Anda di halaman 1dari 4

Nama : veliya novriandira

Nim : 030649836

Tugas : 3

Matkul : bisnis internasional

Soal :

Indonesia akan menghadapi tantangan yang berat di tahun depan. Di dalam negeri dalam
masa krisis akaibat pandemi inflasi dan melambatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia,
sementara di dunia internasional dihadapkan dengan banyaknya tantangan melemahnya
perdagangan internasional dan juga melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Menurut
anda akankah Indonesia dapat melalui masa krisis ini dengan baik?

Pembahasan :

Pandemi COVID-19 membuat tahun 2020 menjadi tahun yang sulit untuk seluruh negara di
dunia, tak terkecuali Indonesia. Hingga 30 Mei 2020, jumlah kasus yang terkonfirmasi di
Indonesia mencapai 25.773 individu, dimana 7.015 pasien dinyatakan sembuh dan 1.573
orang di antaranya meninggal dunia (Worldometer 2020). Sayangnya, kapasitas tes harian di
Indonesia per 25 Mei 2020 masih cenderung kecil, yaitu 0,02 orang per 1.000 penduduk.
Kapasitas tes tersebut masih kalah jauh dengan negara tetangga, yaitu Malaysia dan
Singapura yang mencapai 0,27 dan 0,68 orang per 1.000 penduduk (Our World in Data
2020). Akibatnya, data jumlah kasus yang dilaporkan kemungkinan lebih rendah dari yang
sebenarnya terjadi di lapangan.

Pemerintah pun telah berupaya menghentikan penyebaran wabah tersebut di dalam negeri.
Salah satunya dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Daerah
pertama yang menerapkan PSBB adalah DKI Jakarta yang dimulai sejak Jumat, 10 April
2020. Hingga pertengahan Mei 2020, terdapat empat provinsi dan 12 kabupaten/kota yang
menerapkan PSBB.

Berdasarkan grafik di atas, perbandingan rata-rata pertumbuhan jumlah kasus sebelum dan
sesudah diberlakukan PSBB menunjukkan penurunan sekitar 3,18 persen secara nasional.
Daerah episentrum pun menunjukkan pertumbuhan kasus yang semakin rendah. Meskipun
demikian, fakta tersebut belum cukup untuk menjustifikasi bahwa PSBB berhasil meredakan
penyebaran COVID-19 bila mobilisasi masyarakat belum bisa secara optimal ditekan dan
kapasitas tes di daerah masih minim. Di sisi lain, masih terdapat beberapa provinsi yang
mengalami pertumbuhan kasus mingguan.
Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan kewaspadaan dan memastikan
fasilitas kesehatan yang tersedia memadai (Yazid dan Palani 2020). Pemerintah daerah
sebaiknya memfokuskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk keperluan
pencegahan dan penanganan COVID-19, seperti meningkatkan kapasitas tes, memastikan
ketersediaan alat pelindung diri bagi tenaga medis, menjamin jumlah ruang untuk rawat inap
memadai, memastikan masyarakat menerapkan social distancing, dan menjaga pintu-pintu
masuk daerah dari pemudik yang berdatangan.

Tantangan Perekonomian Indonesia

Dunia diprediksi akan menghadapi tantangan ekonomi yang lebih kompleks dari krisis
keuangan global dan akan menjadi resesi terburuk sejak Great Depression (Gopinath 2020).
Dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Sri Mulyani menyatakan
bahwa posisi arus modal keluar Indonesia pada kuartal I-2020 mencatatkan nilai Rp145,28
triliun, dua kali lebih besar dibandingkan dengan krisis keuangan global 2008 yang bernilai
Rp 67,9 triliun (Katadata 2020).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga mengalami tekanan yang cukup dalam semenjak
publikasi kasus pertama COVID-19 di Indonesia. IHSG bahkan sempat tersungkur hingga
menyentuh posisi terendahnya, yaitu 3.937,632 pada 24 Maret 2020. Pemangkasan suku
bunga acuan The Fed pada 15 Maret 2020 sebesar 100 bps tampaknya turut memberikan
tekanan pada IHSG. Menurut Baker et. al. (2020), tidak ada wabah penyakit menular
sebelumnya yang berdampak berat pada pasar saham sekuat pandemi COVID-19 karena
pandemi  ini memiliki implikasi serius bagi kesehatan masyarakat dan persebaran informasi
saat ini yang sangat cepat.

Himbauan untuk melakukan work from home dan social distancing menyebabkan berbagai


sektor usaha mengalami kemunduran, bahkan beberapa di antaranya terpaksa melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Menurut data Kemenaker per 1 Mei 2020, pandemi
COVID-19 menyebabkan  1.032.960 pekerja sektor formal yang dirumahkan, 375.165
pekerja sektor formal yang di-PHK, dan 314.833 pekerja sektor informal yang
terdampak (Kemenaker 2020). Selain itu, Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia
memprediksi bahwa jumlah pengangguran di Indonesia akibat COVID-19 pada kuartal II-
2020 akan melonjak hingga 9,35 juta orang untuk skenario terberat yang disusun. Hal
tersebut semakin melebarkan jumlah masyarakat yang termasuk dalam kelas rentan miskin.

Berdasarkan Gambar 3 di atas, pandemi ini diperkirakan menyebabkan kenaikan jumlah


penduduk miskin hingga mencapai 106,9 juta penduduk. Dengan kata lain, terdapat sekitar 82
juta penduduk Indonesia atau setara dengan 30 persen dari total penduduk Indonesia yang
rentan menjadi miskin (TNP2K, 2020). Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun diperkirakan
hanya tumbuh sekitar 2,1 persen dan bahkan dapat melambat hingga -3,5 persen (World Bank
2020). Hal tersebut memberikan sinyal bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah
penyelamatan yang tepat bagi sektor yang terdampak berat serta bagi masyarakat yang
mengalami kesulitan ekonomi akibat COVID-19.
Jalan Keluar Pemerintah Menghadapi Tantangan Ekonomi Akibat COVID-19

Pada 26 Maret 2020, Indonesia mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa G20 secara
virtual untuk membahas upaya negara-negara anggota G20 dalam penanganan COVID-19.
Terdapat tiga poin utama yang disepakati dalam konferensi tersebut. Pertama, memfokuskan
kebijakan dalam negeri dan kerjasama multilateral untuk pencegahan dan penanganan
COVID-19 dari aspek kemanusiaan dan kesehatan. Kedua, mendorong sinergitas otoritas
moneter, fiskal, dan sektor keuangan. Ketiga, mendesak peran lembaga internasional (IMF
dan Bank Dunia) untuk meningkatkan pendanaan dalam upaya mengatasi keketatan likuidtas
USD secara global. Menanggapi hasil KTT G20 tersebut, Kementerian Keuangan bersama
Bank Indonesia dan OJK telah bersepakat untuk berkoordinasi melakukan pengendalian
ekonomi dan mengurangi beban masyarakat akibat COVID-19 (Bank Indonesia 2020).

Dari segi kebijakan fiskal, pemerintah Indonesia tercatat telah tiga kali mengeluarkan
stimulus ekonomi. Pada stimulus ekonomi ketiga tertanggal 31 Maret 2020, pemerintah
Indonesia mengeluarkan dana Rp405 triliun atau setara dengan 2,5 persen dari Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia (Satriawan 2020). Dana tersebut dialokasikan ke dalam
empat pos program, yakni jaring pengaman sosial (27 persen), bantuan kesehatan (19 persen),
bantuan industri (17 persen), dan penyembuhan ekonomi nasional (34 persen). Castro (2020)
menyatakan bahwa kebijakan paling efektif untuk memitigasi dampak hilangnya sebagian
pendapatan rumah tangga akibat pandemi ini adalah meningkatkan Unemployment
Insurance (UI). UI adalah program yang tepat untuk menyelamatkan kelompok pekerja yang
menjadi pengangguran dari potensi jatuh miskin. Sebagai automatic stabilizer, UI
mempersingkat keterlambatan respon dari kebijakan fiskal diskresional yang mungkin
terhambat oleh isu politik dengan cara mendistribusikan kembali dana kepada individu
sehingga dapat mempertahankan daya beli (Maggio and Kermani 2016).

Indonesia sebenarnya telah mengadaptasi model tersebut melalui program Kartu Prakerja.
Target utama dari penyaluran Kartu Prakerja ini adalah masyarakat yang terkena kebijakan
PHK, pekerja informal, dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang
terdampak COVID-19. Terdapat bantuan pelatihan sebesar Rp1.000.000,00,  insentif sesudah
pelatihan Rp2.400.000,00, dan insentif survei Rp150.000,00 per peserta. Kini porsi insentif
telah dinaikkan melebihi jumlah nominal yang diberikan untuk melaksanakan pelatihan.
Program ini berubah dari desain awal untuk merangkul golongan pekerja yang tidak termasuk
dalam 40 persen keluarga termiskin, namun rentan menjadi miskin karena kehilangan sumber
pendapatannya.

Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia juga telah melakukan berbagai upaya mitigasi
dampak COVID-19. Untuk memastikan rupiah tetap stabil, Bank Indonesia mengklaim terus
melakukan intervensi pasar baik di spot, DNDF, maupun pembelian SBN dari pasar
sekunder (Bank Indonesia 2020). Selain itu, Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur
13-14 April 2020 memutuskan untuk melakukan kebijakan quantitative easing, salah satunya
menurunkan giro wajib minimum. Bank Indonesia telah memberikan injeksi terhadap
perbankan sebesar hampir Rp300 triliun sejak awal 2020. Berbagai stimulus yang dilakukan
Bank Indonesia tersebut tampaknya memberikan sedikit kepastian bagi para pelaku pasar
tentang gambaran proyeksi ekonomi Indonesia ke depan. Dengan demikian, tekanan ke pasar
keuangan, pasar modal, dan sektor riil diharapkan menjadi lebih terkendali.

Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, menyambut baik langkah-langkah fiskal dan
moneter yang diambil oleh beberapa negara. Akan tetapi, peran kebijakan fiskal akan lebih
besar untuk pengendalian dampak ekonomi dari pandemi ini (World Economic Forum 2020).
Furman (2020) berpendapat bahwa Great Recession memberikan pelajaran bahwa kebijakan
fiskal bisa sangat efektif untuk merangsang permintaan agregat ketika The Fed tidak dapat
mengatasinya dengan kebijakan moneter ketat. Stimulus fiskal yang tepat sasaran –
misalnya, unemployment insurance atau bantuan pangan – efektif mendorong investasi,
mengurangi income losses, dan mendorong konsumsi masyarakat, sehingga dapat
merangsang pertumbuhan ekonomi meskipun melebarkan defisit keuangan. Meskipun
demikian, kebijakan moneter diperlukan untuk menjaga kestabilan inflasi, nilai tukar rupiah,
dan dinamika pasar keuangan.

Sayangnya, berbagai kebijakan di atas menjadi kurang efektif jika krisis kesehatan publik
tidak segera diselesaikan. Terdapat kemungkinan penyebaran wabah gelombang kedua
karena Indonesia mulai kembali membuka perekonomian dengan memperkenalkan era New
Normal. Era ini memberikan angin segar bagi berbagai sektor ekonomi, terutama transportasi
dan pariwisata yang terpukul dalam selama pandemi ini. Beberapa jenis bisnis, seperti
logistik, kesehatan, serta layanan hiburan dan edukasi online diprediksi akan tumbuh pesat
pada era baru ini. Akan tetapi, era ini memberikan tantangan besar bagi Indonesia karena
kapasitas kesehatan (fasilitas dan tenaga medis) masih minim. Ditambah lagi bila protokol
kesehatan ketat dan social distancing  tidak diindahkan oleh masyarakat, maka jumlah kasus
tentu akan tumbuh lebih cepat dan lebih sulit untuk dikendalikan.

Referensi : https://macroeconomicdashboard.feb.ugm.ac.id/tantangan-ekonomi-indonesia-
dan-bauran-kebijakan-atasi-dampak-covid-19/

Dari ulasan diatas dapat kita tarik suatu keimpulan bahwa indonesia berusaha sebaik mungkin
dalam menghadapi krisis ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan berbagai cara dan upaya yang
telah diusahakan seefektif mungkin, namun jika dalam permasalahan ini dapat kita lihat
bahwa topik permasalahan itu berfokus kepada wabah yang sedang menajngkin dunia yang
sangat bepengaruh terhadap perekonomian dunia. Jika wabah ini terus berkembang dan
belum ditemukan titik terang maka pemerintah harus memiliki trik jitu untuk bisa menangani
krisis atau kendala ekonomi yang terjadi.negara kita bisa melewati krisis tersebut tentunya
tetpa dengan upaya dan usaa pemerintah serta dorongan yang kuat dari warga negaranya.

Sekian yang bisa saya sampaikan maaf atas segala kekurangan dan teimakasih atas waktu dan
kesempatan yang telah diberikan.

Anda mungkin juga menyukai