Anda di halaman 1dari 14

Tertelan Benda Asing dan Impaksi Makanan Pada Orang Dewasa:

Lebih Baik Melihat Kedalam (Scope) Dari Pada Menunggu

Diogo Libaˆnio1,2 , Mo´nica Garrido3, Filipa Ja´come3, Ma´rio Dinis-Ribeiro1,2,


Isabel Pedroto2,3 and Ricardo Marcos-Pinto2,3

Abstrak

Latar belakang dan tujuan: Untuk menilai outcome klinis setelah tertelan benda asing dan
impaksi makanan; untuk mengidentifikasi prediktor keberadaan benda asing pada saat
endoskopi.

Metode: Sebuah studi prospektif yang meiliputi pasien dewasa yang mengalami tertelan
benda asing atau dicurigai mengalami impaksi makanan pada Mei 2014 hingga Agustus
2016.

Hasil: Sebanyak 521 pasien diikut sertakan, dimana 320 pasien tertelan benda asing dan 201
pasien dicurigai impaksi makanan. Pasien dengan impaksi makanan secara signifikan berusia
lebih tua dan lebih sering memiliki riwayat penyakit esofagus. Benda asing ditemukan di
saluran pencernaan bagian atas pada 43% pasien yang tertelan benda asing, dan impaksi
makanan ditemukan pada 87% kasus. Usia yang lebih tua (Odds Ratio (OR)Tahun 1.04,
interval kepercayaan 95% (CI) 1.02-1.06) dan presentasi awal (OR 6 jam pertama 4.41, 95% CI
2.24-8.66) adalah prediktor independen untuk keberadaan benda asing, sementara riwayat
penyakit psikiatri adalah prediktor independen untuk impaksi makanan (OR 6.69, 95% CI
1.66-26.9). Penatalaksanaan endoskopi yang berhasil tercapai pada lebih dari 90% kasus,
dengan efek samping yang terjadi kurang dari 5%. Forcep benda asing adalah alat yang lebih
disukai untuk kasus tertelan benda asing, sementara Retrieval Basket dan mobilisasi lebih
disukai dalam kasus impaksi makanan. Kebutuhan untuk menggunakan lebih dari satu
instrumen secara signifikan lebih tinggi pada impaksi makanan.

Kesimpulan: Benda asing ditemukan pada saat endoskopi hampir pada sebagian kasus. Usia
yang lebih tua dan kedatangan dini adalah prediktor independen dari keberadaan benda asing.
Mengingat tingginya proporsi ditemukannya benda asing saat endoskopi dan risiko

1
komplikasi yang rendah terhadap pasien, evaluasi endoskopi mungkin dibenarkan dalam
sebagian besar kasus.

Kata kunci

Endoskopi, tertelan benda asing, impaksi makanan, darurat, endoskopi terapeutik

Pendahuluan

Tertelan benda asing (FBI) dan impaksi makanan (FI) adalah keadaan darurat yang
sering dan dapat mengakibatkan morbiditas yang signifikan atau bahkan kematian jika tidak
ditangani segera dan adekuat. Meskipun FBI dan FI sering kali darurat, penelitian yang
mengevaluasi strategi terapi dan outcomenya adalah jarang, dan mayoritas bersifat
retrospektif. Walaupun dibutuhan pemeriksaan radiologis sebelum endoskopi, metode
endoskopi yang digunakan untuk mengambil benda asing atau FI dan perawatan post
endoskopi umumnya berbeda pada tiap kasus, hal tersebut berdasarkan jenis, ukuran, bentuk
benda asing dan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik serta gejala atau tanda-tanda komplikasi.
Hal ini berkontribusi terhadap heterogenitas yang signifikan dalam perlakuan dan
pelaporannya, dimana beberapa penelitian yang melaporkan terapi serta outcome pada FBI
dan FI secara bersamaan meskipun keduanya adalah entitas yang berbeda.

Endoskopi adalah alat diagnostik dan penatalaksanaan yang diandalkan pada FBI dan
FI, meskipun terdapat beberapa kontroversi mengenai indikasi dan waktu terbaik untuk
pelaksanaannya. Walaupun pedoman Eropa baru-baru ini melaporkan bahwa walaupun 10-
20% dari benda asing yang dicerna memerlukan pengangkatan menggunakan endoskopi, 80-
90% dari mereka secara spontan melewati saluran pencernaan, dan dengan demikian proporsi
yang signifikan tidak akan mendapat manfaat dari endoskopi. Perkiraan 80% ini didasarkan
pada studi lama yang dilakukan sebelum era endoskopi fleksibel dan ketika penatalaksanaan
konservatif adalah manajemen yang lebih disukai. Selain itu, sebagian besar penelitian
terbaru mengenai topik ini hanya mencakup pasien dengan keberadaan benda asing yang
terkonfirmasi saat endoskopi saja, sehingga proporsi pasien FBI yang akan ditemui benda
asing saat endoskopi tidak diketahui secara pasti. Oleh karena itu penting untuk menilai
proporsi pasien FBI di mana benda asing ditemukan saat endoskopi dan juga untuk
mengidentifikasi prediktor keberadaanya, karena dapat mengidentifikasi pasien dengan
probabilitas yang lebih tinggi untuk benar-benar memiliki benda asing di saluran pencernaan
bagian atas , dan dapat memodifikasi ambang batas untuk dilakukan endoskopi.

2
Tujuan utama dari penelitian ini adalah: (a) untuk mengevaluasi proporsi pasien
dengan benda asing atau FI di saluran pencernaan bagian atas; (B) untuk mengidentifikasi
prediktor benda asing dan keberadaan FI; (c) untuk menilai strategi terpeutik dan outcome
pada FBI dan FI.  

Metode

Seleksi peserta

Penelitian ini adalah studi kohort prospektif yang meliputi pasien dewasa dengan FBI
atau diduga FI yang dirujuk ke departemen gastroenterologi dari Centro Hospitalar do Porto
antara Mei 2014 hingga Agustus 2016. Centro Hospitalar do Porto adalah pusat rujukan
tersier dengan layanan darurat gastroenterologi 24 jam. Pada malam hari dan pada akhir
pekan, departemen gastroenterologi dari Centro Hospitalar do Porto menerima pasien dari
rumah sakit lain di wilayah utara Portugal dengan kedaruratan gastrointestinal. Pasien dewasa
dengan dugaan FBI atau FI yang dirujuk ke departemen gastroenterologi dilibatkan dalam
penelitian ini. Tidak ada kriteria eksklusi yang ditentukan dan seluruh pasien dimasukkan
dalam analisis.

Pengumpulan data meliputi variabel demografis dan klinis yang terdaftar dalam kertas
formulir yang telah ditentukan. Data klinis meliputi adanya gejala (tidak ada gejala, disfagia,
persepsi benda asing, nyeri), riwayat penyakit esofagus (stenosis, cincin esofagus, esofagitis
eosinofilik) atau kondisi psikiatrik (skizofrenia, demensia, depresi berat), episode FBI / FI
sebelumnya , waktu dari saat tertelan hingga datang ke IGD dan penggunaan terapi medis
seperti glukagon. Endoskopi dilakukan oleh spesialis gastroenterologi dan perawat endoskopi
yang berdedikasi, dilakukan tanpa sedasi kecuali jika terdapat intoleransi terhadap prosedur,
dalam kasus ini dilakukan sedasi dalam dengan propofol oleh dokter anestesi. Temuan
endoskopi dicatat, yang meliputi ada atau tidaknya FBI / FI, alat yang digunakan dalam
penatalaksanaan endoskopi, penyakit esofagus, komplikasi dan kebutuhan untuk dilakukan
sedasi. Keputusan untuk melakukan biopsi esofagus dalam kasus FI dilakukan berdasarkan
kebijaksanaan dokter yang melakukan endoskopi. Pasien diikuti sampai keluar dari rumah
sakit; rekam medis juga ditinjau untuk menilai apakah ada efek samping akhir / berobat ulang
setelah pemulangan.

3
Analisis statistik

Statistika deskriptif meliputi mean dan standar deviasi atau median dan rentang
interkuartil untuk variabel kuantitatif dan proporsi untuk variabel kategorik. Variabel
kontinyu dibandingkan dengan t-test sampel independen atau uji Mann-Whitney U. Proporsi
dibandingkan dengan uji chi-square atau uji Fisher’s exact sesuai kebutuhan. Regresi logistik
dilakukan untuk mengidentifikasi prediktor signifikan keberadaan benda asing dan FI saat
endoskopi; variabel yang dimasukkan dalam model logistik (metode bertahap) adalah usia,
jenis kelamin dan variabel dengan P <0.20 dalam analisis univariaat. Odds ratio yang
disesuaikan (OR) bersama dengan interval kepercayaan 95% (CI) dilaporkan. Level
signifikansi didefinisikan sebagai P <0.05 untuk semua perbandingan. Analisis statistik
dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS versi 22 (Armonk, NY, USA).

Hasil

Ditotalkan sebanyak 521 pasien dilibatkan (320 dengan FBI dan 201 dengan dugaan
FI). Variabel klinis dan demografis ditunjukkan pada Tabel 1. Pasien dengan FI secara
signifikan lebih tua (60 vs 54 tahun), lebih sering terjadi pada laki-laki (60% vs 48%), dan
lebih sering pada pasien yang melaporkan adanya penyakit osofagus dan episode sebelumnya
(Tabel 1). Pada kelompok FI, penyakit esofagus yang paling umum adalah striktur benigna
(peptik, radiogenik atau kaustik; n=26), cincin Schatzki (n=12) dan striktur maligna (n=8);
hanya dua pasien yang mengalami esofagitis eosinofilik. Penyakit esofagus kurang lazim
pada kelompok FBI dan etiologi yang paling umum adalah cincin Schatzki (n=4). Prevalensi
gangguan psikiatri serupa pada antar kelompok, dengan skizofrenia menjadi diagnosis paling
sering pada kelompok FBI sementara demensia adalah yang paling sering pada kelompok FI .

4
Tabel 1. Variabel Klinis dan demografi

FBI (n =320) FI (n =201) P value

Usia (SD) 53.9 (17.8) 60.2 (19.1) <0.001


Jenis Kelamin Laki-laki, n (%) 128 (40.0%) 139 (69.2%) <0.001
Penyakit Esofageal
Ya
Episode sebelumnya
9 (2.8%) 61 (30.3%)
Yes
<0.001
Penyakit Psikiatri
Yes
28 (8.7%) 107 (53.2%)
Gejala (aapapun) <0.001
Persepsi Benda Asing
Disfagia 20 (9.9%) 0.823
34 (10.6%)
Nyeri 184 (91.5%) <0.001
272 (85.0%)
Observasi ORL 91 (45.3%) <0.001
206 (64.4%)
Pemeriksaan Radiologi

60 (18.7%) 142 (70.6%) <0.001


105 (32.8%) 22 (10.9%) <0.001
215 (67.2%) 51 (25.4%) <0.001
58 (18.1%) 15 (7.5%) 0.001

FBI: foreign body ingestion; FI: food impaction; SD: standard deviation; ORL: otorhinolaryngology specialist.

a
Schizophrenia, dementia or major depression.

Berdasarkan gejala, pasien FI lebih sering simtomatik (91.5%), sedangkan pada kelompok
FBI 15.0% asimtomatik. Persepsi benda asing dan nyeri secara signifikan lebih sering pada
kelompok FBI, sementara disfagia adalah gejala dominan pada FI. Sebelum endoskopi,
observasi otorhinolaryngology dilakukan pada 67% pasien dengan FBI, sedangkan
pemeriksaan radiologi dilakukan pada sebagian kecil pasien ini (18.1%). Pengamatan
Otorhinolaryngology dan pemeriksaan radiologis lebih jarang pada kelompok FI (masing-
masing 25% dan 7%). Pasien dalam kelompok FI yang menjalani pemeriksaan radiologis
(rontgen dada pada semua kasus) adalah pasien dengan impaksi bolus daging, dimana
terdapat ketidakpastian apakah bolus makanan memiliki komponen tulang. Sedasi dalam
dibutuhkan pada 5.0% kasus FI dan 6.0% kasus FBI.

Tertelan benda asing

Dari 320 pasien dengan FBI, benda asing ditemukan di saluran pencernaan bagian
atas pada 138 (43,1%) pasien. Penatalaksanaan medis seperti glukagon tidak diresepkan pada

5
seluruh pasien. Usia yang lebih tua, episode sebelumnya dan presentasi lebih awal ke IGD
ditemukan sebagai prediktor independen adanya benda asing (Tabel 2). Jenis kelamin,
riwayat penyakit esofagus dan gangguan psikiatri tidak berkaitan dengan adanya benda asing,
begitu juga dengan adanya gejala (bukan riwayat FBI saja). Persepsi benda asing adalah
gejala yang paling sering pada pasien dengan FBI (64,4%, Tabel 1), dan adanya gejala
tersebut serupa pada pasien yang ditemui dan tidak ditemui adanya benda asing yang
dikonfirmasi saat endoskopi (Tabel 2). Di sisi lain, disfagia dan nyeri secara signifikan
berkaitan dengan keberadaan benda asing saat endoskopi (Tabel 2). Presentasi lebih awal ke
IGD juga dikaitkan dengan keberadaan benda asing. Pasien tanpa benda asing saat endoskopi
memiliki waktu rata-rata yang lebih lama saat datang ke IGD (Tabel 2), dan proporsi pasien
dengan benda asing saat endoskopi menurun seiring peningkatan waktu untuk datang ke IGD
(Gambar 1). Mayoritas benda asing ditemukan di kerongkongan (80,4%, mayoritas di
sepertiga atas) dan hanya satu yang ditemukan di duodenum.

Benda asing yang paling sering ditemui adalah daging dan tulang ikan (masing-
masing 54% dan 39%). Jenis benda asing tidak berhubungan secara signifikan dengan
keberadaannya saat endoskopi, meskipun terdapat kecenderungan untuk deteksi lebih tinggi
dalam kasus tulang dan daging (53.6% vs 39.1% di tulang ikan, P=0.124). Benda asing
berhasil diambil pada 92,8%, dimana forceps benda asing menjadi instrumen yang dipilih
untuk pengambilan benda asing (digunakan dalam 64% kasus). Lebih dari satu instrumen
digunakan dalam 7,8% kasus, sementara mobilisasi sendiri digunakan dalam beberapa kasus
tulang kecil yang ditemukan di kerongkongan. Hood protector atau overtube digunakan
dalam tiga kasus.

Tabel 2. Tertelan Benda Asing

Keberadaan Benda Asing Ketiadaan Benda Asing P (MV Adjusted OR


(n =138) (n = 182) P value analysis) (95% CI)
Usia, mean (SD) 57.7 (17.3) 51.0 (17.6) 0.001 <0.001 1.04
(1.02–1.06)
Laki-Laki, n (%) 57 (41.3%) 71 (39.0%) 0.678 0.268
Penyakit Oesofagus, n (%) 4 (2.9%) 5 (2.7%) 0.846 –
Episode Sebelumnya, n (%) 16 (11.6%) 12 (6.6%) 0.083 0.043 0.35
(0.13–0.97)
Kelainan psikiatria 14 (10.1%) 20 (11.0%) 0.945 –
Gejala (apapun), n (%) 121 (87.7%) 151 (83.0%) 0.073 0.056 0.37
Persepsi benda asing 90 (65.2%) 116 (63.7%) 0.606 (0.14–1.02)
Disfagia 38 (27.6%) 22 (12.1%) <0.001

6
Nyeri 61 (44.2%) 44 (24.2%) <0.001
Waktu ke IGD (jam), median (IQR) b
2.5 (1–5.5) 5.0 (2–15.5) <0.001
Waktu ke IGD (jam)c
c6 hours 77 (79.4%) 79 (56.0%) <0.001 <0.001 4.41
>6 hours 20 (20.6%) 62 (44.0%) (2.24–8.66)
MV: multivariable analysis; OR: odds ratio; CI: confidence interval; SD: standard deviation; ER: emergency room; IQR: interquartile
range; FBI: foreign body ingestion; FI: food impaction.

a
Schizophrenia, dementia or major depression.

1
0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9
0
b
Mann–Whitney U test.

c
In 82 cases (41 in the FBI group and 41 in the FI group) the time to presentation was missing.
H
2
Cut-off 2 jam
H
>2

Terdapat benda asingTidak ada benda asing


H
6
Cut-off 6 jam
H
>6
Cut-off 12 jam

12 H>12 H

Gambar 1. Keberadaan Benda asing sesuai waktu datang

Mayoritas pasien dengan pengangkatan endoskopi yang tidak berhasil terhadap benda
asing dirujuk untuk esofagoskopi rigid yang dilakukan oleh dokter THT (n=6), tiga pasien
menjalani endoskopi berulang dengan pengangkatan yang berhasil dan satu pasien dengan
beberapa benda logam di perut yang tidak dapat dilakukan pengangkatan dengan endoskopi
dirujuk untuk pembedahan.

Secara keseluruhan, efek samping berat terjadi pada empat pasien dimana
dikonfirmasi adanya benda asing (2,9%) - satu perforasi ditutup secara endoskopi, dua
laserasi esofagus yang dalam ditutup secara endoskopi dan satu perdarahan signifikan
dikontrol dengan terapi endoskopi . Selain itu, ada delapan pasien dengan laserasi esofageal
di lokasi di mana benda asing mengalami impaksi yang tidak memerlukan penutupan

7
endoskopi tetapi menyebabkan kebutuhan singkat untuk pengawasan. Pada pasien tanpa FBI
saat endoskopi, tidak ada efek samping yang terjadi.

Tabel. 3 Impaksi Makanan

FI present FI absent P (MV Adjusted OR (n


(n= 174) (n =27) P value analysis) (95% CI)

Usia, mean (SD) 61.4 (18.3) 52.1 (22.1) 0.045 0.064

Laki-Laki, n (%) 122 (70.1%) 17 (63.0%) 0.454 0.939

Penyakit Oesofagus, n (%) 54 (31.0%) 7 (25.9%) 0.354 –

Episode sebelumnya, n (%) 64 (36.8%) 8 (29.6%) 0.223 –

Gangguan Psikiatria 12 (6.9%) 8 (29.6%) 0.001 0.008 6.69

(1.66–26.9)

Gejala (apapun), n (%) 157 (90.2%) 27 (100%) 1.000 –

Persepsi benda asing 70 (40.2%) 21 (77.8%) 0.002

Disfagia 130 (74.7%) 12 (44.4%) <0.001

Nyeri 21 (12.1%) 1 (3.7%) 0.207

Waktu ke IGD (jam), median (IQR)b 5 (2–17) 3 (2–20.25) 0.870 –

MV: multivariable analysis; OR: odds ratio; CI: confidence interval; SD: standard deviation; ER: emergency room; IQR: interquartile range.

a
Schizophrenia, dementia or major depression.

b
Mann–Whitney U test.

Impaksi makanan

Mayoritas pasien (86,6%) dengan kecurigaan klinis FI memiliki diagnosisnya


terkonfirmasi saat endoskopi (Tabel 3). Pasien dengan FI secara signifikan lebih tua dan lebih
sering memiliki gangguan psikiatri. Namun, pada analisis multivariabel, satu-satunya
prediktor independen adanya FI adalah penyakit psikiatri (demensia pada kebanyakan kasus).
Episode FI sebelumnya, riwayat penyakit esofagus, adanya gejala dan waktu datang ke IGD
tidak berbeda pada pasien dengan dan tanpa FI. Disfagia (70,6%) dan persepsi benda asing
(45,3%) adalah gejala yang paling sering secara keseluruhan, dan hal ini adalah gejala yang
terkait dengan diagnosis FI yang terkonfirmasi. Nyeri tidak berbeda secara signifikan pada
pasien dengan dan tanpa FI yang terkonfirmasi. Hampir setengah dari kasus FI terjadi di

8
esofagus bagian bawah (Tabel 4), dan cincin esofagus atau striktur benigna ditemukan pada
22.4% dan 19.9% dari seluruh kohort FBI .

Tabel 4. Outcome tertelan benda asing dan impaksi makanan yang terkonfirmasi.
FBI FI
(n=138) (n=174) P value
Lokasi
Hipofaring 12 (8.7%) - -
Oesofagus atas 90 (65.2%) 60 (34.5%)
Oesofagus tengah 12 (8.7%) 29 (16.7%)
Oesofagus bawah 9 (6.9%) 85 (48.8%)
Lambung 14 (10.1%) -
Duodenum 1 (0.7%) -
Berhasil pengeluaran
endoskopik
Ya 128 (92.8%) 169 (97.1%) 0.073
Tidak 10 (7.8%) 5 (2.9%)
Metode endoskopi yang
digunakan
Forsep benda asing 88 20
Retrieval basket 17 94
Senar polipektomi 3 13
Tripod 4 34
Mobilisasi 27 75
Overtube 1 0
Protector hood 2 0
Penggunaan lebih dari satu
instrumen
Ya 10 (7.8%) 38 (21.8%) <0.001
Tidak 128 (92.8%) 136 (78.2%)
Efek Samping
Tidak 134 (97.1%) 166 (95.6%) 0.438
Ya 4 (2.9%) 8 (4.6%)

FI dikeluarkan pada 97.1% kasus, dengan retrieval basket sebagai instrumen yang disukai
untuk pengambilan (digunakan dalam 54% kasus). Mobilisasi sederhana bolus makanan
melalui lambung dengan dorongan lembut atau insuflasi udara adalah tehnik pendekatan pada
28,2% kasus. Kebutuhan untuk menggunakan lebih dari satu instrumen secara signifikan
lebih tinggi daripada FBI (22,5% di FI vs 7,8% di FBI, P <0,001).

Pasien FI yang tidak mengalami perbaikan dengan endoskopi dirujuk untuk


esofagoskopi rigid. Efek samping terjadi pada delapan pasien dengan FI terkonfirmasi
(4,6%), semuanya berkaitan dengan ulserasi esofagus di sekitar bolus makanan dan tidak
disebabkan oleh pengangkatan endoskopi - satu perforasi yang mencolok ditemukan dan
ditutup secara endoskopi pada pasien dengan FI yang berkepanjangan (> 72 jam) ; dua
perdarahan dan lima laserasi esofagus dalam dirawat secara konservatif dan membutuhkan

9
pengawasan rawat inap yang singkat. Tidak ada efek samping pada pasien dengan suspek FI
yang dikirim untuk endoskopi namun FI tidak terkonfirmasi saat endoskopi. Tidak ada kasus
berobat ulang setelah keluar dari rumah sakit.

Diskusi

FBI dan FI adalah salah satu keadaan darurat tersering yang terjadi dalam
gastroenterologi, namun studi mengenai topik ini langka dan mayoritas bersifat retrospektif.

Dalam penelitian prospektif yang dilakukan di pusat gastroenterologi tersier ini, kami
menemukan bahwa hampir setengah pasien dengan FBI yang dibawa untuk endoskopi, benda
asing ditemukan pada saluran pencernaan bagian atas, dan diambil dengan sukses tanpa
komplikasi pada lebih dari 90% pasien. Usia yang lebih tua dan kedatangan lebih dini ke IGD
adalah prediktor independen ditemukan benda asing. Walaupun pasien yang lebih tua
mungkin memiliki gangguan motilitas esofagus, benda asing mungkin memiliki
kemungkinan lebih rendah untuk lepas secara spontan dari kerongkongan. Kedatangan lebih
dini ke IGD sebagai prediktor untuk ditemukannya benda asing dapat dikaitkan dengan
keparahan gejala yang lebih besar pada pasien yang datang lebih awal. Namun, hipotesis ini
tidak dapat diuji dalam penelitian ini karena hanya menilai keberadaan gejala dan bukan
keparahan gejala. Mengenai dugaan FI, sekitar 86% memiliki diagnosis klinis yang
terkonfirmasi saat endoskopi, mayoritas berhasil diselesaikan secara endoskopi. Satu- satunya
prediktor independen dari keberadaan FI adalah penyakit psikiatri (kebanyakan demensia).
Pengambilan benda asing dan FI berhasil pada lebih dari 90% kasus, dan komplikasi terjadi
pada sekitar 5% kasus. Sedasi dalam hanya dibutuhkan pada 5% kasus.

Meskipun kami mengakui bahwa desain penelitian ini tidak memungkinkan untuk
menyimpulkan mengenai riwayat alami FBI, kami menemukan bahwa pada hampir 50%
pasien benda asing ditemukan di endoskopi dalam praktik sehari-hari. Temuan kami kontras
dengan penelitian terdahulu (dilakukan lebih dari 50 tahun yang lalu), yang melaporkan
bahwa hingga 80-90% benda asing secara spontan melewati saluran pencernaan, dengan
komplikasi yang jarang. Angka yang kami sajikan dapat sedikit berlebihan karena pasien
yang diikut sertakan dirujuk untuk evaluasi gastroenterologi ada kemungkinan bahwa
beberapa pasien dengan FBI yang asimtomatik atau alarm symptom (tanda bahaya) mungkin
dipulangkan tanpa konsultasi gastroenterologi, walaupun hal ini tidaklah mungkin karena
struktur organisasi departemen igd di senter kami, di mana konsultasi gastroenterologi adalah
hal yang normal pada FBI dan FI .

10
Berdasarkan laporan terdahulu, pedoman European Society of Gastrointestinal
Endoscopy (ESGE) merekomendasikan bahwa pasien asimtomatik yang menelan benda
tumpul dan kecil (kecuali baterai dan magnet) dapat menghindari endoskopi. Namun, dalam
sebagian besar kasus pasien tidak yakin apakah objek (misalnya tulang, komponen prostesis
gigi) adalah tumpul atau tajam, dan sebagian besar pasien datang dengan gejala berbeda.
Selain itu, potensi efek samping FBI dan FI adalah berat, dan evaluasi serta terapi endoskopi
memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dengan profil keamanan yang baik. Hal ini,
bersamaan dengan temuan kami dimana lebih dari 50% benda asing di saluran pencernaan
bagian atas, menunjukkan bahwa endoskopi bermanfaat pada sebagian besar pasien dengan
FBI karena dapat dilakukan pengambilan benda asing, mencegah komplikasi (yaitu
komplikasi akhir seperti fistulisasi dan abses) dan juga dapat memiliki efek meyakinkan.
Meskipun pengobatan farmakologis tidak digunakan pada pasien mana pun dalam penelitian
ini (sesuai dengan pedoman ESGE dan juga didukung oleh penelitian multisenter baru-baru
ini yang menunjukkan terapi glukagon tidak memberi manfaat), sehingga hasil kami
mendukung endoskopi sebagai pendekatan lini pertama.

Dengan demikian kami menganggap bahwa ambang batas untuk melakukan


endoskopi harus rendah karena dapat mencegah outcome yang buruk. Namun, berdasarkan
temuan kami, pasien muda tanpa gejala yang datang lebih dari 12 jam setelah mengalami FBI
memiliki kemungkinan benda asing lebih rendah di saluran pencernaan bagian atas, pasien ini
mungkin dapat menghindari endoskopi dan pengawasan klinis dapat menjadi pilihan dalam
kasus ini.

Temuan kami mengenai risiko komplikasi yang rendah juga kontras dengan penelitian
baru-baru ini yang menemukan komplikasi pada sebagian pasien. Studi tersebut meliputi
hematoma ringan dan ulserasi sebagai komplikasi, yang membenarkan tingkat komplikasi
yang lebih tinggi. Namun, kami menganggap bahwa temuan endoskopi minor tidak boleh
dilaporkan sebagai komplikasi karena mereka tidak akan mengubah penatalaksanaan dalam
sebagian besar kasus, sebagaimana juga disarankan oleh American Society of
Gastrointestinal Endoskopi (ASGE). Angka efek samping yang lebih rendah juga ditemukan
di beberapa studi retrospektif lain yang melaporkan angka terjadinya kurang dari 10% .

Mengenai strategi penatalaksanaan, forceps benda asing adalah instrumen yang lebih
disukai di FBI sementara retrieval basket lebih disukai di FI, meskipun mobilisasi saja sudah
cukup dalam seperempat kasus. Kami juga menemukan bahwa pada FI penggunaan lebih dari

11
satu instrumen lebih mungkin terjadi, yang menunjukkan bahwa seluruh instrumen endoskopi
harus segera tersedia jika terduga FI . Ini menunjukkan bahwa mayoritas kasus FBI dapat
diambil dengan forsep benda asing dan mayoritas FI dengan retrieval basket, meskipun
keputusan mengenai berbagai jenis instrumen harus diambil berdasarkan kasusnya.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Meskipun desain prospektif, beberapa


data mengenai waktu datangnya pasien ke gawat darurat hilang. Selain itu, kami hanya
menilai adanya gejala dan tidak menilai tingkat keparahannya, yang juga dapat dikaitkan
dengan keberadaan benda asing. Keputusan untuk melakukan biopsi pada pasien dengan FI
tanpa alasan yang jelas diperbolehkan sesuai kebijaksanaan dokter endoskopi, sehingga
prevalensi nyata esofagitis eosinofilik tidak dapat dinilai. Terakhir, karena efek samping
jarang terjadi, penelitian kami kurang kuat untuk mengidentifikasi faktor risiko komplikasi
dan ini perlu klarifikasi lebih lanjut dalam studi prospektif yang lebih besar.

Kesimpulannya, benda asing ditemukan selama endoskopi pencernaan bagian atas


pada hampir 50% pasien yang datang ke unit gawat darurat setelah mengalami FBI, dan
mereka dapat diterapi dengan baik dan aman pada lebih dari 90% kasus. Usia yang lebih tua
dan kedatangan lebih dini adalah prediktor independen untuk keberadaannya di jalur
pencernaan bagian atas dan harus menurunkan ambang batas untuk melakukan endoskopi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Geraci G, Sciume C, Di Carlo G, et al. Retrospective analysis of management of


ingested foreign bodies and food impactions in emergency endoscopic setting in
adults. BMC Emerg Med 2016; 16: 42.
2. Yao CC, Wu IT, Lu LS, et al. Endoscopic management of foreign bodies in the

12
upper gastrointestinal tract of adults. Biomed Res Int 2015; 2015: 658602.
3. Erbil B, Karaca MA, Aslaner MA, et al. Emergency admissions due to swallowed
foreign bodies in adults. World J Gastroenterol 2013; 19: 6447–6452.
4. Chen T, Wu HF, Shi Q, et al. Endoscopic management of impacted esophageal
foreign bodies. Dis Esophagus 2013; 26: 799–806.
5. Bekkerman M, Sachdev AH, Andrade J, et al. Endoscopic management of foreign
bodies in the gastro- intestinal tract: a review of the literature. Gastroenterol Res
Pract 2016; 2016: 8520767.
6. Magalhaes-Costa P, Carvalho L, Rodrigues JP, et al. Endoscopic management of
foreign bodies in the upper gastrointestinal tract: an evidence-based review article.
GE Port J Gastroenterol 2016; 23: 142–152.
7. Birk M, Bauerfeind P, Deprez PH, et al. Removal of foreign bodies in the upper
gastrointestinal tract in adults: European Society of Gastrointestinal Endoscopy
(ESGE) Clinical Guideline. Endoscopy 2016; 48: 489–496.
8. Triadafilopoulos G, Roorda A and Akiyama J. Update on foreign bodies in the
esophagus: diagnosis and man- agement. Curr Gastroenterol Rep 2013; 15: 317.
9. Ambe P, Weber SA, Schauer M, et al. Swallowed foreign bodies in adults. Dtsch
Arztebl Int 2012; 109: 869–875.
10.Loh WS, Eu DK, Loh SR, et al. Efficacy of computed tomographic scans in the
evaluation of patients with esophageal foreign bodies. Ann Otol Rhinol Laryngol
2012; 121: 678–681.
11.Grekin TD and Musselman MM. The management of foreign bodies in the
alimentary tract. Ann Surg 1952; 135: 528–535.
12.Carp L. Foreign bodies in the intestine. Ann Surg 1927; 85: 575–591.
13.Geng C, Li X, Luo R, et al. Endoscopic management of foreign bodies in the
upper gastrointestinal tract: a retro- spective study of 1294 cases. Scand J
Gastroenterol 2017; 52: 1286–1291.
14.Bodkin RP, Weant KA, Baker Justice S, et al. Effectiveness of glucagon in
relieving esophageal foreign body impaction: a multicenter study. Am J Emerg
Med 2016; 34: 1049–1052.
15.Cotton PB, Eisen GM, Aabakken L, et al. A lexicon for endoscopic adverse
events: report of an ASGE work- shop. Gastrointest Endosc 2010; 71: 446–454.

13
14

Anda mungkin juga menyukai