PDF CA Serviks Referat Drrizki
PDF CA Serviks Referat Drrizki
1
Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks adalah tumor
ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada
puncak vagina. 90 % dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10%
sisanya berasal sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim.
Kanker serviks biasanya menyerang wanita
berusia 35 – 55 tahun. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan
Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual, kontrasepsi, atau
merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Mekanisme timbulnya kanker serviks ini
merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami.
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker
payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara
berkembang. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama. Sesungguhnya
penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan
setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru diseluruh dunia dan umumnya terjadi di negara
berkembang.
Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian wanita dan
kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear.
Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara
berkembang hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi.
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis sedini mungkin
dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih
terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa terapi ini. Namun, tentu saja
terapi ini masih berupa “simptomatis” karena masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya
perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian .3
1. DEFINISI
Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas, dan
ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker. Neoplasma secara
harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma, adalah massa abnormal jaringan
yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan
jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan
tersebut telah berhenti.
Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh
uterine isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder atau
lebih tepatnya kerucut.Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior atas.
Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis.
Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara
ostium eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis.
Kanker Leher Rahim adalah tumor ganas yang mengenai lapisan permukaan (epitel)
dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel – sel permukaan (epitel) tersebut mengalami
penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang normal. Kanker serviks berkembang
secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang
mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan
akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia
menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ
menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.
2. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan distribusi umur, Dari laporan FIGO (Internasional Federation
Of Gynecology and Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok
umur 60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering
ditemukan
pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan
pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur
60-69 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998 ditmukan
bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun, sedangkan
stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54 tahun. Penelitian yang
dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di Ujung Pandang (1994-1999)
ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang terbanyak berada pada kelompok umur 46-
50 tahun yaitu 17,4%.
Menurut distribusi tempat, Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-
negara berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina.
Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga merupakan penyakit
keganasan terbanyak dari semua penyakit keganasan yang ada lainnya.
3. KLASIFIKASI
Menurut ( Novel S Sinta,dkk,2010), klasifikasi kanker dapat di bagi menjadi tiga, yaitu
(1) klasifikasi berdasarkan histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari
sitologi serviks, dan (3) klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO (The
International Federation of Gynekology and Obstetrics) :
a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :
- CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal lebih
kurang setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia yang dibatasi pada
dasar ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium (dahulu disebut dysplasia ringan).
Ini dipertimbangkan sebagai low-grade lesion (luka derajat rendah).
- CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya,
dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia merujuk pada
perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada dasar duapertiga dari
jaringan pelapis (dahulu disebut dysplasia sedang atau moderat).
- CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat tinggi
(high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan prakanker pada sel-sel
yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, termasuk luka-
luka ketebalan penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan
carcinoma yang parah ditempat asal.
b. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks :
- ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance) Kata
"squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan rata yang terletak pada
permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-pilihan ditambahkan pada akhir dari
ASC: ASC-US, yang berarti undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti
tidak dapat meniadakan HSIL (lihat bawah).
- LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-perubahan
karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.
- HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta bahwa sel-
sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.
c. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis :
- FIGO, 1978 mengklasifikasi Ca Cervix menurut tingkat keganasan klinik:
Tingkat Kriteria
0 KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis
masih utuh.
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
Ia Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan
tumor sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak terdapat
dalam
pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman invasi 3mm sebaiknya
Ib occ diganti dengan tdk> 1mm.
Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum
tampak sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata sel tumor
Ib telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan
II invasi ke dalam stroma serviks uteri.
Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3 bagian
IIa atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat
IIb tumor.
Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke
III dinding panggul
Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke parametrium
IIIa sampai dinding panggul.
Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke
IIIb parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/
proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
IV
E ProteinPerananya
E4 Mengikat sitokeratin
L ProteinPeranannya
- Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk
(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat
menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44,
54, 61, 70, 72, dan 81
b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih dari
30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi ( high-
risk) sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35,
39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering dijumpai
dan sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52
dan
6
58. Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan
kanker serviks
b. Faktor predisposisi
- Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai
pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko
terjadinya kanker servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya
daerah transformas pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungnga
seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak
pada kelompok usia lebih tua.
- Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin
sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks.
Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan
multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.
- Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok dengan
kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola
hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin pada cairan
serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-
sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke
arah kanker.
- Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada
pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden
kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna
kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz
dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang
erat kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa
sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama
penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola
kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya
kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering
melakukan pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ
nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam
menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan
resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding. 1,3
- Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan
resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat ini tdak ada
indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko.1,3
- Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat
antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini
juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih
prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah.
Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga
berhubungan dengan masalah tersebut.1,3,5
- Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan
yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi
resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan
genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang
terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga
merupakan factor resiko yang lain.1,3,
5. PATOFISIOLOGI
Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol sehingga
membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4 fase yaitu G1,
S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase
M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S
(Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana
p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk proses
proliferasi sel itu sendiri.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan
permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal
terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan
mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan
banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses
perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma
(Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel
kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb
yang juga merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk
proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi
mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika dibandingkan
dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi HPV mengambil
(Ca Cervix)
pertumbuhan
infiltrasi sel infiltrasi sel kanker sel kanker tidak terkendali
kanker ke ureter ke jaringan sekitar
Kurang
perawatan diri
Intoleransi aktivitas Kelemaha
n fisik
6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini. Biasanya sering
ditandi sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan postkoital atau perdarahan
pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru
terlihat tanda-tanda yang ;ebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang
hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat
hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian berlanjt ke
perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan
dapat bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian bawah bila
terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari daerah pinggang ke
bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu masih mungkin terjadi nyeri
pada tempat-tempat lainnya.
g. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi, edema pada
kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul gejala-gejala lain yang
disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.
7. PENCEGAHAN
Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-kanker, maka
tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.
a. Pencegahan Primer
- Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas. Misalnya: Tidak
berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, penggunaan kondom
(untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak merokok, selalu menjaga
kebersihan, menjalani pola hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan
kimia (untuk mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit
kanker ini).
- Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan kemampuan
sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika masuk ke
dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan,
vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 ( viral capsid
gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis
vaksin:
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat terlindung
dari infeksi HPV.
2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang
terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat, bersifat
lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat melindungi terhadap
infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibodi humoral sangat berperan besar dan
antibodi ini adalah suatu virus neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV
dalam percobaan invitro maupun invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase
seroconversion dan kemudian menurun.
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang bersifat
intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada infeksi ini. Selanjutnya
protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus HPV dan partikel virus
tersebut akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada proses kerusakan sel dan
proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen presenting cell dan makropag. Oleh
karena itu partikel virus dan kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe
dan limpa, di mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam
proses kekebalan tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat
protektif terhadap infeksi virus HPV.
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji klinis,
yakni Cervarik dan Gardasil :
1. Cervarix
sAdalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang diproduksi oleh
Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada preparat ini, Protein L1 dari
HPV diekspresikan oleh recombinant baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini
diproduksi dan kemudian dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang
sangat merangsang sistem imun . Preparat ini diberikan secara intramuskuler dalam
tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke 0, kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6
masing-masing 0,5 ml
2. Gardasil
Adalah vaksin quadrivalent 40 μg protein HPV 11 L1 HPV ( GARDASIL yang
diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV tipe 6/11/16/18 diekspresikan
lewat suatu rekombinant vektor Saccharomyces cerevisiae ( yeast ). Tiap 0,5 cc
mengandung 20μg protein HPV 6 L1, 40 μgprotein HPV 11 L1, 20 μg protein
HPV18 L1. Tiap 0,5 ml mengandung 225 amorph aluminium hidroksiphosphatase
sulfat. Formula tersebut juga mengandung sodium borat. Vaksin ini
tidak mengandung timerasol dan antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu
20
– 80 C
Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah
1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV penyebab
kanker serviks.
- Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker
- Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPVlain yang juga
menyebabkan kanker.
2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing antibodies yang
tinggi.
3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
5. Profil keamanan yang baik
6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).
Rekomendasi pemberian vaksin
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum
individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10 tahun.
Berdasarkan pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi
FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun
Dosis dan cara pemberian vaksin:
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix diberikan
bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan pemberian
tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan), respon antibodi pada
pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan deteksi
respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak mempunyai efek penangkalan maka
diperlukan pemberian Booster. Vaksin dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai dan
diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot
deltoid)
Contoh :
1. Penyuntikan 1 : Januari
2. Penyuntikan 2 : Februari / Maret
3. Penyuntikan 3 : Juli
21
Indikasi:
- Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi umur 21
tahun.
- Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan peralatan
liquid-based.
- Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.
- Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual yang
banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang terganggu
seperti infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau pengobatan lama
kortikosteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.
Alat-alat dan Bahan:
- spekulum cocor bebek
- spatula ayre
- cytobrush
- kaca objek
- alcohol 95%
Metode pengambilan Pap smear:
- Beri label nama pada ujung kaca objek
- Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.
- Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan
memutar gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.
- Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan
besar sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel,
pindahkan sampel dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa detik.
Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil
jaringan serviks
Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang
dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks
untuk
mengangkat uterus
dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya
dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien
sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada
pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
1. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung
telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya
Ciri-ciri Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons
terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala.
Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya rekurensi harus
terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah
histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: 2002. Hal 1051.
2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi 7 nd ed , Vol. 1. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007 : 189-1
3. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer Society.
4. Sogukopinar, N., et all. 2003, Cervical Cancer Prevention and Early Detection, Asian
Pacific Journal of Cancer Prevention. Vol 4;15-21.
5. Martaadisoebrata, D. Carcinoma cervix. Ginekologi. Bandung : “Elstar Offset”. 1981;
127 – 140.
6. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009;380-387.
7. Cunningham FG. Mcdonald PC. Karsinoma serviks. Obstetric Williams. Edisi 21. Vol
2. Jakarta. EGC. 2007;1622-1625.
8. Norwitz, E., Schorge, J. Kanker Serviks. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Edisi
kedua. Jakarta : Erlangga 2008; 62-63.
9. Olivera J, et all. 2009, Human Papiloma Virus, The New England Journal
of Medicine. 361;19 : 1899-1901 http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMe0907480
10. Heffner, LJ., Schust, DJ. Kanker serviks. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi
Kedua. Jakarta : Erlangga 2008; 94-95.