Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“MATERIALITAS DAN RESIKO”

DOSEN PEMBIMBING
Resty Yusnirmala Dewi,SE.,M.Acc.,Ak.,CA

Disusun oleh :
Nanda Dea Septi Rahayu (A0C019100)

UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
DIII AKUNTANSI

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Materialitas dan Resiko” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas 
yang diberikan oleh ibu Resty Yusnirmala Dewi,SE.,M.Acc.,Ak.,CA pada mata
kuliah Auditing, DIII AKUNTANSI. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Materialitas dan Resiko bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Resty Yusnirmala
Dewi,SE.,M.Acc.,Ak.,CA , selaku dosen Auditing, DIII AKUNTANSI yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

i
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Materialitas adalah besarnya nilai yang
dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang
melingkupinya, dapat mengakibatkan  perubahan atas atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena
adanya penghilangan atau salah saji itu.
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan
pendapatnya, semakin rendah resiko audit yang auditor bersedia menanggung nya.
Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelakasanaan proses audit
adalah mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung
pendapatnya. Tujuan ini dicapai dengan mengumpulkan bukti audit tentang asersi
yang terdapat dalam laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.

2. Rumusan Masalah

1.      Mengapa konsep materialitas penting dalam Audit atas Laporan Keuangan?


2.      Pertimbangan awal tentang Materialitas?
3.      Hubungan antara Materalialitas dengan bukti Audit?
4.      Risiko Audit pada tingkat laporan keuangan dan tingkat saldo Akun?
5.      Unsur risiko audit?
6.      Hubungan antara Materialitas, risiko Audit, dan bukti Audit?
7.      Strategi Audit awal?

1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep Materialitas
            Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat    dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan
perubahan atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan
terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut.
2. Pertimbangan Awal Tentang Materialitas
            Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam
perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, yang sering kali disebut dengan
materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang
digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan
audit karena keadaan yang melingkupi berubah, informasi tambahan tentang klien
dapat diperoleh selama berlangsungnya audit. Kemudian audit yang telah
dilaksanakan dapat memastikan bahwa karena sumber pembelanjaan tersebut,
solvabilitas klien dalam periode yang diaudit telah mengalami peningkatan secara
signifikan.
            Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitataif.
Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci
tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab
salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara
kualitatif material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut.
            Berikut ini disajikan contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang
dilakukan oleh auditor dalam mempertimbangkan materialitas.
1.      Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:
a.       Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan.
b.      Total aktiva dalam neraca.
c.       Total aktiva lancer dalam neraca
d.      Total equitas pemegang saham dalam neraca
2.      Faktor kualitatif, seperti:
a.       Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum
b.      Kemungkinan terjadinya kecurangan
c. Syarat yang tercantun dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan pada tingkat
minimum tertentu.

2
d.      Adanya gangguan dalam tren laba
e.       Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan .
       
 Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama,
auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan kedua, pada saat
mengevaluasi bukti audit dalam melaksanakan audit. Pada saat merencanakan audit,
auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik
antara jumlah dalam laporan keuangan yang di pandang material oleh auditor dengan
jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan
keuangan.
            Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi
kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara
gabungan, sedemikian signifikan sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan
keuangan tersebut sesuai prinsip akutansi berterima umum. Dalam keadaan ini, salah
saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan secara keliru prinsip akutansi berterima
umum di Indonesia, penyimpangan dari fakta, atau penghilangn informasi yang
diperlukan.
            Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari
satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan. Kenyataannya,
satiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu tingkat materialitas. Untuk
laporan laba-rugi, materialitas dapat dihubungkan dengan total pendapatan, laba
bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, atau laba bersih setelah pajak. Untuk neraca,
materialitas dapat di dasarkan pada total aktiva, aktiva lancar, modal kerja, atau
modal saham.

Materialitas pada Tingkat Saldo Akun


Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang
mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material.
Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampur adukan dengan
istilah saldo akun material. Saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang
tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaita dengan jumlah salah saji yang dapat
mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan.
            Dalam mempertimbangkan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus
mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas

3
laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk merencanakan audit
guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material secara individual,
namun jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun yang lain, dapat
material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.
Alokasi Materialitas Laporan Keuanagan ke Akun 
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan
dikuantifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat
diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan kea kun secara
individual.Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbankan kemungkinan
terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk
memverifikasi akun tersebut.
3. Hubungan antara Materialitas dengan Bukti Audit
Materialiatas merupakan satu diantara berbagai faktor yang mempengaruhi
pertimbangan auditor tentang kecukupan bukti audit. Dalam membuat generalisasi
hubungan antara materalitas dengan bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan
saldo akun material harus tetap diperhatikan, karena semakin rendah tingkat
materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan.
4. Risiko Audit
            Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material.
            Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah resiko
audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya. Jika diinginkan tingkat kepastian
99%, risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya adalah 1%, sedangkan
jika 95% kepastian dipandang mencukupi, risiko audit yang auditor bersedia untuk
menanggungnya adalah 5%. Dalam audit atas laporan keuangan perusahaan yang go
publik, auditor biasanya menetapkan risiko audit pada tingkat yang rendah,
mengingat banyaknya pemakai laporan audit, dibandingkan dengan pemakai laporan
audit perusahaan perorangan. Begitu juga jika auditor menghadapi perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan, risiko audit yang auditor bersedia untuk
menanggungnya adalah rendah.
Risiko Audit pada Tingkat Laporan Keuangan Dan Tingkat Saldo Akun 
Auditor tidak cukup hanya menentukan materialitas dengan pernyataan berikut:

4
Kami akan menerima bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dan tidak berisi
salah saji material jika:
1.      Laba bersih sebelum pajak tidak berisi salah saji lebih dari Rp4.000.000
2.      Total aktiva tidak mengandung salah saji lebih dari Rp45.000.000
3.      Aktiva lancer tidak mengandung salah saji lebih dari RP25.000.000
4.      Equitas pemegang saham tidak mengandung salah saji lebih dari Rp15.000.000
Auditor harus membuat pernyataan lebih lanjut berikut ini:
Kami akan menerima, pada tingkat risiko tertentu, bahwa laporan keuangan disajikan
secara wajar dan tidak berisisalah saji material jika:
1.      Laba bersih sebelum pajak tidak berisi salah saji lebih dari Rp4.000.000
2.      Total aktiva tidak mengandung salah saji lebih dari Rp45.000.000
3.      Aktiva lancar tidak mengandung salah saji lebih dari Rp 25.000.000.
4.      Ekuitas pemegang saham tidak mengandung salah saji lebih dari Rp
15.000.000.

5. Unsur Risiko Audit 


 Terdapat tiga unsur risiko audit:
1)      Risiko bawaan
Adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji
material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian
intern yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun
atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain.
2)      Risiko pengendalian
Adalah risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat
dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini
ditentukan oleh efektivitas kebijakan dan prosedur pengendalian intern untuk
mencapai tujuan umum pengendalian intern yang relevan dengan audit atas laporan
keuangan entitas. Risiko pengendalian tertentu akan selalu ada karena keterbatasan
bawaan dalam setiap pengendalian intern.
3)      Risiko deteksi
Adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang
terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi ditentukan oleh efektivitas prosedur audit
dan penerapanya oleh auditor.

5
6. Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit
Berbagai kemungkinan hubungan anatara materialitas, risiko audit, dan bukti
audit digambarkan sebagai berikut:
1.   Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas
dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
2.   Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi
jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit meningkat.
3.   Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat
menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini:
a.       Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahankan jumlah bukti
audit yang dikumpulkan.
b.      Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat
materialitas tetap dipertahankan.
c.       Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat
materialitas secara bersama-sama.

7. Strategi Audit Awal


Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan proses audit adalah
mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung
pendapatnya, apakah dalam sebuah hal yang material, laporan keuangan disajikan
secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Tujuan ini dicapai
dengan mengumpulkan bukti audit tentang asersi yang terdapat dalam laporan
keuangan yang disajikan oleh manajemen.
            Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam:
1. Pendekatan terutama substantif (primarily substantive approach).
2. Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah (lower assessed level of control risk
approach).

Unsur Strategi Audit Awal


Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor menetapkan
empat unsur berikut ini:
1. Tingkat risiko pengendalian taksiran yang direncanakan.
2. Luasnya pemahaman atas pengendalian intern yang harus diperoleh.

6
3. Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan untuk menaksir risiko
pengendalian.
4. Tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk mengurangi risiko
audit ketingkat yang cukup rendah.

Pendekatan Terutama Substantif


Dalam pendekatan ini, auditor mengumpulkan semua atau hampir semua
bukti audit dengan menggunakan pengujian substantif dan auditor sedikit meletakan
kepercayaan atau tidak mempercayai pengendalian intern.

Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah


Dalam pendekatan ini, auditor meletakkan kepercayaan moderat atau pada
tingkat kepercayaan penuh terhadap pengendalian, dan sebagai akibatnya auditor
hanya melaksanakan sedikit pengujian substantif.

7
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Materialitas adalah besarnya nilai yang
dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang
melingkupinya, dapat mengakibatkan  perubahan atas atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena
adanya penghilangan atau salah saji itu.
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam
perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, yang sering kali disebut dengan
materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang
digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan
audit karena keadaan yang melingkupi berubah, informasi tambahan tentang klien
dapat diperoleh selama berlangsungnya audit. Kemudian audit yang telah
dilaksanakan dapat memastikan bahwa karena sumber pembelanjaan tersebut,
solvabilitas klien dalam periode yang diaudit telah mengalami peningkatan secara
signifikan.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitataif.
Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci
tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab
salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara
kualitatif material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut
Materialiatas merupakan satu diantara berbagai faktor yang mempengaruhi
pertimbangan auditor tentang kecukupan bukti audit. Dalam membuat generalisasi
hubungan antara materalitas dengan bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan
saldo akun material harus tetap diperhatikan, karena semakin rendah tingkat
materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan.
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material.
Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan proses audit adalah
mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung

8
pendapatnya, apakah dalam sebuah hal yang material, laporan keuangan disajikan
secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU).

Anda mungkin juga menyukai