Anda di halaman 1dari 6

Upaya Peningkatan Angka Pengabdian Tenaga Kesehatan di

Pelosok Indonesia oleh Mahasiswa Baru Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran UNS
Naurah Aletha Muharani
Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
naletham14@gmail.com

Abstract. Health is a fundamental need for all people in the world to continue living.
Therefore, the necessity of health workers all over the world is an urgency, and can not be
underestimated. When you live near the capital city, you don't have to worry about the health
service if you caught dengue fever. But when you live in a remote place, near nowhere, far
from the town with a limited number of health workers, you might be wondering how will you
going to survive even from light diarrhea. Out of all the factor causing a low standard of
health quality in secluded places far from the town, the most ironic reason for the issue is that
a lot of health workers think that these remote places aren't an ideal environment for them to
dedicate themselves. A mindset that what they will get in return is less from what they will be
giving if they are about to dedicate themselves to a secluded place is the main reason why
they simply don't consider those places as a place to evolving themselves. And this is exactly
what we should change to improve the ill-regulated health service system in those remote
places.

Keywords: health service, secluded places, health workers, dedication

1. PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia yang pada hakikatnya harus didapat oleh
semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Apapun keadaan warga negara tersebut, latar
belakang sosial, ekonomi, maupun budayanya, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan mereka akan pelayanan kesehatan yang memadai.
Indonesia merupakan negara yang sangat besar, yang memiliki begitu banyak pulau yang
dipisahkan oleh wilayah perairan yang sangat luas. Hal inilah yang membuat jarak yang harus
ditempuh dari pusat pembangunan, yaitu ibukota, ke daerah yang terletak di batas-batas wilayah
Indonesia menjadi salah satu faktor mengapa pembangunan di pelosok kerap tertinggal jauh dari
pembangunan di perkotaan. Pendidikan, akses informasi dan komunikasi, sarana-prasarana, bahkan
pelayanan kesehatan menjadi kepentingan yang harus dipertaruhkan tatkala sistem pembangunan
tidak berpihak kepada nasib wilayah-wilayah pelosok tersebut.
Pelayanan kesehatan yang memadai haruslah didukung oleh tersedianya tenaga kesehatan
yang nantinya akan menjadi garda terdepan dalam meningkatkan taraf kesehatan masyarakat di
pelosok. Berbanding terbalik dengan angka lulusan tenaga kesehatan di Indonesia, khususnya
kedokteran, yang bisa dibilang sudah cukup bahkan berlebihan, angka pengabdian tenaga kesehatan di
wilayah pelosok sangatlah rendah dan bisa dibilang kurang sehingga tidaklah mengherankan apabila
taraf kesehatan masyarakat di pelosok masih sangat rendah. Dibuktikan dengan tingginya angka
penyakit malaria dan diare yang dapat dicegah dengan perilaku hidup bersih dan sehat, dan minimnya
tenaga kesehatan yang membantu persalinan dan edukasi postnatal sehingga status gizi balita bisa
dibilang masih di bawah rata-rata (F. Philipus, 2012).
Rendahnya angka pengabdian tenaga kesehatan di pelosok Indonesia telah diantisipasi dengan
berbagai cara dan program yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia guna
menarik minat dokter untuk mengabdi di pelosok. Di antaranya adalah dengan alokasi beasiswa untuk
dokter yang mau mengabdikan diri di pelosok Indonesia, lalu pengiriman tim kesehatan yang dikenal
dengan program Nusantara Sehat dan Wajib Kerja Dokter Spesialis. Namun, program-program ini
belum berjalan secara optimal karena tidak dibarengi dengan jaminan keselamatan dan kesejahteraan
dokter sehingga angka tenaga kesehatan tidak naik secara signifikan.
Faktor motivasi dari tenaga kesehatan itu sendiri memiliki dampak besar kepada angka
pengabdian tenaga kesehatan masyarakat di pelosok. Karena stereotip yang tidak jarang membuat
mahasiswa kedokteran memiliki motivasi untuk menjadi dokter untuk mengejar karir dan
kesejahteraan finansial yang lebih baik (Dewi & Sari Puspa Arya et al, 2016) maka tujuan utama
mereka menjadi dokter bukanlah mengabdi dimanapun kapanpun mereka dibutuhkan, namun hanya
sebatas untuk menyambung penghidupan ekonomi.

2. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif adalah
metode penelitian yang tidak menggunakan prosedur statistik dalam pencarian datanya (Ali dan
Yusof, 2011). Hal inilah yang mendasari perbedaan metode kualitatif dan kuantitatif. Jika metode
penelitian kuantitatif biasanya dipakai untuk menjawab permasalahan seperti ‘berapa banyak’, maka
metode kualitatif dipakai untuk menjawab permasalahan yang membutuhkan penyelesaian seperti
‘bagaimana’, ‘mengapa’, dan ‘apa’ (McCusker, K., & Gunaydin, S. , 2015). Dapat disimpulkan
bahwa metode penelitian kualitatif lenih menitikberatkan pada proses dan pemaknaan dari hasilnya.
Penelitian kualitatif menyasar manusia, objek dan institusi serta hubungan di antara aspek-aspek
tersebut (Mohamed, Abdul Majid & Ahmad, 2010).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan data yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh responden, mayoritas responden sudah
menyadari dan menyetujui fakta bahwa angka pengabdian tenaga kesehatan di pelosok Indonesia
sangat rendah, begitu pula dengan taraf kesehatan masyarakatnya. Berikut pertanyaan dalam
kuesioner yang disebar:

Menurut responden, banyak faktor yang memengaruhi niat dari tenaga kesehatan itu sendiri dalam
memilih tempat dimana dia akan bertugas. Faktor internal seperti rasa takut karena akan tinggal di
pelosok yang notabene masih tertinggal dari wilayah perkotaan, juga pola pikir yang masih melihat
profesi dokter dari sisi materialisnya saja. Faktor eksternal dalam hal ini memberi pengaruh yg cukup
besar karena faktor eksternal inilah yang tidak dapat diubah secara serta-merta dan dalam tempo yang
singkat. Faktor eksternal ini berkaitan dengan ketersediaan sarana prasarana penunjang kinerja tenaga
kesehatan nantinya seperti transportasi, komunikasi, dan dari aspek kesejahteraan yang masih kurang
mendorong responden untuk mempertaruhkan apa yang mereka punya dengan hasil yang tidak
sepadan.
TABEL FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
RENDAHNYA ANGKA PENGABDIAN TENAGA KESEHATAN DI PELOSOK INDONESIA

Faktor
INTERNAL EKSTERNAL
Rasa tidak ingin meninggalkan kehidupan Tidak meratanya pembangunan infrastruktur
perkotaan
Rendahnya motivasi untuk mengabdikan Tidak sepadannya upah yang diterima
diri ke wilayah pelosok dengan usaha yang diberikan
Mindset menjadi dokter untuk mencari nafkah Jauhnya jarak wilayah pelosok dari
perkotaan
Sulitnya akses transportasi, komunikasi,
dan informasi
Kurangnya apresiasi bagi dokter yang
mengabdi
Tidak adanya jaminan yang diberikan
pemerintah sedangkan risikonya sangat
tinggi
Tidak mendapat izin dari keluarga
Kentalnya tradisi dan adat budaya pelosok

Di pertanyaan selanjutnya responden diminta mengemukakan hal-hal yang menurut mereka


memengaruhi taraf kesehatan masyarakat di pelosok yang masih sangat rendah. Tentu saja jawaban
dari pertanyaan ini cukup mudah, yaitu karena rendahnya tenaga kesehatan yang bertugas di wilayah
pelosok. Namun banyak faktor lain yang memengaruhi rendahnya taraf kesehatan masyarakat di
pelosok Indonesi, antara lain karena kurangnya edukasi dan kesadaran masyarakat akan pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat serta sanitasi lingkungan. Tak bisa dipungkiri, faktor ekonomi juga
memberikan dampak yang signifikan terhadap taraf kesehatan masyarakat yang tidak mendapatkan
pendidikan karena tidak pergi sekolah. Faktor ekstrem yang masih bisa ditemukan di pelosok
Indonesia adalah faktor adat-istiadat yang sudah dijunjung dari generasi ke generasi, yang akibatnya
akan sangat sulit dihilangkan, dan sangat disayangkan terkadang adat-istiadat ini tidak sejalan
dengan program hidup sehat. Faktor eksternal masih meliputi kurangnya sarana-prasarana dan
infrastruktur yang memadai untuk pelayanan kesehatan yang lebih baik, juga ada indikasi korupsi
dana kesehatan yang membuat dana yang harusnya mengalir ke pelosok Indonesia malah masuk ke
rekening orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

TABEL FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL


RENDAHNYA TARAF KESEHATAN MASYARAKAT DI PELOSOK INDONESIA

Faktor
INTERNAL EKSTERNAL
Rendahnya kesadaran masyarakat akan Susahnya akses menuju wilayah tersebut
perilaku hidup bersih sehat dan sanitasi
Rendahnya pengetahuan masyarakat Kurangnya edukasi tentang kesehatan
Rendahnya pendapatan masyarakat Jauhnya jarak wilayah pelosok dari
perkotaan
Masih kentalnya adat istiadat dan budaya yang Kurangnya tenaga kesehatan yang ahli
terkadang tidak sejalan dengan perilaku hidup
bersih sehat
Korupsi dana kesehatan
Sarana prasarana yang tidak memadai
Berbagai faktor yang telah disebutkan di atas didominasi oleh faktor-faktor eksternal yang
membutuhkan pemerintah dan stake holder dalam upaya memperbaikinya guna menjamin
hidup tenaga kesehatan yang mengabdi di pelosok Indonesia agar dapat melakukan kinerja
yang optimal bagi masyarakat di sana. Pemerintah telah mengeluarkan banyak kebijakan dan
program bertujuan untuk menarik minat tenaga kesehatan untuk mengabdikan diri di pelosok
Indonesia, juga untuk menjamin kehidupan tenaga kesehatan sekembalinya dari tempat
pengabdian. Namun, dapat dilihat pada tabel bahwa upaya pemerintah dalam mendorong
tenaga kesehatan untuk mengabdi ke pelosok masih belum diikuti dengan pembangunan dan
pemerataan infrastruktur yang memadai sampai ke pelosok sehingga program lain berjalan
dengan terseok-seok karena hal-hal esensial yang dibutuhkan oleh seorang tenaga kesehatan
untuk melaksanakan tugasnya masih terhambat masalah transportasi dan akomodasi. Selain
itu pemerintah juga masih kurang menggalakkan program-program yang menanamkan nilai-
nilai pengabdian kepada para calon dokter agar nantinya mereka mau mengabdi ke pelosok
Indonesia tanpa iming-iming imbalan karena pada hakikatnya, profesi dokter ada untuk
mengabdikan diri dimanapun dan kapanpun dia dibutuhkan.

TABEL PERAN PEMERINTAH


DALAM MENJAMIN KEHIDUPAN TENAGA KESEHATAN DI PELOSOK

Peran Pemerintah (Program)


No Aspek
SUDAH BELUM
1. Sarana Prasarana Dibangunnya puskesmas- Transportasi yang aman, nyaman,
puskesmas di wilayah pelosok dan terintegrasi menuju wilayah
meskipun belum semua pelosok dan sekitarnya
wilayah memiliki
Pengadaan alat kesehatan dan
obat yang lengkap dan memadai
untuk melakukan tindakan
Perbaikan akses teknologi,
informasi, dan komunikasi
2. Kesejahteraan Beasiswa pendidikan spesialis Jaminan kesejahteraan dan
Tenaga keselamatan yang memadai
Kesehatan
Ikatan dinas Upah yang sepadan
Apresiasi dan penghargaan dari
pemerintah
3. Pembekalan Penanaman nilai pengabdian
Tenaga yang tinggi terhadap calon-calon
Kesehatan dokter
Kesadaran putra-putri daerah
untuk kembali memajukan daerah
asalnya
4. Pembekalan Upaya peningkatan taraf
Masyarakat pendidikan

Kesadaran responden yang masih merupakan mahasiswa baru akan rendahnya angka pengabdian
tenaga kesehatan di pelosok Indonesia merupakan indikasi positif, bahwa sesungguhnya masih ada
calon-calon dokter yang peduli akan kesehatan seluruh masyarakat Indonesia tanpa pandang bulu.
Pertanyaan terakhir di kuesioner membuka cara pandang responden lebih luas lagi untuk turut
menyumbangkan ide kontribusi yang sekiranya dapat mereka lakukan dalam jangka waktu pendek
maupun panjang, untuk turut meningkatkan taraf kesehatan masyarakat di pelosok Indonesia bila
mereka tidak bisa terjun langsung ke sana.
TABEL UPAYA PENINGKATAN TARAF KESEHATAN MASYARAKAT
PELOSOK INDONESIA OLEH MAHASISWA BARU PENDIDIKAN DOKTER FK UNS

Upaya
JANGKA WAKTU PENDEK JANGKA WAKTU PANJANG
Menjadi relawan dalam kegiatan sosial Menginisiasi lembaga peduli kesehatan
masyarakat pelosok
Melakukan penyuluhan dan edukasi Terjun ke pemerintahan untuk meregulasi
kepada masyarakat di pelosok sistem layanan kesehatan Indonesia
Membuat campaign tentang urgensi Membayar pajak dengan tertib
pengabdian tenaga kesehatan ke pelosok
Membuat penelitian Ikut mendidik dan membekali dokter yang
akan terjun ke pelosok nantinya
Memberi donasi Memperbaiki fasilitas di pelosok
Mengawal transparansi program-program
pengabdian

4. SIMPULAN
Setelah menganalisis hasil dari kuesioner dapat disimpulkan bahwa mahasiswa baru program studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran UNS mengetahui bahwa angka pengabdian tenaga kesehatan
masyarakat di pelosok Indonesia masih sangat rendah. Hal ini memengaruhi taraf kesehatan
masyarakat di pelosok Indonesia, dikarenakan sedikitnya tenaga kesehatan yang mengayomi dan
memberikan edukasi tentang kesehatan, maka rendahlah taraf kesehatan masyarakat di pelosok
Indonesia. Responden juga paham betul bahwa jumlah lulusan kedokteran di Indonesia sekarang
sangat membludak, namun miris sekali wilayah di pelosok Indonesia banyak yang masih kekurangan
tenaga-tenaga kesehatan yang membludak ini. Beberapa responden tanpa pikir panjang rela
melakukan pengabdian di pelosok Indonesia, namun banyak juga yang masih memikirkan sisi negatif
apabila mereka mengabdi ke pelosok Indonesia. Terlepas dari ada atau tidaknya keinginan untuk
mengabdi ke pelosok, responden sudah mempunyai banyak alternatif kontribusi yang dapat mereka
lakukan sekiranya mereka bukanlah orang-orang yang nantinya akan terjun langsung mengabdi
kepada masyarakat di pelosok Indonesia. Upaya-upaya ini, kecil atau besar, dilakukan sekarang atau
sepuluh tahun nanti, tidak akan terlaksana jika hanya sedikit pihak yang mau membantu dan
berkontribusi.

5. SARAN
Peningkatan kualitas layanan kesehatan bukan sesuatu yang serta-merta dapat meningkat drastis, ada
banyak faktor dan sebab dibalik kualitas layanan kesehatan masyarakat di suatu tempat. Di pelosok
Indonesia, kendala sarana prasarana dan infrastruktur menjadi momok utama bagi para tenaga
kesehatan untuk mengabdi di sana. Kurangnya motivasi inilah yang membuat rendahnya angka
pengabdian tenaga kesehatan, dan akhirnya berefek kepada taraf kesehatan masyarakatnya yang
masih rendah, karena kurangnya edukasi dan pengetahuan mereka akan sanitasi dan perlikau hidup
bersih dan sehat. Pola ini terus berputar tidak berhenti, dan merupakan cerita lama yang tidak ada
habisnya. Pemerintah seharusnya memutus lingkaran belenggu ini dengan melaksanakan program-
program pengiriman tenaga kesehatan ke pelosok Indonesia dibarengi dengan pembangunan
infrastruktur yang memadai di wilayah tersebut sehingga upaya peningkatan mutu menjadi lebih
terintegrasi dan lebih optimal. Dibarengi juga dengan pembekalan para dokter muda akan pentingnya
mengabdi di pelosok Indonesia guna menyamaratakan taraf kesehatan di pelosok menjadi seperti
wilayah-wilayah lain yang lebih dekat ke perkotaan. Dapat juga dibuat lebih banyak program yang
menarik hati mahasiswa calon dokter sehingga niat untuk mengabdi sudah tertanam dalam diri mereka
mulai dari sekarang.

6. DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Philipus, F. (2012). GAMBARAN STATUS KESEHATAN PENDUDUK DI DAERAH
PERBATASAN Overview of Population and Health Status in The Border Region
PENDAHULUAN Indonesia berbatasan darat dan laut dengan 10 negara yaitu India ,
Malaysia , Republik Palau , Australia , Timor Leste dan Pa. Jurnal Ekologi Kesehatan,
11(2), 99–111.

Luti, I., Hasanbasri, M., Lazuardi, L., Studi, P., Kesehatan, I., Kedokteran, F., … Lingga, K.
(2012). Rujukan Kesehatan Daerah Kepulauan di daerah terpencil dan kepulauan di
Kabupaten mengetahui gambaran kebijakan yang dilakukan rujukan yang melewati laut
dan rujukan yang hanya Beberapa jenis alat transportasi yang digunakan dalam proses
rujukan ini adala. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 01(01), 24–35.

Aulia Dewi Listiyana, Mardiana, G. N. P. (2013). Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas.


Obesitas Sentral Dan Kadar Kolesterol Darah Total, 9(1), 37–43.

Priantono, D. (2017). Pelaksanaan Internsip di Indonesia. EJournal Kedokteran Indonesia,


1(3), 1–4. https://doi.org/10.23886/ejki.1.2998.

Dewi, S. P., Arya, I. F., -, A., & Achmad, T. H. (2016). Gambaran Motivasi Menjadi Dokter
Pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Jurnal
Sistem Kesehatan, 1(1), 24–29. https://doi.org/10.24198/jsk.v1i1.10338

Trisnadi, S. (2018). Perlindungan Hukum Profesi Dokter Dalam Penyelesaian Sengketa


Medis. Jurnal Pembaharuan Hukum, 4(1), 24. https://doi.org/10.26532/jph.v4i1.1656

Vito, B., Krisnani, H., & Resnawaty, R. (2005). 40 Kesenjangan Pendidikan Desa Dan Kota.
2, 147–300.

Idrus, M. (2016). Mutu Pendidikan Dan Pemerataan Pendidikan Di Daerah.


PSIKOPEDAGOGIA Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 1(2).
https://doi.org/10.12928/psikopedagogia.v1i2.4603

Artikel
Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI (2017, Mei 30). Tenaga
Kesehatan untuk Daerah Terpencil Perlu Digalakkan. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Diakses dari http://www.depkes.go.id/article/view/17053100001/tenaga-kesehatan-
untuk-daerah-terpencil-perlu-digalakkan.html

Abadi, Tulus (2018, Agustus 28). Bom Waktu Pendidikan Kedokteran. Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia. Diakses dari https://ylki.or.id/2018/08/bom-waktu-pendidikan-kedokteran/

Ardianto, Yoni (2019, Maret 6). Memahami Metode Penelitian Kualitatif. Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara Departemen Keuangan. Diakses dari
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12773/Memahami-Metode-Penelitian-
Kualitatif.html

Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI (2010, Oktober 10).


Kemenkes Kembangkan Program Beasiswa dan Dokter Plus. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Diakses dari http://www.depkes.go.id/development/site/jkn/index.php?
cid=1233&id=kemenkes-kembangkan-program-beasiswa-dan-dokter-plus.html

Anda mungkin juga menyukai