Anda di halaman 1dari 9

Pengertian Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaan dimana terjadi penimbunan plak pembuluh darah
koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner menyempit atau tersumbat (Norhasimah, 2010). American
heart association (AHA), mendefinisikan penyakit jantung koroner adalah istilah umum untuk
penumpukan plak di arteri jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung. Penumpukan plak pada
arteri koroner ini disebut dengan aterosklerosis (AHA, 2012). PJK juga disebut penyakit arteri koroner
(CAD), penyakit jantung iskemik (IHD), atau penyakit jantung aterosklerotik, adalah hasil akhir dari
akumulasi plak ateromatosa dalam dinding-dinding arteri yang memasok darah ke miokardium (otot
jantung) (Manitoba Centre for Health Policy, 2013)

Etiologi

Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh
arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran
darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan
jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak sistem pengontrol irama jantung dan
berakhir dengan kematian. (Hermawatirisa, 2014).

Faktor Risiko 1

) Faktor Risiko yang dapat diubah a

. Hipertensi

Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah, yang merupakan suatu masalah
kesehatan masyarakat, yaitu kenaikan tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg dan diastolik melebihi
90 mmHg. Meningkatnya tekanan darah dapat mengakibatkan penyakit jantung koroner.

b. Dislipidemia

Sebenarnya kolestrol bukanlah sesuatu yang merusak tubuh selama kadarnya tidak berlebihan, tetapi
justru diperlukan dalam proses 1 2 fisiologis seperti pembentukan membran sel, hormon steroid dan
empedu. Studi framingham menyatakan bahwa risiko PJK meningkat dua kali pada kadar kolestrol total
diatas 240 mg/dl dibanding dengan pasien dengan kadar kolestrol total dibawah 200 mg/dl.

c. Merokok

Rokok dapat menyebabkan aterosklerosis melalui beberapa cara, diantaranya peningkatan modifikasi
oksidasi LDL, penurunan HDL, disfungsi endotel akibat hipoksia dan stress oksidatif, peningkatan
perlekatan platelet, peningkatan ekspresi CAM, aktifasi simpatis oleh nikotin

d. Diabetes Mellitus

Diabetes melitus merupakan factor risiko terhadap PJK yaitu bila kadar glukosa darah naik terutama bila
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, gula darah (glukosa) tersebut dapat menjadi pekat, hal ini
mendorong terjadinya pengendapan aterosklerosis pada arteri koroner.

e. Obesitas

Orang dengan berat badan berlebihan mempunyai kemungkinan terkena penyakit jantung dan stroke
lebih tinggi. Gemuk tidak sehat karena kelebihan berat badan meningkatkan beban jantung. Ini
berhubungan dengan penyakit jantumg koroner terutama karena pengaruhnya pada tekanan darah,
kadar kolesterol darah juga diabetes melitus.

f. Ketidakaktifan fisik

Aktifitas fisik (exercise) dapat meningkatan kadar HDL kolestrol, memperbaikai kolesterol koroner
sehingga resiko PJK dapat dikurangi, memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen ke miocard,
menurunkan berat badan, menurunkan kolesterol, trigliserida, dan KGD pada pendrita DM, menurunkan
tekanan darah g. Stress Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin

g. Stress

Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang tinggi yang dapat berakibat
mempercepat kekejangan (spasme) arteri koroner, sehingga suplai darah ke otot jantung terganggu.

Faktor Risiko yang tidak dapat dubah

a. Umur
Penderita PJK sering ditemui pada usia 60 ke atas, tetapi pada usia dibawah 40 tahun sudah
ditemukan. Pada laki-laki, kasus kematian PJK 3 mulai dijumpai pada usia 35 tahun, dan terus
meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki kadar kolesterol akan meningkat sampai
usia 50 tahun dan akhirnya akan turun sedikit setelah 50 tahun. Kadar kolesterol perempuan
biasanya meningkatkan menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.
b. Jenis kelamin
Di AS gejala PJK sebelum berumur 60 tahun di dapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17
perempuan, ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 kali lebih besar daripada
perempuan.
c. Genetik
Gillium (1978) menyatakan bahwa PJK cenderung lebih banyak pada subjek orang tuanya telah
menderita PJK dini. Bila kedua orang tua penderita PJK menderita PJK pada usia muda, maka
anaknya mempunyai resiko yang lebih tinggi bagi perkembangan PJK dari pada hanya seseorang
atau tidak ada orang tuanya menderita PJK.

3. Patofisiologi
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang ditandai
penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh kedalaman
tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang
paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal. (Ariesty, 2011).
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan endotel
lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain,
cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma,
termasuk asam lemak dan trigliserida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi
asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh
darah. (Ariesty, 2011). Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima
karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan teradapat
lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit
meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti
dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil akhir adalah
penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan parut, pembentukan bekuan
yang berasal dari trombosit dan 4 proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami
kekakuan dan menyempit. Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat
aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen, dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel
miokardium sehingga menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat
sehinga menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri.

Manifestasi Klinis Menurut, Hermawatirisa 2014, gejala penyakit jantung koroner:


1) Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina Pectoris)
2) Gangguan pada irama jantung
3) Pusing
4) Rasa lelah berkepanjangan
5) Sakit perut, mual dan muntah
Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbedabeda. Untuk
menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan pemeriksaan yang seksama. Dengan
memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik,
elektrokardiografi saat istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan
subset klinis PJK.

Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang dilakukan saat sedang
nyeri dada sangat bermanfaat.
2) Chest X-Ray (foto dada)
Thorax foto mungkin normal atau adanya kardiomegali, CHF (gagal jantung kongestif) atau
aneurisma ventrikiler (Kulick, 2014).
3) Latihan tes stres jantung (treadmill)
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak digunakan untuk
mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill detak jantung, irama jantung, dan tekanan
darah terus-menerus dipantau, jika arteri koroner mengalami penyumbatan pada saat
melakukan latihan maka ditemukan segmen depresi ST pada hasil rekaman (Kulick, 2014).
4) Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar jantung,
selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua bagian dari dinding jantung
berkontribusi normal dalam aktivitas memompa. Bagian yang bergerak lemah mungkin telah
rusak selama serangan jantung atau menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin
menunjukkan penyakit arteri koroner (Mayo Clinik, 2012).
5) Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif minimal dengan
memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui pembuluh darah ke pembuluh darah
koroner yang memperdarahi jantung, prosedur ini disebut kateterisasi jantung.
Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau intravena ini dikenal sebagai angiogram,
tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan sekaligus sebagai
tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan (Mayo Clinik, 2012).

6. CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)

Computerized tomography Coronary angiogram/CT Angiografi Koroner adalah pemeriksaan


penunjang yang dilakukan untuk membantu memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat
pewarna kontras disuntikkan melalui intravena selama CT scan, sehingga dapat
menghasilkan gambar arteri jantung yang berguna untuk mendeteksi kalsium dalam
deposito lemak yang mempersempit arteri koroner. Jika sejumlah besar kalsium ditemukan,
maka memungkinkan terjadinya PJK (Mayo Clinik, 2012).
7) Magnetic resonance angiography (MRA)
Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan dengan penyuntikan zat
pewarna kontras, yang berguna untuk mendiagnosa adanya penyempitan atau
penyumbatan, meskipun pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung
(Mayo Clinik, 2012)

Penatalaksanaa Medis
1) Dengan obat-obatan
a. Aspirin Obat yang paling banyak diberikan, tujuannya adalah mengencerkan darah agar
tidak cepat membeku.
b. Beta Blocker Obat yang menghambat kerja adrenalin agar tidak meresap kedalam jantung
dan pembuluh darah untuk mengurangi resiko terulangnya serangan jantung sehingga
mampu menurunkan angka kematian.
c. Penghambat ACE Untuk menurunkan tingkat angiotensin sehingga dapat mencegah
kegagalan jantung.
d. Statin Berfungsi menurunkan jumlah kolesterol yang dibuat dalam tubuh khususnya di
hati dan membantu agar pembuluh darah tidak menyempit kembali.
e. GTN Digunakan saat terjadi nyeri dada
Pembedahan
a. Angioplasti
Angioplasty dilakukan dengan memasukkan balon tipis dan panjang melewati
pembuluh darah yang menyempit dengan bantuan kawat yang sangat halus, kemudian
balon dipompa pada tekanan tinggi hingga melebarkan pembuluh nadi dan sering
memisahkan timbunan lemak pada dinding pembuluh darah sehingga pembuluh
membuka.
b. Bypass
Pembedahan bypass yaitu melakukan bypass terhadap penyumbatan di arteri koronaria
dan menggantikannya dengan pembuluh darah yang diambil dari dinding dada atau kaki
dengan menghentikan kerja jantung dan menggantikannya dengan mesin jantung paru
saat operasi jantung dilakukan.

Manajemen Keperawatan
Pengkajian
1) Identitas
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan,
alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis (Wantiyah, 2010).
2) Keluhan utama
Pasien biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan dengan skala nyeri 0-
10, 0 tidak nyeri dan 10 nyeri palig tinggi. Pengkajian nyeri secara mendalam
menggunakan pendekatan PQRST, meliputi prepitasi dan penyembuh, kualitas dan
kuatitas, intensitas, durasi, lokasi, radiasi/penyebaran, onset (Wantiyah, 2010).
3) Riwayat kesehatan lalu
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara lain apakah klien
pernah menderita hipertensi atau diabetes millitus, infark miokard atau penyakit
jantung koroner itu sendiri sebelumnya. Serta ditanyakan apakah pernah MRS
sebelumnya (Wantiyah, 2010).
4) Riwayat kesehatan sekarang
Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST. Untuk membantu klien
dalam mengutamakan masalah keluannya secara lengkap. Pada klien PJK umumnya
mengalami nyeri dada (Wantiyah, 2010).
5) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang menderita penyakit
jantung koroner. Riwayat penderita PJK umumnya mewarisi juga faktor-faktor risiko
lainnya, seperti abnormal kadar kolestrol, dan peningkatan tekanan darah (A.Fauzi
Yahya 2010).
6) Riwayat psikososial
Pada klien PJK biasanya yang muncul pada klien dengan penyakit jantung koroner
adalah menyangkal, takut, cemas, dan marah, ketergantungan, depresi dan
penerimaan realistis. (Wantiyah, 2010)
7) Pola aktivitas dan latihan
Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit jantung koroner
untuk menilai kemampuan dan toleransi pasien dalam melakukan aktivitas. Pasien
penyakit jantung koroner mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.(Panthee & Kritpracha, 2011).
8) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan klien
dilanjutkan mengukur tanda-tand vital. Kesadaran klien juga diamati apakah
kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma atau koma. Keadaan sakit
juga diamati apakah sedang, berat, ringan atau tampak tidak sakit.
b. Tanda-tanda vital
Meliputi pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan dan suhu
tubuh.

c. Pemeriksaan fisik persistem


- Sistem persyarafan,
meliputi kesadaran, ukuran pupil, pergerakan seluruh ekstermitas dan kemampuan
menanggapi respon verbal maupun non verbal. (Aziza, 2010).
- Sistem penglihatan,
pada klien PJK mata mengalami pandangan kabur.(Gordon, 2015)
- Sistem pendengaran,
pada klien PJK pada sistem pendengaran telinga , tidak mengalami gangguan. (Gordon,
2015)
- Sistem abdomen, bersih, datar dan tidak ada pembesaran hati. (Gordon, 2015)
- Sistem respirasi,
pengkajian dilakukan untuk mengetahui secara dinit tanda dan gejala tidak adekuatnya
ventilasi dan oksigenasi. Pengkajian meliputi persentase fraksi oksigen, volume tidal,
frekuensi pernapasan dan modus yang digunakan untuk bernapas. Pastikan posisi ETT
tepat pada tempatnya, pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit untuk mendeteksi
hipoksemia. (Aziza, 2010) 12
- Sistem kardiovaskuler,
pengkajian dengan tekhnik inspeksi, auskultrasi, palpasi, dan perkusi perawat
melakukan pengukuran tekanan darah; suhu; denyut jantung dan iramanya; pulsasi
prifer; dan tempratur kulit. Auskultrasi bunyi jantung dapat menghasilkan bunyi gallop
S3 sebagai indikasi gagal jantung atau adanya bunyi gallop S4 tanda hipertensi sebagai
komplikasi. Peningkatan irama napas merupakan salah satu tanda cemas atau takut
(Wantiyah, 2010)
- Sistem gastrointestinal,
pengkajian pada gastrointestinal meliputi auskultrasi bising usus, palpasi abdomen
(nyeri, distensi). (Aziza, 2010)
- Sistem muskuluskeletal,
pada klien PJK adanya kelemahan dan kelelahan otot sehinggah timbul ketidak
mampuan melakukan aktifitas yang diharapkan atau aktifitas yang biasanya dilakukan.
(Aziza, 2010)
- Sistem endokrin,
biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah. (Aziza, 2010)
- Sistem Integumen,
pada klien PJK akral terasa hangat, turgor baik. (Gordon, 2015)
- Sistem perkemihan,
kaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi
pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang
jenis cairan yang keluar. (Aziza, 2010)

Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miocard


2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan inotropik akibat iscemia
miokard, gangguan frekuensi /irama dan konduksi elektrikal

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan ventilasi


(nyeri/kelemahan otot)
4) Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard
5) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman terhadap konsep diri
(gangguan citra/kemampuan), respon patofisiologis

Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 1x24 Manajemen nyeri


jam diharapkan tingkat nyeri menurun, dengan kriteria - Identifikasi lokasi,
hasil : karakteristik, durasi,
- Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas,
- Meringis menurun intensitas nyeri
- Gelisah menurun - Identifikasi skala nyeri
- Kesulitan tidur menurun - Identifikasi respon nyeri
- Frekuensi nadi membaik non verbal
- Pola nafas membaik - Identifikasi faktor yang
- Tekanan darah membaik memperberat dan
Pola tidur membaik memperingan nyeri
- Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi instirahat dan
tidur
Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 1x24  Observasi
jam diharapkan ansietas menurun : -identifikasi
- Verbalisasi kebingungan menurun saat tingkat
- Verbalisasi khawatir akibat menurun ansietas
- Kondisi yang dihadapi menurun berubah {mis,
- Perilaku gelisah menurun kondisi, waktu,
- Perilaku tegang menurun stresor}
- Konsentrasi membaik -identifikasi
- Pola tidur membaik kemampuan
mengambil
keputusan
-monitor
tanda-tanda
ansietas {verbal
dan nonverbal}
 Terapeutik
- Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaannya
- Temani pasien
mengurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
- Pahami situasi yang
membuat ansietas
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
- Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
- Tempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
- Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu
kecemasan
- Diaskusikan
perencanaan realistis
tentang peristiwa yang
akan datang
 Edukasi
- Jekaskan prosedur,
termaksud sensasi yang
mungkin dialami
- Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
- Anjurkan melakuakn
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesual
kebutuhan
- Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Latih penglihatan untuk
mengurangi ketegangan
- Latih pengguanaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu

Anda mungkin juga menyukai