terjadinya insufisiensi katup mitral dan
stenosis di Amerika dan seluruh dunia. Demam rematik dan penyakit jantung
rematik angka kejadian sama untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan namun
progosis lebih buruk pada perempuan daripada laki-laki. Untuk usia, angka
tertinggi terjadinya demam rematik lebih tinggi pada anak-anak dengan rata-rata
usia 10 tahun, namun juga dapat terjadi pada orang dewasa (20% kasus).
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik adalah Streptococcus β-
hemolitycus grup A merupakan agen pencetus yang awal mulanya menyebabkan
terjadinya demam rematik akut. walapun patogenesis yang tepat tidak mampu
menjelaskan.

PATOFISIOLOGI
Patofiologis terjadinya penyakit jantung rematik berawal dari terjadinya
demam rematik. Banyak hipotesis yang menjelasakan perjalanan penyakit ini,
salah satu hipotesis yang populer adalah hipotesis yang merumuskan adanya
respon imun abnormal oleh hospes manusia terhadap beberapa komponen
streptokokus grup A yang masih belum ditemtukan. Kemudian antibodi yag
terbetuk akan menyebabkan cedera imunologik yang menimbulkan manifestasi
klinis.
Streptokokus grup A adalah mikroorganisme kompleks yang
menghasilkan banyak antigen spesifik yang mencetuskan respon imun kuat.
Antigen histokompabiliti mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibody
yang berkembang segera setlah infeksi streptokokus telah diteliti sebagai faktor
risiko potensial dalam patogenesis penyakit ini. terbukti sel limfosit T memegang
peranan dalam patogenesis dan ternyta tipe M dari streptokokus grup A
memunyai potensi rheumatogenik. Beberapa serotype biasanya mempunyai
kapsul, berbentuk besar, kooni mukoid yang kaya dengan M-protein. M-protein
adalah salah satu determinan virulensi bakteri, strukturnya homolog dengan
myosin kardiak dan molekul alpha-helical coil, seperti tropomysin, keratin dan
laminin. Laminin adalah matriks protein ekstraseluer yang dieksresikan sel
endothelial katup jantung dan bagian integral dari struktur katup jantung.
Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh
bakteri dan virus yang dapat berikatan dengan major histocompability complex
moleculus dengan nonplymorphic V b-chains dari T-cell reseptor. Pada kasus
streptokokus banyak penelitian yang memfokuskan pernanan superantigen-like
activity dari fragmen M protein dan juga sterptococal pyrogenic exotoxin, dalam
patogenesis demam rematik. Terdapat bukti kuat bahwa respon autoimun terhadap
antigen streptokokus memegang pernan penting dalam terjadinya demam rematik
dan janutng rematik pada orang yang rentan.

MANIFESTASI KLINIS
Temuan klinis pada pasien dengan penyakit jantung rematik terbagi dalam
kardiak dan non-kardiak manifestasi dari demam rematik akut.
a. Manifestasi Kardiak
Pankarditis adalah komplikasi paling sering dari demam rematik
(50%). Pada kasus lebih lanjut pasien mungkin mengeluh sesak, dada
berdebar, nyeri dada, edema, batuk dan juga orthopnea. Pada pemeriksaan
fisik biasanya ditemukan murmur baru dan takikardi. Murmur baru
merupakan pertimbangan yang dibutuhkan untuk diagnosis valvulitis
rematik. Beberapa ahli kardiologi mengusulkan pemeriksaan echo-doppler
sebagai bukti adanya insifisiensi mitral, khususnya berhubungan dengan
insifisiensi aorta, mungkin cukup untuk menegakkan diagnosis karditis
( meskipun tanpa adanya tanda auskultasi). Manifestasi kardiak lain
meliputi gejala-gejala gagal jantung kongestif dan perikarditis.
Murmur pada demam rematik akut biasanya disebabkan oleh
insufisiensi katup. Berikut ini murmur yang sering muncul pada demam
rematik akut :
 Apikal pansistolik murmur yang bersifat high-pitch, blowing yang
menjalar sampai axila kiri. Murmur ini tidak dipengaruhi oleh
respirasi dan posisi. Dengan intensitas bervariasi dari derajat 2/6
atau lebih. Insufisiensi mitral berkaitan dengan disfungsi katup,
kordae dan otot-otot papilar.
 Apical diastolik murmur (A.K.A Carey-coombs murmur) terdengar
saat karditis aktif dan insufisiensi mitral berat. Mekanisme dari
murmur ini berkaitan dengan stenosis mitral, yang terjadi saat
aliran darah yang cukup banyak melewati katup saat pengisian
ventrikel. Paling baik terdengar menggunakan diafragma stetoskop,
sementara pasien dengan left lateral position dan menahan nafas
saat ekspirasi.
 Basal diastolik murmur merupakan murmur diastolik awal dari
regurgutasi aorta yang bernada tinggi, blowing, decresendo, dan
paling baik terdengar sepanjang kanan atas dan garis midsternal
kiri setelah ekspirasi dalam dan pasien bersandar ke arah depan.
Gagal jantung biasanya berkembang secara sekunder pada
insufisiensi katup berat atau miokarditis. Temuan klinis yang
berkaitan dengan gagal jantung meliputi takipneu, orthopneu,
distensi vena jugularis, suara rhonki, hepatomegali, ritme gallop,
edema, dan bengkak pada ekstremitas.
Perikarditis ditandai dengan perikardial friction rub. Suara
redup jantung yang meningkat dan suara jantung yang lemah dan
menetap dengan efusi perikardial. Pulsus paradoksus (terutama
turun saat sistolik dengan inspirasi) dengan penurunan tekanan
sistemik dan perfusi.
b. Manifestasi non-kardiak
Manifestasi non-kardiak yang sering terjadi pada demam rematik
akut meliputi poliartritis, korea, eritema marginatum, dan nodul
subkutaneus. Manifestasi lain meliputi nyeri perut, artralgia, epistaxis,
demam, dan pneumoni rematik.
Poliartritis biasanya muncul paling awal dari demam rematik akut.
Biasanya mulai pada sendi-sendi yang besar pada ekstremitas bawah (knee
and ankle) dan berpindah ke ekstremitas atas (elbow dan wirst). Sendi
yang terkena terasa nyeri, bengkak, panas, kemerahan, dan ROM terbatas.
Artritis mencapai puncak keparahan pada 12-24 jam, menetap 2-6 hari
(jarang lebih dari 3 minggu). Gejala ini lebih ringan pada anak-anak
dibandingkan dewasa muda atau remaja.
Sydenham korea terjadi pada 10-30% kasus demam rematik.
Muncul pada pasien dengan kesulitan menulis, involunter grimance,
gerakan tak bertujuan dari lengan dan lutut, bicara tidak jelas, kelemahan
seluruh badan, dan emosi labil. Temuan fisik meliputi hiperekstensi sendi,
hipotonia, penurunan refleks tendon dalam, fasikulasi lidah (bag of
worms) dan milk sign gerakan mencengkram yang berulang-ulang.
Pediatric autoimmune neuropsychiatric disorder associated with
streptococcal infections (PANDAS) berhubungan dengan korea. Anak-
anak dengan infeksi streptococus grup A muncul gejala obsesi kompulsi,
defek kognitif dan hiperaktivitas motorik. Infeksi streptococus ini memicu
muncilnya antibodi yang bereaksi silang dengan ganglion basalis yang
memicu munculnya sydenham korea.
Eritema marginatum, biasa dikenal juga eritema anular dikarak
teristikan dengan munculnya rash yang terjadi pada 5-13% pasien dengan
demam rematik akut. Dengan diameter 1-3 cm. Warna pink sampai merah
makula non-pruritus dan papul terletak pada tubuh dan organ atas tetapi
tidak pernah sampai dimuka. Lesi ini berbentuk cincin dimana kemrahan
pada tepiya sedangkan tengahnya bersih. Rash ini mungkin menghilang
dan muncul kembali dalam hitungan jam dan memberat jika terkena panas.
Jika lesi tidak tervisualisasikan dengan jelas maka dapat digunakan handuk
panas, mandi air hangat, dan menggunakan lampu. Hal ini juga dikaitan
dengan sepsis, drug reaction dan glomerulonefritis.
Subkutaneus nodul merupakan manifestasi yang jarang muncul,
hanya 0-8% dari seluruh pasien demam rematik. Nodul muncul pada
permukaan ekstensor elbow, lutut, ankle, knuckle, pada scalp dan prosesus
spinosus pada VL atau VT dimana tendon sheath menempel. Berbatas
tegas, tidak nyeri, mobile, dengan ukuran 1-2 cm, jumlah bervariasi 1-12
dengan rata-rata 3-4. Secara histologi berisi area yang dipenuhi oleh
aschoff bodies seperti yang terlihat di jantung. Muncul pada beberapa
minggu sampai resolusi penyakit dalam hitungan bulan. Nodul ini
berkaitan dengan karditis rematik yang berat, pada absent karditis
diagnosis subcutaneus nodul dipertanyakan.
Nyeri perut muncul saat onset penyakit dan tidak khas seperti
penyakit lain dengan inflamasi akut pada microvascula mesentrika dan
mungkin mimik pasien mirip appediksitis akut. Epistaksis mungkin
berhubungan dengan karditis yang berat. Suhu diatas 39 C tanpa pola yang
spesifik, muncul pada fase akut. Demam biasanya turun sendiri setelah 1
minggu, namun jika subfebris dapa bertahan 2-3 minggu. Pasien dengan
pneumonia rematik muncul dengan gejala yang sama dengan pneumonia
pada umumnya. Akan tetapi, harus dibedakan dari distress pernafasan dan
gagal jantung kongestif.
c. Manifestasi Kardiak pada penyakit jantung rematik kronik.
Deformitas katup, tromboembolism, kardiak anemia hemolitik, dan
aritmia atrial merupakan yang paling sering muncul pada penyakit jantung
rematik kronik.
Mitral stenosis terjadi pada 25% pasien pasien jantung rematik
kronik dan berkaitan dengan insufisiensi mitral sebanyal 40%. Fibrosis
progresif (penebalan dan kalsifikasi dari katup) terjadi dari waktu ke
waktu, mengakibatkan pembesaran atrium kiri dan pembentukan mural
trombi pada ruang tersebut. Katup yang stenosis berbentuk corong
menyerupai “fish mouth”. Saat auskultasi S1 menguat tapi meredup
seiring penebalan leaflet. P2 menguat dan terdengar split S2 menurung
seiring terjadinya hipertensi pulmonal. Suara opening snap katup mitral
terdengar pada apex, dimana murmur diastolik juga terdengar.
Stenosis aorta pada penyakit jantung rematik kronik berkaitan
dengan insufisiensi aorta. Komisura katup dan puncaknya melekat dan
menyatu dan orifisium katup menjadi kecil dengan bentuk melingkar dan
segitiga. Ketika auskultasi, S2 menjadi satu karena leaflet aorta immobile
dan tidak menghasilkan suara penutupan katup aorta. Murmur sistolik dan
diastolik dari stenosis dan insufisinsi katup aorta terdengar paling baik
pada dasar jantung.
Tromboembolism terjadi sebagai komplikasi stenosis mitral. Lebih
sering terjadi pada dilatasi atrium kiri, penurunan kardiak output dan
terjadi atrial fibrilasi. Anemia hemolitik kardiak berkaitan dengan
gangguan pada sel darah merah pada perubahan bentuk katup. Peningkatan
destruksi platelet juga mungkin terjadi.
Aritmia atrial biasanya berhubungan dengan pembesaran atrium
kiri (abnormalitas katup mitral).
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
a. Kultur Tenggorok
Hasil streptokokus hemolitik grup A biasanya negatif saat simptom dari
demam rematik ataupun jantung rematik muncul.
b. Rapid Antigen Detection Test
Spesifisitas lebih dari 95%. Namun, sensitifitasnya 60-90%.
c. Antistreptococal Antibodies
Gejala klinis demam rematik mulai muncul ketika antistreptokokal
antibodi pada level puncaknya. Tes ini sangat berguna untuk mengetahui
infeksi streptokokus A sebelumnya. Titer antibodi seharusnya diperiksa
dengan interval 2 minggu untuk mendeteksi kenaikan titernya.
Antibodi ekstraseluler yang diperiksa meliputi antistreptolisin O (ASTO),
antideoxyribonuklease (DNAase) B, antihyalorinidase, antistreptokinase,
antistreptococal esterase dan anti DNA. Sedangkan, untuk komponen
seluler meliputi antistreptococal polysaccharide, antiteichoic acid antibodi
dan anti-M protein antibodi.
Antibodi ekstraseluler ini meningkat selama bulan pertama dan plateu
selama 3-6 bulan sebelum kembali ke level normal 6-12 bulan. Titer
ASTO puncaknya pada 2-3 minggu setelah onset demam rematik,
sensitifitas dari tes ini 80-85%. Anti DNAase B lebih tinggi dengan
sensitivitas 90%.
d. Acute Phase Reactans
C reactive protein dan laju endap darah meningkat pada demam rematik
karena reaksi inflamasi yang terjadi pada penyakit ini. Tes ini memiliki
sensitifitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah.
e. Heart Reactive Antibodies
Tropomiosin meningkat pada demam remtik akut.
f. Rapid Detection test D8/17
Teknik imunofluoresence untuk mengidentifikasi B cell marker D8/17
90% positif pada pasien dengan demam rematik. Mungkin berguna untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko berkembang menjadi demam
rematik.

Imaging
a. X-ray
Kardiomegali, kongesti paru dan keadaan yang berkaitan dengan gagal
jantung mungkin terlihat pada foto dada. Ketika pasien demam dan
mengalami distress pernafasan, foto dada dapat membantu membedakan
gagal jantung dengan pneumonia rematik.
b. Doppler-Echocardiogram
Pada penyakit jantung rematik akut, pemeriksaan ini mengidentifikasi dan
menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Karditis ringan,
mungkin muncul regurgitasi mitral selama fase akut tetapi hilang dalam
hitungan minggu sampai bulan. Meskipun, pasien dengan moderate-severe
karditis tetap mengalami regurgitasi mitral atau aorta.
Pada penyakit jantung rematik kronik, pemeriksaan ini berguna untuk
melacak progresi dari stenosis katup, sehingga dapat membantu
menentukan waktu intervensi bedah. Lefflet dari katup yang terkena
menjadi tebal difuse dengan kordae dan komisura menyatu. Peningkatan
densitas dari katup mitral sebagai tanda adanya kalsifikasi.

Elektrokardiografi
a. Pada EKG, sinus takikardi adalah keadaan yang sering muncul berkaitan
dengan penyakit jantung rematik akut. Kemungkinan, sinus bradikardi
berkembang pada anak-anak karena peningkatan tonus vagal. AV blok
derajat I (prolong PR interval) terkadang muncul pada pasien dengan
penyakit jantung rematik. Keadaan ini berkaitan dengan inflamasi lokal
miokard yang mengenai nodus AV atau vaskulitis yang mengenai arteri
nodus AV. AV blok derajat II dan III kadang terjadi pada penyakit jantung
rematik namun akan membaik seiring berhentinya proses penyakit. Ketika
demam rematik akut dengan perikarditis, muncul ST elevasi dan paling
sering pada lead II, III,aVF dan V4-V6. Pasie dengan penyakit jantung
rematik mungkin berkembang menjadi atrial flutter, multifokal atrial
takikardi, dan atrial fibrilation dengan penyakit katup kronik disertai
dilatasi atrium.

Histologi
a. Pemeriksaan patologi dari insufisiensi katup menampakan lesi veruka pada
tepi katup. Aschoff bodi (perivascular foci dari eosinophilic collagen yang
dikelilingi oleh limfosit, sel plasma dan makrofag) ditemukan pada
perikardium, regio perivaskular dari miokard dan endokardium. Aschoff
bodi diasumsikan seperti penampakan granuloma dengan fokus sentral
fibrinoid. Pada perikardium, eksudat fibrinous dan serofibrin diproduksi
dan tampak “bread anf butter” pericarditis.

DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis penyakit jantung rematik dipastikan bahwa pasien telah
didiagnosis demam rematik sebelumnya. Untuk itu diperlukan kriteria Jones yang
telah mengalami banyak perubahan.
Kritria Mayor Kriteria Minor
Karditis Demam
Poliartritis, migrans Artalgia
Eritema marginatum Kenaikan reaktan fase akut (LED,
Khorea PCR)
Nodulus subkutan Interval P-R memanjang pada EKG

Kriteria Jones memerlukan setidaknya memenuhi 2 kriteria mayor atau 1


kriteria mayor dan 2 kriteria minor untuk mendiagnosis demam rematik.
Penambahan bukti adanya streptokokus grup A pada faringitis ditambahkan untuk
mendiagonosis demam rematik. Dengan salah satu harus terpenuhi :
- Didapatkannya kultur positif atau temuan antigen streptokokus
- Peningkatan titer antibodi streptokokus
- Riwayat pernah mengalami demam rematik atau penyakit jantung rematik
sembelumnya.
Kriteria ini tidak absoulut, diagnosis demam rematik dapat ditegakkan pada
pasien yang mengalami khorea dengan temuan hasil pemeriksaan kultur
streptokokus grup A pada faringitis.
Setelah diagnosis demam rematik ditegakkan, gejala konsisten gagal jantung,
sesak, dan kecepatan nadi diluar proporsi demam mungkin merupakan
indikasi dari karditis dan penyakit jantung rematik.

Untuk semua pasien yang mengalami murmur (bising jantung) yang mengarah ke
kerusakan katup, atau memiliki riwayat mengalami demam rematik, dianjurkan
untuk dilakukan Echocardiography. Hal ini untuk mendeteksi adanya lesi pada
katup dan untuk menentukan tingkat keparahan dan ukuran ventrikel kiri serta
fungsi sistolik.
Manajemen dan Tatalaksana
a. Tirah Baring
Di era penisilin, pemanjangan masa tirah baring dapat memperpendek
durasi karditis, demam berulang dan mengurangi kardiomegali.
Khususnya pada pasien dengan gagal jantung minimal tirah baring selama
4 minggu sampai laju endap darah dan CRP kembali normal.
b. Pengobatan
Pengobatan pada penyakit jantung rematik meliputi :
 Usaha pencegahan demam rematik dan jantung rematik berulang.
 Eliminasi Streptokokus Grup A pada faring (jika ada)
 Supresi inflamasi akibat reposn autoimun
 Terapi suportif untuk gagal jantung
1. Antibiotik
Penggunaan penisilin dapat menurunkan masa klinis penyakit dan
efektif dalam menurunkan insidensi sekuele. Penisilin single dose
dengan dosis 600.000 atau 1.200.000 unit dimasukan intramuskular.
Jika menggunakan sediaan oral maka dengan dosis 250 mg sekali
minum, dua kali sehari selama 10 hari. Jika pasien alergi terhadap
penisilin maka dapat digunakan eritromisin dengan dosis 12.5
mg/KgBB dua kali sehari selama 10 hari. Namun, penggunaan obat
oral dinyatakan kurang efektif karena ketidakpatuhan dan
meningkatkan risiko kejadian berulang. Obat lainnya seperti
eritromisin etil suksinat dengan dosis 20 mg/KgBB, maksimal 800 mg
dua kali sehari selama 10 hari.
Penggunaan antibitik sebagai tindakan prevensi sekunder pada
pasien dengan riwayat demam rematik atau prevensi tersier pada
pasien dengan penyakit jantung rematik. Obat yang digunakan adalah
benzatine penisili G dimasukan secara injeksi intramuskular. Dalam
sebagian besar penelitian penggunaan reguler BPG ini dapat mencegah
kejadian ulang dari demam rematik dan menurunkan progresi penyakit
pada jantung rematik. BPG digunakan setiap 4 minggu sekali atau 3
minggu sekali jika pasien berisiko tinggi, minimal selama 10 tahun
sejak periode demam rematik terakhir atau sampai usia pasien 21
tahun. Jika pasien dengan RHD sedang-berat maka pengobatan
diteruskan sampai pasieb berusia 35-40 tahun.
2. Anti Inflamasi
Penggunaan anti inflamasi bertujuan untuk menurunkan gejala
arthritis, artralgia dan demam. Pada pasien demam rematik diawali
dengan penggunaan paracetamol atau kodein sebelum diagnosis
demam tegak karena, jika menggunakan analgesik yang lebih kuat
dapat mempersulit penegakkan diagnosis. Paracetamol yang digunakan
dengan dosis 60-90 mg/KgBB dalam 4 dosis sehari digunakan selama
diagnosis belum tegak atau gejala hilang. Kodein dengan dosis 0.5-1
mg/KgBB dalam 4-6 dosis.
Aspirin digunakan ketika diagnosis demam rematik sudah tegak,
obat ini efektif untuk arthritis dan artralgia yang berat. Dosis yang
digunakan meliputi, diawali dengan 50-60 mg/KgBB/hari ditingkatkan
jika dibutuhkan 80-100 mg/KgBB/hari terbagi dalam 4 dosis selama
gejala masih ada. Selain aspirin dapat juga digunakan Naproxen 10-20
mg/KgBB/hari dua kali sehari atau ibuprofen 30 mg/KgBB/Hari 3 kali
sehari.
Kortikosteroid digunakan pada pasien dengan karditis berat, gagal
jantung atau perikarditis dengan efusi. Prednison atau prednisolon
sering digunakan dalam hal ini, dengan dosis 1-2 mg/ KgBB/Hari
maksimal 80 mg, jika digunakan lebih dari 1 minggu maka tapering off
20-25% setiap minggu, biasanya digunakan selama 1-3 minggu.
3. Anti korea
Korea pada penyakit demam rematik atau jantung rematik bersifat
self limiting disease. Dalam hitungan minggu atau paling lama sampai
6 bulan gejala ini akan menghilang dengan sendirinya. Namun,
beberapa kasus muncul dengan korea yang berat yang membutuhkan
terapi obat.pertimbangan terapi korea adalah jika gerakan abnormal
pasien sangat mengganggu gerakan yang substansial, berisiko
terjadinya cidera, dan menimbulkan kepanikan kelauarga, teman dan
orang-orang disekitarnya. Asam valproat biasanya digunakan, efektif
mengatasi gejala ini dalam 2-4 minggu. Asam valproat diberikan
dalam dosis 15-20 mg/KgBB/hari dapat dinaikan sampai 30
mg/KgBB/hari terbagi 3 kali sehari. Obat lain yang sering digunakan
adalah Carbamazepine, dengan dosis 7-20 mg/KgBB/ hari terbagi
dalam 3 dosis. Penggunaan obat-obatan ini sampai gejala korea
terkontrol dalam beberapa minggu, lalu coba dihentikan.
4. Diuretik
Obat ini digunakan pada kasus dengan gagal jantung sebagai terapi
awal. Bertujuan untuk mengurangi volume intravaskular maupun
ekstravaskular sehingga dapat mengurangi beban kerja jantung. Dosis
1-2 mg/Kg/Dosis pemberian, kemudian diturunkan 0.5-1 mg/Kg/ dosis
pemberian setiap 6-24 jam. Diberikan sampai gejala gagal jantung
terkontrol dan karditis membaik. Obat lain yang digunakan adalah
Spironolacton yang bekerja pada tubulus distal dengan meningkatkan
eksresi Na, Cl dan H2O, dan retensi K, dan ion H. Sehingga diuretik ini
bersifat hemat kalium.
5. Vasodilator
Bertujuan untuk mengurangi kelebihan volume pada ventrikel kiri,
meminimalisir kerusakan pada miokard dan dapat menunda kebutuhan
untuk pembedahan. Khusunya bermanfaat pada pasien dengan
regurgitasi aorta, tetapi hanya sedikit data yang mendukung pada kasus
regursitasi mitral, karena pada MR tidak terjadi peningkatan afterload.
Akan tetapi, dapat dipertimbangan pada pasie MR dengan gagal
jantung, disfungsi ventrikel kiri dan hipertensi dan juga atrial fibrilasi.
Obat yang sering digunakan adalah Captopril dengan dosis awal 0.1
mg/KgBB/8 jam, dinaikan bertahap setelah 2 minggu 0.5-1
mg/KgBB/8 jam, maksimal 2 mg/KgBB/8 jam. Obat lainnya seperti
Enapril dan Lisinopril.
6. Inotropik
Bertujuan untuk menigkatkan kontraktilitas jantung dengan
menghambat pompa NaK ATPase pada sel miokard. Menurunkan
ventrikular rate dan meningkatkan tonus vagal. Digoxin dengan dosis
awal 15 mcg/KgBB, kemudian dianjutkan 5 mcg/KgBB setelah 6 jam,
lalu 3-5 mcg/KgBB/12 jam, maksimal 125 mcg. Harus sesuai saran
Dokter Spesialis Jantung.
c. Pembedahan
Pasien dengan simptom jelas (NYHA II-IV), regurgitasi mitral
sedang berat secara langsung seharusnya mendapat tindakan bedah.
Namun, jika ada pasien asimtomatik dengan regurgitasi mitral sedang
berat maka sebaikanya segera dikonsulkan ke bedah jantung agar
mendapatkan penanganan yang lebih awal. Tindakan bedah ini ada dua
macam, pertama valve repair (perbaikan katup) yang biasanya dilakukan
pada pasien dengan regurgitasi mitral yang murni dan dominan. Perbaikan
katup ini memiliki risiko operasi yang lebih kecil, perbaikan fungsi
ventrikel kiri yang lebih baik, dan outcome klinis ang lebih baik
dibandingkan dengan valve replacement (penggantian katup). Perbaikan
katup dapat mencegah risiko yang terjadi pada katup prostetik seperti,
trombeembolik, perdarahan, infeksi, dan perburukan kondisi. Pada
pengantian katup membutuhkan terapi antikoagulan terus-menerus
sehingga membutuhkan kepatuhan yang baik dari pasien untuk
mendapatkan outcome yang baik.
Indikasi pembedahan :
Regurgitasi Mitral sedang-berat
1. NYHA FC II-IV simptom
2. Penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri dengan fraksi ejeksi
<60%
3. Pembesaran LVESD Z score
4. Hipertensi sistolik arteri pulmonal >50 mmHg
5. Onset Atrial Fibrilation

Anda mungkin juga menyukai