Anda di halaman 1dari 12

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Beban Kerja


2.1.1 Pengertian Beban Kerja
Beban kerja merupakan beban yang diterima oleh operator akibat
pelaksanaan kerja. Beban kerja ini diterima oleh tubuh akibat melaksanakan suatu
aktivitas kerja. Beban kerja dapat mempengaruhi reaksi fisiologis operator. Dari
sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus
sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif
maupun keterbatasan manusia menerima beban tersebut (Manuaba A, 2000).

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja


Secara umum hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat komplek, baik faktor internal
maupun faktor eksternal (Ridwan Muhammad, 2011).
2.2.1 Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja,
yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan
lingkungan kerja. Ketiga faktor tersebut disebut stressor (Kilbon A, 1992).
1. Tugas-tugas (tasks) yang dilakukan baik yang bersifat fisik, seperti stasiun
kerja, kondisi atau medan, sikap kerja, dll. Sedangkan tugas-tugas yang
bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, atau tingkat kesulitan
pekerjaan yang mempengaruhi tingkat emosi pekerja, tanggung pekerja
dan lain-lain.
2. Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja seperti lamanya
waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem
pengupahan, sistem kerja, musik kerja, pelimpahan dan wewenang kerja
dan lain-lain.
3. Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja
adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan kerja fisik seperti mikroklimat, intensitas kebisingan,
intensitas cahaya, vibrasi mekanis, dan tekanan udara
b. Lingkungan kerja kimiawi seperti debu, gas-gas pencemar udara dan
lain-lain
c. Lingkungan kerja biologis, seperti bakteri, virus, parasit dan lain-lain
d. Lingkungan kerja fisiologis seperti penempatan dan pemiliha karyawan,
hubungan sesama pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan
lingkungan sosial dan lain-lain
2.2.2 Faktor Internal
Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu
sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tersebut
disebut strain, besar-kecilnya strain dapat dinilai baik secara obyekstif maupun
subyektif. Secara obyektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis, secara
subyektif dapat melalui perubahan fisiologis dan perubahan perilaku. Secara
singkat faktor internal meliputi (Pratomo Iftitah, 2014):
1. Faktor somatik (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan)
2. Faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan dan
lain-lain)
2.2.3 Pengukuran Konsumsi Energi
Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan erat
dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya ditentukan
dengan cara tidak langsung, yaitu dengan pengukuran tekanan darah, aliran darah,
komposisi kimia dalam darah, temperatur tubuh, tingkat penguapan dan jumlah
udara yang dikeluarkan oleh paru-paru. Dalam penentuan konsumsi energi biasa
digunakan parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung. Indeks
ini merupakan perbedaan antara kecepatan denyut jantung pada waktu kerja
tertentu dengan kecepatan denyut jantung pada saat istirahat.
Untuk merumuskan hubungan antara energy expenditure dengan
kecepatan heart rate (denyut jantung), dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan
antara energy expediture dengan kecepatan denyut jantung dengan menggunakan
analisa regresi. Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung
secara umum adalah regresi kuadratis dengan persamaan sebagai berikut:

Y = 1,80411 − 0,0229038 X + 4,71733.10 − 4 X 2 ………………..............Pers.(2.1)

Dimana:
Y: Energi (Kkal/menit)
X: Kecepatan denyut jantung (denyut/menit)
Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk
energi, maka konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu bisa dituliskan dalam
bentuk matematis sebagai berikut:
KE = Et – Ei…………………………………………………..…………Pers.(2.2)
Dimana:
KE: Konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu (Kkal/menit)
Et : Pengeluaran energi pada saat waktu kerja tertentu (Kkal /menit)
Ei : Pengeluaran energi pada saat istirahat (Kkal /menit)
Terdapat tiga tingkat energi fisiologi yang umum yaitu istirahat, limit kerja
aerobik, dan kerja anaerobik. Pada tahap istirahat pengeluaran energi diperlukan
untuk mempertahankan kehidupan tubuh yang disebut tingkat metabolisis. Hal
tersebut mengukur perbandingan oksigen yang masuk dalam paru-paru dengan
karbondioksida yang keluar. Berat tubuh dan luas permukaan adalah faktor
penentu yang dinyatakan dalam kilokalori/area permukaan/jam. Rata-rata manusia
mempuanyai berat 65 kg dan mempunyai area permukaan 1,77 meter persegi
memerlukan energi sebesar 1 kilokalori/menit.
Kerja disebut aerobik bila supply oksigen pada otot sempurna, sistem akan
kekurangan oksigen dan kerja menjadi anaerobik. Hal ini dipengaruhi oleh
aktivitas fisiologi yang dapat ditingkatkan melalui latihan.
2.2.4 Konsumsi Energi Berdasarkan Kapasitas Oksigen Terukur
Konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung dengan mengukur
konsumsi oksigen. Jika satu liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh
akan mendapatkan 4,8 kcal energi (Kilbon A, 1992).
T (B−S)
R= …………………………………………..……………….….Pers.(2.3)
B− 0.3
Dimana:
R : Istirahat yang dibutuhkan dalam menit (Recovery)
T : Total waktu kerja dalam menit
B : Kapasitas oksigen pada saat kerja (liter/menit)
S : Kapasitas oksigen pada saat diam (liter/menit)
2.2.5 Konsumsi Energi Berdasarkan Denyut Jantung (Heart Rate)
Jika denyut nadi dipantau selama istirahat, kerja dan pemulihan, maka
recovery (waktu pemulihan) untuk beristirahat meningkat sejalan dengan beban
kerja. Dalam keadaan yang ekstrim, pekerja tidak mempunyai waktu istirahat
yang cukup sehingga mengalami kelelahan yang kronis. Murrel membuat metode
untuk menentukan waktu istirahat sebagai kompensasi dari pekerjaan fisik:
T (W−S)
R= ……………………………………………………………...Pers.(2.4)
W− 1.5
Dimana:
R : Istirahat yang dibutuhkan dalam menit (Recoveery)
T : Total waktu kerja dalam menit
W: Konsumsi energi rata-rata untuk bekerja dalam kkal/menit
S : Pengeluaran energi rata-rata yang direkomendasikan dalam kkal/menit
(biasanya 4 atau 5 Kkal/menit)

2.3 Pengukuran Kerja Dengan Metode Fisiologi


Fisiologi kerja adalah ilmu yang mempelajari fungsi/faali tubuh manusia
pada saat bekerja, merupakan dasar berkembangnya ergonomi. Dalam suatu kerja
fisik, manusia akan menghasilkan perubahan dalam konsumsi oksigen, heart rate,
temperatur tubuh dan perubahan senyawa kimia dalam tubuh. Kerja fisik ini
dikelompokkan oleh Davis dan Miller yaitu (Kilbon A, 1992):
1. Kerja total seluruh tubuh, yang mengunakan sebagian besar otot biasanya
melibatkan dua per tiga atau tiga seperempat otot tubuh.
2. Kerja otot yang membutuhkan energi expenditure karena otot yang
digunakan lebih sedikit.
3. Kerja otot statis, otot digunakan untuk menghasilkan gaya tetapi tanpa
kerja mekanik membutuhkan kontraksi sebagian otot
Metode pengukuran kerja fisik dilakukan dengan menggunakan standar
adalah sebagai berikut:
1. Konsep Horse-Power oleh Taylor, tetapi tidak memuaskan.
2. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi.
3. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen.

2.4 Kerja Fisik dan Mental


2.4.1 Pengertian Kerja
Salah satu tolak ukur (selain waktu) yang diaplikasikan untuk
mengevaluasikan apakah tata cara kerja sudah dirancang baik atau belum adalah
dengan mengukur penggunaan “energi kerja” (energi otot manusia) yang harus
dikeluarkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Berat atau
ringannya kerja yang harus dilakukan oleh seorang pekerja akan dapat ditentukan
oleh gejala-gejala perubahan yang tampak dapat diukur lewat pengukuran
anggota tubuh atau fisik manusia antara lain (Manuaba A, 200):
1. Laju detak jantung (heart rate)
2. Tekanan darah (blood pressure)
3. Temperatur badan (body temperature)
4. Laju pengeluaran keringat (sweating rate)
5. Konsumsi oksigen yang dihirup (oxygen consumption)
6. Kandungan kimiawi dalam darah (lactid acid content)
2.4.2 Kerja fisik
Kerja fisik adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia
sebagai sumber tenaganya (power). Kerja fisik disebut juga “manual operation”
dimana performansi kerja sepenuhnya akan tergantung pada manusia yang
berfungsi sebagai sumber tenaga (power) ataupun pengendali kerja. Dalam kerja
fisik konsumsi energi merupakan faktor utama yang dijadikan tolak ukur penentu
berat/ringannya suatu pekerjaan. Secara garis besar, kegiatan-kegiatan manusia
dapat digolongkan menjadi kerja fisik dan kerja mental. Pemisahan ini tidak
dapat dilakukan secara sempurna, karena terdapatnya hubungan yang erat antar
satu dengan lainnya.
Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan fungsi pada alat-alat tubuh,
yang dapat dideteksi melalui (Manuaba A, 2000):
1. Konsumsi oksigen
2. Denyut jantung
3. Peredaran udara dalam paru-paru
4. Temperatur tubuh
5. Konsentrasi asam laktat dalam darah
6. Komposisi kimia dalam darah dan air seni
7. Tingkat penguapan
Kerja fisik akan mengeluarkan energi yang berhubungan erat dengan
konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan
cara tidak langsung, yaitu dengan pengukuran:
1. Kecepatan denyut jantung
2. Konsumsi Oksigen
2.4.3 Kerja Mental
Kerja mental merupakan kerja yang melibatkan proses berpikir dari otak
kita. Pekerjaan ini akan mengakibatkan kelelahan mental bila kerja tersebut dalam
kondisi yang lama, bukan diakibatkan oleh aktivitas fisik secara langsung
melainkan akibat kerja otak kita. Kecepatan denyut jantung memiliki hubungan
yang sangat erat dengan aktivitas faali (kerja alat tubuh sebagaimana mestinya)
lainnya (Manuaba A, 2000).

1. Tekanan darah
2. Aliran darah Kecepatan denyut
3. Komposisi Kimia dalam darah jantung
4. Temperatur tubuh
5. Tingkat penguapan
6. Jumlah udara yang dikeluarkan Hubungan
oleh paru-paru

Gambar 2.1 Hubungan Kecepatan Denyut Jantung Dengan Aktivitas Faali


Pengeluaran energi relatif lebih sedikit dan cukup sulit untuk mengukur
kelelahannya. Hasil kerja (performasi kerja) manusia dipengaruhi oleh berbagai
faktor adalah sebagai berikut:
1. Faktor diri (individu), meliputi sikap, fisik, minat, motivasi, jenis kelamin,
pendidikan, pengalaman, dan keterampilan.
2. Faktor situasional, meliputi lingkungan fisik, mesin, peralatan, metode
kerja, dan lain-lain.
Kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa
pengaruh pekerjaan terhadap manusia dalam suatu sistem kerja dalam kehidupan
sehari-hari adalah sebagai berikut (Ridwan Muhammad, 2011):
1. Kriteria faali
Meliputi kecepatan denyut jantung, konsumsi oksigen, tekanan darah,
tingkat penguapan, temperatur tubuh, komposisi kimia dalam air seni, dan
lain-lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui perubahan fungsi alat-alat
tubuh selama bekerja.
2. Kriteria kejiwaan
Meliputi kejenuhan atau kejemuan, emosi, motivasi, sikap, dan lain-lain.
Tujuannya adalah mengetahui perubahan kejiwaan yang timbul selama
bekerja.
3. Kriteria hasil kerja
Meliputi pengukuran hasil kerja yang diperoleh dari pekerja selama
bekerja.

2.5 Penilaian Beban Kerja Fisik


Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara
obyekif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung. Semakin
berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan atau dikonsumsi.
Meskipun metode dengan asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat
mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup
mahal. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung
denyut nadi selama kerja (Pratomo Iftitah, 2014).
Salah satu pendekatan untuk mengetahui berat-ringannya beban kerja
adalah dengan menghitung denyut nadi kerja, konsumsi oksigen, kapasitas
ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Pada batas tertentu ventilasi paru, denyut
jantung, dan suhu inti tubuh mempunyai hubungan yang linier dengan konsumsi
oksigen atau pekerjaan yang dilakukan. Denyut jantung merupakan suatu alat
estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan
vasodilatasi. Kategori berat ringannya beban kerja didasarkan pada metabolisme,
respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung yang dapat dilihat pada Tabel 2.1
berikut:
Tabel 2.1 Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu
Tubuh, dan Denyut Jantung
Kategori Konsumsi Ventilasi Suhu Rektal Denyut
Beban Kerja Oksigen Paru (1/min) (0C) Jantung
(1/min) (denyut/min)
Ringan 0.5 – 1.0 11 – 20 37.5 75 – 100
Sedang 1.0 – 1.5 20 – 31 37.5 – 38.0 100 – 125
Berat 1.5 – 2.0 31 – 43 38.0 – 38.5 125 – 150
Sangat Berat 2.0 – 2.5 43 – 56 38.5 – 39.0 150 – 175
Sangat Berat 2.5 – 4.0 60 – 100 >39.0 >175
Sekali
Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat
digunakan untuk menentukan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan
aktivitas pekerjaannya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang
bersangkutan. Dimana semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek
waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis
yang berarti atau sebaliknya.

2.6 Kelelahan/ Fatique


Fatique adalah suatu kelelahan yang terjadi pada syaraf dan otot-otot
manusia sehingga tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Kelelahan
dipandang dari sudut industri adalah pengaruh dari kerja pada pikiran dan tubuh
manusia yang cenderung untuk mengurangi kecepatan kerja mereka atau
menurunkan kualitas produksi, atau kedua-duanya dari performansi optimum
seorang operator. Cakupan dari kelelahan, yaitu (Grandjean E, 1993):
1. Penurunan dalam performansi kerja
2. Pengurangan dalam kecepatan dan kualitas output yang terjadi bila
melewati suatu periode tertentu, disebut industry fatique
3. Pengurangan dalam kapasitas kerja
4. Perusakan otot atau ketidakseimbangan susunan saraf untuk memberikan
stimulus, disebut Psikologis fatique
5. Laporan-laporan subyektif dari pekerja
6. Berhubungan dengan perasaan gelisah dan bosan, disebut fungsional
fatique

2.7 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja


Pengukuran denyut nadi selama bekerja merupakan suatu metode untuk
menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk
menghitung denyut nadi adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan
Electro Cardio Graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka
dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut.
Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut:
10 Denyut
Denyut Nadi (Denyut/Menit) = × 60……………...Pers.(2.5)
Waktu Perhitungan

Selain metode 10 denyut tersebut, dapat juga dilakukan penghitungan


denyut nadi dengan menggunakan metode 15 atau 30 detik. Penggunaan nadi
kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja memiliki beberapa keuntungan.
Selain mudah, cepat dan murah juga tidak memerlukan peralatan yang mahal,
tidak menggangu aktivitas pekerja yang dilakukan pengukuran. Kepekaan denyut
nadi akan segera berubah dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari
pembebanan mekanik, fisika, maupun kimiawi. Denyut nadi untuk mengestimasi
indeks beban kerja terdiri dari beberapa jenis, memberikan definisi sebagai
berikut:
1. Denyut jantung pada saat istirahat (resting pulse) adalah rata-rata denyut
jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai.
2. Denyut jantung selama bekerja (working pulse) adalah rata-rata denyut
jantung pada saat seseorang bekerja.
3. Denyut jantung untuk bekerja (work pulse) adalah selisisih antara denyut
jantung selama bekerja dan selama istirahat.
4. Denyut jantung selama istirahat total (recovery cost or recovery cost)
adalah jumlah aljabar denyut jantung dan berhentinya denyut pada suatu
pekerjaan selesai dikerjakannya sampai dengan denyut berada pada
kondisi istirahatnya.
5. Denyut kerja total ( Total work pulse or cardiac cost ) adalah jumlah
denyut jantung dari mulainya suatu pekerjaan sampai dengan denyut
berada pada kondisi istirahatnya ( resting level ).

Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting di dalam


peningkatan cardio output dari istirahat sampai kerja maksimum, peningkatan
tersebut oleh Rodahl (1989) didefinisikan sebagai Heart Rate Reserve (HR
Reserve). HR Reserve tersebut diekspresikan dalam presentase yang dihitung
dengan menggunakan rumus (Kilbon A, 1992):
Denyut nadi kerja−Denyut nadi istirahat
% HR Reserve = x100.…Pers.(2.6)
Denyut nadi maksimum−Denyut nadi istirahat

Lebih lanjut Manuaba & Vanwonterghem (1996) menentukan klasifikasi


beban kerja berdasakan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan
denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasiculair) yang
dihitung berdasarkan rumus di bawah ini:

100 ×(Denyut nadi kerja−Denyut nadi istirahat)


% CVL = ……….……Pers.(2.7)
Denyut nadi maksimum−Denyut Nadi Istirahat

Dimana denyut nadi maksimum adalah (220 – umur) untuk laki-laki dan
(200 - umur) untuk wanita. Dari hasil perhitungan % CVL tersebut kemudian
dibandingkan dengan klasifikasi sebagai berikut:
< 30% = Tidak terjadi kelelahan
30 s.d. <60% = Diperlukan perbaikan
60 s.d. <80% = Kerja dalam waktu singkat
80 s.d. <100% = Diperlukan tindakan segera
>100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas
Selain cara-cara tersebut di atas, Kilbon mengusulkan bahwa
cardiovasculair strain dapat diestimasi dengan menggunakan denyut nadi
pemulihan (hearth rate recover) atau dikenal dengan metode ‘Brouba’.
Keuntungan dari metode ini adalah sama sekali tidak mengganggu atau
menghentikan aktivitas kegiatan selama bekerja. Denyut nadi pemulihan (P)
dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama, kedua dan ketiga. P1,2 dan 3
adalah rata-rata dari ketiga nilai tersebut dan dihubungkan dengan total cardiac
cost dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika P1 – P3 ≥ 10, atau P1, P2, P3 seluruhnya < 90, nadi pemulihan normal
2. Jika rata-rata P1 tercatat ≤ 110, dan P1 – P3 ≥ 10, maka beban kerja tidak
berlebihan
3. Jika P1 – P3< 10, dan jika P3> 90 perlu redesign pekerjaan.
Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolut denyut nadi
pada ketergantungan pekerjaan (the interruption of work), tingkat kebugaran
(individual fitness) dan pemaparan panas lingkungan. Jika nadi pemulihan tidak
segera tercapai maka diperlukan redesign pekerjaan untuk mengurangi tekanan
fisik. Redesign tersebut dapat berupa variabel tunggal maupun keseluruhan dari
variabel bebas (task, organisasi kerja, dan lingkungan kerja) yang menyebabkan
beban tugas tambahan.
2.7.1 Menentukan Waktu Standar Dengan Metode Fisiologi
Waktu standar biasanya ditentukan dengan time study, data standar atau
penentuan awal data waktu yang umum, sehingga operator kualitas rata-rata,
terlatih dan berpengalaman dapat berproduksi pada level sekitar 125% saat
intensif diberikan. Diharapkan sesuai atau lebih cepat dari standar. Ternyata
sebagian operator dapat bekerja dalam performans 100% dengan jauh lebih
mudah daripada pekerja lainnya. Sebagai hasilnya mungkin beberapa orang yang
memiliki performansi 150% hingga 160% menggunakan energi expenditure sama
dengan orang yang performansnya 110% sampai 115%. Waktu standar ditentukan
untuk tugas, pekerjaan yang spesifik dan jelas definisinya.
Pengukuran Fisiologis dapat digunakan untuk membandingkan cost energi
pada suatu pekerjaan yang memenuhi waktu standar dengan pekerjaan serupa
yang tidak standar, tetapi perundingan harus dibuat untuk orang yang sama.

Anda mungkin juga menyukai